Anda di halaman 1dari 4

Pandangan Theodore Noldeke dan Ulasan-ulasannya

Penyandangan julukan ummy kepada Rasulullah saw., sering disalah pahami


secara mayoritas. Term Ummy sering disalah artikan, namun setelah menelusuri
berbagai literature Arab, Noldeke menyimpulkan bahwa kata tersebut merupakan
lawan dari kata Ahl Kitab yang memiliki arti “buta atau tidak mengenal kitab
terdahulu”. Hal ini juga diisiratkan dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 48.
Noldeke juga berasumsi bahwa term “ummy” berdekatan dengan almaya umat
sebelumnya yang artinya ahli kitab sebagai objek umat diturunkannya kitab. Dari
umat tersebutlah term ummy muncul yang mempresentasikan umat dan juga memiliki
kedekatan term ummy yang bermakna umat-umat dalam bentuk majmuk.1

Jika meruntut sejarah keilmuan al-Qur’an, Abid al-Jabiri dalam Madkhal Ila
al-Qur’an juga memberi komentar bahwa ke-ummi-an Nabi Muhammad saw.,
mengarahkan kepada makna ketidaktahuan mengenai kitab klasik atau dapat juga
disebut tidak pernah membaca Kitab Taurat dan Injil. Hanya saja, Theodore Noldeke
menyertakan kritikan meski tidak pernah membaca kitab klasik, namun Nabi
Muhammad saw., mencoba memaksakan pencantuman konsep Yahudi. Konsekuensi
dari hal ini ialah kesalahan beberapa konsep.

Berikut ialah beberapa ulasan Theodore Noldeke mengenai Kenabian dan


Wahyu, yaitu:2

1. Sumber literasi wahyu Nabi Muhammad saw., ialah kitab-kitab Yahudi


Noldeke mengatakan bahwa sumber utama bagi wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw., ialah berdasarkan iktikad kurun pertengahan
dan semasa yaitu apa yang dibawa oleh kitab-kitab Yahudi. Kebanyakan kisah
nabi-nabi dalam al-Qur’an, bahkan pengajaran dan kefardhuannya berasal dari
Yahudi. Alasan ia mengatakan hal tersebut karena Nabi Muhammad saw.,
1
Theodore Noldeke, The History of The Qur’an (Leiden: Brill, 2013), 11.
2
Ubaidillah Haji Wan Abas, Wahyu Menurut Noldeke : Satu Analisis Awal (Centre of Quranic
Research: Kuala Lumpur, 2012), 287-292.
ialah seorang yang ummi. Rasulullah saw., tidak mempelajari sesuatupun dari
seseorang yang semasa dengan beliau baik menetap maupun safar bahkan hal
tersebut disaksikan oleh kaum yang memusuhinya.
2. Keadaan Nabi Muhammad saw., ketika menerima wahyu seperti mengalami
sakit sawan dan gila
Noldeke menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw., ketika menerima wahyu
sering dalam keadaan sawan yang akut, sehingga dimulut beliau terdapat
buih-buih, wajahnya sangat merah, menjerit dan dahinya dipenuhi dengan
peluh meski pada saat itu lagi musim dingin. Bahkan dikatakan Noldeke
mengatakan bahwa Nabi saw., gila. Hal ini terjadi dikarenakan ia salah
menafsirkan hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidatina Aisya r.ha sebagai
berikut:
Artinya: “Dari Aisyah Ummul Mu’minin, bahwa al-Harits bin Hisyam
bertanya kepada Rasulullah saw.,: “Wahai Rasulullah, bagaimana caranya
wahyu turun kepada engkau?” Maka Rasululllah saw., menjawab: “Terkadang
datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling
berat bagiku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan.
Dan terkadang datang malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara
kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya”. Aisyah berkata: “Sungguh
aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Rasulullah saw pada suatu hari
yang sangat dingin lalu apabila terhenti, aku melihat dahi Rasulullah saw.,
dibasahi keringat”.
Sikalangan orientalis yang lainnya ada yang tidak setuju dengan ulasan
Theodore ini, salah satunya ialah William Muir. Dimana ia menggambarkan
bahwa apa yang terjadi pada Nabi Muhammad saw., ketika turun wahyu
adalah kesalahan besar dari segi ilmiah. Penyakit sawan akan mengakibatkan
penderitanya hilang ingatan bahkan lupa sepanjang waktu, dia tidak akan
dapat mengingat apa yang telah dilaluinya. Dibuktikan secara sains, penyakit
ini sama sekali tidak menimpa Nabi Muhammad saw., bahkan panca indera
beliau sadar dan dapat menyebutkan dengan terperinci apa yang diterimanya
kepada sahabat-sahabatnya.
3. Wahyu bagi Rasulullah saw., ialah ilusi secara instinet-halusinasi, dimana ia
senantiasa berinteraksi secara berlebihan sehingga mendorongnya untuk
mendakwa sebagai nabi dan berdakwah kepadanya.
Tuduhan ini secara sepintas lalu kelihatan agak ilmiah dan lembut, atau lebih
bijak. Merek gambarkan bahwa Nabi saw., memiliki khayalan yang tinggi dan
perasaan yang mendalam. Perasannya yang melebihi sehingga berkhayal
bahwa beliau melihat dan mendengar seorang bercakap dengannya. Apa yang
dilihat dan didengar beliau hanyalah gambaran khayalan yang disebut dengan
junun atau adghath ahlam.
Pandangan orientalis ini tidak jauh berbeda dengan pandangan kaum
musyrikin Mekkah yang menuduh Nabi saw., gila dengan mengatakan bahwa
yang datang itu ialah jin. . Orientalis berpendapat berdasarkan pemahaman
mereka terhadap kejiwaan, pandangan dan khayalan sedangkan kaum
musyrikin berdasarkan pandangan mereka terhadap jin dan syaitan
4. Nabi Muhammad saw., bekerja sama dengan Buhaira untuk membentuk
islam. Buhaira mengajar Nabi Muhammad saw., dan mengarang suhuf (surah-
surah al-Qur’an)
Pertemuan Rasulullah saw., dengan Buhaira terbatas dan juga dihadiri oleh
pembesar Quraish. Umur Nabi saw., pada saat itu baru 12 tahun, sehingga
pertemuan itu tidak memungkinkan menghasilkan ilmu dikarenakan masanya
singkat, dan tidak memadai untuk belajar dan menuntut ilmu. Bahkan tidak
ada riwayat yang menunjukkan adanya proses belajar antara Nabi Muhammad
saw., dengan Buhaira.
Riwayat hanya menekankan bahwa Buhaira melihat terdapat tanda-tanda
kenabian, beliau memberitahu hal itu kepada Abu Thalib, bahwa ia akan
menjadi perkara yang besar serta berpesan agar menjaganya dengan baik.
5. Orang islam tidak menyifatkan kalimah wahyu untuk al-Qur’an saja, bahkan
juga segala ilham yang diterima Nabi saw., dan segala perintah ilahi yang
ditujukan kepadanya
Semua jenis wahyu, baik yang ditujukan kepada manusia maupun non-
manusia disebut dalam al-Qur’an. 1apa yang ditujukan kepada manusia maka
itulah yang ditujukan kepada para nabi dan rasul. Contoh wahyu yang
ditujukan kepada non-manusia ialah al-Qur’an surat an-Nahl ayat 68. Tetapi,
perlu di ingat bahwa semua yang mewahyukan adalah Allah. Maka semua
makhluk-Nya, di wahyukan apa yang Dia inginkan dan kepada siapa yang Dia
inginkan. Allah mewahyukan kepada lebah, yaitu memberikan ilham kepada
lebah agar membina sarang di bukit-bukit, pohon-pohon, dan sebagainya agar
dapat mengeluarkan madu dimana manuisa tidak mampu melakukannya.
Begitu juga mengilhamkan agar mengambil makanan dari yang mereka
inginkan dari tumbuh-tumbuhan.
Allah juga yang telah menurunkan wahyu kepada Nabi Daud dengan kitab
Zabur, yang telah bercakap dengan Nabi Musa dari balik hijab dan yang telah
mengutus malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw.

Anda mungkin juga menyukai