Anda di halaman 1dari 8

FAKTOR RISIKO ALKOHOLISME TERHADAP PENDERITA TB PARU BTA POSITIF

DI PUSKESMAS KAWANGKOAN
KABUPATEN MINAHASA

Linda A. Makalew
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Manado, Jl. Manguni 20 Malendeng

Abstract : The purpose of this study to identify risk factors of alcoholism with smear
positive pulmonary TB patients-sex male on Kawangkoan Health Center in 2009. Types of
observational analytic study research design in which Case Control Study on the risk factors
studied by using a retrospective approach. The population in this experiment were 32 male
patients with samples of all members of the population with a ratio of 1: 1. Data obtained
from interviews using a questionnaire, but in this study through the questionnaire did not test
the validity and reliability. Analysis carried out by using test Odds Ratio (OR) to identify
major risks, but the day after the chi-square test to see whether a strong relationship variables
and answer the research hypothesis. The results are not related or Ho received by naked eye
but have a risk of smear positive pulmonary TB patients. To the community to avoid
excessive alcohol consumption and to implement the Health Department for more intensive
counseling of patients with pulmonary tuberculosis associated with risk of alcohol use.

Kata Kunci : Alkohol, Pasien TB Paru

Penyakit Tubekolosis (TB) merupakan Sulut, 2008). Target pengendalian TB


masalah Kesehatan Masyarakat utama yang mencakup:
menjadi perhatian Badan Kesehatan Dunia 1. Tercapainya penemuan pasien baru TB
(WHO) selama 50 tahun terakhir hingga saat menular (Basil Tahan Asam positif/BTA+
ini, setiap tahunnya sebesar 1 % dari seluruh setidaknya sebanyak 70% dari perkiraan.
penduduk Dunia sudah tertular oleh kuman Angka Penemuan Kasus (Case Detectian
TBC (Walaupun belum terjangkit oleh Rate) adalah persentase jumlah pasien baru
penyakitnya) kematian akibat TB di Negara BTA positif yang ditemukan dan diobati
berkembang termasuk Indonesia masih dibandingkan dengan jumlah pasien baru
tergolong tinggi dan merupakan Negara ke 3 BTA positif yang diperkirakan dalam suatu
kasus terbanyak penderita TB setelah Cina dan wilayah.
India. Indonesia dengan 3 Orang penderita TB 2. Menyembuhkan 85% dari semua pasien
diantara 1000 Penduduk, sementara setiap tersebut dan mempertahankanya. Angka
Tahunnya ada 475.000–500.000 penderita baru kesembuhan menunjukkan persentase
dan setiap Tahunnya terdapat 175.000 kematian pasien baru TB paru BTA positif yang
akibat TBC, data Riskesdas 2007 menunjukan menyelesaikan pengobatan (baik yang
sekitar 7,5 angka kematian Indonesia sembuh maupun pengobatan lengkap)
disebabkan oleh penyakit yang mematikan ini diantara pasien baru TB paru BTA+ positif
dan menempati urutan ke 2 setelah penyakit yang tercatat.
Jantung dan pembuluh darah lainnya. Penyakit TB paru bukan hanya membawa
Prevalensi TB paru di Provinsi Sulawesi kerugian terhadap sektor kesehatan dan sosial,
Utara cenderung meningkat sesuai tetapi juga terhadap sector ekonomi, karena
bertambahnya umur dan prevalensi tertinggi 75% penderita TB adalah mereka yang berusia
pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB produktifsecara ekonomi (15-54 tahun) dan
paru 20% lebih tinggi pada laki-laki pada kelompok ekonomi lemah serta yang
dibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi berpendidikan rendah. TB Paru menyebabkan
di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat sumberdaya manusia secara ekonomi
kali lebih tinggi pada pendidikan rendah berkurang, tingkat produktifitas ekonomi
dibandingkan pendidikan tinggi (Profil Dinkes menurun, pendapatan berkurang dan pada
1
2 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

akhirnya berdampak terhadap ekonomi secara tertinggi di Kota Tomohon 36% dan Kabupaten
luas. Minahasa 18,8% sementara prevalensi
Tahun 2008, angka penemuan kasus baru peminum minuman beralkohol dalam satu
TB paru di Sulawesi Utara (New Case bulan terakhir, secara rerata sedikit lebih
Detection Rate) secara umum memperlihatkan rendah, yaitu sebesar 14,9%, dengan prevalensi
hasil yang baik kecuali di beberapa tertinggi di Kota Tomohon 31%, terendah di
Kabupaten/Kota masih rendah/belum Kabupaten Bolaang Mongondow (5,2%) dan
memenuhi target nasional >70 %, seperti Kabupaten Minahasa (15,6 % ). Prevalensi
terlihat pada gambar berikut : peminum alkohol 12 bulan dan satu bulan
terakhir mulai meningkat tajam sejak
menginjak usia 15 tahun, dan menurun tajam
setelah usia lebih dari 75 tahun. Prevalensi
peminum laki-laki sekitar 11 kali lebih tinggi
ketimbang perempuan.( Riskesdas 2008).
Jenis minuman yang paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat provenis Sulawesi
utara adalah minuman tradisional (58,5%)
untuk kabupaten Minahasa (73,0%).
(Riskesdas 2008). Hal ini di pengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kondisi perumahan,
Sumber : Profil Kesehatan Prop Sulut Tahun 2008. pekerjaan atau penghasilan, status gizi serta
faktor lain yaitu kebiasaan merokok dan
Dari 13 Kabupaten/Kota, Kota Manado dan alkohol dengan demikian dapat dikatakan
Kabupaten Minahasa Utara mempunyai Case bahwa alkohol merupakan faktor pemicu risiko
Detection Rate di atas 100%, sementara lima untuk menderita TB Paru aktif karena sebagian
Kabupaten/Kota sepanjang tahun 2008 besar penderita TB paru BTA positif laki–laki
memperlihatkan kinerja yang belum baik dalam di Puskesmas Kawangkoan adalah
penemuan kasus yaiu Talaud, Minahasa pengkonsumsi alkohol (Profil PKM
Tenggara, Bolaang Mongondow Utara, Sangihe Kawangkoan, 2009
dan Talaud. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Kabupaten Minahasa Tahun 2008 angka apakah faktor alkoholisme merupakan faktor
Penemuan pasien baru TB BTA + (Case risiko terhadap penderita TB paru BTA+
Detection Rate) dapat dilihat pada grafik di atas berjenis kelamin laki-laki di Puskesmas
yaitu 86 %, tetapi pada tahun 2009 terjadi Kawangkoan Tahun 2009. Hasil penelitian ini
penurunan 73 % dengan cure rate P (Angka diharapkan selain dapat memberikan informasi
Kesembuhan) 99.0 % sedangkan wilayah kerja bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa
Puskesmas Kawangkoan terdiri dari 30 dalam menunjang program pencegahan
Desa/Kelurahan dengan jumlah penderita TB penyakit TBC, juga menjadi acuan dalam
paru BTA+ dari bulan Agustus 2008 sampai pengembangan penelitian selanjutnya yang
dengan Juni 2009 yaitu 47 penderita. Pada berhubungan dengan pencegahan penularan
umumnya penderita TB paru di wilayah kerja penyakit TBC.
Puskesmas Kawangkoan adalah laki – laki
yaitu 32 penderita sedangkan perempuan 15 METODE
penderita .
Prevalensi peminum minuman beralkohol Penelitian yang dilakukan menggunakan studi
untuk Provinsi Sulawesi Utara dalam 12 bulan observasional analitik dengan rancangan Case
terakhir secara rerata pada tingkat provinsi Kontrol Study dimana faktor resiko di pelajari
sebesar 17,4%, dengan prevalensi terendah dengan menggunakan pendekatan retrospektif
5,5% di Kabupaten Bolaang Mongondow, dimana kasus penderita TB paru BTA+ adalah
3 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

subyek dengan karakter efek positif, sedangkan Tabel 1. Distribusi Kasus Menurut Desa /
kontrol adalah subyek dengan karakter efek Kelurahan di Puskesmas Kawangkoan
negatif. Populasi adalah seluruh penderita TB Tahun 2009
paru BTA+ berjenis kelamin laki-laki di
Puskesmas Kawangkoan dari bulan Agustus Kasus TB Paru
2008 sampai Juli 2009 berjumlah 32 penderita. NO Desa /Kelurahan BTA +
Sampel adalah seluruh anggota populasi n %
(Exchautive sampling). Sampel dalam 1 Kelurahan Talikuran 6 18,8
penelitian ini terbagi 2 kelompok yaitu : 2 Kelurahan 6
Sampel kasus yaitu seluruh pasien laki-laki Sendangan 18,8
penderita TB paru BTA+ berjumlah 32 3 Desa Tondegesan 3 9,4
Penderita. Sampel kontrol yaitu peminum 4 Desa Kiawa II 4 12,5
alkohol tidak penderita TB paru BTA+ 5 Desa Tombasian 4
berjumlah 32 Orang. Sampel dalam penelitian Atas 12,5
ini berjumlah 64 Orang dengan perbandingan 6 Desa Tolok 1 3,1
1;1. Sampel Kontrol diambil dengan 7 Desa Kinali 3 9,4
pertimbangan ada kesamaan kebiasaan minum 8 Desa Kanonang II 1 3,1
minuman beralkohol dengan sampel kasus. 9 Desa Kayuuwi 1 3,1
Analisa data pertama adalah analisa 10 Kelurahan Uner 3 9,4
univariat yaitu memberikan gambaran JUMLAH 32 100
distribusi frekuensi masing-masing variabel
yang diteliti kedalam bentuk tabel, Kemudian Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah kasus
dilanjutkan dengan analisa bivariat ini di tertinggi berada di Kelurahan Sendangan dan
lakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan Kelurahan Talikuran dengan jumlah 6
variabel yang diteliti dengan uji Chi Square. Responden atau sebesar 18,8 %. Dan
Untuk mengetahui derajat kuatnya hubungan Prosentase terkecil yaitu 3,1 % terdapat pada
jika hasil Chi Square (χ2) bermakna maka Desa Tolok, Desa Kanonang II dan Kayuuwi.
dilanjutkan dengan perhitungan OR (Odds
Ratio). Kemudian di lanjutkan dengan Tabel 2 : Distribusi Kasus Menurut Kelompok
melakukan pengujian tes hipotesis terhadap Umur di Puskesmas Kawangkoan Tahun 2009
Odds Ratio dengan cara menentukan
Confidence Interval (CI) untuk Odds Ratio. OR Kelompok Umur Kasus TB Paru BTA +
dikatakan bermakna apabila nilai Lower dan (Tahun) n %
Upper Limit tidak sama dengan 1 (satu).
22 – 30 2 6,3
HASIL DAN PEMBAHASAN 31 – 39 6 18,8
40 – 48 9 28,1
Hasil 49 – 57 6 18,6
58 – 66 3 9,4
Hasil penelitian ini diawali dengan analisis 67 – 75 6 18,8
distribusi frekuensi variabel tunggal yang JUMLAH 32 100
termasuk didalamnya adalah desa, umur,
pendidikan, pekerjaan pada responden kasus. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah kasus
tertinggi terdapat pada kelompok umur 40 – 48
Tahun yang berjumlah 9 penderita atau sebesar
28,1 %. Sedangkan kasus terendah pada
kelompok umur 22–30 tahun dengan penderita
2 orang atau 6,3 %.
4 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

Tabel 3. Distribusi Kasus Menurut Tingkat Tabel 4. Distribusi Kasus Menurut Pekerjaan di
Pendidikan di Puskesmas Kawangkoan Puskesmas Kawangkoan Tahun 2009
Tahun 2009
Jenis Pekerjaan Kasus TB Paru BTA+
+
Tingkat Kasus TB Paru BTA n %
Pendidikan n % PNS 4 12,5
Tamat SD 5 15,6 Pensiunan 2 6,3
Tamat SLTP 5 15,6 Wiraswasta 5 15,6
Tamat SLTA 19 59,4 Tukang 12 37,5
D3 1 3,1 Petani 8 25,0
S1 2 6,3 Peternak 1 3,1
JUMLAH 32 100 JUMLAH 32 100

Tabel 3 menunjukkan dimana kelompok kasus Distribusi Jenis Pekerjaan seperti terlihat pada
terbanyak pada strata pendidikan tamat SLTA tabel diatas menunjukkan bahwa pekerjaan
dengan jumlah 19 orang atau sebesar 59,4 %, penderita TB Paru BTA+ yang terbanyak adalah
dan yang paling sedikit D3 yaitu 1 penderita Tukang sebanyak 12 orang dengan persentase
(3.1 %). 37,5%, sedangkan yang paling rendah adalah
pekerjaan sebagai peternak dengan jumlah satu
orang atau 3,1 %.

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Desa/ Kelurahan Di Puskesmas Kawangkoan


Tahun 2009

NO Desa /Kelurahan Penderita TB TOTAL


Ya % Tdk % n %
1 Kelurahan Talikurn 6 18,8 3 9,4 9 14,1
2 Kelurahan Sendangan 6 18,8 8 25, 14 21,9
3 Desa Tondegesan 3 9,4 2 6,3 5 7,8
4 Desa Kiawa II 4 12,5 4 12,5 8 12,5
5 Desa Tombasian Atas 4 12,5 5 15,6 9 14,1
6 Desa Tolok 1 3,1 0 0 1 1,6
7 Desa Kinali 3 9,4 2 6,3 5 7,8
8 Desa Kanonang II 1 3,1 3 9,4 4 6,3
9 Desa Kayuuwi 1 3,1 2 6,3 3 4,7
10 Kelurahan Uner 3 9,4 3 9,4 6 9,4
JUMLAH 32 100 32 100 64 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang Desa Tombasian Atas dengan masing-masing
terbanyak berasal dari kelurahan Sendangan responden berjumlah 9 atau 14,1 %, dan yang
dengan jumlah 14 responden atau 21,9 %, terendah yaitu 1 Responden atau 1,6 % yaitu
kemudian diikuti oleh Kelurahan Talikuran dan Desa Tolok.
5 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur


di Puskesmas Kawangkoan Tahun 2009

Kelompok Umur Penderita TB Total


Ya % Tdk % n %
22 – 30 Thn 2 6,3 6 18,8 8 12,5
31 – 39 Thn 6 18,8 6 18,8 12 18,8
40 – 48 Thn 9 28,1 8 25,0 17 26,6
49 – 57 Thn 6 18,8 7 21,9 13 20,3
58 – 66 Thn 3 9,4 4 12,5 7 10,9
67 – 75 Thn 6 18,8 1 3,1 7 10,9
JUMLAH 32 100 32 100 64 100

Pada Tabel 6 kelompok umur ini yang paling %, sedangkan terendah terdapat pada kolompok
banyak responden berumur diantara 40 – 48 umur 58 – 66 Tahun dan 67 – 75 tahun masing-
Tahun dengan jumlah 17 responden atau 26.6 masing 7 Responden atau 10.9 %.

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Puskesmas Kawangkoan


Tahun 2009

Pendidikan Penderita TB Total


Ya % Tdk % n %
Tamat SD 5 15,6 4 12,5 9 14,1
Tamat SLTP 5 15,6 10 31,3 15 23,4
Tamat SLTA 19 59,4 15 46,9 34 53,1
Diploma III (D3) 1 3,1 2 6,3 3 4,7
Strata Satu (S1) 2 6,3 1 3,1 3 4,7
JUMLAH 32 100 32 100 64 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa responden terbanyak persentase 53,1 % dan paling sedikit responden
berpendidikan SLTA sebesar 34 responden dengan yang berpendidikan S1 dan Diploma III.

Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan


di Puskesmas Kawangkoan Tahun 2009

Pekerjaan Penderita TB Total


Ya % Tdk % n %
PNS 4 12,5 3 9,4 7 10,9
Pensiunan 2 6,3 1 3,1 3 4,7
Wiraswasta 5 15,6 4 12,5 9 14,1
Tukang 12 37,5 11 34,4 23 35,9
Petani 8 25,0 9 28,1 17 26,6
Peternak 1 3,1 4 12,5 5 7,8
JUMLAH 32 100 32 100 64 100
6 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

Tabel 8 menunjukkan bahwa responden dengan pekerjaan sebagai petani yaitu 17 responden
jenis pekerjaan terbanyak adalah Tukang atau 26.6 %. Dan yang terendah yaitu 4.7 %
dengan jumlah 23 responden atau 35.9 % , atau 3 Responden adalah Pensiunan
Kemudian diikuti oleh responden dengan

Tabel 9 Distribusi Kasus dan Kontrol Alkohilisme Tahap Pra-Alkoholik


di Puskesmas Kawangkoan Tahun 2009

Penderita TB Paru
Pra Jumlah
Kasus Kontrol p
Alkoholik
n % n % n %
Ya 24 48,0 26 52,0 50 100
0,366
Tidak 8 57,1 6 42,9 14 100
Jumlah 32 50,0 32 50,0 64 100

Pada Tabel 9 Menunjukkan distribusi %. Berbeda dengan kolompok kasus jawaban


responden menurut variabel alkoholisme tahap responden terhadap Kuesioner adalah sama
Pra Alkoholik Ya yang terbanyak terdapat pada yaitu 16 responden namun untuk persentase
bukan penderita TB paru (control) berjumlah berbeda untuk Ya 51,6 % sedangkan Tidak
26 Responden atau 52 %. Sedangkan 48,5 %.
Kolompok Kasus Pra Alkoholik Ya hanya 24
Responden (48%). Dan yang terendah terdapat Tabel 10. Distribusi Kasus dan Kontrol
pada kelompok kontrol dengan jawaban Tidak Alkohilisme Tahap Gawat di Puskesmas
yaitu 6 Responden atau 42,9 %. Kawangkoan Tahun 2009
Hasil analisa dengan menggunakan uji
Chi-Square memperoleh nilai p = 0,366. Penderita TB Paru
P
Karena nilai p lebih besar dari α = 0,05 maka G awat Kasus Kontrol
hipotesa nol diterima sehingga interpretasinya n % n % n %
adalah faktor alkoholisme tahap pra alkoholik
Ya 16 51,6 15 48,4 31 100
tidak berhubungan dengan penderita TB paru 0,063
Tidak 16 48,5 17 51,5 33 100
BTA+ di Puskesmas Kawangkoan Tahun 2009.
Walaupun hasil Chi-squre tidak ada hubungan Jumlah 32 50,0 32 50,0 64 100
namun tetap dilanjutkan dengan uji Odds Ratio
untuk melihat faktor risiko Alkoholisme tahap Hasil analisa dengan menggunakan uji
pra alkoholik terhadap penderita TB paru Chi-Square memperoleh nilai p = 0,063.
BTA+. Karena nilai p lebih besar dari α = 0,05 maka
Hasil analisa risiko alkoholisme tahap pra hipotesa nol diterima sehingga interpretasinya
alkoholik yaitu deengan nilai Odds Ratio (OR) adalah factor alkoholisme tahap gawat tidak
= 0,692 dimana OR < 1 berarti alkoholisme berhubungan dengan faktor risiko penderita TB
tahap pra alkoholik hanya merupakan faktor paru BTA+ di Puskesmas Kawangkoan Tahun
prediktif terhadap penderita TB paru BTA+ di 2009. Namun demikian kita melihat secara
wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan Tahun kasat mata bahwa ada hubungan antara faktor
2009. risiko alkoholisme tahap gawat terhadap
Tabel 10 menunjukkan bahwa responden penderita TB paru BTA+, karena itu untuk
yang terbanyak terdapat pada kelompok kontrol melihat faktor risikonya dilanjutkan dengan uji
dengan jawaban Tidak yaitu 17 responden atau Odds Ratio (OR).
51,5 %, sedangkan yang terendah ada pada Hasil analisa risiko alkoholisme tahap
kelompok kontrol yaitu 15 responden atau 48,4 gawat pada tabel 11 diatas menunjukkan nilai
7 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

Odds Ratio (OR) = 1,133, berarti responden karena tingkat pendidikan yang kurang
alkoholisme tahap gawat Tidak, memiliki memadai sehingga menuntut responden untuk
risiko sebesar 1,133 kali untuk terkena penyakit bekerja apa adanya bahkan tidak mempunyai
TB paru BTA+. pekerjaan yang tetap, sehingga pergaulan
dengan alkohol makin sering dan cenderung
Pembahasan lebih mudah untuk terkena penyakit TBC. Mata
pencaharian dari rensponden penderita TB paru
Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah BTA+ yang terbanyak adalah tukang yaitu 10
penderita lebih banyak berasal dari Kelurahan Responden (31,25%), dari hasil wawancara
Talikuran dan Kelurahan Sendangan, hal ini dan pengamatan bahwa ke 10 responden
disebabkan karena kelurahan Talikuran tersebut mempunyai kebiasaan minum alkohol
mempunyai jumlah penduduk terbanyak yaitu setelah selesai mengerjakan pekerjaannya untuk
4308 Jiwa dengan jumlah KK 882 diikuti oleh memanaskan tubuh namun sering kali sudah
kelurahan Sendangan dengan jumlah penduduk melebihi takaran yang bersangkutan ini
3685 Jiwa dengan jumlah KK 972. Boleh mengakibatkan responden lupa untuk makan
dikatakan bahwa dua kelurahan ini merupakan atau dengan kata lain minat untuk makan
pusat perekonomian di Kecamatan berkurang karena pengaruh dari alkohol
Kawangkoan karena Kelurahan Talikuran tersebut, dan para resonden ini sering bekerja di
dikenal sebagai masyarakat pencari dan tempat yang lembab sehingga mudah terkena
pengumpul barang bekas (besi tua) sedangkan penyakit tersebut.
Kelurahan Sendangan sebagai Pusat pertokoan
di Kecamatan Kawangkoan, hal ini menunjang Alkoholisme Tahap Pra Alkoholik
masyarakat untuk selalu menggunakan alkohol Distribusi kasus dan kontrol alkoholisme tahap
sebagai sarana pergaulan sehingga penularan pra alkoholik di wilayah Puskesmas
kuman bakteri Mycobakterium Tubercolose menunjukkan bahwa dari 32 kasus, terdapat 8
semakin mudah karena kepadatan penduduk. kasus (25%) penderita TB paru tetapi tidak
Untuk kasus TB Paru BTA+ terbanyak termasuk dalam tahap pra alkoholik sedangkan
dikelurahan Sendangan dan Kelurahan dalam kelompok kontrol dari 32 responden ada
Talikuraan dengan Persentase 0,16 dan 0,13 26 responden (81,25%) yang termasuk dalam
dari jumlah penduduk masing-masing pra alkoholik tetapi tidak menderita TB paru
kelurahan tersebut ini berarti bahwa dalam BTA+.
4308 jiwa dan 3685 jiwa ada satu penular TB Hasil analisa risiko alkoholisme tahap pra
paru BTA+ alkoholik menghasilkan nilai Odds Ratio (OR)
Kelompok umur yang paling banyak = 0,692 dimana OR < 1, berarti interpretainya
menderita penyakit TB paru BTA+ di bahwa alkoholisme tahap pra alkoholik hanya
Puskesmas Kawangkoan adalah umur antara merupakan faktor prediktif terhadap penderita
40–48 tahun, ini disebabkan karena kolompok TB paru BTA+ di Wilayah Puskesmas
umur ini merupakan kelompok usia produktif Kawangkoan. Alkoholisme tahap pra alkoholik
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga untuk kasus saat ini belum berisiko tehadap
responden harus bekerja tanpa memperhatikan penderita TB paru, namun tidak bisa dipungkiri
kesehatan, sedangkan kelompok umur kedua bahwa ketergantungan terhadap alkohol dari
terbanyak adalah 49 – 57 tahun, walaupun usia 24 kasus tahap pra alkoholik bisa menanjak ke
ini masih produktif namun system imunologi tahap berikutnya.
seseorang cenderung menurun sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk Alkoholisme Tahap Gawat
penyakit TB paru. Alkoholisme tahap gawat dapat menyebabkan
Responden dalam penelitian ini terbanyak ketahan tubuh berkurang karena pada tahap ini
penderita TB paru BTA+ berdasarkan semua kendali hilang bahkan peminun akan
Pendidikan adalah SLTA, hal ini disebabkan melanjutkan sampai pingsan sehingga
8 JIK Volume 5 No. 1 Oktober 2010 Makalew, L. Faktor Risiko Alkoholisme

pergaulan sosial dari yang bersangkutan penderita TB paru BTA+ laki-laki di Puskesmas
menjadi buruk disebabkan karena Kawangkoan.
ketergantungan terhadap alkohol.
Distribusi kasus dan kontrol menurut Saran
alkoholisme tahap gawat di Wilayah Puskesmas
Kawangkoan menunjukkan dari 32 kasus 1). Faktor alkoholisme tahap gawat merupakan
terdapat 16 orang (50%) dalam alkoholisme faktor risiko penderita TB paru BTA+, sehingga
tahap gawat atau 50% dengan tidak dapat menurunkan daya tahan tubuh, oleh
alkoholisme tahap gawat sedangkan pada karena itu kepada masyarakatdisarankan untuk
kelompok kontrol dari 32 responden terdapat menghindari konsumsi alkohol yang
15 (46,875%) responden yang termasuk dalam berlebihan. 2). Untuk Dinas Kesehatan lebih
alkoholisme tahap gawat tetapi tidak menderita intensif melaksanakan penyuluhan terhadap
penyakit tersebut. penderita TB Paru tentang resiko penggunaan
Hasil analisa risiko alkoholisme tahap alkohol.
gawat menghasilkan nilai Odds Ratio (OR) =
1,133 dengan nilai kepercayaan lower limit DAFTAR PUSTAKA
(batas bawah) = 0,425 dan upper limit (batas
atas) = 3,023. Hal ini menunjukkan bahwa Arie Yulianto, 6 Juli 2007, TBC Paru Penyebab
responden alkoholisme tahap gawat kelompok Kematian ke 2 di Indonesia.
kasus mempunyai risiko rendah 0,425 dan Amrah, N, 2003, Persepsi Masyarakat Tentang
risiko tinggi 3,023 dimana responden kasus Penyakit TBC, Jurnal Kedokteran dan
mempunyai resiko 1,133 untuk terkena Kesehatan Universitas Sriwijaya, Palembang.
penyakit TB paru BTA+. Ini berarti hipotesa Knut L, 2008, Alkohol digunakan sebagai
altenatif diterima sehingga interpretasinya factor resiko untuk Tb-review sistematis,
adalah faktor risiko alkoholisme tahap gawat Stop TB Departement, WHO, Geneva
merupakan faktor risiko penderita TB paru Swiss.
BTA+, karena dengan tahap gawat ini seseorang Profil Dinas Kesehatan Sulawesi Utara, 2008
sudah biasa minum- minuman beralkohol Profil PKM Kawangkoan, 2009
bukan sebagai penambah nafsu makan tetapi Riskesdas, 2008, Laporan Hasil Riset
merupakan bahan pergaulan bahkan sampai Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Utara
ketergantungan sehingga mabuk tidak tahu diri, Tahun 2007, Banda Penelitian Dan
dan mengakibatkan ketahanan tubuh makin Pengembangan Kesehatan Departemen
hari makin menurun. Kesehatan R I.
Sanjaya B, Kruyt E, 1994, Deteksi Dini
KESIMPULAN DAN SARAN Tuberkulosis, Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia, Jakarta Pusat.
Kesimpulan Suak J. E. M, 2001, Skripsi, Dampak Minuman
Keras terhadap Kenakalan Remaja Di Desa
1). Alkoholisme tahap pra alkoholik bukan Tatelu Rondor Kecamatan Dimembe
merupakan faktor risiko terhadap penderita TB Kabupaten Minahasa, Fakultas Kedokteran
paru BTA+ laki-laki di Puskesmas UNSRAT MANADO, Manado.
Kawangkoan. 2). Faktor Alkoholisme tahap
Gawat merupakan faktor risiko terhadap

Anda mungkin juga menyukai