Anda di halaman 1dari 11

1.

Pendahuluan

Pekerjaan rekayasa di berbagai bidang membutuhkan tenaga ahli dibidang kerekayaan yang sering
disebut dengan insinyur (engineer). Menurut UU No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, sebutan
insinyur diberikan kepada sesorang yang memiliki gelar profesi di bidang Keinsinyuran. Di dalam UU No.
11 Tahun 2014 juga disebutkan bahwa “…keinsinyuran merupakan kegiatan penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memajukan peradaban dan meningkatkan kesejahteraan umat
manusia”. Ini berarti setiap orang yang menyandang gelar profesi insinyur memiliki kewajiban untuk dapat
menggunakan pengetahuan dan kompetensinya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kepentingan masyarakat. Untuk dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan benar seorang
insinyur patut bekerja sesuai dengan asas profesionalitas; integritas; etika; keadilan; keselarasan;
kemanfaatan; keamanan dan keselamatan; kelestarian lingkungan hidup; dan keberlanjutan (UU No. 11
Tahun 2014 tentang Keinsinyuran).
Untuk dapat melaksanakan tugas dan bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban, koridor
norma, nilai moral, dan kaidah keprofesian memiliki peranan yang penting. Setiap profesi akan
menetapkan kode etik profesi dalam melakukan tindak keprofesiannya masing-masing. Martin and
Schinzinger (1996) mendefinisikan etika di bidang kerekayasaan sebagai sebuah “kajian tentang isu moral
dan keputusan yang dikenakan pada individu atau organisasi yang terlibat dalam kegiatan keinsinyuran”,
dan “kajian tentang pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan tindakan moral, karakter, kebijakan dan
hubungan-hubungan individu dan korporasi yang terlibat dalam kegiatan keteknikan”. Dari definisi ini
dapat diketahui bahwa etika di bidang kerekayaan akan berkaitan dengan isu moral, karakter, keputusan
dan kebijakan yang dimiliki oleh individu dan organisasi/korporasi yang melakukan kegiatan keinsinyuran.
Hal senada juga diamapaikan oleh Mashar (2015), yang dalam hal ini menyebutkan bahwa kata etika atau
etik berasal dari kata ethos (bentuk jamaknya “ta etha”) bahasa Yunani, yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Dari asal kata ini pengertian etika dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik
pada diri sendiri maupun kepada masyarakat atau kelompok masyarakat. Berdasarkan pengertian ini,
etika berhubungan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari dua pendapa
di atas dapat diketahui bahwa etika akan selau berkaitan dengan moral, karakter atau watak, dan
kebiasaan hidup yang baik baik pada diri sendiri maupun kepada masyarakat. Dalam lingkup keinsinyuran
pemahaman ini dapat diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik pada diri sendiri dan masyarakat
dengan berlandasakan moral, karakter dan watak keprofesian insinyur.
Porfesi inisnyur Indonesia memiliki Kode Etik Profesi Insinyur Indonesia yang disebut dengan “ Catur
Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia“. Komponen kode etik ini terdiri dari dua bagian utama dimana
yang pertama disebut dengan catur karsa yang merupakan prinsip dasar keprofesian insinyur, dan yang
kedua disebut dengan sapta dharma yang merupakan tuntunan sikap dan perilaku insinyur Indonesia.
Berikut adalah paparan kode etik profesi tersebut.
CATUR KARSA (Prinsip Dasar/CK):
1. Mengutamakan keluhuran budi (CK1)
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia (CK2)
3. Bekerja secara sungguh sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas &
tanggung jawabnya (CK3)
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesi keinsinyuran (CK4)
SAPTA DHARMA (Tujuh Tuntunan Sikap dan Perilaku/SD):
1. mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (SD1)
2. bekerja sesuai dengan kompetensinya (SD2)
3. hanya menyatakan pendapat yg dapat dipertanggungjawabkan (SD3)
4. menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya (SD4)
5. membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing masing (SD5)
6. memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi (SD6)
7. mengembangkan kemampuan profesionalnya (SD7)

Dengan menjadikan kode etik profesi sebagai panduan dalam segala kegiatan keprofesian, hasil
karya/kerja seorang insinyur dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moril-materiil maupun di depan
hukum. Layanan jasa di bidang Keinsinyuran ini kemudian akan dapat serta dilakukan secara profesional,
dan bertanggung jawab serta bermanfaat bagi pengguna dan masyarakat.

2. Metodologi

Implementasi kode etik dan etika profesi insinyur pada lingkup pekerjaan Teknik arsitektur akan dianalisis
dengan metoda kualitatif dan normative dimana uraian pekerjaan akan dilihat kesesuaian atau
ketidaksesuainya dengan komponen-komponen kode etik dan etika profesi insinyur Indonesia baik yang
menyangkut prinsip dasar (catur karsa/CK) dan tuntutan sikap dan perilaku (sapta darma/SD).
Kesesesuaian dan ketidaksesuaian akan menunjukkan tingkat penerpan kode etik insinyur dalam berbagai
kegiatan perencanaan bangunan Gedung. Beberapa acuan yang digunakan adalah:

 UU RI No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran


 Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU RI No. 11 Tahun 2014
tentang Keinsinyuran
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PerMen) No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyartan
Teknis Bangunan Gedung
Subyek kajian pada tugas ini adalah pekerjaan bidang teknik arsitektur dengan berbagai obyek yang
dikaji diantaranya keandalan bangunan, konstruksi bangunan, perenencanaan dan pengawasan
bangunan. Beberapa perekerjaan bidang teknik arsitektur yang akan dianalisis dan di bahas adalah:

1. Pekerjaan perencanaan bangunan gedung


2. Pekerjaan asesmen kondisi bangunan
3. Pelatihan kompetensi dan desiminasi pengetahuan Teknik arsitektur
4. Potensi pelanggaran di bidang perencanaan bangunan dan pengawasan konstruksi

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Implementasi Kode Etik dan Etika Profesi Insinyur

Bidang teknik bangunan Gedung/arsitektur di dalam cakupan keinsinyuran dapat dikategorikan ke dalam
bidang teknik rekayasa sipil dan lingkungan terbangun. Bidang ini banyak beririsan dengan disiplin
arsitektur, khususnya dalam lingkup perencanaan. Aspek-aspek keteknikan dan konstruksi bangunan
menjadi focus dalam bidang teknik arsitektur. Pekerjaan-perkerjaan di luar lingkup perencanaan seperti
konstruksi, pengawasan, asesmen forensic dan evaluasi kelayakan Gedung sering menjadi arena dimana
insinyur bidang teknik arsitektur banya berperan.
Paragraf berikut akan memaparkan implementasi kode etik profesi inisnyur di berbagai kasus
bidang rekayasa lingkungan terbangun/teknik arsitektur. Pada bagian ini tidak saja memaparkan tentang
bagaiman kode etik profesi insinyur ini dapat berperan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan
keinsinyuran, tetapi juga memaparkan bagaimana kode etik dapat berfungsi sebagai pengendali insinyur
untuk tidak terlibat pada kegiatan yang dapat merusak kehormatan dan martabat profesi insinyur.

3.2. Pekerjaan Perencanaan Bangunan Gedung

Peran penting kode etik profesi adalah sebagai pedoman prinsip dan pengendali sikap/perilaku dalam
setiap tindakan keinsinyuran. Berikut dipaparkan peran kode etik tersebut dalam kegiatan perencanaan
bangunan Gedung fasilitas Pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Surabaya (Praktik No.1).

Perencanaan Gedung Pendidikan meliputi seluruh kegiatan perencanaan mulai dari penyusunan
program hingga pengawasan berkala. Pelaksanaan tugas ini akan beririsan antara pekerjaan profesi
arsitek dan profesi keinsinyuran. Dalam paparan ini akan disampaikan praktek keinsinyuran yang
berkaitan dengan penerapan aspek keandalan bangunan pada rancangan Gedung Pendidikan. Penerapan
aspek ini menuntut rancangan bangunan Gedung untuk memenuhi persyaratan Kesehatan, keselamatan,
kenyamanan dan kemudahan bagi penggunanya. Dalam penyusunan program dan juga perancangan buku
panduang perancangan bangunan Pendidikan, peraturan dan standar pemerintah digunakan acuan.
Bangunan pedidikan direncanakan untuk mengakomodasi kegiatan departemen yang meliputi
pengelolaan, Pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat dan dirancang sebagai satu blok
bangunan berlantai empat. Gedung ini dirancang dengan konfigurasi satu lapis ruang dan selasar serta
menghadapkan sisi pendek bangunan kearah timur dan barat. Konfigurasi dan orientasi ini untuk
mendapatkan penghawaan dan pencahayaan alami serta meminimalkan penerimaan panas matahari
oleh bangunan. Upaya ini dimaksudkan untuk menjami aspek Kesehatan dan kenyamanan di dalam
bangunan. Aspek Kesehatan juga dicapai dengan pemisahan antara toilet dan ruang servis dengan ruang
kelas, administrasi dan laboratorium. Untuk memberi kemudahan evakuasi dalam keadaan darurat dan
menjamin keselamatan pengguna bangunan dilengkapi dengan 2 tangga yang dapat digunakan sebagai
akses sirkulasi maupun sebagai sarana jalur evakuasi pada waktu keadaan darurat. Aspek kemudahan
selain dicapai dengan menyediakan jalur evakuasi juga dilakukan dengan menambahkan ramp untuk
kemudahan akses bagi pengguna penyandang disabilitas.

Dari perspektif kode etik dan etika profesi insinyur, pelaksanaan tugas yang diberikan Lembaga
universitas ini sebagai penerapan prinsip mengutamakan keluruhan budi (CK1) dengan mendedikasikan
kemampuan terbaik, jujur dan tulus serta sunguh-sungguh selaku tenaga ahli dalam melaksanakan tugas
yang diberikan. Praktek perencanaan ini juga menuntut tenaga ahli untuk menggunakan pengetahuan
dan kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan masyarakat khususnya dunia Pendidikan (CK2 dan
CK3). Tindakan penerapan aspek keandalan bangunan pada rancangan juga merupakan perwujudan sikap
mengutamakan keselamatan, Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta bekerja sesuai dengan
kompetensi di bidang perencanaan bangunan (SD1 dan SD2). Oleh karena pekerjaan ini melingkupi
keseleuruhan tahapan perencanaan, kegiatan yang dilakukan seringkali berinteraksi dengan banyak pihak
baik pada disiplin yang sama maupun disiplin lainnya. Interaksi ini menuntut obyektifitas dan rasa adil
dalam mengupayakan kesepahaman Bersama dan setiap Kerjasama yang dilakukan demi keberhasilan
pekerjaan tim (SD4 dan SD5). Sebagai sebuah penugasan lembaga Pendidikan negeri, penulis sebagai
tenaga ahli tetap berupaya bertindak professional dalam berkarya serta tidak mengutamakan besarnya
imbalan atau kompensasi yang bakal diterimanya (SD6).

3.3. Pekerjaan Asesmen/Evaluasi Bangunan

Contoh kasus kedua dalam implementasi kode etik profesi terangkum dalam pekerjaan asesmen/evaluasi
kondisi bangunan Gedung Pendidikan di sebuah universitas yang berlokasi di Kalimantan (Praktik No.2).
Pemberi tugas hendak melakukan perbaikan dan perencanaan Gedung baru di dalam universitas sehingga
meminta pendampingan teknis dalam membuat asesmen kondisi bangunan Gedung dan meminta
rekomendasi desain untuk kepentingan penyempurnaan rancangan Gedung yang dalam hal ini
merupakan rancangan berulang.
Bangunan Gedung Pendidikan yang direncanakan merupakan blok bangunan berlantai tiga yang
terdiri dari fasilitas pengelola dan administrasi, kelas, laboratorium dan auditorium. Bangunan ini sudah
beroperasi lebih dari empat tahun dan beberapa kerusakan dan permasalahan teknis bangunan mulai
muncul dan dialami. Hampir keseluruhan permasalahan teknis yang terjadi berhubungan dengan
permasalah air selam musim penghujan baik dalam bentuk perembesan, kebocoran dan genangan.
Penyebab utama permasalahan adalah detail-detail konstruksi yang belum tertangani dengan
menyeluruh dan baik dan juga permasalahan kondisi lingkungan yang belum dapat diprediksi pada saat
perencanaan. Beberapa contoh permasalahan kondisi bangunan yang terjadi adalah langit-langit ruang
kelas yang rusak karena ada kebocoran dan tampias pada ruang atap, tampias air hujan pada selasar
terbuka, rembesan air pada dinding dan jendela kaca dan genangan air di atap datar bangunan.

Ruang atap Sebagian tidak tertutup dengan baik sehingga memungkinkan air hujan masuk Ketika
terjadi hujan angin. Kebocoran pada atap terjadi juga diduga dari pemasangan penutup atap yang kurang
sempurna. Dari asesmen ini diberikan rekomendasi pemeriksaan menyeluruh terhadap penuntup atap
dan penggantian penutup atap dengan memenuhi ketentuan pemasangan yang benar. Rekomendasi lain
yang diberikan adalah memberi penutup pada bagian-bagian ruang atap yang terbuka. Tampias pada area
selasar lebih diakibatkan tampias air pada saat hujan angin. Pemeberian penutup dari bahan aluminium
dapat mengurangi permasalahan yang terjadi khususnya di tempat-tempat yang tidak terlindung.

Rembesan air pada dinding dan jendela terjadi pada bagian bangunan yang menggunakan atap
datar namun tidak dilengkapi dengan dinding penghalang air/parapet yang memadai. Penambahan
parapet ini dapat menyelesaikan permasalahan resembesar air hujan yang terjadi. Permasalahan air yang
juga terjadi adalah banyaknya area atap datar yang digenangi air yang memungkinkan terjadinya
kebocoran pada ruang-ruang yang berada di bawahnya. Permasalahan ini diakibatkan oleh permukaan
atap datar yang tidak mempunyai kemiringan permukaaan yang memadai untuk mengalirkan air dengan
baik ke arah lubang saluran air hujan. Meskipun ini belum menimbulkan permasalahan pada ruang-ruang
di bawahnya pada saat ini. Penulis emnyarankan untuk memberikan lapisan skred untuk memastikan air
dapat mengalir dengan baik pada saluran-saluran yang sudah direncanakan.

Pada kasus ini, terlihat bahwa pelaksanaan tugas yang diberikan Lembaga universitas ini sebagai
bentuk penerapan prinsip mengutamakan keluruhan budi (CK1) dengan mendedikasikan kemampuan
terbaik, jujur dan tulus serta sunguh-sungguh selaku tenaga ahli dalam melaksanakan tugas asesmen
kondisi bangunan. Tugas evaluasi kondisi bangunan menuntut tenaga ahli untuk menggunakan
pengetahuan dan kemampuan bidang konstruksi bangunan untuk memberikan rekomendasi perbaikan
dan perencanaan bangunan Gedung yang dapat dimanfaatkan kepentingan masyarakat khususnya dunia
Pendidikan (CK2 dan CK3).
Asesmen terhadapa kondisi bangunan merupakan perwujudan sikap yang mengutamakan manfaat
dan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat dalam setiap karya (SD1) dan juga bekerja sesuai dengan
kompetensi di bidang perencanaan bangunan (SD2). Kegiatan asesmen ini menuntut tenaga ahli untuk
selau jujur dan obyektif dalam memberikan pendapat dan pernyataan baik secara lisan maupun tertulis
tentang kondisi bangunan yang ada di lapangan (SD3). Sebagaimanan kasus praktek perencanaan
bangunan yang sebelumnya, pekerjaaan asesmen ini adalah bentuk sebuah penugasan lembaga
Pendidikan negeri, penulis sebagai tenaga ahli tetap berupaya bertindak professional dalam berkarya
serta tidak mengutamakan besarnya imbalan atau kompensasi yang bakal diterimanya (SD6).

3.4. Peningkatan Kompetensi dan Desiminasi Pengetahuan Teknik Arsitektur

Kode etik dan etika profesi tidak saja berperan sebagai pedoman prinsip dan pengendali sikap/perilaku
dalam setiap Tindakan keinsinyuran, tetapi juga sebagai pendorong pengembangan diri dan peningkatan
pengetahuan sejawat dan masyarakat. Berikut dipaparkan kegiatan pengembangan komptensi diri
(Praktek No. 3) dan diseminasi pengetahuan teknik arsitektur (Praktek No.4).

Pengembangan kompetensi diri adalah bagian dari proses pembelajaran sepanjang hayat (life long
learning) yang sangat membantu dalam meningkatkan relevansi kompetensi yang dimiliki terhadap
permaslahan keinsinyuran yang berkembang sepanjang waktu. Penulis mengikuti pelatihan kompetensi
dasar dan kompetensi tingkat lanjut bidang perencanaan dan asesmen bangunan rama lingkungan
(Praktek No. 3). Pelatihan kompetensi dasar bangunan ramah lingkungan (Green Associate/GA)
diselenggarakan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Materi utama pelatihan ini meliputi prinsip
dasar bangunan ramah lingkungan dan prinsip utama bangunan ramah lingkungan seperti tepat guna
lahan, efesiensi energi, konservasi air, Kesehatan dan kenyaman ruang dalam, siklus material dan
pengelolaan lingkungan. Selain pemberian material dalam pelatihan ini juga diberikan ujian dan
pembuatan laporan implementasi prinsip bangunan ramah lingkungan pada kegiatan praktek keprofesian
insinyur. Pelatihan kedua adalah kompetensi tingkat lanjut bangunan ramah lingkungan (Green
Professional/GP) yang juga diselenggarkan oleh lembaga yang sama. Materi pokok yang diberikan selain
pendalaman terhadap konsep dan prinsip bangunan hijau yang diberikan pada pelatihan kompetensi
dasar, pelatihan ini juga memberikan praktek terhadap perencanaan dan asesmen bangunan hijau.
Sebuah kasus bangunan tinggi digunakan sebagai media untuk merencanakan element desain bangunan
ramah lingkungan dan assessmen kinerja bangunan ramah lingkungan.

Implementasi kode etik dan etika profesi dalam kegiatan ini adalah penerapan prinsip dasar
meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesi keinsinyuran (CK4), yang dalam hal
ini adalah meningkatkan kapasitas dan daya saing profesional melalui pemutakhiran kompetensi pribadi
bidang bangunan ramah lingkungan. Dalam kategori tuntutunan sikap dan perilaku, kegiatan ini
mengembangkan kemampuan profesiona dalam bidangnya (SD7). Penulis dengan tekun menggalang
pemahaman dan ketaatan pada prinsip pembangunan berkelanjutan dengan mengoptimalkan manfaat
bernilai tambah setiap sumber daya alam nasional sekaligus sebagai upaya peningkatan kapasitas dan
daya saing sumber daya manusia lokal serta perlindungan eko system demi kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan.

Penulis selain mendapatkan pengetahuan melalui keikutsertaan dalam berbagai pelatihan juga
melalui pengembangan diri sendiri yang juga terkait dengan tugas sebagai dosen perguruan tinggi.
Pengetahuan teoritis maupun praktis tidak saja disampaikan ke anak didik tetapi juga disamapaikan
kepada sejawat profesi dan masayarakat yang lebih luas. Pada satu kesempatan penulis memberikan
diseminasi pengetahuan dan praktek tentang konsep dan prinsip bangunan hijau kepada berbagai
kalangan seperti dosen, praktis, staf teknis kantor pemerintah dan masyarakat umum (Praktek No. 3).
Kegiatan ini diseleggarakan oleh pusat studi infrastuktur dan lingkungan ITS. Dalam kesempatan ini materi
tentang konsep dan prinsip bangunan ramah lingkungan diberikan dalam format ceramah dan diskusi.
Penulis juga diberbegai kesempatan bertindak sebagai narasumber tentang topik materi yang sama dalam
pelatihan Strata 3 untuk arsitek yag dilenggarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia IAI Daerah Jatim dan juga
IAI Wilayah Malang.

Tidak berbeda dengan kegiatan pelatihan, implementasi kode etik dan etika profesi dalam kegiatan
ini adalah penerapan prinsip dasar meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesi
keinsinyuran (CK4), yang dalam hal ini adalah melakukan pelatihan dan kaderisasi keprofesian bidang
bangunan ramah lingkungan. Dalam kategori tuntutunan sikap dan perilaku, kegiatan ini menerapkan
beberapa sikap. Pertama membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing masing (SD5)
denga memprakarsai pembinaan dan pengembangan kompetensi, keswadayaan dan daya saing berbagai
pelaku pembangunan dan masyarakat. Kedua mengembangkan kemampuan profesional dalam
bidangnya (SD7), khususnya memprakarsai upaya berbagi kemampuan serta pengalaman dengan cara
memberi pembelajaran terkait dengan permasalahan actual dalam bidang bangunan ramah lingkungan
dan pembangunan berkelanjutan.

3.5. Kasus Pelanggaran Kode Etik dan Etika Profesi

Contoh kasus pelanggaran kode etik profesi yang mungkin dialami di bidang teknik arsitektur adalah
pelanggaran peraturan perencanaan bangunan berkaitan dengan perijinan tata ruang/zonasi (Kasus No.
5) dan bangunan, dan pemberian “tanda terimakasih” pada proses pemeriksaan pada tahap pengawasan
pembangunan (Kasus No. 6).
Kasus pelanggaran pada tahap perijinan terjadi dimana perencanaan yang dibuat oleh perencana
tidak memungkinan untuk dapat memenuhi permintaan/kebutuhan klien/pemberi tugas (Kasus No. 5).
Pada umumnya kepentingan ekonomis seringkali mendorong perencanaan yang telah dibuat sesuai
dengan peraturan tata kota dan persyaratan/standar teknis bangunan diubah untuk memenuhi
kepentingan tersebut. Dari pengalaman penulis sebagai tim perencana, pada kasus seperti ini tim
perencana secara tegas menyampaikan lingkup pekerjaan dimana produk yang akan diberikan
persetujuan oleh tim perencanaan adalah produk perencanaan yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Produk yang memenuhi ketentuan ini adalah produk yang akan bisa diterima oleh tim ahli penilai
perencanaan ataupun bangunan yang mewakili pemerintah kota/kabupaten. Dan produk ini yang akan
diberikan ijin zonasi ataupun ijin bangunan. Jika pihak klien/pemberi tugas menghendaki adanya
perubahan yang tidak sesuai dengan ketentuan bukan lagi menjadi tugas tim perencana, dan sudah
merupakan tanggung jawab klien/pemberi tugas.

Berkaca dari prinsip tersebut, jika tim perencanaan mengikuti kehendak klien/pemberi tugas maka
Tindakan ini dipandang tidak sesuai dengan prinsip dasar mengutamakan keluruhan budi (CK1) karena tim
perencana dianggap tidak jujur dan tidak menjaga kehormatan profesi. Jika perubahan ini dilakukan
beberapa persyaratan teknis bangunan kemungkinan tidak dapat dipenuhi dan hal ini berarti bahwa tim
perencana akan tidak memenuhi kode etik. Tim perencana tidak bisa menjamin kehandalan karyanya dan
tidak mengutamakan kepentingan masyarakat (CK3 dan SD1). Dari sisi sikap dan perilaku Tindakan
menerima pekerjaan merubah produk perencanaan dapat dipandang tidak dapat memenuhi upaya
menjaga sikap agar menghindari pertentangan kepentingan (SD4) dan membangun reputasi profesi (SD5).

Pada contoh kasus kedua dimana tim perencana atau ahli perencana bangunan dilibatkan dalam
tugas pengawasan konstruksi bangunan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik mungkin
terjadi (Kasus No. 6). Tugas pengawasan seringkali dihadapkan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan
perubahan desain yang tidak sesuai dengan atau perubahan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Di beberapa kasus perubahan-perubahan yang dilakukan tidak melalui proses konsultasi untuk
mendapatkan pemecahan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan berbagai alas an misalnya
pembiayaan bangunan yang terbatas, ketersediaan material ataupun waktu yang mendesak. Pihak
pelaksana/kontraktor sering menawarkan “imbalan” untuk menyelesaikan permasalahan yang disebut di
atas, dimana tim pengawas diminta memberikan persetujuan terhadap perubahan yang telah dilakukan.
Pengalaman penulis sebagai tim pengawas menunjukkan bahwa pemberian “imbalan” seperti ini dapat
dengan tegas di tolak. Permasalahan perubahan yang terjadi kemudian perlu dikaji Bersama dengan
semua pihak untuk dicarikan jalan keluarnya, karena seringkali permasalahan seperti ini memiliki dampak
yang kompleks baik dari sisi pembiayaan ataupun terpenuhinya jadwal pelakasanaan. Jika pihak
kontraktor tidak dapat menunjukkan alasan yang kuat yang disertai bukti dokumen, terpaksa pihak
pengawas untuk meminta kontraktor membongkar dan menyesuaikan dengan desain dan spesikasi yang
disepakati atas tanggungjawab kontraktor. Jika ada alasan yang kuat dan perubahan tidak melanggar
persyaratan teknis bangunan, maka kontraktor diminta untuk memberikan kompensasi berupa
peningkatan kualitas untuk bagian bangunan lainnya dengan tetap mengacu pada anggaran yang ada.

Menerima pemberian “imbalan” bukan merupakan Tindakan yang terpuji dan tidak memenuhi
prinsip mengutamakan keluruhan budi (CK1) dan bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan
masyarakat (CK3). Tindakan ini juga merupakan ketidaksesuaian terhadap profesionalisme sebagai
inisinyur dimana tim pengawas dapat mengabaikan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat (SD1), melibatkan diri dalam pertentangan kepentingan (SD4) dan membangun reputasi
profesi (SD5). Namun demikian, upaya tim pengawas untuk mendiskusikan dan mencari jalan keluar
terhadap permasalahan yang dihadapi dapat dipandang sesuai dengan sikap bekerja sesuai dengan
kompetensinya (SD2) dan menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugas (SD4) dan
membangun reputasi profesi (SD5).

4. Lesson Learnt

Dari rangkuman di atas, beberapa hal dapat dipetik sebagai pelajaran:


 Implementasi kode etik dan etika insinyur mampu memberikan tuntunan dan pengedali diri
terhadap segala bentuk kegiatan keprofesian insinyur di bidang rekayasa lingkungan
terbangunan/teknik arsitektur.
 Kegiatan praktek keprofesian yang menerapkan secara langsung kompetensi sebagai ahli Teknik
arsitektur memiliki dimensi yang hampir menyeluruh dalam konteks implementasi kode etik dan
etika insinyur baik sisi prinsip (CK) dan sikap/perilaku (SD).
 Kegiatan pengembangan kompetensi diri dan diseminasi pengetahuan untuk kepentingan
sejawat dan masyarakat merupakan juga unsur penting dalam membangun reputasi dan
memberikan kemanfaatan profesi kepada masyarakat.
 Kasus-kasus pelanggaran kode etik dan etika profesi di lapangan akan dapat dihindari dengan
menjadikan kode etik profesi sebagai pengendali diri agar tidak terlibat dalamkegiatan yang dapat
merusak kehormatan dan martabat profesi insinyur.

Cerminan implementasi kode etik dan etika profesi terhadap beberapa praktek keprofesian dan
kasus pelanggaran yang mungkin terjadi daapat dilihat dalam rangkuman sebagai berikut:

No. Praktek dan Kasus Keprofesian


No. Kode Etik dan Etika Profesi Insinyur
01 02 03 04 05 06
A CATUR KARSA (CK)
Prinsip Dasar
1 Mengutamakan keluhuran budi V V V V
2 Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya V V
untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia
3 Bekerja secara sungguh sungguh untuk kepentingan V V V V
masyarakat, sesuai dengan tugas & tanggung jawabnya
4 Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan V V
keahlian profesi keinsinyuran
B SAPTA DHARMA (SD)
Tujuh Tuntunan Sikap dan Perilaku
1 mengutamakan keselamatan, kesehatan dan V V V V
kesejahteraan masyarakat
2 bekerja sesuai dengan kompetensinya V V V
3 hanya menyatakan pendapat yg dapat V
dipertanggungjawabkan
4 menghindari terjadinya pertentangan kepentingan V V V
dalam tanggung jawab tugasnya
5 membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan V V V V
masing masing
6 memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat V V
profesi
7 mengembangkan kemampuan profesionalnya V V

5. Kesimpulan

Implementasi kode etik dan etika profesi insinyur dalam lingkup pekerjaan ahli Teknik arsitektur dapat
disimpulkan sebagai berikut:

 Kode etik dan etika profesi insinyur adalah panduan dan tuntunan dalam melaksanakan kegiatan
keprofesian bidang Teknik arsitektur/rekayasa lingkungan terbangun.
 Kode etik dan etika profesi insinyur berfungsi sebagai pengendali diri dalam menghadapai
berbagai praktek yang dapat merugikan masyarakat dan merusak kehoramatan dan martabat
profesi insinyur.
 Kode etik dan etika insinyur juga dapat berperan sebagai pendorong insinyur untuk selalu
meningkatakan pengetahuan dan kompetensi secara berkelanjutan dan senatiasa dapat membagi
pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya kepada sejawat sesame bidang atau di luar bidang
serta kepada masyarakat umum.
 Implementasi kode etik dan etika profesi insinyur sebagaimana dijabarkan dalam berbagai
kegiatan keinsinyuran di atas dapat menjamin pelaksanaan pekerjaan secara professional serta
dapat dipertanggungjawabakan secara moral dan memberikan kemanfaatan yang baik kepada
semua pihak termasuk kepada masyarakat.

Daftar Pustaka

----- UU RI No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran


----- Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU RI No. 11 Tahun 2014 tentang
Keinsinyuran
----- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PerMen) No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyartan
Teknis Bangunan Gedung
Martin, M.W. dan Schinzinger, R. (1996) Introduction to Engineering Ethics, Boston: McGraw-Hill Higher
Education.
Mashar, A. (2015) Buku Ajar Etika dan Profesi, Bandung: Politeknik Bandung.

Anda mungkin juga menyukai