Anda di halaman 1dari 6

NAMA : BEVANDO PANGEA PRAWIRATAMA

NIM : 141210332
KELAS : EM-E

“GLOBALISASI DAN GLOBAL CSR”

RESUME :

1. Pengelolaan Rantai Pasok

Program pertanggungjawaban sosial perusahaan yang tepat, meningkatkan daya tarik


perusahaan pemasok terhadap perusahaan pelanggan potensial. Misalnya, pedagang
pakaian (fashion) mungkin menemukan nilai dalam produsen luar negeri yang
menggunakan CSR untuk membangun citra positif dan untuk mengurangi risiko publisitas
buruk dari perilaku buruk yang terungkap. Kekhawatiran CSR termasuk hubungannya
dengan tujuan bisnis dan motif untuk terlibat di dalamnya.
Globalisasi terkait dengan rantai pasok (supplay chain). Ketidakbertanggung- jawaban
sosial perusahaan salah satu mata rantai dalam rantai pasokan (supply chain) menentukan
reputasi perusahaan. Masalah rantai pasok ini menyedot banyak biaya untuk penyelesaian
masalah tersebut. Misalnya, insiden gedung Savar runtuh tahun 2013, yang menewaskan
lebih dari 1000 orang, mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan dampak operasi
perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Globalisasi adalah hasil dari beberapa perubahan serius dalam ekonomi global selama dua
dekade terakhir. Perubahan yang paling penting adalah (Scherer dan Palazzo, 2007):
(1). Faktor politik. Sejak kegagalan blok komunis tahun 1989, pertukaran orang, barang
dan jasa secara lebih luas menjadi jauh lebih mudah. Selanjutnya, negara-negara di dunia
berupaya keras untuk menurunkan hambatan dan mempermudah berinvestasi di luar
negeri. Terlihat, sejumlah upaya dalam menciptakan perjanjian perdagangan internasional
yang memudahkan pertukaran barang dan jasa lintas batas.
(2). Faktor teknologi. Karena kemajuan teknologi, dalam teknologi transportasi dan
komunikasi, maka biaya transportasi laut dan udara dan telekomunikasi telah diturunkan
secara dramatis selama beberapa tahun terakhir. Hal ini menyebabkan peningkatan yang
belum pernah terjadi sebelumnya dalam pertukaran barang, jasa dan orang di seluruh dunia.
Perkembangan khusus adalah internet, yang memungkinkan orang-orang dari seluruh dunia
untuk berkomunikasi dan berinteraksi untuk alasan sosial, ekonomi atau politik.
(3). Faktor sosial dan budaya. Di seluruh dunia, orang semakin banyak mengkonsumsi
merk global yang sama, mendengarkan musik yang sama, dan menonton film yang sama.
Bersamaan dengan itu, dengan penyebaran bahasa Inggris sebagai "lingua franca" global
yang baru, hambatan komunikasi telah berkurang secara signifikan.

2. Globalisasi dan Perubahan Politis Governance

Dalam konteks CSR, implikasi utama globalisasi adalah pengaruh globalisasi terhadap
pemerintah negara-nasional, dan kapasitas untuk memerintah, yaitu. mengatur dan
mengendalikan aktifitas ekonomi. Kesempatan ini berlaku, pertama-tama, untuk aktifitas
bisnis global yang berada di luar kendali negara-nasional; (seperti pasar keuangan global,
atau internet); globalisasi menciptakan ruang ekonomi yang tidak terkait dengan wilayah
mana pun yang dapat dilawan oleh negara bangsa). Ruang lingkup ini seringkali diatur
semua oleh pelaku bisnis. Pada tahap inilah perusahaan harus menemukan solusi untuk
mengatur ruang lingkup tersebut secara bertanggungjawab.
Kedua, penurunan tata kelola (governance) negara-negara berkembang, untuk
menerapkan aktifitas di dalam perbatasan suatu negara. Ketika ada kemudahan bagi
perusahaan untuk memindahkan pabriknya (manufakturnya) ke negara lain atau untuk
menjual barang dan jasanya secara internasional, akan membawa perusahaan ke dalam
situasi posisi yang relatif lebih kuat dari pemerintah negara. TI (teknologi informasi) sering
menyarankan bahwa banyak pemerintah, pada negara industri apalagi di negara
berkembang, enggan menegakkan undang-undang dengan benar yang tidak
menguntungkan perusahaan besar, karena takut perusahaan itu akan pindah ke tempat lain,
sehingga menyebabkan kehilangan lapangan pekerjaan, pengurangan pendapatan pajak,
dan sebagainya. Ini membuka kesempatan bagi perusahaan untuk memutuskan untuk
memenuhi harapan pemegang kepentingan daripada taat kepada peraturan tingkat tinggi.

3. Pertanggungjawaban (CSR) dalam Konteks Global

Diperlukan perusahaan yang mampu bekerja secara global, efisien, dan bertanggungjawab
sosial, serta menjaga, memelihara lingkungan, era global ini. Pelaporan pelaksanaan
pertanggungjawaban harus mentaati standar etika pelaporan akunt sosial.
Terlihat bahwa, pertanggungjawaban sosial perusahaan menyangkut banyak hal dan
banyak pihak. Sejauh ini, poin penting tentang pertanggungjawaban sosial perusahaan
(CSR) dalam konteks global adalah bahwa banyak harapan pemegang kepentingan tidak
lagi diungkapkan, dipaksakan, diwajibkan (secara yuridis) kepada perusahaan atau
korporasi oleh kerangka hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah (nasional). Semua
artikel mengambil isu-isu pertanggungjawaban sosial (CSR) tertentu, serta
mengembangkan pemikiran (Rasional Komprehensif) untuk memahami penerapan
(implikasi) secara lebih luas bagi perusahaan dalam konteks global.

4. Konsep tentang Dasar dari Piramida Ekonomi

Perekonomian terdiri atas berbagai pelaku ekonomi, yang bisa disusun sesuai dengan besar
modal akan membentuk suatu piramida. Konsep tentang “Bottom of the Pyramid” (BOP),
adalah menggambakan proporsi yang paling banyak jumlah peleku ekonomi tersebut
dengan total asset yang paling kecil. Gambaran perekonomian itu bisa digambarkan sebagai
suatu piramida.

Ada pendekatan bahwa CSR di pasar konsumen dapt bisa didekati dengan konsep bottom
of piramid of market. Kutipan tersebut mencerminkan pergeseran yang cukup luas dalam
cara CSR dipertimbangkan di negara-negara berkembang. Setelah lebih dari lima puluh
tahun menghabiskan jutaan bantuan pembangunan dengan dampak yang relatif kecil pada
perubahan kondisi kehidupan, ada perdebatan yang meningkat tentang bagaimana
perusahaan swasta dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik di negara-negara ini. Artikel
C Prahalad, dan A Hammond (2002) adalah salah satu dari beberapa publikasi Prahalad dan
berbagai coauthor dalam menetapkan CSR sebagai "konsep BOP" (Bottom of the
Pyramid).

5. Peningkatan Standar Global


Standar pertanggungjawaban sosial (CSR) mengalamai peningkatan seiring pertumbuhn
waktu. Peningkatan standar Global, melalui pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR).
Artikel Andrew, memberikan ikhtisar tentang beberapa isu dan perdebatan utama yang
dihadapi perusahaan multinasional dalam konteks pertanggungjawaban sosial (CSR)
adalah: kekuatan perusahaan multinasional besar, sistem pembuatan aturan internasional
utama, relevansi LSM (non-government organization), “perlombaan perusahaan ke bottom
line pasar (race to the bottom)”, peran hak asasi manusia untuk CSR global dan keharusan
bagi perusahaan untuk memikul tanggungjawab.

6. Artikel Pertama: Melayani Dunia Miskin, Profitable

Artikel tentang pelayanan kepada dunia miskin ini ditulis C. Prahalad dan Allen Hammond
(2002). Perekonomian global setelah pulih dari stagnasi saat ini tetapi pertumbuhan masih
lesu. Deflasi selalu mengancam, jurang (gap) antara si kaya dan si miskin terus melebar,
dan insiden-insiden kekacauan ekonomi, keruntuhan pemerintahan, dan perang saudara
yang melanda wilayah yang sedang berkembang.

Didorong oleh investasi swasta dan aktivitas wirausaha yang meluas, ekonomi negara-
negara berkembang, tumbuh dengan pesat, menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran
(wealth), serta membawa ratusan juta konsumen baru ke pasar global setiap tahun. Cina,
India, Brasil, dan secara bertahap, Afrika Selatan menjadi mesin baru pertumbuhan
ekonomi global, mendorong kemakmuran di seluruh dunia. Penurunan kemiskinan yang
dihasilkan menghasilkan berbagai manfaat sosial, membantu menstabilkan banyak negara-
negara berkembang dan mengurangi siklus dan konflik yang lebih luas. Perusahaan
multinasional berkembang pesat di bidang inovasi dan persaingan yang ketat.

Yang mana yang akan terjadi akan ditentukan oleh satu faktor: kemauan perusahaan
multinasional besar untuk masuk dan berinvestasi di pasar termiskin di dunia. Dengan
merangsang perdagangan dan berkembang di dasar piramida ekonomi (BOP), perusahaan
multinasional dapat secara radikal meningkatkan kehidupan miliaran orang dan membantu
mewujudkannya menjadi lebih stabil. Mencapai tujuan ini tidak memerlukan perusahaan
multinasional untuk mempelopori inisiatif pembangunan sosial global untuk tujuan amal.
Perusahaan hanya perlu bertindak untuk kepentingan perusahaan sendiri.

7. Potensi Tidak Digunakan

Peneliti berasumsi bahwa berbagai hambatan perdagangan seperti:- korupsi, buta huruf,
infrastruktur yang tidak memadai, fluktuasi mata uang, birokrasi, membuat mustahil
menjalankan bisnis yang profitabel pada wilayah tersebut. Tetapi asumsi semacam itu
mencerminkan pandangan sempit dan sebagian besar ketinggalan zaman tentang dunia
berkembang. Faktanya adalah, banyak perusahaan multinasional telah berhasil melakukan
bisnis di negara berkembang (walaupun sebagian besar saat ini berfokus pada penjualan
segmen kelas atas — menengah — pasar ini), dan pengalaman perusahaan menunjukkan
bahwa hambatan untuk komersial, meskipun ternyata jauh lebih rendah dari iyng biasanya
dipikirkan. Beberapa tren positif di negara berkembang mulai dari reformasi politik, hingga
pertumbuhan keterbukaan terhadap investasi, hingga pengembangan jaringan komunikasi
nirkabel berbiaya rendah, mengurangi hambatan sekaligus memberikan akses yang lebih
besar kepada bisnis bahkan ke daerah kumuh kota dan pedesaan termiskin. daerah.
Memang, dulu ada salah persepsi yang terletak di bagian bawah piramida.
seperti Citigroup menggunakan skalanya untuk menawarkan pinjaman mikro sebesar 20
persen, apakah itu mengeksploitasi atau membantu orang miskin? Persoalannya bukan
hanya Biaya tetapi Kualitas. Ketika MNC menyediakan barang dan jasa dasar yang
mengurangi biaya bagi orang miskin dan membantu meningkatkan standar hidup, sambil
menghasilkan ROI, hasilnya menguntungkan semua orang.

8. Kasus Bisnis

Lini atas (Top line growth) pasar mengalami pertumbauhan. Pertumbuhan merupakan
tantangan penting bagi setiap perusahaan. Pertumbuhan ini sangat penting bagi setiap
perusahaan besar, dan banyak perusahaan besar hampir memenuhi pasar, demi mengejar
pertumbuhan.

Permintaan laten untuk harga rendah-barang berkualitas tinggi sangat besar (banyak). Suatu
produk permen berkualitas tinggi yang dibuat dengan gula dan buah asli, permen ini hanya
dijual dengan harga sekitar 1 cent per porsi. Pada harga itu, terlihat peluang bisnis sangat
marjinal, tetapi hanya dalam enam bulan peluang itu menjadi peluang tercepat berkembang
pada portofolio perusahaan. Peluang itu tidak hanya menguntungkan, tetapi juga memiliki
potensi pendapatan $200 juta per tahun di India, selain penjualan. Sehingga, perusahaan
membangun pasar baru yang luas

9. Strategi Melayani Pasar Bawah (BOP)

Tentu, sukses di pasar BOP (bottom of the pyramid) membutuhkan kreativitas berpikir
multinatinal. Namun, perubahan terbesar harus terjadi pada sikap dan praktik para
eksekutif. Kecuali, CEO dan pemimpin bisnis yang menghadapi prasangka sendiri, bahwa
perusahaan tidak mungkin menguasai pasar BOP. Tenaga kerja tradisional yang
dikondisikan secara kaku untuk beroperasi di pasar dengan margin lebih tinggi dengan
tanpa pelatihan formal, sehingga kecil kemungkinannya untuk mampu melihat potensi
besar pasar BOP. Kebutuhan yang mendesak selanjutnya adalah pendidikan.

10. Kekuatan Perusahaan Multinational.

Globalisasi sebagai proses pergerakan penciptaan ekonomi global, memungkinkan


pengusaha untuk mengumpulkan uang dari mana saja di dunia yang besar, menggunakan
teknologi, persediaan, tenaga kerja, dan manajemen, dari lokasi yang berbeda, dan untuk
memproduksi dan menjual produk atau jasa di tempat manapun. Perusahaan multinasional
berpindah dari satu negara ke negara lain agar lebih berhasil bersaing dalam hal tenaga
kerja dan biaya lainnya. Dengan mentransfer aktifitas ke negara-negara dengan undang-
undang ketenagakerjaan yang tidak terlalu membatasi, perusahaan melindungi diri dari
pengekangan negara-negara nasional dan bertindak dalam lingkungan hukum yang
permisif. Praktik ini dapat menyebabkan penurunan upah dan kondisi kerja di seluruh
dunia.

11. Negara dibawah Tekanan Spiral Berat

Menguatnya modal (kapitalisme), menekan negara nasional, sehingga mengurangi


kedaulatan negara nasional tersebut. Banyak negara berkembang dan negara industri baru
tidak memperhatikan pengaruh ini. Perusahaan ingin menggunakan keunggulan biaya
komparatif perusahaan untuk menarik MNE dengan mempertahankan standar yang rendah
(Greider W, 1997). Perusahaan menghalangi (menunda) pengesahan standar sosial dan
lingkungan umum untuk bisnis internasional dalam negosiasi multinasional GATT, WTO,
UNCTAD, dan ILO. Inisiatif yang sesuai dengan negara-negara industri barat dikritik
secara khusus oleh perwakilan dari negara-negara yang sedang berkembang (dan sebagian
juga oleh negara-negara industri).

Bahkan di daerah-daerah yang komite multinasional telah mencapai kesepakatan tentang


standar sosial dan lingkungan, penerapan standar tersebut berisiko, karena banyak negara
mencoba menarik modal asing dan membuat perusahaan multinasional melakukan
investasi langsung dengan menyederhanakan standar (Thurow Lester C, 1996). Pihak
berwenang di negara-negara ini “sering memiliki catatan hak asasi manusia yang tidak
menentu atau buruk. Secara bersamaan, perusahaan mempromosikan rencana
pembangunan ekonomi ambisius yang mengundang investasi asing dan perusahaan lain
dengan menawarkan kondisi yang akan menarik. Pemerintah di Cina, Indonesia, India,
Meksiko, misalnya, semuanya rela mengabaikan praktik korporasi yang tidak
bertanggungjawab”, metutup kelompok aktivis hak asasi manusia Human Rights Watch
(1994). Standar hidup rendah pada banyak negara dipasarkan sebagai keunggulan
kompetitif, dan didukung secara tidak langsung oleh investasi asing. Karena itu,
dikhawatirkan bahwa sebagian besar dari produksi ekonomi dunia akan dihasilkan di
bawah kondisi tenaga kerja dan lingkungan yang memburuk, sehingga spiral akan bergerak
menurun (seperti entitas-entitas bisnis, Deertz, 1995; Grender, 1997; Longwoth, 1998,;
Martin, Schuman 1996).

12. Agenda Ekonomi: Alasan mempromosikan

Standardisasi Sosial dan Lingkungan


Selain pertimbangan filosofis, ada juga alasan ekonomi bagi perusahaan multinasional
untuk memperhatikan standar sosial dan lingkungan (Wieland, J., 2005). Misalnya, ada
LSM dan masyarakat kritis yang mengikuti aktivitas MNE di negara berkembang, dan
memberikan sanksi atas perilaku tidak etis dengan berbagai cara. Dipertimbangkan Nigeria
Affaire dari perusahaan minyak Royal Dutch/Shell, atau kritik bahwa Nike, pakaian
olahraga Amerika di negara berkembang di bawah kondisi pabrik (sweatshop) (Gibbs, N.A,
1996, Mokhiber, Weissman, 1999). Masalah-masalah ini telah menyebabkan banyak
perusahaan dalam bisnis pakaian dan pakaian olahraga untuk menetapkan pedoman
perilaku etis dalam bisnis internasional. Pabrikan Jean Levi Strauss and Co, dan Nike dan
Reebok Sportwear kini mengklaim sebagai pelopor dalam melindungi hak asasi manusia
(Paine LS, 2003; Fischer, M. dan Rosenzweig K,1995; Min-Dong Paul Lee, 2008). Namun,
banyak perusahaan yang masih menghindari pengawasan aktifitasnya oleh pihak yang
netral. Organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch mengeluh bahwa banyak
perusahaan sangat terbuka untuk membahas masalah hak asasi manusia, tetapi tidak
terbuka untuk pengungkapan aktifitas.
REVIEW :

Globalisasi merujuk pada proses integrasi ekonomi, politik, dan sosial antara
negara-negara di seluruh dunia. Dalam era globalisasi, pertukaran barang, jasa,
dan informasi antarnegara meningkat pesat. Globalisasi memiliki dampak yang
signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk bisnis dan tanggung
jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) secara global.

Materi tentang globalisasi akan membahas tentang pertumbuhan perdagangan


internasional, liberalisasi pasar, perkembangan teknologi komunikasi dan
transportasi yang memudahkan pertukaran global, serta interaksi dan
ketergantungan ekonomi antarnegara. Globalisasi juga mencakup arus modal,
investasi langsung asing, migrasi tenaga kerja, dan penyebaran budaya serta
nilai-nilai yang melintasi batas-batas nasional.

Salah satu aspek penting dari globalisasi adalah dampaknya terhadap CSR
perusahaan di skala global. CSR merujuk pada tanggung jawab yang melekat
pada perusahaan dalam memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Dalam konteks global, perusahaan semakin
dihadapkan pada tantangan untuk mempertimbangkan implikasi global dari
kegiatan bisnis mereka.

Global CSR melibatkan perusahaan dalam mengenali dan mengatasi dampak


negatif yang timbul dari kegiatan bisnis mereka di seluruh dunia. Ini melibatkan
aspek seperti perlindungan lingkungan, hak asasi manusia, kondisi kerja yang
adil, keterlibatan komunitas lokal, serta kontribusi positif terhadap
pembangunan sosial dan ekonomi di negara-negara yang terkena dampak.
Perusahaan yang berpartisipasi dalam global CSR harus mengembangkan
kebijakan dan praktik yang bertanggung jawab, memastikan kepatuhan terhadap
standar internasional yang relevan, serta melibatkan pemangku kepentingan
dalam proses pengambilan keputusan. Penerapan CSR secara global memerlukan
pemahaman mendalam tentang isu-isu global yang relevan, serta kemampuan
untuk beradaptasi dengan keragaman budaya, hukum, dan tuntutan sosial di
berbagai negara.

Secara keseluruhan, materi tentang globalisasi dan global CSR merupakan topik
yang relevan dan penting dalam konteks bisnis internasional saat ini. Memahami
aspek-aspek globalisasi dan bagaimana perusahaan dapat mengambil tanggung
jawab sosial yang lebih luas adalah langkah penting dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan dan mendorong perkembangan global yang
seimbang.

Anda mungkin juga menyukai