Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah

Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara

masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya hampir di semua

negara, terutama di negara berkembang salah satunya adalah Indonesia. Pengaruh ini

berupa lajunya pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi yang juga

disertai dengan perkembangan perekonomian masyarakat. Perkembangan

perekonomian tersebut secara signifikan juga diikuti dengan meningkatnya mobilitas

masyarakat dari suatu daerah ke daerah lain. Hasrat untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan dinamika hidup, mengharuskan setiap manusia bergerak dari satu tempat

ke tempat yang lain. Jarak tempat yang akan di tempuh oleh setiap manusia pun

bervariasi sifatnya dan terkadang harus ditempuh dengan suatu sarana transportasi.

Sarana Transportasi secara langsung mempermudah hubungan antar

masyarakat untuk mendapatkan sesuatu dari masyarakat lainnya, karena dapat

memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk berpindah tempat dengan mudah, murah

dan nyaman. Transportasi selain berfungsi sebagai alat untuk berpindah tempat, juga

berperan penting dan strategis untuk menetapkan perwujudan wawasan

nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar

bangsa dalam

usaha mencapai tujuan nasional.


1
2

Idealisasi tersebut berangkat dari kondisi Indonesia sebagai negara yang

sedang berkembang. Pembangunan dalam segala bidang, menuntut juga


perkembangan sarana Transportasi yang memadai. Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, banyak mengatur tentang

jalan, kelengkapan jalan, hak dan kewajiban pengguna jalan, baik pengendara

kendaraan bermotor maupun pejalan kaki.

Sebagai negara hukum, Indonesia menempatkan hukum sebagai pondasi

utama dalam menggerakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Oleh karena itu sebagai negara hukum, Indonesia untuk menilai

perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan atas peraturan-

peraturan hukum yang berlaku. Secara umum, dalam setiap negara yang menganut

paham negara hukum, selalu berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supremasi

hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality before the

law), dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due

process of law). Dengan demikian masyarakat akan terlindungi hak-haknya.

Selain itu juga pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan di

daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus berdasarkan atas hukum-

hukum yang berlaku bukan berdasarkan atas kewenangan semata.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, diselenggarakan dengan tujuan:1

a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,

selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk

1
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
4

mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung

tinggi martabat bangsa.

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Isi dalam pasal tersebut menggambarkan idealisasi dunia lalu lintas.

Kemampuan untuk memadukan modal transportasi lainnya seperti

transportasi perkeretaapian, laut dan udara satu dengan lainnya, misalnya

dengan menghubungkan dan mendinamisasikan antar terminal atau simpul-

simpul lainnya dengan ruang kegiatan. Selain itu juga menyangkut kemampuan

untuk memberikan pelayanan sampai ke pelosok wilayah daratan, baik

melalui prasarana lalu lintas dan angkutan jalan itu sendiri maupun keterpaduan

dengan lalu lintas sungai atau danau maupun keterpaduan dengan moda

transportasi perkeretaapian, laut dan udara.

Polres Kabupaten Pandeglang adalah suatu organisasi yang memiliki visi

dan misi yaitu pelayanan kepada masyarakat umum. Polres Kabupaten

Pandeglang merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab atas sistem

lalu lintas di Pandeglang sehingga dituntut untuk mempersiapkan diri dan secara

terus menerus melakukan perbaikan dalam rangka mengantisipasi berbagai

masalah lalu lintas yang semakin kompleks.

Kinerja Polres Kabupaten Pandeglang , khususnya bidang lalu lintas dapat

terlihat dari kelancaran arus lalu lintas yang ada di wilayah kerjanya. Saat ini,

Kabupaten Pandeglang merupakan kota dengan jumlah penduduk yang cukup


5

padat, sehingga dengan sendirinya juga berpengaruh terhadap kepadatan arus

lintas. Hal ini sesuai dengan salah satu sasaran dari Polres, yaitu terwujudnya

sistem manajemen transportasi lalu lintas yang baik sehingga dapat tercapai

kelancaran arus lalu lintas

Menurut Pasal 48 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa Persyaratan Teknis dan Laik Jalan

kendaraan bermotor, meliputi:2

(1)Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi

persyaratan teknis dan laik jalan.

(2)Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Susunan;

b. Perlengkapan;

c. Ukuran;

d. Karoseri;

e. Rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya;

f. Pemuatan;

g. Penggunaan;

h. Penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau

i. Penempelan kendaraan Bermotor.

(3) Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh

kinerja minimal Kendaraan motor diukur sekurang- kurangnya terdiri atas:

2
Pasal 48 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Persyaratan Teknis dan Laik Jalan kendaraan
bermotor
6

a. Emisi gas buang;

b. Kebisingan suara;

c. Efisiensi sistem rem utama;

d. Efisiensi sistem rem parkir;

e. Kincup roda depan;

f. Suara klakson;

g. Daya pancar dan arah sinar lampu utama;

h. Radius putar;

i. Akurasi alat penunjuk kecepatan;

j. Kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan

k. Kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan

Pemerintah.

Di dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 3tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan disebutkan pula bahwa:

(1) Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat

(1) dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut.

(2) Modifikasi Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu

lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.

(3) Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah

3
dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
7

persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang.

(4) Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang sebagaimana dimaksud

pada ayat 3, harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.

Meski di dalam Undang-Undang telah disebutkan persyaratan teknis dan laik

jalan kendaraan bermotor, namun masih banyak kita jumpai masyarakat

pandeglang yang memodifikasi kendaraan mereka berupa motor, tanpa melihat

persyaratan atau standar kendaraan bermotor yang terdapat dalam Undang-

Undang. Bentuk dari modifikasi kendaraan berupa motor yang dilakukan oleh

masyarakat pandeglang beragam tingkatannya, dari tingkatan yang ringan

hingga tingkatan yang dapat terbilang ekstrem.

Bentuk dari tingkatan modifikasi yang ringan yaitu seperti mengganti

komponen bohlam lampu utama yang menurut Pasal 23 Peraturan Pemerintah

Nomor 55 Tahun 20124 tentang Kendaraan telah diatur bahwa lampu utama

dekat berwarna putih atau kuning muda dan lampu utama jauh berwarna putih

atau kuning muda menjadi berwarna merah muda atau warna lain secara

keseluruhan baik lampu utama dekat maupun lampu utama jauh. Selain

penggantian komponen bohlam lampu utama, sering pula kita jumpai banyak

masyarakat pandeglang yang memodifikasi motor mereka dengan mengganti

bohlam lampu penujuk arah yang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55

Tahun 2012 5tentang Kendaraan berwarna kuning tua dengan sinar kelap-kelip

menjadi berwarna putih

yang apabila digunakan pada siang hari kurang efisien karena tidak dapat
terlihat

4
Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012
5
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Aturan Warna Lampu Utama Kendaraan
Bermotor
8

dengan jelas oleh pengguna jalan yang lain.

Pada kategori tingkatan modifikasi yang tergolong ekstrem biasanya para

pemilik kendaraan bermotor mengubah secara keseluruhan bentuk dari kerangka

kendaraannya yang tidak disertai dengan uji tipe ulang, sehingga apabila

pengubahan bentuk dari kerangka kendaraan tersebut tidak dilakukan dengan

benar dan tidak menggunakan bahan material yang kuat maka dapat

membahayakan pemilik kendaraan maupun pengguna jalan yang lain. Selain

mengubah bentuk dari kerangka kendaraan, pemilik kendaraan berupa motor

juga mengganti komponen velg dan ban. Penggantian komponen tersebut

biasanya meliputi perubahan besaran diameter velg, ukuran ketebalan ban, serta

tingkat kemiringan dari roda depan maupun belakang.

Bahkan beberapa kendaraan tersebut ada yang dipakai sebagai angkutan

umum yang berkeiiaran di kota-kota besar seperti halnya kendaraan bentor yang

memodifikasi dari becak menjadi kendaraan bermotor dan juga dari kendaraan

bermotor di buat menyerupai becak dan kendaraan tersebut belum lulus uji tipe

ada pun peraturan yang mengatur tentang modifikasi kendaraan bermotor

tersebut harus layak uji dan juga peraturan dalam hal memodifikasi kendaran

bermotor sesuai dengan undang-undang no 22 tahun 2009.

Pasal (50-56) Undang-undang no 22 tahun 2009 tentang layak uji dan

syarat untuk layak uji kendaraan bermotor6 ,Pasal 123 ayat (1), Pasal 131 huruf

(e) PP

No.55/2012, Pasal 277 Undang-undang no 22 tahun 2009, Sesuai dengan pasal

6
Pasal (50-56) Undang-undang no 22 tahun 2009 Tentang Layak Uji Dan Syarat Untuk
Layak Uji Kendaraan Bermotor
9

131 huruf e dan pasal 132 ayat (2) dan ayat 7 PPNo 55 tahun 2012 tentang

kendaraan7, Pasal 50 ayat (1) UU No 22 tahun 2009 harus wajib dilakukan uji

tipe untuk memperoleh sertifikat.8 Adapun apabila ingin memodifikasi kendaran

tersebut harus melakukan pengajuan terlebih dahulu ke samsat Syarat pengajuan

memodifikasi ke samsat Untuk memodifikasi motor harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut :

a. Modifikasi kendaraan bermotor hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan

rekomendasi dari APM (Agen Pemegang Merk) kendaraan tersebut.

b. Modifikasi kendaraan bermotor wajib dilakukan oleh bengkel umum

kendaraan bermotor yang ditunjuk oleh Kementrian Penndustrian. apa yang

di maksud bengkel resmi bengkel resmi ada adalah bengkel yang mempunyai

surat izin (punya NPWP,SIUP,TDP,)

c. Kendaraan bermotor yang telah dimodifikasi wajib didaftarkan kepada

Kesatuan Polri pelaksana registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor pada

kantor Samsat untuk memperoleh STNK baru yang sesuai dengan perubahan

kendaraan bermotor dimaksud. Jadi modifikasi harus memiliki persyaratan

khusus agar tidak melanggar undang-undang dan proses yang cukup panjang,

modifikasi biasanya hanya dilakukan untuk ajang kontes kecantikan motor

bukan untuk di kendarai seharihari karena mengakibatkan bahayanya

pengguna motor dan masyarakat sekitar akan tetapi.

7
Pasal 277 Undang-Undang No 22 Tahun 2009, Sesuai Dengan Pasal 131 Huruf E Dan
Pasal 132 Ayat (2) Dan Ayat 7 Ppno 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan
8
Pasal 50 Ayat (1) Uu No 22 Tahun 2009 Harus Wajib Dilakukan Uji Tipe Untuk
Memperoleh Sertifikat.
1

Di pandeglang, terdapat banyak tempat yang menawarkan baik jasa maupun

penyedia komponen-komponen untuk memodifikasi kendaraan. Di setiap

masing- masing pedesaan dapat kita jumpai salah satu dari tingginya minat

masyarakat pandeglang untuk memodifikasi kendaraan mereka terutama sepeda

motor munculah industri-industri lokal yang memproduksi berbagai

sparepart atau komponen sepeda motor yang tidak sesuai dengan standarisasi

peraturan. Meskipun komponen yang dijual tersebut tidak sesuai dengan standar

peraturan, namun banyak pemilik kendaraan yang masih tetap memodifikasi

kendaraannya dengan sparepart atau komponen tersebut.

Salah satunya di jalan menes labuan pandeglang yang jumlahnya dapat

dibilang tidak sedikit. Terdapat kurang lebih 10 kios atau toko penjual dan

penyedia jasa modifikasi kendaraan sepeda motor di sepanjang jalan tersebut.

Pada dasarnya jasa yang ditawarkan pada tempat modifikasi motor tersebut

beragam, mulai dari jasa penggantian komponen lampu yang berwarna-warni,

jasa penggantian knalpot dari yang semula berupa knalpot standar menjadi

knalpot racing, jasa pengecatan ulang seluruh body motor, hingga jasa

modifikasi perombakan total bentuk dari kendaraan tersebut. Berdasarkan

penelitian awal yang dilakukan oleh penulis, setiap bulan terdapat kurang lebih

10 sampai 20 sepeda motor yang dimodifikasi di satu tempat modifikasi,

jika kita hitung dengan jumlah 10 tempat jasa modifikasi, maka setiap bulan

kurang lebih ada 100 kendaraan yang dimodifikasi.

Jumlah tersebut jelas bukan jumlah yang sedikit jika kita hitung dalam

waktu satu tahun. Selain munculnya industri-industri lokal penyedia jasa dan
1

komponen modifikasi kendaraan, mulai banyak bermunculan pula komunitas

atau club motor di pandeglang. Komunitas atau club motor tersebut muncul atas

dasar banyaknya masyarakat yang memiliki kesamaan minat atau hobi

untuk memodifikasi serta sebagai sarana bertukar pikiran dan menambah relasi

terkait dengan modifikasi. Di pandeglang sendiri setidaknya terdapat kurang

lebih 15 komunitas atau club motor yang terbagi menjadi berbagai macam,

mulai dari jenis, merk, hingga tahun pembuatan sepeda motor tersebut.

Komunitas atau club tersebut selain menjadi sarana bertukar pikiran dan

menambah relasi terkait dengan modifikasi kendaraan, sekaligus menjadi ajang

untuk menyalurkan bakat masyarakat atas modifikasi kendaraan melalui

kompetisi atau kontes modifikasi yang kerap kali diselenggarakan oleh beberapa

pihak swasta maupun pemerintah daerah. Penilaian atas kompetisi atau kontes

modifikasi tersebut dibagi menjadi beberapa kategori seperti The Best Extreme

Body Kit, The Best Racing Look, The Best Custom, The Best Engine, dan

sebagainya. Hadiah atau reward yang diperebutkan oleh para peserta pada

kompetisi atau kontes modifikasi tersebut cukup menarik seperti uang tunai

trophy.

Kendaraan yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tidak sesuai

dengan persyaratan menurut Peraturan Perundang-undangan banyak kita jumpai

di pandeglang, sehingga menjadi perhatian Polres Kabupaten Pandeglang karena

akan menimbulkan ancaman keselamatan baik bagi pengendara kendaraan

tersebut maupun pengguna jalan yang lain. Sudah menjadi tugas bagi Polres

Kabupaten Pandeglang sebagai salah satu penegak hukum untuk menanggapi


1

perilaku tersebut, serta untuk melakukan pemeriksaan apabila diduga adanya

pelanggaran lalu lintas sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 260

ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan9.

Meski telah diatur dengan sangat jelas di dalam Undang-Undang Nomor 22


Tahun

2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 55

Tahun 2012 tentang Kendaraan10, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun

2014 tentang Angkutan Jalan terkait dengan persyaratan teknis dan laik

kendaraan bermotor serta persyaratan modifikasi kendaraan bermotor11, ,

Sehingga tidak jarang Polres Melakukan pemeriksaan pada titik terntentu untuk

menyikapi banyaknya modifikasi yang tidak sesuai aturan, seperti halnya contoh

kasus “Polres Kabupaten Pandeglang pada saat melaksanakan patroli di jalan

Alun- Alun Pandeglang menemukan pengendara vespa yang tidak memenuhi

standart persyaratan teknis di jalan raya, sehingga dilakukan penindakan

pelanggaran sesuai aturan UU No 22 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

dengan pasal

285 ayat (1) jo 106 (3) jo 48 (2) (3) dengan menyita kendaraan sebagai barang

bukti, karena dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan serta mengganggu

ketertiban pengguna jalan lainnya12” Akan tetapi masih banyak ditemui

masyarakat Kabupaten Pandeglang yang memodifikasi kendaraan tidak sesuai

9
Pasal 260 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan
10
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan
11
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan
Terkait Dengan Persyaratan Teknis Dan Laik Kendaraan Bermotor Serta
Persyaratan Modifikasi Kendaraan Bermotor
12
Https://Otomotif.Kompas.Com/Image/2021/08/29/072410915/Polisi-Amankan-Vespa-
Modifikasi-Lebarnya-Sebadan-Jalan?Page=1
1

dengan persyaratan dan peraturan serta kendaraan yang telah dimodifikasi

tersebut digunakan di jalanan umum yang sewaktu-waktu dapat membahayakan

pengendara maupun pengguna jalan yang lain. Pada dasarnya tindakan untuk

memodifikasi kendaraan bermotor tersebut tidak dilarang apabila modifikasi

yang dilakukan tidak menyimpang dari syarat- syarat dan ketentuan yang telah

tercantum didalam Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang serta kendaraan

hasil modifikasi tersebut digunakan sesuai dengan tempatnya. Atas dasar

latar belakang dan fenomena yang terjadi dilapangan tersebut, sehingga penulis

memiliki ketertarikan untuk mengurai lebih jauh mengenai: “UNDANG – UNDANG

NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

(STUDI P E R D A NO 6 TAHUN 2 0 0 1 TERHADAP FENOMENA

MODIFIKASI MOTOR KOTA PANDEGLANG)”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka yang menjadi permasalahan

dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan terkait dengan modifikasi kendaraan roda dua berupa Motor

di sesuaikan dengan Perda?

2. Bagaimana hambatan Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam menyikapi

fenomena modifikasi kendaraan roda dua berupa Motor yang terjadi di

Kabupaten Pandeglang
1

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini penulis ingin membahas mengenai :

1. Untuk mengetahui kepatuhan masyarakat Kabupaten Pandeglang terhadap

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan terkait dengan modifikasi Sepeda Motor.

2. Untuk mengetahui hambatan Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam

menyikapi fenomena modifikasi kendaraan roda dua berupa Motor yang

terjadi di Kabupaten Pandeglang.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai efektivitas dan faktor

penghambat pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Guna

meningkatkan keamanan dan keselamatan berlalu lintas dikalangan remaja di

Kabupaten Pandeglang khususnya di Kecamatan Cikedal

2. Kegunaan Praktis

Memberikan informasi serta gambaran tentang penerapan peraturan Undang-

undang Nomor 22 Tahun 2009, dan Sebagai bahan masukan kepada

masyarakat umum untuk senantiasa taaat pada peraturan perundang-undangan

khususnya dibidang lalu lintas dan angkutan jalan sehingga tercipta tertib

berlalu lintas, serta kepada aparat penegak hukum untuk konsisten dalam

menegakkan aturan-aturan hukum dan dapat mengambil langkah-langkah

dalam upaya menciptakan suasana tertib berlalu lintas.

3. Untuk Penulis
1

Untuk mengetahui kepatuhan masyarakat Kabupaten Pandeglang terhadap

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan terkait dengan modifikasi kendaraan roda dua berupa Motor dan Apa

saja faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan masyarakat

Kabupaten Pandeglang terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

E. Metode penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah yaitu mengkaji

ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam

masyarakat.

2. Spesifikasi Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan

tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka

metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara

untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.13

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka metode

pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris. Yuridis

artinya menggunakan norma-norma hukum yang bersifat menjelaskan dengan

cara meneliti dan pembahasan peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini,

13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal 6. 13
Ibid, hal 52.
1

sedangkan atri dari kata empiris adalah melakukan penelitian di lapangan

dengan observasi dan wawancara untuk membandingkan peraturan yang berlaku

dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud dengan

pendekatan yuridis empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk

menganalisis tentang sejauh manakah suatu peraturan / perundang-undangan

atau hukum yang sedang berlaku secara efektif. Kenyataan-kenyataan yang

terjadi dalam praktek tentang kesadaran hukum masyarakat dalam modifikasi

motor di Kabupaten Pandeglang ini akan dilihat dari sudut yuridis mengenai

lembaga hubungan hukum, kendala-kendala yang terjadi dan cara penyelesaian.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini adalah hukum empiris, sehingga penelitian akan melihat

bagaimana hukum bekerja di lingkungan masyarakat.

Adaapun sumber data penelitiannya adalah sebagai berikut :

a. Data Primer

Dalam melakukan penelitian lapangan kepada objek penelitian dan subjek

penelitian dengan cara wawancara.

b. Data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa :

1.1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.


1

3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

4. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 6 Tahun 2001 Tentang Retribusi

Kendaraan Bermotor.

1.2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur yang terdiri dari buku-buku,

makalah, jurnal dan referensi-referensi lain yang terkait.

1.3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh

penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan Data dilakukan dengan cara:

a. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data-data primer. Dalam hal ini

penulis melakukan wawancara terhadap masyarakat pengguna kendaraan roda

2 yang ada di Kabupaten Pandeglang dan Polres Kabupaten Pandeglang.

b. Studi Pustaka/Dokumen

Studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data-data sekunder.

5. Teknik analisis Data

Setelah pengumpulan data dan bahan hukum terkumpul dari hasil

penelitian kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif

kualitatif. Bahan-bahan hukum yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan

dianalisis secara
1

sistematis dikaitkan dengan peraturan hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui sesuai tidaknya fakta-fakta yang ada di lapangan dengan aturan

hukum yang berlaku sehingga dapat diambil kesimpulan

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Polres Kabupaten Pandeglang, Provinsi

Banten.

F. Sistematika penulisan

Dalam rangka untuk mengetahui dan mempermudah dalam memperoleh

gambaran dalam skripsi ini, maka di bawah ini dijelaskan secara singkat

pembahasan dari BAB I sampai dengan BAB IV, yaitu sebagai berikut:

a. BAB I PENDAHULUAN : dalam skripsi ini dikemukakan mengenai latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Dalam bab ini menjelaskan teori-teori yang

relevan dengan Tinjauan Yuridis Undang – Undang No 22 Tahun 2009 (Study

Perda No 06 Tahun 2001 Terhadap Fenomena modifikasi Motor Di Kabupaten

Pandeglang). Tinjauan pustaka ini dapat pula berisi uraian-uraian tentang

informasi yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah.

c. BAB III METODOLOGI PENELITIAN : Pada bab ini dideskripsikan secara

lebih rinci tentang rancangan tahap penelitian, prosedur penelitian, teknik

analisis, serta pengujian hipotesis..


1

d. BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN : Bab ini

menguraikan serta membahas hasil penelitian yang diperoleh. Dikemukakan

analisis data, atau deskripsi hasil penelitian maupun analisa serta

interprestasinya.

e. BAB V PENUTUP : Bab ini berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan

dan saran-saran untuk pembaca.


BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN YURIDIS
A. Peraturan Daerah (PERDA)
1. Pengertian Peraturan Daerah (PERDA)

Perda merupakan peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah

setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Dibentuknya perda

merupakan salah satu rangka penyelenggaraan otonomi daerah

provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan dan merupakan penjabaran

lebih lanjut dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi14. Perda

yang dibuat oleh satu daerah, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan

umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan baru

mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan dimuat dalam

lembaran daerah15.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama

antara DPRD dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun

Kabupaten/Kota. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdapat dua

pengertian tentang perda, yakni peraturan daerah provinsi dan peraturan

daerah kabupaten/kota

14
B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita, Cet-2 (Jakarta:
PustakaSinar Harapan, 2010) h. 156
15
Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
SecaraLangsung, Cet-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2005) h. 131
20
2

Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang

dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

Sedang peraturan daerah kabupaten/kota adalah peraturan perundang-

undangan yang dibentuk oleh DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan

bersama Bupati/Walikota.

Dari segi pembentukan, perda ini menyerupai pembentukan undang-

undang, yaitu suatu produk hukum yang dibuat oleh presiden bersama-sama

Dewan Perwakilan Rakyat (Selanjutnya disebut DPR). Dari segi materi dan

wilayah berlakunya, undang-undang itu mengatur semua urusan publik baik

bersifat kenegaraan maupun pemerintahan dan berlaku secara nasional,

sedangkan materi perda hanya berkenaan dengan administrasi atau

pemerintahan dan hanya berlaku pada wilayah tertentu atau bersifat lokal.

Materi muatan perda mencakup semua urusan rumah tangga daerah

baik dalam rangka otonomi maupun atas dasar pembantuan, baik yang

bersifat wajib maupun pilihan sebagaimana ditentukan dalam pasal 13

dan 14

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Materi muatan perda itu sangat banyak dan setiap saat dapat berkembang

seiring dengan perkembangan zaman. 16

2. Landasan Filosofis, Sosilogis, Yuridis dan Politis Peraturan Daerah

Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan di Indosesia,

16
Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet-1 (Jakarta: PT
PustakaMandiri, 2010) h. 103
2

perda dalam pembentukannya tunduk pada asas maupun teknik dalam

penyusunan perundang-undangan yang telah ditentukan. Hal yang sangat

penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diantaranya

adalah menyangkut tentang landasannya. Landasan yang dimaksud disini

adalah pijakan, alasan atau latar belakang mengapa perundangan-undangan

itu harusdibuat. Menurut Bagir Manan ada 4 Landasan yang digunakan

dalam menyusun perundang-undangan agar menghasilkan perundang-

undangan yang tangguh dan berkualitas.17

a. Landasan Filosofis

Yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi dasar suatu

rencana atau draft peraturan negara. Suatu rumusan perundang-undangan

harus mendapat pembenaran (recthvaardiging) yang dapat diterima dan

dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan

pandangan hidup maysarakat yaitu cita-cita kebenaran (idée der waarheid),

cita-cita keadilan (idée der grerecthsigheid) dan cita-cita kesusilaan (idée

der eedelijkheid).18

Setiap negara selalu ditentukan adanya nilai-nilai dasar atau nilai-

nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber

nilai dalam kehidupan kenegaraan. Menurut Sooly Lubis, landasan filosofis

dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dasar filsafat atau

17
W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, Legal Drafting Teori dan Teknik
Pembuatan Peraturan Daerah, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya Press, 2009) h. 13
18
Budiman N.P.D, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Cet-1, (Yogyakarta: UII
Press,2005)h.33
2

pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan

hasrat dan kebijaksanaan (pemerintah) ke dalam suatu rancangan atau draft

peraturan negara.19

Peraturan hukum (peraturan perundang-undangan) merupakan

pembadanan dari norma hukum/kaidah hukum dan merupakan sarana yang

paling lengkap untuk mengutarakan apa yang dikehendaki oleh norma

hukum. Peraturan hukum menggunakan sarana untuk menampilkan norrma

hukum sehingga dapat ditangkap oleh masyarakat, dengan menggunakan

konsep- konsep/pengertian-pengertian untuk menyampaikan kehendaknya.20

Dengan demikian perundang-undangan dikatakan mempunyai

landasan filosofis (filosofis grondflag) apabila rumusannya mendapat

pembenaran yang dikaji secara filosofis. Dalam konteks negara Indonesia

yang menjadi induk dari landasan filosofis ini adalah Pancasila sebagai suatu

sistem nilai nasional bagi sistem kehidupan bernegara.

b. Landasan Sosiologis

Yakni satu peraturan perundang-undangan yang dibuat harus dapat

dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup. Ini berarti bahwa

hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup (the living law)

dalam masyarakat.21 Landasan sosiologis merupakan landasan yang terdiri atas

fakta-fakta yang merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat yang mendorong

19
M. Sooly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Cet-1, (Bandung:
MandarMaju, 1989) h. 7
20
Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis
Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Cet-1, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 17
21
Rosyidi Ranggawidjaja, Pembentukan Peraturan Negara Di Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2010) h. 21.
2

perlunya pembuatan perundang-undangan (peraturan daerah), yaitu bahwa ada

sesuatu yang pada dasarnya dibutuhkan oleh masyarakat sehingga perlu

pengaturan.22

Sebagai contoh dibidang perikanan, salah satu instrument pengaturan adalah

perizinan perikanan. Dalam hubungan ini dibuatlah perda untuk menghindari

terjadinya penangkapan ikan yang melebihi penangkapan semestinya, demikian

pula penggunaan alat tangkap ikan yang tidak sesuai dapat merusak sumber

daya perikanan, sedangkan hal ini tidak dikehendaki oleh masyarakat.

Karenanya perlu dihindari dengan membuat peraturan daerah tentang izin

usaha perikanan.

Peraturan daerah tersebut mengatur berbagai hal agar sumber daya

perikanan tetap dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, dan bahkan

melalui pengaturan tersebut diharapkan dapat lebih menguntungkan

masyarakat dan negara melalui usaha perikanan yang dalam ketentuannya juga

mengatur mengenai pungutan retribusi izin usaha perikanan.

Dalam kondisi demikian inilah maka perundang-undangan tidak mungkin lepas

dari gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat. Dengan melihat kondisi sosial

yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka penyusunan suatu perundang-

undangan maka tidak begitu banyak lagi pengarahan institusi kekuasaan dalam

melaksanakannya.

22
Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis
Menyusun dan Merancang Peraturan Daerah, Cet-1,(Jakarta: Kencana, 2010) h.25.
2

c. Landasan yuridis

Landasan yuridis atau landasan hukum yang menjadi landasan dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan, adalah peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi dan menjadi dasar kewenangan. Dari sini akan

diketahui, apakah seorang pejabat atau badan mempunyai kewenangan

membentuk peraturan itu atau apakah urusan yang diatur itu berada dibawah

kewenangan mengatur badan itu, serta apakah materi muatan yang akan diatur

menjadi kompetensi mengatur dari jenis peraturan yang akan dirancang.23

Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi sumber

hukum/dasar hukum untuk pembentukan suatu perundang-undangan.Landasan

yuridis pada pembentukan perda yakni mengacu pada pasal 18UUD NRI 1945

yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menetapkan

daerah dan peraturan – peraturan lainnya demi menjalankan otonomi dan tugas

daerah.

d. Landasan Politis

Landasan politis adalah garis kebijakan politik yang menjadi dasar

selanjutnya bagi sebuah kebijakan dan pengarahan

ketatalaksanaanpemerintahan negara.24 Landasan merupakan “ruh” yang

mengarahkan kebijakan untuk

memberi proteksi struktural dan kemasyarakatan guna mencegah kemungkinan

23
Supardan Modoeng, Teknik Perundang-undangan di Indonesia, (Jakarta: Perca, 2005)
h. 64.
24
Jimly Asshiddiqie & M Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta:
Sekretariat Jederal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2012) h. 172.
2

kekacauan sistem pada kebijakan publik dankegelisahan dalam masyarakat,

baik dalam lingkup daerah maupun dalm lingkup nasional.25

Hukum sebagai produk politik merupakan anggapan yang benar. Norma

peraturan perundang-undangan harus berlandaskan pada haluan politik

pemerintahan yang termuat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini

dapat diungkapkan pada garis politik seperti pada saat ini tertuang pada

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maupun Program Legislasi Daerah

(Prolegda), dan juga kebijakan Program Pembangunan Nasioal (Propenas)

sebagai arah kebijakan pemerintah yang akan di laksanakan selama

pemerintahannya ke depan. Ini berarti memberi pengarahan dalam pembuatan

peraturan perundang – undangan yang akan dibuat oleh badan atau pejabat yang

berwenang.

B. Fungsi dan Materi Muatan Peraturan Daerah

1. Fungsi Peraturan Daerah

Fungsi perda merupakan fungsi yang bersifat atribusi yang

diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, terutama pasal 136, dan juga merupakan fungsi

delegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Fungsi perda adalah untuk menyelenggarakan pelaksanaan otonomi

daerah dan tugas pembantuan dalam rangka penjabaran lebih lanjut

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun fungsi

peraturan daerah ini, sebagai berikut:

25
Supardan Modoeng, Teknik Perundang-undangan di Indonesia, edisi revisi,
(Jakarta: Perca,2005) h. 69-70.
2

a. Menyelenggarakan pengaturan dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah dan tugas pembantuan.

b. Menyelenggarakan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan

memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan

dengankepentingan umum.

d. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan

denganperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Menurut Maria Farida Indrati S yang dimaksud tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi disini

adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di

tingkat pusat.26

2. Materi Muatan Peraturan Daerah

Materi muatan perda merupakan materi muatan yang bersifat

atribusian maupun delegasian dari materi muatan undang-undang, atau

keputusan presiden, karena perda merupakan peraturan pelaksana

undang-undang dan keputusan presiden.27 Dalam pasal 14 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

26
Maria Farida Indrati Soeprapto Buku I. Ilmu Perundang-undangan (Jenis, Fungsi,
dan Materi Muatan), Cet-1, (Yogyakarta: Kanisius, 2007) h. 232

27
HAS Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Cet-1,
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006) h. 132.
2

Perundang-undangan dijelaskan bahwa materi muatanperaturan daerah

adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah dan tugas pembantuan, juga menampung kondisi khusus daerah

serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Kemudian dalam pasal 138 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa

materi muatan perda itu mengandung beberapa asas sebagai berikut:

a. Pengayoman

b. Kemanusiaan

c. Kebangsaan

d. Kekeluargaan

e. Kenusantaraan

f. Bineka tunggal ika

g. Keadilan

h. Kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

i. Ketertiban dan kepastian hukum dan atau

j. Keseimbangan, keselarasan dan keserasian

Selanjutnya dalam ayat (2) menjelaskan bahwa selain asas yang

disebutkan di atas, perda dapat memuat asas yang lain asalkan sesuai

dengan substansi perda yang bersangkutan.


2

C. Pembentukan Peraturan Daerah dan Kedudukannya

1. Pembentukan Peraturan Daerah

Pembentukan perda sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan bahwa

perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam Prolegda dengan judul

Rancangan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut raperda), dan tahapan

sebagai berikut:

1) Penyusunan Prolegda

a. Penyusunan prolegda dilaksanakan oleh DPRD dan pemerintah

daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun (prolegda dilakukan setiap

tahun sebelum penetapan raperda tentang APBD)

b. Penyusunan prolegda antara DPRD dan pemerintah daerah

dikoordinasikan oleh DPRD melalui alat kelengkapan DPRD yang

khususmenangani bidang legislasi.

c. Penyusunan prolegda di lingkungan DPRD dikoordinasikan oleh alat

kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi yang

lebih lanjut diatur dengan peraturan DPRD, begitu pula penyusunan

di lingkungan pemerintah daerah dikoordinasikan oleh biro

hukum yang lebih lanjut diatur dengan peraturan kepala daerah.

d. Hasil penyusunan disepakati menjadi Prolegda dan ditetapkan dalam

rapat paripurna DPRD dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.

2) Penyusunan raperda

a. Raperda berasal dari DPRD atau kepala daerah dimana raperda


3

tersebut disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah

Akademik.

b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi raperda

yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan

DPRD yang khusus menangani bidang legislasi, dan yang berasal

dari kepala daerah dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat

mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

c. Penyusunan raperda yang berasal dari kepala daerah lebih lanjut

diatur dengan peraturan presiden dan raperda dapat juga diajukan

oleh anggota komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD

yang khusus menangani bidang legislasi28 yang ketentuan lebih

lanjutnya diatur dalam Peraturan DPRD.

d. Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat

pimpinan DPRD kepada kepala daerah, dan yang disiapkan oleh

kepala daerah disampaikan dengan surat pengantar kepala daerah

kepada pimpinan DPRD.

e. Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan kepala daerah

menyampaikan raperda dengan materi yang sama, maka yang dibahas

adalah raperda dari DPRD sedangkan raperda dari kepala daerah

dijadikan untuk dipersandingkan.\

3) Pembahasan dan penetapan raperda

28
Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijakan (Beleidsregel) Pada Pemerintahan
Daerah,Cet-1, (Yogyakarta: Pusat Studi FH UII, 2005) h. 71
3

a. Pembahasan raperda dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah

dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan yang dilaksanakan

dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD.

b. Raperda dapat ditarik kembali sebelum dibahas oleh DPRD dan

kepala daerah sedangkan raperda yang sedang dibahas dapat ditarik

hanya dengan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah.

c. Raperda yang telah disetujui bersama, disampaikan oleh pimpinan

DPRD kepada kepala daerah dilakukan dalam jangka waktu paling

lama 7 (tujuh)hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama untuk

ditetapkan menjadiperaturan daerah.

d. Raperda ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda

tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan kepala daerah, jika tidak

ditandatangani dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

disetujui bersama, maka raperda tersebut sah menjadi peraturan

daerah.

Lalu dalam hal penetapan perda H.A.W. Wijaya menambahkan

bahwa peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat

persetujuanbersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.29 Selanjutnya

menurut Nomensen Sinamo menjelaskan peraturan daerah dibentuk

berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang

29
HAW Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU
322004, Cet-2, (Jakarta: PT Raja Grrafindo Persada, 2005) h. 244.
3

meliputi:

a. Kejelasan tujuan

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

c. Kesesuaian antara jenis

d. Dapat dilaksanakan

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

f. Kejelasan rumusan dan

g. Keterbukaan

2. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Peraturan Perundang-undangan

Secara materiil, kedudukan perda dalam peraturan perundang-undangan

nasional selalu menempati kedudukan yang strategis dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah, tetapi secara formal kedudukan perda belum diakui

dalam hierarki peraturan perundang-undangan baik pada masa awal

kemerdekaan maupun pada era demokrasi terpimpin. Hierarki peraturan

perundang-undangan mulai dikenal sejak dibentuknya Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1950 tentang Peraturan Tentang Jenis dan Bentuk Peraturan.

Dalam undang-undang ini belum dikenal perda dalam hierarki, justru

peraturan menteri merupakan salah satu jenis peraturan perundang-

undangan yang berada dibawah peraturan pemerintah. Hal ini dapat

dimengerti, mengingat Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950

menganut sistem parlementer, sehingga presiden hanya bertindak sebagai

kepala negara dan tidak mempunyai wewenang untuk membentuk

keputusan yang bersifat


3

mengatur.30

Dalam sistem hukum nasional, tata urutan perundang-undangan secara

positiefrechttelijk lebih lanjut diatur dalam Tap MPRS Nomor

X/MPRS/1996 tentang Memorandum DPRGR Mengenai Sumber Tertib

Hukum Republik Indonesia.31 Tetapi didalamnya perda tidak termasuk

dalam jenis peraturan perundang-undangan.

Kedudukan perda dalam jenis dan hierarki perundang-undangan

mulai dikenal/diakui setelah ditetapkan Tap MPR Nomor III/MPR/2000

tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

32
Dalam pasal 2 dirumuskan bahwa peraturan perundang-undangan

merupakan pedoman dalam pembuatan hukum dibawahnya, yang

meliputi: (1) UUD

1945, (2) Tap MPR, (3) Undang-undang, (4) Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang, (5) Peraturan Pemerintah, (6) Keputusan

Presiden, (7) Peraturan Daerah. Dalam pasal 3 butir 7 dirumuskan bahwa

perda merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya

dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan yang

dibentuk oleh DPRD bersama kepala daerah.

Pasca perubahan UUD NKRI 1945 dan setelah Tap MPR No

I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum

30
Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku I. Ilmu Perundang-undangan (Proses dan
TeknikPembentukannya),Cet-1, (Yogyakarta: Kansius, 2007) h. 71
31
Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Ichtiar
Baru-van Hoeve, 2006) h. 54
32
Ahmad Yani, Pembentukan Undang-undang Dan Perda, Cet-1, ( Jakarta: Rajawali
Pers,2011) h. 13
3

Ketetapan MPRSementara dan Ketetapan MPR Republik Indonesia Tahun

1960 sampai dengan tahun 2002, kedudukan perda secara formal dalam

peraturan perundang-undangan nasional menempati posisi kuat dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selanjutnya setelah dirubahnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2004 dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan33, disini perda menjadi dua bentuk pertama,

perda provinsi dan kedua perda kabupaten/kota. Dalam pasal 7 ayat (1),

perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang kedudukannya

dibawah Peraturan Presiden.

Perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang

pembentukannya melibatkan lembaga perwakilan. Itu sebabnya jenis perda

tersebut mempunyai keistimewaan dalam hal materi muatannya. Perda

mempunyai keistimewaan karena dapat memuat ketentuan pidana dalam

materi muatannya. Perda juga merupakan jenis peraturan perundang-

undangan yang jenis dan kedudukannya diatur dalam UUD NRI 1945.34

3. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Peraturan Perundang-undangan

Secara materiil, kedudukan perda dalam peraturan perundang-

undangan nasional selalu menempati kedudukan yang strategis dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi secara formal kedudukan perda

33
Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
3

belum diakui dalam hierarki peraturan perundang-undangan baik pada masa

awal kemerdekaan maupun pada era demokrasi terpimpin. Hierarki

peraturan perundang-undangan mulai dikenal sejak dibentuknya Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1950 tentang Peraturan Tentang Jenis dan Bentuk

Peraturan.

3. Peran Pemerintah di Bidang Lalu Lintas

Dinas Perhubungan Seksi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas

menyelenggarakan tugas dinas perhubungan mencakup penjagaan, pengaturan,

pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas,

registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan

kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna

memelihara keamanan, ketertiban,dan kelancaran lalu lintas. Pendidikan

masyarakat lalu lintas (Dikmas Lantas) adalah segala kegiatan yang meliputi

segala usaha untuk menumbuhkan pengertian, dukungan, dan keikutsertaan

masyarakat aktif dalam usaha menciptakan keamanan, keselamatan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Pendidikan masyarakat (Dikmas) di

bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap lalu lintas serta memberikam pemahaman terhadap

bagaimana cara berkendara yang baik dan benar sebagai pengguna jalan.

Dalam masyarakat yang modern, lalu lintas merupakan faktor utama yang

menjadi pendukung produktivitasnya. Terdapat banyak permasalahan atau

gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses proses produktivitas

masyarakat, seperti kecelakaan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, kemacetan

maupun tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.


3

Dinas Perhubungan (DISHUB) merupakan unsur pelaksana Pemerintah

Daerah di bidang Perhubungan yang dipimpin oleh Kepala Dinas dan

berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris

Daerah. Berdasarkan UU 22 tahun 2009 maka Tugas dan Fungsi Dinas

Perhubungan adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Rencana Umum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

2. Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas.

3. Persyaratan Teknis Dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor;

4. Perizinan Angkutan Umum.

5. Pengembangan Sistem Informasi Dan Komunikasi Di Bidang Sarana Dan

Prasarana Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

6. Pembinaan Sumber Daya Manusia Penyelenggara Sarana Dan Prasarana Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan.

7. Penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis

dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau

peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

Hal ini sejalan dansesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didalamnya diatur tugas Dinas

Perhubungan di bidang lalu lintas yaitu melakukan registrasi dan identifikasi

kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum,

Salah satu tugas Dinas Perhubungan di bidang lalu lintas adalah

memberikan pendidikan lalulintas, dimana Pendidikan Masyarakat Lalu Lintas

adalah suatu
3

kegiatan yang meliputi segala usaha untuk menumbuhkan pengertian, dukungan,

dan keikutsertaan masyarakat aktif dalam usaha menciptakan keamanan,

keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas.

Dalam melakukan Dikmas Lantas sesuai sesuai dengan pengertian diatas,

maka terdapat sasaran kegiatan Dikmas Lantas, antara lain

a. Masyarakat umum yang meliputi kegiatan:

1) Penerangan keliling.

Yaitu kegiatan komunikasi yang berisini keterangan-keterangan, gagasan

atau kebijakan yang disertai papan atau anjuran dalam maksud untuk

menjelaskan, mendidik, dan mempengaruhi atau mengajak agar penerima

pesan bersedia untuk bersikap atau bertindak sesuai dengan harapan.

Dilaksanakan di lokasi-lokasi rawan macet, tempat keramaian, pasar tumpah,

sekolah-sekolah, dan sebagainya.

2) Penerangan masyarakat.

Penerangan adalah kegiatan berkomunikasi yang berisi tentang keterangan-

keterangan, gagasan atau kebijaksanaan yang disertasi dengan pesan atau

anjuran dengan maksud menjelaskan, mendidik, dan mempengaruhi atau

mengajak agar penerima pesan (masyarakat) bersedia dan bertindak sesuai

harapan.

3) Taman lalu lintas.

Yaitu suatu taman atau tempat yang dibuat sedemikian rupa sehingga

menggambarkan suatu kota dalam bentuk kecil yang dilengkapi dengan

sarana lalu lintas (rambu-rambu), dengan tujuan mendidik bagi para

pengunjung
3

khususnya anak-anak sekolah tentang tata cara berlalu lintas, sopan santun,

dan kesadaran lalu lintas.

Kerjasama menemukan suatu pemecahan masalah:

1) Pembinaan Potensi Masyarakat.

Merupakan kegiatan pembinaan dan pendidikan lalu lintas terhadap

potensi-potensi masyarakat, yaitu sekelompok orang terorganisir yang dinilai

mempunyai potensi dalam membantu tugas Polantas di lingkungannya.

Didalam pembinaan potensi masyarakat terdapat kegiatan-kegiatan berupa

Badan Keselamatan Lalu Lintas (BKLL), Patroli Keamanan Sekolah (PKS),

dan Gerakan Pramuka Lantas.

2) Pelatihan Lantas

Pelatihan Lantas Adalah kegiatan pelatihan yang bertujuan untuk

menumbuhkan pengertian, dukungan, dan keikutsertaan masyarakat aktif

dalam usaha menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran

lalu lintas.

3) Safety Ridin

Safety Ridin yaitu suatu kegiatan Dikmas Lntas yang dilaksanakan

dilapangan sebagai salah satu metode pendidikan atau sosialisasi lalu lintas

terhadap pengendara/ pengemudi kendaraan tentang keselamatan berkendara

dijalan raya.

Dilihat dari bentuk-bentuk Dikmas Lantas di atas, maka secara garis

besar dapat dilihat bahwa Dikmas lantas berperan dalam:


3

1. Membekali pengetahuan dan informasi lalu lintas terhadap masyarakat

tentang peraturan, perkembangan peraturan tata cara berlalu lintas,

pengurusan administrasi lalu lintas, dan tata cara berlalu lintas yang baik

dan benar dengan memperhatikan aspek-aspek (perasaan dan emosi) dan

psikomotorik (refleksi) terhadap pengetahuan berlalu lintas, sehingga

mempunyai kemampuan secara kognitif (pemahaman/ keyakinan) yang

mendasar dalam memahami atau meyakini atran berlalu lintas.

2. Menumbuhkan pengertian dan kesadaran kepada pemakai jalan untuk

disiplin dan tertib berlalu lintas dalam rangka keselamatan berlalu lintas

dan juga dapat menanamkan nilai-nilai kedisiplinan pengetahuan dan

wawasan tentang kelalulintasan secara dini yang diharapkan menjadi

suatu kepribadian dalam berperilaku di jalan raya.

3. Membina potensi-potensi masyarakat tentang cara pengaturan lalu lintas

dengan membekali pengetahuan dan keterampilan serta membina potensi-

potensi masyarakat tentang cara pengaturan lalu lintas. Dan juga menjalin

koordinasi dan kemitraan dalam penanganan dan pemecahan permasalahan

lalu lintas. Apabila peranan diatas berlangsung sesuai dengan harapan dan

terpatri dalam diri masyarakat itu sendiri, maka akan tercipta masyarakat

yang sadar akan lalu lintas sehingga dapat mencegah terjadinya

pelanggaran lalu lintas guna terciptanya kegiatan berlalu lintas yang

kondusif
BAB III
GAMBARAN UMUM POLRES KABUPATEN PANDEGLANG DAN
UNDANG – UNDANG NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS
DAN ANGKUTAN JALAN

A. GAMBARAN UMUM POLRES KABUPATEN PANDEGLANG

Kepolisian Resort (Polres) Pandeglang merupakan satuan pelaksana tugas

Kepolisian RI yang berada di bawah naungan Polda Banten. Polres yang

beralamat di Jalan Bhayangkara No. 7, Kecamatan Pandeglang, Banten ini

memiliki tugas utama dalam hal memelihara keamanan dan ketertiban,

menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

kepada masyareakat di seluruh wilayah hukum yang menjadi tanggung

jawabnya. Wilayah hukum dari Polres Pandeglang sendiri mencakup seluruh

wilayah Kabupaten Pandeglang yang terdiri dari 35 kecamatan dan 335

kelurahan. Polres Pandeglang memiliki satuan kerja kepolisian yang lengkap

seperti layaknya polda pada tingkat provinsi yang terdiri dari satuan reserse

kriminal, satuan reserse narkoba, satuan tahti, satuan sabhara, satuan lalu

lintas, bagian humas, dan propam. Polres Pandeglang memiliki beberapa

layanan kepolisian bagi masyarakat umum yang terdiri dari layanan SIM,

SKCK, SPKT, SP2HP, pengawalan jalan, dan ijin keramaian.

B. VISI DAN MISI

1. VISI

Terwujudnya Postur Jajaran Polres Pandeglang yang professional, modern dan

dipercaya masyarakat.Polri yang mampu menjadi pelindung Pengayom dan

40
4

Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta

sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu

menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara

keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam

suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera .

2. MISI

➢ Meningkatkan pelayanan Kepolisian kepada masyarakat melalui

bimbingan pengayoman, perlindungan, penyelamatan, pengaturan dan

penertiban kegiatan masyarakat agar masyarakat bebas dari segala

gangguan fisik dan phsikis.

➢ Mengembangkan Perpolisian masyarakat dengan membangun kemitraan

antara Polisi dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah sosial.

➢ Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk memelihara

keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas.

➢ Menegakkan hukum secara independen, tidak diskriminasi, objektif,

proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum

dan rasa keadilan.

➢ Meningkatkan kemampuan SDM dengan dukungan sarana dan prasarana

yang cukup.

➢ Meningkatkan nilai moral dan agama dalam sikap dan prilaku kehidupan.
4

3. Struktur Organisasi Kepolisian Resor Kabupaten Pandeglang

Susunan organisasi Polres terdiri dari:34


1. Unsur pimpinan;

2. Unsur pengawas dan pembantu pimpinan;

3. Unsur pelaksana tugas pokok;

4. Unsur pendukung; dan

5. Unsur pelaksana tugas kewilayahan.


Unsur pimpinan terdiri dari:
1. Kapolres; dan

2. Wakil Kapolres (Wakapolres).


Unsur pengawas dan pembantu pimpinan terdiri dari:
1. Bagops;

2. Bagren;

34
https://poldasumbar.wordpress.com
4

3. Bagsumda;

4. Siwas;

5. Sipropam;

6. Sikeu; dan

7. Sium.
Unsur pelaksana tugas pokok terdiri dari:
1. SPKT;

2. Satintelkam;

3. Satreskrim;

4. Satresnarkoba;

5. Satbinmas;

6. Satsabhara;

7. Satlantas;

8. Satpamobvit;

9. Satpolair; dan

10. Sattahti.

Unsur pendukung yaitu Sitipol

Unsur pelaksana tugas kewilayahan yaitu Polsek.

Kapolres merupakan pimpinan Polres yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kapolda. Kapolres bertugas:

▪ memimpin, membina, mengawasi, dan mengendalikan satuan organisasi

di lingkungan Polres dan unsur pelaksana kewilayahan dalam jajarannya; dan

▪ memberikan saran pertimbangan kepada Kapolda yang terkait

dengan pelaksanaan tugasnya.


4

Wakapolres merupakan unsur pimpinan Polres yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kapolres. Wakapolres bertugas:

▪ membantu Kapolres dalam melaksanakan tugasnya dengan

mengawasi, mengendalikan, mengkoordinir pelaksanaan tugas seluruh satuan

organisasi Polres;

▪ dalam batas kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres


berhalangan;

dan

▪ memberikan saran pertimbangan kepada Kapolres dalam hal

pengambilan keputusan berkaitan dengan tugas pokok Polres.

Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan35

Bagops merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di

bawah Kapolres. Bagops bertugas merencanakan dan mengendalikan administrasi

operasi kepolisian, pengamanan kegiatan masyarakat dan/atau instansi

pemerintah, menyajikan informasi dan dokumentasi kegiatan Polres serta

mengendalikan pengamanan markas. Dalam melaksanakan tugasnya, Bagops

menyelenggarakan fungsi.

▪ penyiapan administrasi dan pelaksanaan operasi


kepolisian.

▪ perencanaan pelaksanaan pelatihan praoperasi, termasuk kerja sama dan

pelatihan dalam rangka operasi kepolisian.

▪ perencanaan dan pengendalian operasi kepolisian, termasuk pengumpulan,

pengolahan dan penyajian serta pelaporan data operasi dan pengamanan

kegiatan

masyarakat dan/atau instansi pemerintah.

35
https://polressumbar.wordpress.com
4

▪ pembinaan manajemen operasional meliputi rencana operasi, perintah

pelaksanaan operasi, pengendalian dan administrasi operasi kepolisian serta

tindakan kontinjensi.

▪ pengkoordinasian dan pengendalian pelaksanaan pengamanan markas di

lingkungan Polres.

▪ pengelolaan informasi dan dokumentasi kegiatan Polres.

Bagops dipimpin oleh Kabagops yang bertanggung jawab kepada Kapolres,

dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Bagops

dalam melaksanakan tugas dibantu oleh.

1. Subbagian Pembinaan Operasi (Subbagbinops), yang bertugas.

▪ menyusun perencanaan operasi dan pelatihan praoperasi serta

menyelenggarakan administrasi operasi.

▪ melaksanakan koordinasi antar fungsi dan instansi/lembaga terkait dalam

rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan masyarakat dan/atau pemerintah.

2. Subbagian Pengendalian Operasi (Subbagdalops), yang bertugas.

▪ melaksanakan pengendalian operasi dan pengamanan kepolisian.

▪ mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan pelaporan operasi

kepolisian serta kegiatan pengamanan.

▪ mengendalikan pelaksanaan pengamanan markas di lingkungan Polres.

3. Subbagian Hubungan Masyarakat (Subbaghumas), yang bertugas.

▪ mengumpulkan dan mengolah data, serta menyajikan informasi dan

dokumentasi kegiatan kepolisian yang berkaitan dengan penyampaian berita di

lingkungan Polres.
4

▪ meliput, memantau, memproduksi, dan mendokumentasikan informasi yang

berkaitan dengan tugas Polres.

Bagren merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di

bawah Kapolres. Bagren bertugas menyusun Rencana Kerja (Renja),

mengendalikan program dan anggaran, serta menganalisis dan mengevaluasi

atas pelaksanaannya, termasuk merencanakan pengembangan satuan

kewilayahan. Dalam melaksanakan tugasnya, Bagren menyelenggarakan

fungsi:

▪ penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek Polres, antara lain

Rencana Strategis (Renstra), Rancangan Renja, dan Renja;

▪ penyusunan rencana kebutuhan anggaran Polres dalam bentuk Rencana Kerja

Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran (DIPA), penyusunan penetapan kinerja, Kerangka Acuan Kerja

(KAK) atau Term Of Reference (TOR), dan Rincian Anggaran Biaya (RAB);

▪ pembuatan administrasi otorisasi anggaran tingkat Polres; dan

▪ pemantauan, penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan pembuatan

laporan akuntabilitas kinerja Satker dalam bentuk Laporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) meliputi analisis target pencapaian

kinerja, program, dan anggaran.

Bagren dipimpin oleh Kabagren yang bertanggung jawab kepada Kapolres, dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Dalam

melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Subbagian Program dan Anggaran (Subbagprogar), yang bertugas:


4

▪ membantu menyusun rencana jangka sedang dan jangka pendek Polres, antara

lain Renstra, Rancangan Renja, dan Renja; dan

▪ membantu menyusun rencana kebutuhan anggaran Polres dalam bentuk RKA-

KL, DIPA, penyusunan penetapan kinerja, KAK atau TOR, dan RAB;

2. Subbagian Pengendalian Anggaran (Subbagdalgar), bertugas:

▪ membantu dalam membuat administrasi otorisasi anggaran tingkat Polres; dan

▪ menyusun LRA dan membuat laporan akuntabilitas kinerja Satker dalam bentuk

LAKIP meliputi analisis target pencapaian kinerja, program, dan anggaran.

Bagsumda merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di

bawah Kapolres. Bagsumda bertugas melaksanakan pembinaan administrasi

personel, sarana dan prasarana, pelatihan fungsi, pelayanan kesehatan, bantuan

dan penerapan hukum. Dalam melaksanakan tugasnya, Bagsumda

menyelenggarakan fungsi:

▪ pembinaan dan administrasi personel, meliputi:

▪ pembinaan karier personel Polres antara lain Usulan Kenaikan Pangkat (UKP),

Kenaikan Gaji Berkala (KGB), mutasi, pengangkatan, dan pemberhentian

dalam jabatan yang menjadi lingkup kewenangan Polres;

▪ perawatan personel antara lain pembinaan kesejahteraan rohani, mental,

jasmani, moril dan materiil, mengusulkan tanda kehormatan;

▪ pembinaan psikologi personel, antara lain kesehatan jiwa personel dan

pemeriksaan psikologi bagi pemegang senjata api;

▪ pelatihan fungsi, antara lain fungsi teknis kepolisian, keterpaduan antar fungsi

teknis kepolisian dan fungsi pendukung; dan


4

▪ pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan PNS Polri beserta keluarganya;

▪ pembinaan administrasi sarana dan prasarana (sarpras), antara lain:

▪ menginventarisir, merawat, dan menyalurkan perbekalan umum, peralatan

khusus, senjata api, dan angkutan;

▪ melaksanakan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara

(SIMAK BMN).

▪ memelihara fasilitas jasa dan konstruksi, listrik, air, dan telepon;

▪ pelayanan bantuan dan penerapan hukum, antara lain:

▪ memberikan pelayanan bantuan hukum kepada institusi dan personel Polres

beserta keluarganya;

▪ memberikan pendapat dan saran hukum;

▪ melaksanakan penyuluhan hukum kepada personel Polres beserta keluarga dan

masyarakat;

▪ menganalisis sistem dan metoda terkait dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di lingkungan Polres; dan

▪ berperan serta dalam pembinaan hukum yang berkaitan dengan penyusunan

Peraturan Daerah.

Bagsumda dipimpin oleh Kabagsumda, yang bertanggung jawab kepada

Kapolres, dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Bagsumda dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Subbagian Personel (Subbagpers), yang bertugas melaksanakan pembinaan

karier personel, perawatan personel, psikologi personel, pelatihan fungsi, dan

pelayanan kesehatan personel Polri di lingkungan Polres;


4

2. Subbagian Sarana dan Prasarana (Subbagsarpras), yang bertugas melaksanakan

inventarisasi, SIMAK BMN, penyaluran perbekalan umum, perawatan alat

khusus, senjata api, amunisi dan angkutan, serta memelihara fasilitas jasa dan

konstruksi, listrik, air, dan telepon; dan

3. Subbagian Hukum (Subbagkum), yang bertugas melaksanakan pelayanan

bantuan hukum, memberikan pendapat dan saran hukum, penyuluhan hukum,

dan pembinaan hukum serta analisis sistem dan metoda terkait dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan Polres.

Siwas merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di

bawah Kapolres. Siwas bertugas melaksanakan monitoring dan pengawasan

umum baik secara rutin maupun insidentil terhadap pelaksanaan kebijakan

pimpinan Polri di bidang pembinaan dan operasional yang dilakukan oleh

semua unit kerja, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pencapaian

kinerja serta memberikan saran tindak terhadap penyimpangan yang

ditemukan. Dalam melaksanakan tugasnya, Siwas menyelenggarakan fungsi.

▪ pengawasan dan monitoring secara umum dan insidentil terhadap pelaksanaan

kebijakan pimpinan Polri di bidang pembinaan dan operasional yang dilakukan

oleh semua unit kerja.

▪ pengawasan dan monitoring proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian

kinerja.

▪ pengawasan dan monitoring terhadap sumber daya yang meliputi bidang

personel, materiil, fasilitas, dan jasa.


5

▪ pemberian saran dan pertimbangan kepada pimpinan atas penyimpangan dan

pelanggaran yang ditemukan;

Siwas dipimpin oleh Kasiwas yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Siwas

dalam melaksanakan tugas dibantu oleh.

1. Subseksi Bidang Operasional (Subsibidopsnal), yang bertugas melakukan

pengawasan dan monitoring secara umum dan insidentil di bidang operasional

oleh semua unit kerja, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian

kinerja.

2. Subseksi Bidang Pembinaan (Subsibidbin), yang bertugas melakukan

pengawasan dan monitoring secara umum dan insidentil di bidang pembinaan

meliputi personel, materiil, fasilitas, dan jasa.

Sipropam merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di

bawah Kapolres. Sipropam bertugas melaksanakan pembinaan dan

pemeliharaan disiplin, pengamanan internal, pelayanan pengaduan masyarakat

yang diduga dilakukan oleh anggota Polri dan/atau PNS Polri, melaksanakan

sidang disiplin dan/atau kode etik profesi Polri, serta rehabilitasi personel;

Dalam melaksanakan tugasnya, Sipropam menyelenggarakan fungsi:

▪ pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan tindakan

personel Polri;

▪ penegakan disiplin, ketertiban dan pengamanan internal personel Polres;


5

▪ pelaksanaan sidang disiplin dan/atau kode etik profesi serta pemuliaan profesi

personel;

▪ pengawasan dan penilaian terhadap personel Polres yang sedang dan telah

menjalankan hukuman disiplin dan/atau kode etik profesi; dan

▪ penerbitan rehabilitasi personel Polres yang telah melaksanakan hukuman dan

yang tidak terbukti melakukan pelanggaran disiplin dan/atau kode etik profesi;

Sipropam dipimpin oleh Kasipropam yang bertanggung jawab kepada Kapolres

dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres.

Sipropam dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Unit Provos, yang bertugas melakukan pelayanan pengaduan masyarakat

tentang penyimpangan perilaku dan tindakan personel Polri, penegakan disiplin

dan ketertiban personel Polres, pelaksanaan sidang disiplin dan/atau kode etik

profesi, serta pelaksanaan pengawasan dan penilaian terhadap personel Polres

yang sedang dan telah menjalankan hukuman disiplin dan/atau kode etik

profesi; dan

2. Unit Pengamanan Internal (Unitpaminal), yang bertugas melakukan

pengamanan internal dalam rangka penegakan disiplin dan pemuliaan profesi,

penyiapan proses dan keputusan rehabilitasi personel Polres yang telah

melaksanakan hukuman dan yang tidak terbukti melakukan pelanggaran

disiplin dan/atau kode etik profesi.

Sikeu merupakan unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah Kapolres.

Sikeu bertugas melaksanakan pelayanan fungsi keuangan yang meliputi


5

pembiayaan, pengendalian, pembukuan, akuntansi dan verfikasi, serta

pelaporan pertanggungjawaban keuangan. Dalam melaksanakan tugasnya,

Sikeu menyelenggarakan fungsi:

▪ pelayanan administrasi keuangan, meliputi pembiayaan, pengendalian,

pembukuan, akuntansi, dan verifikasi;

▪ pembayaran gaji personel Polri; dan

▪ penyusunan laporan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) serta pertanggungjawaban

keuangan.

Sikeu dipimpin oleh Kasikeu yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sikeu

dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Subseksi Administrasi (Subsimin), yang bertugas melakukan pelayanan

administrasi keuangan, meliputi pembiayaan, pengendalian, dan pembukuan

keuangan;

2. Subseksi Gaji (Subsigaji), yang bertugas melakukan pembayaran gaji personel

Polri;

3. Subseksi Akuntansi dan Verifikasi (Subsiakunver), yang bertugas melakukan

kegiatan yang berkaitan dengan akuntansi dan verifikasi keuangan; dan

4. Subseksi Data (Subsidata), yang bertugas membuat laporan

pertanggungjawaban keuangan.

Sium merupakan unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah Kapolres.

Sium bertugas melaksanakan pelayanan administrasi umum dan ketatausahaan


5

serta pelayanan markas di lingkungan Polres. Dalam melaksanakan tugasnya,

Sium menyelenggarakan fungsi:

▪ pelayanan administrasi umum dan ketatausahaan antara lain kesekretariatan

dan kearsipan di lingkungan Polres; dan

▪ pelayanan markas antara lain pelayanan fasilitas kantor, rapat, angkutan,

perumahan, protokoler untuk upacara, pemakaman, dan urusan dalam di

lingkungan Polres; Sium dipimpin oleh Kasium yang bertanggung jawab

kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres.

Sium dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Subseksi Administrasi dan Ketatausahaan (Subsimintu), yang bertugas

melakukan pelayanan administrasi umum, ketatausahaan, dan kearsipan di

lingkungan Polres; dan

2. Subseksi Pelayanan Markas (Subsiyanma), yang bertugas melakukan

pelayanan markas di lingkungan Polres, antara lain melaksanakan pelayanan

fasilitas kantor, rapat, angkutan, perumahan, protokoler untuk upacara,

pemakaman, dan urusan dalam di lingkungan Polres.

4. Unsur Pelaksana Tugas Pokok

SPKT merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu

terhadap laporan/pengaduan masyarakat, memberikan bantuan dan

pertolongan, serta memberikan pelayanan informasi. Dalam melaksanakan

tugasnya menyelenggarakan fungsi:


5

▪ pelayanan kepolisian kepada masyarakat secara terpadu, antara lain dalam

bentuk Laporan Polisi (LP), Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP), Surat

Pemberitahun Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), Surat Keterangan

Tanda Lapor Kehilangan (SKTLK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian

(SKCK), Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP), Surat Keterangan Lapor

Diri (SKLD), Surat Izin Keramaian dan Kegiatan Masyarakat Lainnya, Surat

Izin Mengemudi (SIM), dan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK);

▪ pengkoordinasian dan pemberian bantuan serta pertolongan, antara lain

Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TPTKP), Turjawali, dan

pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah;

▪ pelayanan masyarakat melalui surat dan alat komunikasi, antara lain telepon,

pesan singkat, faksimile, jejaring sosial (internet);

▪ pelayanan informasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

▪ penyiapan registrasi pelaporan, penyusunan dan penyampaian laporan harian

kepada Kapolres melalui Bagops.

SPKT dipimpin oleh Ka SPKT yang bertanggung jawab kepada Kapolres,

dibawah koordinasi dan arahan Kabagops, serta dalam pelaksanaan tugas

sehari- hari di bawah kendali Wakapolres. SPKT dalam melaksanakan tugas

dibantu oleh Unit.

Satintelkam merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Satintelkam bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi

Intelijen bidang keamanan, pelayanan yang berkaitan dengan ijin keramaian

umum dan
5

penerbitan SKCK, menerima pemberitahuan kegiatan masyarakat atau kegiatan

politik, serta membuat rekomendasi atas permohonan izin pemegang senjata

api dan penggunaan bahan peledak. Dalam melaksanakan tugasnya

Satintelkam menyelenggarakan fungsi:

▪ pembinaan kegiatan intelijen dalam bidang keamanan, antara lain persandian

dan produk intelijen di lingkungan Polres;

▪ pelaksanaan kegiatan operasional intelijen keamanan guna terselenggaranya

deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning),

pengembangan jaringan informasi melalui pemberdayaan personel pengemban

fungsi intelijen;

▪ pengumpulan, penyimpanan, dan pemutakhiran biodata tokoh formal atau

informal organisasi sosial, masyarakat, politik, dan pemerintah daerah;

▪ pendokumentasian dan penganalisisan terhadap perkembangan lingkungan

strategik serta penyusunan produk intelijen untuk mendukung kegiatan Polres;

▪ penyusunan prakiraan intelijen keamanan dan menyajikan hasil analisis setiap

perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan;

▪ penerbitan surat izin untuk keramaian dan kegiatan masyarakat antara lain

dalam bentuk pesta (festival, bazar, konser), pawai, pasar malam, pameran,

pekan raya, dan pertunjukkan/permainan ketangkasan;

▪ penerbitan STTP untuk kegiatan masyarakat, antara lain dalam bentuk rapat,

sidang, muktamar, kongres, seminar, sarasehan, temu kader, diskusi panel,

dialog interaktif, outward bound, dan kegiatan politik; dan

▪ pelayanan SKCK serta rekomendasi penggunaan senjata api dan bahan peledak.
5

Satintelkam dipimpin oleh Kasatintelkam yang bertanggung jawab kepada

Kapolres, dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Khusus pada Polres Tipe Metropolitan, Polrestabes, dan Polresta,

Kasatintelkam dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala

Satuan Intelkam (Wakasatintelkam). Satintelkam dalam melaksanakan tugas

dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melakukan

pembinaan kegiatan intelijen dalam bidang keamanan, mengumpulkan,

menyimpan, dan melakukan pemutakhiran biodata tokoh formal atau informal

organisasi sosial, masyarakat, politik, dan pemerintah daerah, serta persandian,

pendokumentasian, penganalisisan terhadap perkembangan lingkungan

strategik, penyusunan produk intelijen untuk mendukung kegiatan Polres, dan

pemberdayaan personel pengemban fungsi intelijen;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan, memberikan

pelayanan dalam bentuk izin keramaian umum dan kegiatan masyarakat

lainnya, STTP, rekomendasi penggunaan senjata api dan bahan peledak, SKCK

kepada masyarakat yang membutuhkan, dan melakukan pengawasan dan

pengamanan atas pelaksanaannya; dan

3. Unit, terdiri dari paling banyak 7 (tujuh) Unit, yang bertugas melaksanakan

tugas-tugas operasional meliputi kegiatan operasional intelijen keamanan guna

terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early

warning), pengembangan jaringan informasi dan penyusunan prakiraan

intelijen
5

keamanan dan menyajikan hasil analisis setiap perkembangan yang perlu

mendapat perhatian pimpinan.

Satreskrim merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Satreskrim bertugas melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan

pengawasan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan

laboratorium forensik lapangan serta pembinaan, koordinasi dan pengawasan

PPNS. Dalam melaksanakan tugasnya, Satreskrim menyelenggarakan fungsi:

▪ pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan, serta

identifikasi dan laboratorium forensik lapangan;

▪ pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik

sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

▪ pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum;

▪ penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas

pelaksanaan tugas Satreskrim;

▪ pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh

penyidik pada unit reskrim Polsek dan Satreskrim Polres;

▪ pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional

maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

▪ penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain

tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum

Polres.
5

Satreskrim dipimpin oleh Kasatreskrim yang bertanggung jawab kepada

Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Khusus pada Polres Tipe Metropolitan, Polrestabes, dan Polresta,

Kasatreskrim dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala Satuan

Reserse Kriminal (Wakasatreskrim). Satreskrim dalam melaksanakan tugas

dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap administrasi serta pelaksanaan

penyelidikan dan penyidikan, menganalisis penanganan kasus dan

mengevaluasi efektivitas pelaksanaan tugas Satreskrim;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

3. Urusan Identifikasi (Urident), yang bertugas melakukan identifikasi dan

laboratorium forensik lapangan, dan pengidentifikasian untuk kepentingan

penyidikan dan pelayanan umum; dan

4. Unit, terdiri dari paling banyak 6 (enam) Unit, yang bertugas melakukan

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum, khusus, dan tertentu di

daerah hukum Polres, serta memberikan pelayanan dan perlindungan khusus

kepada remaja, anak, dan wanita baik sebagai pelaku maupun korban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Satresnarkoba merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di

bawah Kapolres. Satresnarkoba bertugas melaksanakan pembinaan fungsi

penyelidikan, penyidikan, pengawasan penyidikan tindak pidana

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba berikut prekursornya, serta


5

pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban

penyalahgunaan Narkoba. Dalam melaksanakan tugasnya, Satresnarkoba

menyelenggarakan fungsi:

▪ penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkoba, dan prekursor;

▪ pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban

penyalahgunaan Narkoba;

▪ pengawasan terhadap pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

penyalahgunan Narkoba yang dilakukan oleh unit reskrim Polsek dan

Satresnarkoba Polres; dan

▪ penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas

pelaksanaan tugas Satresnarkoba.

Satresnarkoba dipimpin oleh Kasatresnarkoba yang bertanggung jawab

kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Khusus pada Polres Tipe Metropolitan, Polrestabes, dan Polresta,

Kasatresnarkoba dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala

Satuan Reserse Narkoba (Wakasatresnarkoba). Satresnarkoba dalam

melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap administrasi serta pelaksanaan

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkoba, pembinaan dan

penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan


6

Narkoba serta menganalisis penanganan kasus dan mengevaluasi efektivitas

pelaksanaan tugas Satresnarkoba;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan; dan

3. Unit, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Unit, yang bertugas melakukan

penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkoba dan prekursor di daerah hukum Polres.

Satbinmas merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Satbinmas bertugas melaksanakan pembinaan masyarakat yang

meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan Perpolisian

Masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan

terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (pam swakarsa), Kepolisian

Khusus (Polsus), serta kegiatan kerja sama dengan organisasi, lembaga,

instansi, dan/atau tokoh masyarakat guna peningkatan kesadaran dan ketaatan

masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam melaksanakan

tugasnya, Satbinmas menyelenggarakan fungsi:

▪ pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam

rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

▪ pengembangan peran serta masyarakat dalam pembinaan keamanan, ketertiban,

dan perwujudan kerja sama Polres dengan masyarakat;


6

▪ pembinaan di bidang ketertiban masyarakat terhadap komponen masyarakat

antara lain remaja, pemuda, wanita, dan anak;

▪ pembinaan teknis, pengkoordinasian, dan pengawasan Polsus serta Satuan

Pengamanan (Satpam); dan

▪ pemberdayaan kegiatan Polmas yang meliputi pengembangan kemitraan dan

kerja sama antara Polres dengan masyarakat, organisasi, lembaga, instansi,

dan/atau tokoh masyarakat.

Satbinmas dipimpin oleh Kasatbinmas yang bertanggung jawab kepada

Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Khusus pada Polres Tipe Metropolitan, Polrestabes dan Polresta,

Kasatbinmas dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala Satuan

Binmas (Wakasatbinmas). Satbinmas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melakukan

pembinaan administasi di bidang operasional kegiatan pembinaan keamanan,

ketertiban masyarakat, pam swakarsa dan Polmas serta melaksanakan anev atas

pelaksanaan tugas pembinaan masyarakat di lingkungan Polres; dan

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

3. Unit Pembinaan Perpolisian Masyarakat (Unitbinpolmas), yang bertugas

membina dan mengembangkan kemampuan peran serta masyarakat melalui

Polmas dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi

dalam kehidupan masyarakat.


6

4. Unit Pembinaan Ketertiban Masyarakat (Unitbintibmas), yang bertugas

melakukan pembinaan di bidang ketertiban masyarakat terhadap komponen

masyarakat antara lain remaja, pemuda, wanita, dan anak; dan

5. Unit Pembinaan Keamanan Swakarsa (Unitbinkamsa), yang bertugas

melakukan pembinaan dan mengembangkan bentuk-bentuk pamswakarsa

dalam rangka meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap

hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta melakukan

pembinaan teknis, pengkoordinasian dan pengawasan Polsus dan Satpam.

Satsabhara merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Satsabhara bertugas melaksanakan Turjawali dan pengamanan

kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah, objek vital, TPTKP, penanganan

Tipiring, dan pengendalian massa dalam rangka pemeliharaan keamanan dan

ketertiban masyarakat serta pengamanan markas. Dalam melaksanakan

tugasnya, Satsabhara menyelenggarakan fungsi:

▪ pemberian arahan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan tugas Satsabhara;

▪ pemberian bimbingan, arahan, dan pelatihan keterampilan dalam pelaksanaan

tugas di lingkungan Satsabhara;

▪ perawatan dan pemeliharaan peralatan serta kendaraan Satsabhara;

▪ penyiapan kekuatan personel dan peralatan untuk kepentingan tugas Turjawali,

pengamanan unjuk rasa dan objek vital, pengendalian massa, negosiator, serta

pencarian dan penyelamatan atau Search and Rescue (SAR);

▪ pembinaan teknis pemeliharaan ketertiban umum berupa penegakan hukum

Tipiring dan TPTKP; dan


6

▪ pengamanan markas dengan melaksanakan pengaturan dan penjagaan.

Satsabhara dipimpin oleh Kasatsabhara yang bertanggung jawab kepada

Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Khusus pada Polres Tipe Metropolitan, Polrestabes dan Polresta,

Kasatsabhara dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala

Sabhara (Wakasatsabhara). Satsabhara dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas merencanakan

penyelenggaraan tugas Turjawali, menyelenggarakan pelatihan keterampilan,

pembinaan teknis pemeliharaan ketertiban umum berupa penegakan hukum

Tipiring dan TPTKP, pencarian dan penyelamatan atau SAR;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

3. Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, dan Patroli (Unitturjawali), yang

bertugas melaksanakan kegiatan Turjawali, dan penegakan hukum Tipiring

serta pengamanan markas; d. Unit Pengamanan Objek Vital (Unitpamobvit),

yang bertugas melaksanakan kegiatan penjagaan, pengawalan, patroli, dan

pengamanan objek vital; dan

4. Unit Pengendalian Massa (Unitdalmas), yang bertugas melaksanakan

negosiator, pengamanan unjuk rasa dan pengendalian massa.

Satlantas merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan

masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi


6

kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan

penegakan hukum di bidang lalu lintas. Dalam melaksanakan tugasnya,

Satlantas menyelenggarakan fungsi:

▪ pembinaan lalu lintas kepolisian;

▪ pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral,

Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas;

▪ pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan

hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas

(Kamseltibcarlantas);

▪ pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta

pengemudi;

▪ pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan

kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta menjamin

Kamseltibcarlantas di jalan raya;

▪ pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan

▪ perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

Satlantas dipimpin oleh Kasatlantas yang bertanggung jawab kepada

Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Khusus pada Polres Tipe Metropolitan, Polrestabes, dan Polresta,

Kasatlantas dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala Satlantas

(Wakasatlantas). Satlantas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:


6

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melaksanakan

pembinaan lalu lintas, melakukan kerja sama lintas sektoral, pengkajian

masalah di bidang lalu lintas, pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas

dalam rangka penegakan hukum dan Kamseltibcarlantas, perawatan dan

pemeliharaan peralatan dan kendaraan;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

3. Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (Unitturjawali), yang

bertugas melaksanakan kegiatan Turjawali dan penindakan terhadap

pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakan hukum;

4. Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa (Unitdikyasa), yang bertugas

melakukan pembinaan partisipasi masyarakat dan Dikmaslantas;

5. Unit Registrasi dan Identifikasi (Unitregident), yang bertugas melayani

administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi;

dan

6. Unit Kecelakaan (Unitlaka), yang bertugas menangani kecelakaan lalu lintas

dalam rangka penegakan hukum.

Satpamobvit merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di

bawah Kapolres. Satpamobvit bertugas melaksanakan kegiatan pengamanan

objek vital (Pamobvit) yang meliputi proyek/instalasi vital, objek wisata,

kawasan tertentu, dan VIP yang memerlukan pengamanan kepolisian. Dalam

melaksanakan tugasnya, Satpamobvit menyelenggarakan fungsi:

▪ penyelenggaraan manajemen operasional dan pelatihan keterampilan;


6

▪ pengamanan lingkungan industri, kawasan tertentu, dan pengamanan objek

wisata, mobilitas wisatawan, termasuk kegiatan kepariwisataan; dan

▪ pengamanan kantor kementerian, lembaga negara, perwakilan negara/ lembaga

asing, termasuk VIP yang memerlukan pengamanan khusus. Pengamanan

dilaksanakan oleh Polres yang dalam daerah hukumnya terdapat kantor

kementerian, lembaga negara, dan perwakilan negara/lembaga asing.

Satpamobvit dipimpin oleh Kasatpamobvit yang bertanggung jawab kepada

Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Satpamobvit dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melaksanakan

pembinaan administasi dan operasional Pamobvit serta anev terhadap

pelaksanaan tugas Pamobvit di lingkungan Polres;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

3. Unit Pengamanan Kawasan Tertentu (Unitpamwaster), yang bertugas

melaksanakan pengamanan kawasan tertentu antara lain lingkungan industri

dan kantor kementerian, lembaga negara, perwakilan negara/lembaga asing,

termasuk VIP; dan

4. Unit Pengamanan Pariwisata (Unitpamwisata), yang bertugas melaksanakan

pengamanan objek wisata, mobilitas wisatawan, termasuk kegiatan

kepariwisataan. Dalam hal Satpamobvit belum terstruktur pada Polres, tugas

Satpamobvit diemban oleh Unitpamobvit.


6

Satpolair merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Satpolair bertugas melaksanakan fungsi kepolisian perairan, yang

meliputi patroli perairan, penegakan hukum di perairan, pembinaan masyarakat

pantai dan perairan lainnya, serta SAR. Dalam melaksanakan tugasnya,

Satpolair menyelenggarakan fungsi:

▪ pelaksanaan patroli, pengawalan penegakan hukum di wilayah perairan, dan

pembinaan masyarakat pantai di daerah hukum Polres;

▪ pemberian bantuan SAR di laut/perairan; dan

▪ pelaksanaan transportasi kepolisian di perairan;

Satpolair dipimpin oleh Kasatpolair yang bertanggung jawab kepada

Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali

Wakapolres. Satpolair dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas melaksanakan

pembinaan administasi dan operasional Satpolair serta anev terhadap

pelaksanaan tugas Satpolair di lingkungan Polres;

2. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

3. Unit Patroli (Unitpatroli), yang bertugas menyelenggarakan patroli pantai, kerja

sama dalam rangka penanganan SAR pantai, serta pembinaan masyarakat

perairan dan pantai dengan instansi terkait;

4. Unit Penegakan Hukum (Unitgakkum), yang bertugas melaksanakan

penyidikan kecelakaan dan penindakan pelanggaran di laut dan perairan; dan


6

5. Unit Kapal (Unitkapal), yang bertugas melaksanakan patroli laut dan perairan

dalam rangka pengamanan dan penegakan hukum di wilayah laut dan perairan,

bantuan taktis di bidang transportasi dalam mendukung operasional kepolisian,

serta bantuan SAR di laut dan perairan.

Sattahti merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah

Kapolres. Sattahti bertugas menyelenggarakan perawatan tahanan meliputi

pelayanan kesehatan tahanan, pembinaan tahanan serta menerima, menyimpan,

dan mengamankan barang bukti beserta administrasinya di lingkungan Polres,

melaporkan jumlah dan kondisi tahanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Sattahti

menyelenggarakan fungsi:

▪ pembinaan dan pemberian petunjuk tata tertib yang berkaitan dengan tahanan,

yang meliputi pemeriksaan fasilitas ruang tahanan, jumlah dan kondisi tahanan

beserta administrasinya;

▪ pelayanan kesehatan, perawatan, pembinaan jasmani dan rohani tahanan;

▪ pengelolaan barang titipan milik tahanan; dan

▪ pengamanan dan pengelolaan barang bukti beserta administrasinya.

Sattahti dipimpin oleh Kasattahti yang bertanggung jawab kepada Kapolres

dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sattahti

dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:


6

1. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan umum terkait

dengan tahanan dan barang bukti;

2. Unit Perawatan Tahanan (Unitwattah), yang bertugas melaksanakan pembinaan

dan pemberian petunjuk tata tertib penahanan, pelayanan kesehatan, perawatan,

pembinaan jasmani dan rohani tahanan, pengelolaan barang titipan milik

tahanan; dan

3. Unit Barang Bukti (Unitbarbuk), yang bertugas melaksanakan pengamanan dan

pengelolaan barang bukti beserta administrasinya.

5. Unsur Pendukung

Sitipol merupakan unsur pendukung yang berada di bawah Kapolres.

Sitipol bertugas menyelenggarakan pelayanan teknologi komunikasi dan

informasi, meliputi kegiatan komunikasi kepolisian, pengumpulan dan pengolahan

serta penyajian data, termasuk informasi kriminal dan pelayanan multimedia.

Dalam melaksanakan tugasnya, Sitipol menyelenggarakan fungsi:

▪ pemeliharaan jaringan komunikasi kepolisian dan data, serta pelayanan

telekomunikasi;

▪ penyelenggaraan sistem informasi kriminal, yang meliputi penyiapan dan

penyajian data dan statistik kriminal; dan

▪ penyelenggaraan koordinasi dalam penggunaan teknologi komunikasi dan

informasi dengan satuan fungsi di lingkungan Polres.


7

Kasitipol yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan

tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sitipol dalam melaksanakan

tugas dibantu oleh:

1. Subseksi Teknologi Komunikasi (Subsitekkom), yang bertugas melaksanakan

pemeliharaan jaringan komunikasi kepolisian dan data, serta pelayanan

telekomunikasi.
BAB IV

TINJAUAN YURIDIS KEPATUHAN MASYARAKAT KABUPATEN

PANDEGLANG TERHADAP UNDANG – UNDANG N0 2009 DAN PERDA

N0 06 TAHUN 2001 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN

JALAN.

A. Kepatuhan Masyarakat Kabupaten Pandeglang Terhadap Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

Hukum merupakan aspek yang penting bagi masyarakat. Dengan adanya

hukum, tatanan masyarakat yang tertib dan harmonis akan terwujud meskipun

dalam praktek penegakan hukum saat ini masih jauh dari harapan masyarakat,

karena belum mampu mencerminkan rasa keadilan dan tekadang

mengabaikan kondisi masyarakat yang ada. Meski demikian, hukum harus

tetap ditegakan, agar cita-cita dari pembuat hukum dapat terlaksana.

Bukan berarti aparat penegak hukum berperan sebagai corong Undang-

Undang, akan tetapi bagaimana hukum tersebut dapat ditegakkan dan

mampu mewujudkan rasa adil dan memberikan manfaat bagimasyarakat

hukum dan keadilan bagaikan sekeping mata uang yang tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, namun sering kali dalam

prakteknya ditemukan penegakan hukum yang tidak mencerminkan keadilan.

Sering kali penegak hukum dihadapkan pada pertentangan antara

keadilan dengan kepastian hukum. Memang pada dasarnya idelnya

kepastian hukum

sejalan dengan keadilan, namun dalam prakteknya terkadang harus memilih


71
7

salah satu.36

Sebagai penegak hukum dituntut tidak hanya mampu mewujudkan

keadilan hukum, kepastian hukum, dan kemanfaatan, tetapi juga harus

mampu melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat serta menentukan

tindakan berdasarkan hukum yang berlaku. Salah satunya adalah bagaimana

penegak hukum mengambil tindakanmengenai perilaku masyarakat yang

memodifikasi kendaraan Motor mereka.

Tindakan modifikasi bukan merupakan suatu perbuatan jahat atau

merugikan orang lain, karena pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan

suatu benda atau barang menjadi lebih baik, dan bagi sebagian masyarakat

modifikasi dapat menjadi mata pencaharian mereka untuk memenuhi

kebutuhan hidup.

Terdapat beberapa bentuk modifikasi yang dapat menajadi perbuatan

tidak benar seperti memodifikasi kendaraan bermotor yang tidak sesuai

dengan peraturan, karena akan merubah spesifikasi standar yang telah di

tetapkan di dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Untuk mengetahui perkiraan jumlah kendaraan mobtor yang dimodifikasi

serta bentuk modifikasinya di Kabupaten Pandeglang, Peneliti membuat

angket/kuesioner yang ditujukan kepada dua pengguna Sepeda Motor yang

36
Mahrus Ali, Membumikan Hukum Progresif, Ctk I, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta,2013, hlm. 1.
7

terdapat di Kabupaten Pandeglang dan kepada beberapa masyarakat

Kabupaten Pandeglang. Masing- masing pengguna Sepeda Motor diberikan

angket/kuesioner yang ditujukan kepada masyarakat pengguna Sepeda Motor.

pengguna Sepeda Motor yang pertama, dan pengguna Sepeda Motor yang

kedua, Untuk angket/kuesioner yang ditujukan kepada masyarakat, peneliti

memilih secara acak sebanyak sepuluh warga Kota Yogyakarta yang

memiliki kendaraan mobil modifikasi.

• Responden dari Masyarakat Kabupaten Pandeglang yang memiliki

kendaran Sepedah Motor modifikasi.37

Pengetahuan
Mengenai UU
Jumlah Mobil Lalu Lintas
Responden Jenis Modifikasi
Modifikasi
Tidak
Tahu
Tahu
I 1. Melapisi seluruh body Motor
dengan stiker sehingga tidak
sesuai dengan warna di ✓
1 Buah TNKB -
2. Mengganti knalpot
3. Mengganti velg
II 1. Mengganti knalpot
2. Mengganti/melepas
peredam suara knalpot ✓
1 Buah (resonator) agar suara lebih -
besar
3. Mengganti velg
III 1. Mengganti velg
2. Mengganti warna lampu ✓
1 Buah -
penunjuk arah (sign)

IV 1.Memotong/mengganti
1 Buah per Motor agar terlihat lebih - ✓
rendah

37
Hasil wawancara dengan masyarakat Kabupaten Pandeglang pada tanggal 13 Agustus
2022, Pukul 09.00-16.00 WIB.
7

1. Mengganti knalpot
V 2. Mengganti velg
3. Mengganti warna
1 Buah lampu utama ✓ -
4. Merubah tingkat
kemiringan roda depan dan
belakang
VI 1. Mengganti knalpot
2. Mengganti/melepas
peredam suara knalpot
(resonator) agar suara lebih ✓
1 Buah -
besar
3. Mengganti warna lampu
penunjuk arah (sign)

VII 1.Melapisi seluruh body


Motor dengan stiker
1 Buah ✓ -
sehingga tidak sesuai dengan
warna di TNKB

VIII 1. Mengganti velg


1 Buah 4. Mengganti warnalampu ✓ -
utama

IX 1. Menambahkan lampu
1 Buah strobo. ✓ -
2. Mengganti velg
7

X 1. Menambahkan lampu
strobo
2. Mengganti warna lampu
utama
3. Mengganti warna lampu
penunjuk arah (sign)
4. Mengganti velg
1 Buah 5. Mengganti knalpot ✓ -
6. Mengganti/melepas
peredam suara knalpot
(resonator) agar suara lebih
besar
2. Memotong/mengganti per
Motor agar terlihat lebih
rendah

Berdasarkan beberapa sampel responden di atas dapat disimpulkan bahwa

minat masyarakat Kabupaten Pandeglang dalam memodifikasi Motor cukup

tinggi. Bentuk modifikasi yang dominan di masyarakat adalah mengganti

komponen Motornya di bagian velg, knalpot, mengganti/melepas peredam

suara knalpot (resonator), lampuutama, dan lampu penunjuk arah (sign).

Modifikasi terhadap kendaraan bermotor apabila terus dibiarkan akan

mengakibatkan kurangnya keamanan dalam berkendara di jalan baik bagi

pengendara Motor tersebut maupun

bagi pengendara lain. Pada dasarnya, penggantian komponen velg yang

tidak menggunakan bahan sesuai dengan keluaran pabrik akan menimbulkan

bahaya karena terdapat perbedaan daya tahan terhadap beban antara velg yang

menggunakan bahan keluaran pabrik dengan yang tidak, serta velg tersebut

dapat patah sewaktu-waktu. Pemakaian velg yang dibuat tidak dengan bahan

keluaran pabrik dapat terbilang tidak awet dalam jangka waktu yang panjang.
7

termasuk tindakan yang tidak sesuai dengan Pasal 48 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang

berbunyi38 “Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus

memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan”. Hal tersebut juga ditegaskan dalam

Pasal 16 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang

Kendaraan, yaitu ”Pelek dan ban bertekanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) yang digunakan pada Kendaraan Bermotor harus memiliki ukuran dan

kemampuan yang disesuaikan dengan JBB dan JBKB”. Yang dimaksud dengan

JBB didalam bunyi Undang-Undang tersebut adalah Jumlah Berat Bruto dari

suatu kendaraan sedangkan JBKB merupakan Jumlah Berat Kombinasi yang

Diperbolehkan.

Pada bentuk modifikasi bagian knalpot yang mulanya berknalpot standar

diubah menjadi knalpot racing, hal tersebut merupakan tindakan yang

melanggar Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi “Persyaratan laik jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal

Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. Emisi gas buang;

b. Kebisingan suara;

c. Efisiensi sistem rem utama;

d. fisiensi sistem rem parkir;

e. Kincup roda depan;

38
Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
7

f. Suara klakson;

g. Daya pancar dan arah sinar lampu utama.

h. Radius putar;

i. Akurasi alat penunjuk kecepatan;

j. Kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan

k. Kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan”.

Karena penggantian knalpot standar menjadi knalpot racing dapat

menyebabkan kebisingan suara melebihi standar maksimal kebisingan suatu

kendaraan bermotor yang dimana telah diatur didalam Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 tentang Ambang Batas

Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru yang menyebutkan bahwa

kendaraan bermotor yang kurang dari 80 cc memiliki batas

maksimal kebisingan 85 dB (desibel),untuk kendaraan bermotor tipe 80-175

cc memiliki batas maksimal kebisingan 90dB (desibel), serta untuk tipe

175cc ke atas memiliki batas maksimal 90 dB(desibel). Selain melanggar

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 tentang

Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru,modifikasi

penggantian knalpot standar menjadi knalpot racing yang

tidakmenggunakan bahan yang sesuai dengan keluaran pabrik atau bahan

39
yang kuat termasuk tindakan yang melanggar Pasal 14 ayat (2) Peraturan

Pemerinta Nomor 55 Tahun 2012 tentang

Kendaraan yang berbunyi“ Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud pada

39
Tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor
7

ayat (1) harus memenuhi persyaratan:40

a. Dirancang dan dibuat dari bahan yang cukup kuat;

b. Arah pipa pembuangan dibuat dengan posisi yang tidak mengganggu

pengguna jalan lain;

c. Asap dari hasil pembuangan tidak mengarah pada tangki bahan bakaratau

roda sumbu belakang Kendaraan bermotor; dan

d. Pipa pembuangan tidak melebihi sisi samping atau sisi belakang

Kendaraan Bermotor”.

Bentuk modifikasi penggantian knalpot tersebut merupakan perbuatan

melanggar hukum karena knalpot racing dapat menyebabkan seseorang

kehilangan konsentrasi pada saat berkendara apabila suara yang dikeluarkan

dari knalpot terlalu besar, selain itu juga tidak sesuai dengan dasar

pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa lalu lintas dan angkutan jalan sebagai

bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan

peranannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan

kelancaran berlalu lintas.

Syarat suatu kendaraan bermotor dapat digunakan di jalan apabila

kendaraan tersebut sesuai dengan persyaratan teknis laik jalan yang telah diatur

didalam Undang-Undang, akan tetapi dewasa ini semakin banyak

pengendara/pemilik kendaraan bermotor yang memodifikasi kendaraannya.

Selain bentukmodifikasi

yang telah disebutkan dan dijelaskan diatas, terdapat pula bentuk modifikasi

40
Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan
7

yang dimana pemilik kendaraan melepas/mengganti peredam suara knalpot

(resonator) kendaraan mobilnya agar suara knalpot menjadi lebih besar. Hal ini

bersangkutan dengan modifikasi penggantian knalpot standar menjadi knalpot

racing yang pada dasarnya memiliki kesamaan tujuan yaitu agar suara yang

dikeluarkan oleh knalpot terdengar lebih besar. Letak perbedaan dari kedua

bentuk modifikasi ini yaitu penggantian knalpot racing yang tidak disertai

dengan pelepasan/penggantian peredam suara knalpot (resonator) akan

menghasilkan suara yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penggantian

knalpot racing yang disertai dengan pelepasan/penggantian peredam suara

knalpot (resonator).

Modifikasi penggantian/pelepasan peredam suara knalpot (resonator),

termasuk tindakan yang melanggar Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, yang berbunyi:41 “Sistem

pembuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c paling sedikit terdiri

atas manifold, peredam suara, dan pipa pembuangan”. Apabila seorang pemilik

kendaraan melepas peredam suara knalpotnya (resonator), maka kendaraan

tersebut menjadi tidak sesuai dengan persyaratan teknis laik jalan seperti yang

telah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah diatas dan tidak diperkenankan

untuk beroperasi dijalan.

Penggantian warna lampu utama dan warna lampu penunjuk arah (sign)

merupakan bentuk modifikasi dimana pemilik kendaraan mobil tersebut

mengganti warna lampu utama yang pada mulanya berwarna kuning muda

41
Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan
8

ataupun putih baik lampu jauh dan dekat menjadi berwarna lain seperti merah

muda, oranye, hijau, dan sebagainya. Untuk modifikasi penggantian warna

lampupenunjuk arah (sign), biasanya pemilik kendaraan merubah warna

lampu yang pada mulanya berwarna kuning tua menjadi berwarna putih

sehingga ketika lampu penunjuk arah tersebut dinyalakan pada siang hari,

pengendara lain akan kesulitan melihat dengan jelas warna lampu penunjuk

arah yang berwarna putih tersebut.

Bentuk kedua modifikasi tersebut, termasuk tindakan yang melanggar dan

tidak sesuai dengan Pasal 23 Huruf a, b, dan c Peraturan Pemerintah Nomor 55

Tahun 2012 tentang Kendaraan, yang didalamnya telah diatur bahwa lampu

utama dekat berwarna putih atau kuning muda dan lampu utama jauh

berwarna putih atau kuning muda. Sedangkan untuk lampu penunjuk arah

(sign) disebutkan bahwa lampu penunjuk arah berwarna kuning tua dengan

sinar kelap-kelip.

Penegakan hukum terhadap pengendara yang memodifikasi kendaraannya

merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan oleh penegak hukum untuk

meminimalisir terjadinya kecelakaan dalam berkendara yang dapat merugikan

pengendara itu sendiri maupun pengendara lain.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidak Patuhan Masyarakat

Kabupaten Pandeglang Terhadap Perda Nomor 06 Tahun 2001.

Efektifitas suatu hukum yang mempengaruhi masyarakat untuk patuh

maupun tidak patuh terhadap hukum tersebut salah satunya dipengaruhi oleh

keadaan sosiologis dari suatu masyarakat. Sosiologi hukum itu sendiri


8

merupakan suatu disiplin ilmu yang bersifat positif yaitu mempelajari gejala-

gejala dalam masyarakat yang berdasarkan pada pemikiran yang bersifat

rasional dan ilmiah. Teori sosiologi hukum termasuk dalam kategori teori

hukum empiris. Teori dalam sosiologi hukum bersifat komprehensif, yaitu

memberikan penjelasan yang lebih luas dan menyeluruh terhadap suatu fakta

atau kenyataan yang terjadi dan dikaitkan dengan kaidah-kaidah yang ada.42

Efektifitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja

hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap

hukum. Beberapa faktor yang mempengaruhi berfungsinya hukum dalam suatu

masyarakat yaitu:105

a. Kaidah Hukum.

b. Penegak Hukum.

c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Masyarakat.

Terkait ketidakpatuhan masyarakat Kabupaten Pandeglang terhadap Perda

06 Tahun 2001 yang berhubungan dengan tindakan modifikasi kendaraan

Motor, Peneliti telah melakukan penelitian yang dilakukan pada masyarakat

Kabupaten Pandeglang yang memiliki kendaraan motor modifikasi.

42
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, 2008, Jakarta, hlm. 8.
8

• Responden Dari Masyarakat Kabupaten Pandeglang Yang Memiliki

Kendaraan Motor Modifikasi.43

Kesadaran Diri Bahwa

Responden Melakukan
Responden Alasan Memodifikasi
Pelanggaran

Sadar Tidak Sadar

1. Agar sepeda motor terlihat beda


dari yang lain.
I 2. Sebagai sarana menyalurkan hobi. - ✓
3. Terinspirasi dari sepeda motor
modifikasi yang melintas di jalan
raya.

1. Agar sepeda motor terlihat lebih


II - ✓
keren.
2. Agar sepeda motor terlihat beda
dari yang lain.
1. Terinspirasi dari sepeda motor
III modifikasi yang melintas di jalan. - ✓
2. Agar sepeda motor terlihat beda
dari yang lain.

IV 1.Sebagai sarana menyalurkan - ✓


hobi.
1. Agar sepeda motor terlihat
V bedadari yang lain. - ✓
2. Atas dasar rasa penasaran akan
sepeda motor modifikasi.

VI 1. Agar sepeda motor terlihat ✓ -


bedadari yang lain.

43
Hasil wawancara dengan masyarakat Kabupaten Pandeglang pada tanggal 13 Agustus
2021, Pukul 09.00-16.00 WIB.
8

1. Ingin menarik perhatian


VII pengendara mobil lain dijalan. - ✓
2. Agar mobil terlihat beda dari yang
lain.
VIII 1. Sebagai sarana menyalurkan hobi. ✓ -
2. Agar Motor Terlihat keren.

IX 1. Atas dasar rasa penasaran - ✓


akan motor modifikasi
X 1. Agar motor terlihat beda dari ✓ -
yang lain
2. Sebagai sarana menyalurkan hobi

Berdasarkan beberapa sampel responden diatas, dapat diambil kesimpulan

bahwa cukup banyak faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

masyarakat terhadap Perda 06 Tahun 2001. 44Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Adanya keinginan dari dalam diri pemilik kendaraan motor agar motornya

terlihat berbeda dengan mobil milik pengendara lain.

2. Adanya rasa penasaran yang timbul dari dalam diri pemilik kendaraan

untuk memiliki kendaraan motorbermodifikasi.

3. Sebagai sarana untuk menyalurkan hobi seseorang atas modifikasi

kendaraan motor.

4. Atas dasar tuntutan untuk mengikuti ajang lomba/kontes modifikasi motor.

5. Sebagai sarana memperluas/menambah jalinan pertemanan dan

persaudaan antar sesama pemodifikasi motor.

6. Untuk mengikuti ajang balap motor yang diadakan secara resmi oleh pihak

44
Perda No 06 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
8

swasta maupun pemerintah.

7. Atas dasar rasa gengsi oleh sesama pemodifikasi motor. Pada faktor ini

biasanya pemodifikasi motor saling berlomba-lomba memodifikasi

motornya untuk menjadi yang terbaik.

8. Adanya rasa ingin untuk memodifikasi yang disebabkan oleh melihat

kendaraan motor modifikasi yang melintas di jalan.

9. Adanya rasa ingin untuk menarik perhatian baik pengguna jalan maupun

pemilik kendaraan lain.

Berdasarkan beberapa alasan responden memodifikasi kendaraannya yang

diperoleh peneliti melalui wawancara dan pemberian kuesioner secara

langsung dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

masyarakat terhadap Perda 06 Tahun 2001, sebagaian besar berasal dari diri

seseorang/individu itu sendiri. Rasa gengsi yang tinggi dan ingin selalu terlihat

beda dengan pemilik kendaraan motor lain, mendorong seseorang/individu

tersebut untuk berlomba-lomba memodifikasi motornya tanpa menghiraukan

peraturan persyaratan teknis laik jalan suatu kendaraan bermotor khususnya

motor yang telah diatur dalam Perda 06 tahun 2001 serta Peraturan Pemerintah

Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.

Selain faktor yang berasal dari dalam diri seseorang/individu tersebut,

faktor lingkungan turut serta dalam mempegaruhi seseorang untuk

memodifikasi motornya. Seperti yang tertera dalam tabel diatas,

terdapat beberapa responden yang memodifikasi motornya berdasarkan

ketertarikan atau keinginan yang timbul akibat berada di tengah lingkungan

masyarakat. Saran
8

atau pendapat yang berasal dari teman satu tongkrongan motor mengenai

modifikasi, semakin memperkuat tekad seseorang/individu untuk

memodifikasi motornya tanpa menghiraukan aturan yang ada.

Penetapan ketentuan pidana bagi seseorang/individu yang mengendarai

motor modifikasi dijalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis laik jalan

telah diatur di dalam Pasal 36 ayat (1) Perda No 06 Tahun2001 Tentang

Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, yang berbunyi:109 “Wajib retribusi

yang tidak melaksanakan kewajibannhya sehingga merugikan keuangan

Daerah diancam pidana kurungan paling lama (enam) bulan atau denda paling

banyak Rp.5.000.000,-(Lima Juta Rupiah)

1. Peran Kepolisian Resort Kabupaten Pandeglang Terkait Fenomena

Modifikasi Motor.

Peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kedisiplinan terhadap

motor modifikasi khususnya di wilayah Kabupaten Pandeglang dilakukan

dengan dua cara, yakni preventif (pencegahan) dan represif (penindakan).

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap Bapak

AKP Jenanny Viadiniati S,IK yang berpangkat sebagai Kepala Unit Rekiden

Satlantas Polresta Kabupaten Pandeglang, menurut beliau upaya preventif

(pencegahan) yang telah dilakukan aparat kepolisian dalam menanggulangi

fenomena modifikasi motor yang terjadi di Kabupaten Pandeglang yaitu

sebagai berikut:110

a. Melakukan sosialisasi penyuluhan tertib berlalu lintas dan bahaya akan

kendaraan bermodifikasi yang tidak sesuai dengan standar ketentuan di


8

seluruh tingkatan masyarakat baik pelajar, karyawan, pedagang, dan

sebagainya.

b. Meningkatkan pengetahuan tertib berlalu lintas dan pengetahuan akan

Undang-Undang Lalu Lintas. Pada penerapannya, pihak kepolisian terjun

langsung guna melakukan penerangan keliling tentang tertib lalu lintas

dan Undang-Undang Lalu Lintas kepada masyarakat umum.

c. Melakukan patroli lalu lintas secara rutin di seluruh penjuru jalan

Kabupaten Pandeglang. Patroli rutin tersebut dilakukan pada pagi hari,

siang hari, dan malam hari guna mengantisipasi pengendara motor modifikasi

yang tetap mengendarai kendaraannya di jalan.

d. Melakukan program Polisi Sahabat Anak (PSA), progam ini memberikan

pengetahuan dasar akan berlalu lintas dan pemahamanterhadap Undang-

Undang Lalu Lintas kepada anak-anak pada usia dini.

e. Pemasangan spanduk himbauan untuk tertib berlalu lintas. Spanduk

himbauan tersebut biasanya dipasang oleh pihak kepolisian pada setiap

titik perhentian lampu merah, tempat umum seperti pusat perbelanjaan

maupun pasar tradisional, dan pusat pendidikan seperti sekolah maupun

universitas/perguruan tinggi.

Penegakan lalu lintas di bidang preventif tersebut, sesuai dengan tugas

pokok dari pihak kepolisian yang telah diatur di dalam Pasal 13 dan

Pasal

14 ayat

(1)Huruf C Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


8

Negara Republik Indonesia, yang berbunyi45:111

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Pasal 14 ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa:46112 “Dalam

melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas membina masyarakat

untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan

warga masyarakat terhadap hukum dan Peraturan Perundang-

undangan”.

Sedangkan penegakan lalu lintas di bidang represif (penindakan), pihak

kepolisian Kabupaten Pandeglang telah melakukan berbagai upaya,

diantaranya yaitu:

a. Melakukan penindakan berupa teguran lisan maupun tertulis kepada

pengendara motor modifikasi. Teguran secara lisan maupun tertulis

tersebut diberikan apabila pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik

kendaraan bermodifikasi tersebut termasuk dalam kategori

45
Pasal 13, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
46
Ibid, Pasal 14.
8

pelanggaran yang ringan, sebagai contoh pemasangan lampu strobo

pada kendaraan pribadi. Pada dasarnya tidak semua jenis motor

dapat menggunakan lampu strobo tersebut. Menurut Pasal 59 ayat

(5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, jenis warna lampu dan mobil yang dapat

menggunakan lampu strobo yaitu:

1) Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan

bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

2) Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untukkendaraan

bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia,

pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah;

dan

3) Lampu isyarat warna kunig tanpa sirene digunakan untuk kendaraan

bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu

lintas dan angkutan umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang

khusus.

Apabila pengendara mobil bermodifikasi memasang lampu strobo

tersebut, pihak polisi lalu lintas berhak memberikan teguran secara

lisan maupun tertulis kepada pengendara tersebut untuk melepas

lampu strobo yang terpasang pada kendaraan mobil pribadinya.

b. Melakukan penilangan kepada pengendara mobil modifikasi yang

tidak sesuai dengan standar ketentuan. Fungsi tilang tersebut sebagai

undangan kepada pemilik kendaraan mobil bermodifikasi yang

melakukan pelanggaran persyaratan teknis laik jalan suatu kendaraan


8

untuk menghadiri sidang di Pengadilan Negeri, serta sebagai alat

bukti penyitaan atas barang yang disita oleh pihak kepolisian kepada

si pemilik kendaraan yang melanggar. Barang yang disita oleh pihak

kepolisian tersebut dapat berupa Surat Ijin Mengemudi (SIM)

pemilik kendaraan atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Untuk penyitaan kendaraan bermodifikasi dilakukan apabila petugas

kepolisian yang menangani merasa kendaraan tersebut dapat

membahayakan pengguna jalan lain dan mengganggu ketertiban

berlalu lintas. Penyitaan kendaraan atas dasar penilaian sendiri

tersebut tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang pihak

kepolisian yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


47
yang berbunyi: “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat

bertindak menurut penilaiannya sendiri”. Akan tetapi dalam bertindak

menurut penilaiannya sendiri, pihak kepolisian harus tetap memperhatikan

peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi kepolisian negara

republik indonesia.

Terdapat faktor penghambat pihak Kepolisian Resor Kabupaten

Pandeglang dalam menegakan hukum Berlalu Lintas terkait dengan

modifikasi motor di Kabupaten Pandeglang yaitu kurangnya

47
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
NegaraRepublik Indonesia.
9

kesadaran masyarakat dalam mentaati tertib berlalu lintas dan

pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Masyarakat Kabupaten

Pandeglang masih banyak yang belum sadar atas pentingnya

peraturan lalu lintas dan standar laik jalan suatu kendaraan

bermotor yang pada dasarnya dapat menjamin keselamatan

pengendara itu sendiri maupun pengguna jalan lain. Faktor lain yang

menjadi penghambatdalam penegakan Undang-Undang Lalu Lintas

terkait modifikasi motor yang dilakukan oleh Kepolisian Resor

Kabupaten Pandeglang adalah sanksi hukum yang belum tegas,

sehingga tidak memberikan efek jera bagi pegendara motor

modifikasi yang melanggar.

2. Peran Dinas Perhubungan Kabupaten Pandeglang Terkait Fenomena

Modifikasi Motor.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan

Bapak Atang Suhana Kepala Dinas Pebuhungan Kabupaten Pandeglang,

peran Dinas Perhubungan terkait dengan fenomena modifikasi motor di

Kabupaten Pandeglang hanya sebatas melakukan pengujian tipe dan fisik

suatu kendaraan. Suatu kendaraan yang akan beroperasi di jalan,

diwajibkan untuk dilakukan uji tipe sebagaimana telah diatur dalam Pasal

49 ayat (1) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan
9

Jalan,yang berbunyi:48 “Kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta

tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan

dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian”. Apabila kendaraan

tersebut dinyatakan lulus uji tipe dan fisik, maka Dinas Perhubungan akan

mengeluarkan surat bukti berupa sertifikat bahwa kendaraan tersebut telah

lulus uji dan surat bukti lulus uji tipe serta fisik berlaku dengan jangka

waktu 6 (enam) bulan sejak sertifikat tersebut dikeluarkan/diterbitkan.

Apabila sertifikat uji tipe dan fisik suatu kendaraan telah memenuhi batas

waktu yang ditetapkan, maka kendaraan tersebut wajib untuk dilakukan uji

berkala, hal ini diatur dalam Bab II Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten

Pandeglang Nomor 06 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Pengujian

Kendaraan Bermotor yang berbunyi:49 “ Dengan nama retribusi pengujian

kendaraan bermotor dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan

pengujian kendaraan bermotor” Setiap kendaraan wajib uji di wilayah

daerah, wajib melaksanakan uji berkala.

Uji berkala yang dimaksud di atas, terdapat dalam Bab II Pasal

02Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 06 Tahun 2001

tentang Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor, yang terdiri

dari:

1) Kebersihan dan keapikan kendaraan.

2) Identitas kendaraan.

48
Pasal 49 ayat (1), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
49
Bab II, Pasal 2, Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 06 Tahun 2001
tentangPenyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor.
9

3) Dimensi kendaraan.

4) Sistem rem;sistem kemudi.

5) Posisi roda depan.

6) Badan dan kerangka kendaraan.

7) Pemuatan.

8) Klakson.

9) Lampu-lampu.

10) Penghapus kaca.

11) Kaca spion.

12) Emisi gas buang.

13) Ban.

14) Kaca depan dan kaca jendela.

15) Alat pengukur kecepatan.

16) Sabuk keselamatan.

17) Perlengkapan dan peralatan.

18) Radius putar.

19) Uji jalan.

20) Argometer dan radio komunikasi (khusus taksi).

Suatu kendaraan bermotor yang tidak lulus uji tipe dan fisik,

pada dasarnya tidak diperbolehkan untuk beroperasi dijalan karena

dapat membahayakan pengguna jalan maupun pengemudi/pemilik

kendaraan tersebut, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak kita

temui motor bermodifikasi yang berlalu lalang di jalanan Kabupaten

Pandeglang.
9

Dalam menindak pengendara motor bermodifikasi di Kabupaten

Pandeglang, Dinas Perhubungan tidak memiliki kewenangan untuk

memberhentikan maupun memberi sanksi seperti penahanan Surat Ijin

Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)

pegendara motor secara langsung dan memerlukan bantuan pihak

kepolisian untukmelakukan hal tersebut.

Bentuk kerjasama antara Dinas Perhubungan dengan pihak

Kepolisian Kabupaten Pandeglang dalam menindak pengendara mobil

modifikasi biasanya dilakukan pada saat operasi razia rutin

kendaraan bermotor. Pihak Dinas Perhubungan melakukan pemeriksaan

terhadap kendaraan bermotor yang terjaring razia, pemeriksaan tersebut

meliputi surat pengecekan sertifikat bukti lulus uji tipe dan fisik serta

kelengkapan persyaratan teknis laik jalan suatu kendaraan bermotor.

Apabila Dinas Perhubungan menyatakan bahwa kendaraan yang

terjaring razia tersebut tidak memiliki/tidak dapat menunjukan sertifikat

buktilulus uji tipe dan fisik maupun tidak memenuhi persyaratan teknis

laik jalan, maka pihak Kepolisian akan menindak pengendara tersebut

dengan memberikan sanksi tilang dalam bentuk penahanan Surat Ijin

Mengemudi (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Pihak kepolisian hanya akan menahan kendaraan bermodifikasi

tersebut apabila dirasa dapat membahayakan pengendara maupun

pengguna jalan yang lain.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
(Penindakan). Bentuk tindakan represif (pencegahan) tersebut berupa

melakukan sosialisasi penyuluhan tertib berlalu lintas dan bahaya akan

kendaraan bermodifikasi yang tidak sesuai dengan standar persyaratan laik

jalan sebuah kendaraan bermotor terutama motor, meningkatkan pengetahuan

tertib berlalu lintas dan pengetahuan akan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Perda No 06 Tahun 2001,

melakukan patroli lalu lintas secara rutin di seluruh penjuru jalan Kabupaten

Pandeglang, melakukan program Polisi Sahabat Anak (PSA), pemasangan

spanduk himbauan untuk tertib berlalulintas. Sedangkan bentuk tindakan

represif (penindakan) yang telah dilakukan pihak Kepolisian Resor Kabupaten

Pandeglang yaitu melakukan penindakan berupa teguran secara lisan maupun

tertulis kepada pengendara motor modifikasi dan melakukan penilangan kepada

pengendara motor modifikasi yang tidak sesuai dengan standar ketentuan.

Bentuk tindakan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten

Pandeglang dalam menyikapi fenomena modifikasi motor, yaitu tidak akan

memberikan/menerbitkan sertifikat lulus uji tipe dan fisik suatu kendaraan

bermotor yang telah dimodifikasi. Apabila suatu kendaraan tidak memiliki

sertifikat bukti lulus uji tipe dan fisik, maka kendaraan tersebut dilarang untuk

beroperasi/dikemudikan di jalan. Dalam menindak pengendara motor

bermodifikasi dijalan, Dinas Perhubungan Kabupaten Pandeglang tidak

memiliki kewenangan untuk memberhentikan pengendara motor tersebut secara

94
9

langsung seperti kewenangan yang dimiliki oleh polisi lalu lintas. Perlu

Kerjasama antara Dinas Perhubungan dengan Kepolisian Resor Kabupaten

Pandeglang dalam melakukan hal tersebut.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat Kabupaten Pandeglang

terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan dan Perda No 06 tahun 2001 terkait dengan fenomena

modifikasi motor, sebaiknya pihak Kepolisian Resor Kabupaten

Pandeglang lebih rutin melaksanakan sosialisasi pendidikan berlalu lintas,

sosialisasi pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dan Perda No 06 Tahun 2001, dan

bahaya akan modifikasi motor yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis

laik jalan di seluruh kalangan masyarakat, termasuk melaksanakan

bimbingan dan penyuluhan kepada ibu-ibu PKK (Pembina Kesejahteraan

Keluarga) karena pendidikan paling utama dimulai dari keluarga terutama

bimbingan orang tua kepada anaknya. Dari hasil penelitian menunjukan

bahwa sebagian responden hanya mengetahui isi dari Undang-Undang

tersebut, namun tidak paham akan makna dari Undang-Undang itu sendiri.

2. Perlu adanya kerjasama antara pihak Kepolisian Resor Kabupaten

Pandeglang dengan Dinas Perhubungan Kabupaten Pandeglang dalam

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. kerjasama tersebut dapat

berupa pendidikan dasar mengenai kesadaran hukum dan pentingnya suatu

peraturan perundang- undangan khususnya di bidang lalu lintas terutama


9

persyaratan teknis laik jalan suatu kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait dengan modifikasi motor,

banyak masyarakat Kabupaten Pandeglang yang menyadari bahwa tindakan

modifikasi motor yang dilakukannya merupakan perbuatan melanggar Undang-

Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan

Perda No 06

Tahun 2001.

3. Pihak Kepolisian Resor Kabupaten Pandeglang berserta Dinas

Perhubungan Kabupaten Pandeglang sebaiknya lebih tegas dalam

menindak pengendara mobil modifikasi dan memprosesnya secara hukum

serta tidak pandang bulu. Aparatur pemerintah di bidang lalu lintas harus

lebih rajin melakukan razia padapengendara motor yang memodifikasi

kendaraannya pada pagi hari, siang hari, dan malam hari untuk

memaksimalkan penegakan hukum terhadap pengendara motor modifikasi

yang masih mengabaikan pentingnya peraturan mengenai persyaratan

teknis laik jalan suatu kendaraan dan tetap mengendarai motor modifikasi

tersebut dijalan.
DAFTAR PUSTAKA

Fandi., P.A., 2014. Penertiban Pelanggaran Penggunaan Kenalpot Di Atas


Ambang Batas Kebisingan. Universitas Brwaijaya Fakultas Hukum
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Witoro., A., 2014. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Balapan Liar
Di Kabupaten Bantul. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Fakultas Hukum.
Anonim, Webster’s Compact English Dictionary, Karisma Publishing
Group,Batam, 2006.
Alex Sobur, Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2003.
Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung,
2007. Bernard L. Tanya, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
Dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.
Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional, kamus Besar Bahasa Indonesia, balai
Pustaka,Jakarta, 2007.
R. A. Baron dan Byrne. D, Psikologi Sosial, Erlangga, Jakarta, 2004.
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2008.
Zulfatun Ni’mah, Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar, Teras, Yogyakarta,
2012.Endrik Safudin, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Setara Press, Malang, 2017.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis,
GentA Publishing, Yogyakarta, 2009.
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Kompas, Jakarta, 2010.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Rajawali Pers,
Jakarta,2011
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta,1982.
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali
Pers,Jakarta, 1992.
Soerjono Soekanto, Perspektif Teoritis Studi Hukum Dalam Masyarakat,
RajawaliPers, Jakarta, 1985.
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada,Jakarta, 2005.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam
Masyarakat,Rajawali Pers, Jakarta, 1982.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum,Rajawali Pers, Jakarta, 2011.
Soerjono Soekanto dan Purbacaraka Purnadi, Perihal Kaidah Hukum,
Alumni,Bandung, 1985.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2003.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta,1986.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar Liberty,
Yogyakarta, 1996.
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya
Bakti,Yogyakarta, 1993.
Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat,
Liberty,Yogyakarta, 1981.
S. W. Sarwono dan Meinarno. E. A, Psikologi Sosial, Salemba Humanika,
Jakarta,2009.
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2011.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakartam 2004.
Ahmad Sudiro dan Deni Bram, Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional dan
Internasional), Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum),
CitraAditya Bakti, Bandung, 2003.
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, PT.
Alumni,Bandung, 2000.
Mahrus Ali, Membumikan Hukum Progresif, Cetakan pertama, Aswaja,
Pressindo,Yogyakarta, 2013.
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Nusa Media,
Bandung, 2009.
C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka,Jakarta, 1989.
C. P. Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi, Rajawali Pers, Jakarta, 1989.
OK. Chairuddin, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
Widjaya, Kesadaran Hukum Manusia Dan Manusia Pancasila, Era Swasta,
Jakarta, 1984.
Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, PT. Grasindo,
Jakarta, 2008.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Peraturan Pemetintah nomor 55 tahun 2012 Tentang Kendaraan.
Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 06 Tahun 2001 Tentang
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 06 Tahun 2001 Tentang
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.
01-PR. 08. 10 Tahun 2006 tentang Pola Penyuluhan Hukum.
Peraturan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan HakAsasi Manusia Republik Indonesia Nomor. PHN. HN. 03. 05-73 Tahun
2008 tentang Pembentukan dan Pembinaan Keluarga Sadar Hukum dan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Penegakan Hukum, http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan
Hukum.pdf.
Kepatuhan Masyarakat Terhadap Hukum dan Pemerintah,
https://yuddhiearrochman11.wordpress.com/2013/06/17/139/.
Kesadaran Kepatuhan Hukum, http://www.zriefmaronie.blogspot.co.id
Lahirnya UU PKDT, Sebuah terobosan Hukum dan Implikasinya terhadap
HukumNasional, http://www.docstoc.com/docs/68853236/Sejarah-Advokasi-UU-
PKDRT.
MeningkatkanKesadaranHukumMasyarakat,https://ibelboyz.wordpress.co
m kesadaran-hukum-masyaarakat/.
Peran Dikmas Lantas Untuk Mencegah Terjadinya Pelanggaran Lalu
Lintas, https://arham44gusdiar.wordpress.com/2012/10/13/peran -dikmas- lantas-
untuk-mencegah-terjadinya-pelanggaran-lalu-lintas/.
Teori dan hukum Perundang-undangan : peraturan Perundang-undangan
yang baik, https://kuliahade.wordpress.com/2010/03/30/teori -dan-hukum-
perundang-undangan-peraturan-perundang-undangan-yang-baik/.
Kesadarandan Kepatuhan Hukum Masyarakat,
www.academia.edu/9815240/Kesadaran_dan_Kepatuhan_Hukum_masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai