Anda di halaman 1dari 11

PROBLEMATIK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN MODIFIKASI

KENDARAAN BERMOTOR TERKAIT PASAL 277 UNDANG - UNDANG 22 TAHUN 2009


TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN

Prio Luhuring Pambudi


(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
prio.gendut@gmail.com
Pudji Astuti
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
pudjiastuti@unesa.ac.id

Abstrak
Perkembangan yang begitu pesat bukan hanya berdampak pada transportasi saja tetapi juga
dalam dunia otomitif khususnya pada kendaran bermotor. Para modifikator mulai memodifikasi
kendaraan bermotor dengan merubah bagiankendaraan bermotor, untuk menjadikannya lebih
menarik, menambah performa motor, menjadikan suatu pekerjaan sebagai penanda sebuah
identitas motor miliknya. Modifikasi kendaraan bermotor diatur dalam Pasal 277 Undang-
Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut dengan
UU LLAJ) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan
(selanjutnya disebut dengan PP No 55/2012), bahwasanya apabila seorang melakukan modifikasi
akan dikenakan Pasal 277 UU 22 Tahun 2009 LLAJ yang pidana penjara selama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah) jika mereka tidak
melakukan sesuai dengan peraturan. Modifikasi kendaraan bermotor diperbolehkan jika sesuai
syarat – syarat yang diatur dalam Pasal 121 ayat (1 dan 2) PP No 55/2012, namun masyarakat
banyak yang belum mengetahuinya. Terkait dengan modifikasi kendaraan bermotor, maka pihak
Kepolisian mempunyai peranan penting dalam pengawasan dan penegakkannya. Penelitian ini
mengkaji tentang Problematik Penegakan Hukum Terhadap Penyimpangan Modifikasi
Kendaraan Bermotor Terkait Pasal 277 UU LLAJ. Adapun tujuannya untuk mengetahui upaya
Polisi di Polrestabes Surabaya dalam mengatasi permasalahan modifikai kendaraan bermotor
(perubahan rangka) yang melanggar atauran.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis
sosiologis.Data diperoleh dengan cara dokumentasi, pengamatan dan wawancara dandianalisis
secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Polisi di Polrestabes Surabaya belum
melakukan tugasnya sesuai Pasal 4 UU Kepolisian yang berkaitan dengan UU LLAJ terhadap
modifikasi kendaraan bermotor yang melanggar aturan dan dapat menyebabkan dampak negatif.
Hal ini disebabkan pihak kepolisian dan pelaku modifikasitidak begitu paham dengan aturan
yang mengatur tentang pelanggaran modifikasi kendaraan bermotor.
Kata kunci: Penegakan Hukum, Modifikasi.

Abstract

Such a rapid development not only has an impact on transportation but also in the automotive
world especially on motorized vehicles. The modifiers began to modify the motorized vehicle by
changing only one part to all parts of the motorized vehicle, to make it more attractive, increase
motor performance, make a job or as a marker of an identity of a motor belonging to him.
Regarding the modification of the motorized vehicle, it is regulated by law, but many people do
not know it yet. Modifications to motorized vehicles are regulated in Article 277 of Law 22 of
2009 concerning Traffic and Road Transportation (hereinafter referred to as the LLAJ Law).
Related to motor vehicle modification, the Police have an important role in supervision and
enforcement. Regarding this modification, it is also regulated in Government Regulation of the
Republic of Indonesia No 55 of 2012 Concerning Vehicles (hereinafter referred to as PP No
55/2012) that if a person makes a modification will be subject to Article 277 of Law 22 of 2009
LLAJ which is imprisoned for 1 (one) year or a maximum fine of Rp. 24,000,000 (twenty four
million rupiah) if they do not comply with the regulations. Modification of motorized vehicles is
permitted if according to the conditions stipulated in Article 121 paragraph (1 and 2) PP No.

1
55/2012, this study examines the Problematic of Law Enforcement Against Irregularities in
Motorized Vehicle Modifications Related to Article 277 of Law 22 of 2009 concerning Traffic
Road Transportation. The purpose of this study was to determine the police effort to overcome
motor vehicle modification problems (frame change). This type of research used in this study is
the sociological juridical method. Types of legal materials consist of primary and secondary
legal materials. This research data collection technique uses data collection by means of
documentation, observation and interviews. The qualitative analysis method technique is
descriptive analysis. The results showed that the Surabaya City Police Resort concluded that the
police had not performed their duties as stipulated in Article 4 of the Police Law relating to the
LLAJ Law on motor vehicle modification that could cause negative impacts. The police and the
perpetrators of the modification of the results of the study are both not very familiar with the
rules that are stated in the legislation.
Keywords: LawEnforcement, Modification.

PENDAHULUAN banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta


Perkembangan yang begitu pesat bukan rupiah)."
hanya berdampak pada transportasi saja tetapi juga
dalam dunia otomitif khususnya pada kendaran
bermotor. Para modifikator mulai memodifikasi Tujuan Pasal 277 UU LLAJ adalah untuk
kendaraan bermotor dengan merubah tidak hanya mengawasi praktik modifikasi kendaraan bermotor
satu bagian saja, tetapi sampai pada seluruh bagian dan sebagai alat untuk membatasi modifikasi
kendaraan bermotor, untuk menjadikannya lebih kendaraan bermotor yang merubahbentuk asli
menarik, menambah performa motor, menjadikan kendaraan bermotor menjadi tidak sesuai dengan
suatu pekerjaan ataupun sebagai penanda sebuah peraturan perundang-undangan yang telah dibuat dan
identitas dari sebuah motor miliknya. Pada hal memodifikasi kendaraan bermotor secara berlebihan
modifikasi kendaraan bermotor itu diatur dalam yang juga dapat membahayakan pengendaranya dan
undang-undang, namun masyarakat banyak yang pengendara motor lain di jalan raya.
belum mengetahuinya. Peraturan modifikasi kendaraan bermotor ini
Berkaitan dengan penggunaan jalan, maka diatur juga dalam Pasal 49 dan 50 UU LLAJ
secara sosiologis-yuridis tampak adanya menyebutkan bahwa : Pasal 49
perkembangan yang relatif pesat ditandaidengan (1) Kendaraan Bermotor, kereta
terjadinya pengembangan wilayah, peningkatan gandengan, dan keretatempelan yang
kualitas kehidupan, pertambahan fasilitas fisik,seperti diimpor, dibuat dan/atau dirakit di
banyaknya kendaraan danangkutan umum dikota- dalamnegeri yang akan dioperasikan di
kota besar(Soekanto, 1990). Modifikasi kendaraan Jalan wajib dilakukanpengujian.
bermotor diatur dalam Pasal 277 Undang – Undang (2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada
No 22 Tahun 2009 Lalu Lintas Angkutan Jalan ayat (1) meliputi:
(selanjutnya disebut UU LLAJ) menyatakan a.uji tipe; dan
bahwa :"Setiap orang yang memasukkan Kendaraan b.uji berkala”.
Bermotor, keretagandengan, dan kereta tempelan ke Pasal 50
dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, (1) Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam
merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor Pasal 49 ayat (2)huruf a wajib
yang menyebabkan perubahan tipe, kereta dilakukan bagi setiap Kendaraan
gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus Bermotor,kereta gandengan, dan kereta
yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak tempelan, yang diimpor,dibuat dan/atau
memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dirakit di dalam negeri, serta
dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana modifikasiKendaraan Bermotor yang
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling menyebabkan perubahan tipe.

2
(2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ketentuan undang – undang sebagaimana yang
ayat (1) terdiri atas: diuraikan diatas :
a.pengujian fisik untuk
pemenuhan persyaratan No Nama Bengkel Alamat
teknisdan laik jalan yang Jl. Kedung Asem,
1. A Custom
dilakukan terhadap 60700369
landasan Kendaraan WRM, Warrior Jl. Demak Selatan
2
Bermotor dan Kendaraan Modified IV/50, 5327672
Bermotor dalamkeadaan KAM Technik, Jl. Asem Payung 21,
lengkap; dan 3
Sukmanto Sukolilo, 5928621
b. penelitian rancang bangun Jl. Tambak Sari
dan rekayasa 4 Bambang Goyenk
Selatan VII/14
KendaraanBermotor yang MBSC, Hery Jl. Tempurejo 5,
dilakukan terhadap rumah- 5
Kenjeran 3810700
rumah,bak muatan, kereta Jl. Kaliwarah 40,
gandengan, kereta 6 KW Motor
5914979
tempelan, danKendaraan Jl. Nginden Semolo
Bermotor yang 7 Sintoel Motor
42, 71625546
dimodifikasi tipenya. Jl. Pucang Anom
(3) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada Bad Boy
8 V/21, SUrabaya,
ayat (1) dilaksanakan oleh unit Custom
5026402
pelaksana uji tipe Pemerintah. Lumenindo Jl. Kalirungkut 41,
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji 9
Auto Modified Surabaya, 8713383
tipe dan unitpelaksana sebagaimana
Jl. Rungkut Asri
dimaksud pada ayat (1) dan ayat(3)
10 Alphasierra Barat X/39 Surabaya,
diatur dengan peraturan pemerintah”.
081703479191
Pasal 49 UU LLAJ menjelaskan bahwa setiap
C.V.XIII
pemodifikasi kendaraan bermotor harus melakukan
Motorworks Jl Dukuh Gemol 1A
pengujian kendaraan yang dimodifikasi melalui uji 11
Profesional C Wiyung Surabaya.
tipe dan uji berkala sebagaimana diatur dalam Pasal
Custom Bike
50.
Sumber : Diolah Sendiri
Modifikasi kendaraan bermotor di Indonesia
Nama-nama bengkel diatas tidak memiliki
sering dilakukan, khusus pada modifikasi roda dua
sertifikat dan kewenangan untuk memodifikasi
yang bisa disebut sebagai sepeda motor. Banyak
motor, hal ini pastinya menimbulkan dampak negatif.
kalangan masyarakat yang memiliki hobi
Salah satunya dalam memodifikasi kendaraan
memodifikasi kendaraan bermotor. Modifikasi yang
bermotor tidak sesuai standar nasional Indonesia
dilakukan pada kendaraan roda dua meliputi
dan juga tidak melakukan uji tipe kelayakan
modifikasi penampilan kendaraan bermotor (bodi
penggunaannya dijalan, sehingga dapat
motor, warna motor, dan perubahan tampilan motor
membahayakan pengendaranya dan pengendara
yang sangat extreme). Rata-rata para penggemar
lainnya.
modifikasi kendaraan bermotor melakukan proses
Terkait dengan modifikasi kendaraan
untuk tujuan tertentu misalmya untuk ajang adu
bermotor, maka pihak kepolisian mempunyai
kecepatan maupun kontes sepeda motor atau hanya
peranan penting dalam pengawasan dan
ingin sekedar tampil beda.
penegakkannya. Mengenai modifikasi ini juga diatur
Hasil observasi awal peneliti menemukan
dalam PP No 55/2012 yang mengatur apabila seorang
pelanggaran Pasal 277 UU LLAJ dalam bentuk
melakukan modifikasi yang tidak sesuai dengan
modifikasi kendaraan bermotor di daerah Surabaya.
peraturan akan dikenakan Pasal 277 UU 22 Tahun
Berikut daftar bengkel modifikasi yang melanggar
2009 LLAJ yang ancaman pidananya penjara selama

3
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp Berdasarkan latar belakang permasalah
24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah) jika mereka tesebut, maka penulis ingin melakukan penelitian
tidak melakukan sesuai dengan peraturan. Modifikasi dengan judul “Problematik Penegakan Hukum
kendaraan bermotor diperbolehkan jika sesuai syarat Terhadap Penyimpangan Modifikasi Kendaraan
– syarat yang diatur dalam Pasal 121 ayat (1 dan 2) Bermotor Terkait Pasal 277 Undang-Undang 22
PP No 55/2012 yang menyatakan bahwa : Tahun 2009 Tentang Lalu LIntas Angkutan Jalan “ .
(1) Kendaraan Bermotor, Kereta
gandengan, dan Kereta Tempelan METODE
yang akan dioperasikan di jalan Penelitian ini merupakan penelitian juridis
wajib dilakukan pengujian. sosiologis, yang akan mengungkapkan upaya dan
(2) Kendaraan Bermotor, Kereta hambatan aparat kepolisian (Polrestabes Surabaya)
Gandengan, dan Kereta Tempelan dalam menegakkan Pasal 277 UU LLAJ. Penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan di Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur,
(1) meliputi yang dibuat atau dirakit tepatnya di Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya
di dalam negeri dan/atau diimpor. dan bengkel-bengkel pelaku modifikasi kendaraan
Hal ini merupakan tugas kepolisian untuk bermotor.
menegakkan Pasal 277 UU LLAJ. Pasal 4Undang- Informan dalam penelitian ini adalah Bapak
Undang Nomor2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian AKBP Teddy Chandra, S.I.K., M.Si selaku Ketua
Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU Satuan Lalu Lintas Polrestabes Surabaya, Brigradir
Kepolisian) menyatakan: “Kepolisian Negara Samroni selaku Staf Kepala Bagian Oprasi
Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan Polrestabes Surabaya,Mas Fery selaku pemilik
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya bengkel modifikasi kendaraan bermotor dan Mas
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan Heru pemilik kendaraan modifikasi. Jenis data yang
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, digunakan berupa berupa data primer dan data
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, sekunder. Pengertian data primer sendiri adalah data
serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan yang diperoleh langsung dari sumber utama yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia.” berwujud pandangan, pemikiran, aspirasi, tindakan-
Peneliti telah melakukan wawancara tindakan, peristiwa-peristiwa dan hubungan-
dengananggota Kepala Bagian Urusan Operasi hubungan hukum dan kata-kata(burhan bungin, 2009)
(KBO) Kepolisian Resort Kota Besar Data dalam penelitian ini berupa data primer
Surabaya,informasi yang diperoleh bahwa aparat dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang
penegak hukum belum menemukan pelanggaran digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terkait dengan Pasal 277 UU LLAJ yang mengatur dan dokumentasi(Sugiyono, n.d.), Tehnik ini untuk
modifikasi kendaraan bermotor. Seringkali menanyakan permasalahan penelitian kepada Kepala
pelanggaran yang ditilang oleh aparat penegak Kepolisian Lalu Lintas Resort Kota Besar Surabaya,
hukum hanya kendaraan tanpa spion, ban kendaraan yaitu tentang penegakan Pasal 277 UU LLAJ serta
yang tidak sesuai standar, tidak menggunakan helm hambatan dan upayanya. Dokumentasi dipergunakan
dan tidak lengkapnya kendaraan bermotor. Aparat untuk mencari data pelanggaran lalu lintas terkait
kepolisian dalam hal menindak pelaku pelanggaran dengan Pasal 277 UU LLAJ.Data yang terkumpul
berkaitan dengan perubahan rangka kendaraan hanya selanjutnya dianalisis menggunakan metode
sebatas pengecekan kesesuaian nomor rangka dan kualitatif.
nomor mesin dengan surat-surat kendaraannya saja. Dalam peneitian ini juga teknik analisis data
Wawancara tersebut menjelaskan bahwa menggunakan menggunakan metode kualitatif.
pelanggaran terkait modifikasi kendaraan bermotor Metode kualitatif adalah cara analisis hasil penelitian
belum ditindak secara tegas, padahal di lapangan yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data
ditemukan banyak pelanggaran modifikasi kendaraan yang dinyatakan oleh informan secara tertulis
bermotor, terbukti adanya bengkel-bengkel yang maupun lisan serta juga tingkah laku yang nyata,
melakukan modifikasi tanpa adanya kewenangan yang di teliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang
sesuai dengan perundang-undangan. utuh(Fajar Mukti ND dan Ahmad Yulianto, 2015).

4
Sifat analisis secara metode kualitatif adalah analisis 4. Faktor masyarakat,
deskriptif, yakni penulis dalam menganalisis 5. Faktor kebudayaan.
memberikan data atau hasil penelitian yang langsung Faktor-faktor di atas saling berkaitan,penegakan
berasal dari informan secara nyata dan sesuai dengan hukum akan menjadi tidak berjalan sebagaimana
keadaan yang ada pada saat memperoleh penjelasan mestinya atau akan terganggu jika ada faktor yang
serta keterangan dari informan. tidak terpenuhi(Sanyoto, 2008). Problematik
penegakan hukum terletak kepada faktor-faktor yang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mempengaruhinya.
1. Problematik yang dialami oleh Kepolisan Berkaitan dengan faktor yang menghambat
(Polrestabes Surabaya) dalam menegakkan penegakan hukum Pasal 277 UU LLAJ dapat
pelanggaran modifikasi kendaraan bermotor diuraikan sebagai berikut.
yang tidak sesuai dengan Pasal 277 1. Faktor Hukum
UULLAJ. Menurut Soerjono Soekanto pada faktor
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di pertama yang harus terpenuhi adalah :
Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya disimpulkan 1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang
bahwa kepolisan belum melakukan tugasnya kehidupan tertentu sudah cukup sistematis.
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Kepolisian 2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang
yang berkaitan dengan UU LLAJ terhadap modifikasi kehidupan tertentu sudah cukup sinkron,
kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan secara hierarki dan horizontal tidak ada
dampak negatif. Hal ini juga diperkuat dengan pertentangan.
pendapat Bapak AKBP Teddy Chandra, S.I.K., M.Si. 3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-
selaku Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes peraturan yang mengatur bidang-bidang
Surabaya yang mengatakan Tindakkan yang kehidupan tertentu sudah mencukupi.
mengarah kepada uji tipe Polisi jarang melakukan 4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu
penilangan karena terlalu bertele-tele, karena polisi sudah sesuai dengan persyaratan yuridis
hanya berwenang melakukan penyidikan terhadap yang ada(Soerjono, 1983).
perkara dengan proses cepat dan lakalantas. Dikaitkan dengan Pasal 277 UU 2 Tahun 2009
Begitupun pendapat dari Bapak Brigadir LLAJ Dari keempat point diatas bila dihubungkan
Samroni selaku staf Kepala Bagian Urusan Oprasi dengan bunyi Pasal 277 UU LLAJ tersebut, maka
Satuan Lalu Lintas Polrestabes yang mengatakan pada faktor hukum masih belum sesuai tugas dan
bahwa penilangan hanya dilakukan terhadap wewenang Kepolisan yang mana disebutkan di Pasal
pelanggaran lalu lintas yang bersifat universal saja, 4 UU 2 Tahun 2002 Teentang Kepolisian. Tetapi jika
sedangkan modifikasi kendaraan bermotor tidak dikaitkan dengan pendapat Soerjono Soekanto sangat
termasuk dalam pelanggaran lalu lintas yang bersifat sesuai secara sistematis mengenai bidang-bidang
universal. Selain itu dari hasil wawancara dengan kehidupan tertentu sudah cukup sistematis.
bengkel dan konsumen mengatakan bahwa selama ini Sistematis kehidupan dapat diuraikan bahwa
masih belum adanya teguran ataupun tindakan peraturan yang tertulis diatas itu sangat diperlukan
apapun dari pihak kepolisian yang khusus menangani dalam berlalu lintas untuk mencegah terjadinya hal-
pelangggaran modifikasi kendaraan bermotor. hal yang tidak diinginkan berkaitan dengan
Berdasarkan teori yang yang dikemukakan oleh keamanan dan ketertiban berkendaraan. Kemudian
Soerjono Soekanto tentang faktor-faktor yang tujuan Pasal 277 UU 2 Tahun 2009 LLAJ adalah
mempengaruhi penegakan hukum, efektif atau untuk mengawasi praktik modifikasi kendaraan
tidaknya suatu aturan ditentukan oleh 5 (lima) faktor, bermotor dan sebagai alat untuk membatasi
yaitu : modifikasi kendaraan bermotor yang merubahbentuk
1. Faktor hukumnya sendiri asli kendaraan bermotor menjadi tidak sesuai dengan
2. Faktor penegak hukum, (aparat penegak peraturan perundang-undangan yang telah dibuat dan
hukum)
memodifikasi kendaraan bermotor secara berlebihan
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakkan hukum.

5
yang juga dapat membahayakan pengendaranya dan 4. Asas preventif, selalu menedepankan
pengendara motor lain di jalan raya. tindakan pencegahan dari pada penindakan
2. Faktor Penegak hukum (represif) kepada masyarakat.
Pada faktor kedua yang menentukan kinerja 5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas
hukum tertulis adalah aparat penegak hukum. instansi lain agar tidak menimbulkan
Bahwasanya aparat penegak hukum yang berwenang permasalahan yang lebih besar sebelum
sehingga aparat penegak hukum tersebut dapat ditangani oleh instansi yang
melakukan tugasnya dengan baik. Kehandalan dalam membelakang(Ilham, 1998).
kaitannya disini adalah meliputi keterampilan Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak
profesional dan mempunyai mental yang AKBP Teddy Chandra, S.I.K., M.Si. selaku Ketua
baik(Soerjono, 1983). Satuan Lalu Lintas Resort Kota Besar Surabaya
Aparat penegak hukum yang berwenang dalam adalah Kegiatan memodifikasi kendaraan bermotor
menerapkan dan melaksanakan Pasal 277 UU LLAJ menurut AKBP Teddy Chandra, S.I.K., M.Si.,tidak
adalah Polrestabes Surabaya. Polisi sebagai organ relevan dengan Pasal 277 UU LLAJ, karena tidak
pemerintah dengan tugas mengawasi, terjaminnya boleh berpikiran sempit dalam menegakkan undang
keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta undang. Beliau mengungkapkan bahwa pelanggaran
terbinanya ketenteraman, yang mengandung modifikasi tersebut menyangkut juga dengan Pasal
kemampuan membina serta mengembangkan potensi 285 UU LLAJ jika pelaku modifikasi tidak
dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, memenuhi ketentuan Pasal 285 dan jika ada bagian
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk yang tidak standart keamanan maka akan dikenakan
pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan sanksi tilang.
lainnya yang dapat meresahkan masyarakat(Kelana AKBP Teddy Chandra, S.I.K., M.Si.
Momo, 1984). menuturkan jika modifikasi tersebut mengarah
Dalam undang-undang dimaksud, fungsi kepada kecenderungan masyarakat merubah-ubah
kepolisian diartikan sebagai tugas dan wewenang, spesifikasi kendaraan tetapi digunakan untuk hal
sehingga fungsi kepolisian yang dimaksud dalam yang tidak berguna dan tidak bertanggung jawab, ini
Pasal 2 UU Kepolisian menyebutkan bahwa : fungsi termasuk dalam ranah penindakan represif.
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Tindakkan yang mengarah kepada uji tipe, Polisi
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan jarang melakukan penilangan karena terlalu bertele-
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, tele sedangkan tindakan penilangan hanyalah acara
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada pemeriksaan cepat. Menurut beliau undang-undang
masyarakat. Menjalankan fungsi sebagai penegak yang mengatur tentang modifikasi kendaaran
hukum maka Kepolisian wajib memahani azas-azas bermotor diatur Pasal 277 UU 22/2009 LLAJ,
yang perlu digunakan sebagai bahan pertimbangan penyidik Laka Lantas tidak berwenang dalam kasus
dalam pelaksanaan tugas yaitu sebagai berikut : modifikasi kendaraan bermotor, karena
1. Asas Legalitas, dalam melaksankan tugas penyidikannya bersifat acara biasa sedangkan
dan kewenanganya sebagai aparat penegak Satlantas hanya memiliki penyidik untuk unit laka
hukum wajib tunduk pada hukum. lantas.
2. Asas kewajiban, merupakan kewajiban Kesimpulannya bahwa apparat kepolisan
Kepolisian dalam menangani Polrestabes Surabaya belum melakukan tugasnya
permasalahan masyarakat. sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Kepolisian
3. Asas partisipasi, dalam rangka yang berkaitan dengan UU LLAJ terhadap modifikasi
mengamankan lingkungan masyarakat kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan
polisi mengkoordinasikan pengamanan dampak negatif. Hal ini juga diperkuat dengan
Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan pendapat Bapak AKBP Teddy Chandra, S.I.K.,
hukum di kalangan masyarakat. M.Si.,selaku Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes
Surabaya yang mengatakan Tindakkan yang
mengarah kepada uji tipe Polisi belum pernah
melakukan penilangan karena terlalu bertele-tele,

6
polisi hanya berwenang melakukan penyidikan merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor
terhadap perkara dengan proses cepat dan lakalantas. yang menyebabkan perubahan tipe, kereta
Begitupun pendapat dari Bapak Brigadir Samroni gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus
selaku staf Kepala Bagian Urusan Oprasi Satuan Lalu yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak
Lintas Polrestabes yang mengatakan bahwa memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud
penilangan hanya dilakukan terhadap pelanggaran dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana
lalu lintas yang bersifat universal saja, sedangkan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
modifikasi kendaraan bermotor tidak termasuk dalam banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta
pelanggaran lalu lintas yang bersifat universal. Selain rupiah)."
itu dari hasil wawancara dengan bengkel dan Pihak kepolisian yang belum pernah melakukan
konsumen mengatakan bahwa selama ini masih penindakan ini, membuat pelanggar tidak menjadi
belum ada teguran ataupun tindakan apapun dari jera. Dalam melakukan tindakan penilangan pihak
pihak kepolisian yang khusus menangani kepolisian hanya melakukan tindakkan penilangan
pelangggaran modifikasi kendaraan bermotor. dengan acara pemeriksaan cepat seperti memeriksa
Dari hasil penelitian di Kepolisian Resort Kota surat kendaraan bermotor dan surat ijin mengemudi,
Besar Surabaya (Polrestabes) menunjukkan bahwa seharusnya Polisi dalam melakukanpenilangan lebih
kinerja kepolisian dalam melakukan tugas cermat dan teliti seperti halnya memerikasa atau
sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU No 2 menyesuaikan nomor rangka dan nomor mesin
Tahun 2002 Tentang kepolisan pelanggaran lalu apakah sesuai dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan
lintas terhadap modifikasi kendaraan bermotor yang Bermotor (STNKB).
tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undang Berkaitan dengan tugas dan wewenang
pasal 277 Undang – Undang No 22 Tahun 2009 Kepolisan hal ini harus dijalankan dengan
Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan masih belum sebagaimana mestinya agar tujuan Kepolisan yang
maksimal. Dikarenakan kegiatan penilangan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pihak kepolisian belum terlaksana, berjalan dengan baik, dalam Pasal 4 UU No. 2
penilangan yang dilakukan tidak secara detail Tahun 2002 disebutkan juga bahwa kepolisian
sehingga banyak pemilik dan pengendara kendaraan bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum
bermotor yang tidak mematuhi ketentuan dalam serta terbinannya ketentraman masyarakat dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang rangka terpeliharanya keamanaan negara,
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Terutamaterhadap terselenggaranya fungsi pertahannan dan keamanan
Modifikasi kendaraan bermotor yang dirubah dan negara, tercapainya tujuan nasional dengan
tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini menjunjung fungsi hak asasi manusia
dibuktikan dengan hasil observasi yang peneliti terlaksana(Ilham, 1998).
lakukan di beberapa bengkel modifikasi kendaraan 3. Faktor Sarana atau Fasilitas
bermotor dan sekaligus juga pemilik dari kendaraan Sehubungan dengan sarana dan prasarana yang
bermotor (bengkel 19 Garage dan pemilik kendaraan dikatakan dengan istilah fasilitas ini, Soerjono
modifikasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Soekanto menjabarkan faktor -faktor tertentu dari
kendaraan yang dimodifikasi meliputi perubahan prasarana, dimana prasarana tersebut harus secara
rangka yang terlalu ekstrim sehingga berubah jauh jelas memang menjadi bagian yang memberikan
dari model bentuk kendaraan aslinya yang menjadi kontribusi untuk kelancaran tugas-tugas aparat
tidak sesuai Agen Tunggal Pemegang Merek penegak hukum di tempat atau lokasi kerjanya.
(ATPM) tetapi tidak ditindak. Adapun elemen-elemen tersebut adalah :
Aparat Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya 1. Prasarana yang telah ada apakah telah
(Polrestabes) belum pernah menindak pelaku terpelihara dengan baik.
pelanggaran terhadap modifikasi kendaraan bermotor 2. Prasarana yang mengalami kemunduran
yang melanggar Pasal 277 UU LLAJ yang berbunyi: fungsi perlu ditingkatkan lagi fungsinya
"Setiap orang yang memasukkan Kendaraan 3. Prasarana yang belum ada perlu diadakan
Bermotor, keretagandengan, dan kereta tempelan ke dengan memperhitungkan angka waktu
dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, pengadaannya.

7
4. Prasarana yang rusak perlu segera berkreasi dan menjadikan sumber kehidupan yang
diperbaiki. menjanjikan.
5. Prasarana yang kurang perlu segera 5. Faktor Kebudayaan
dilengkapi. Pada faktor kebudayaan, berdasarkan konsep
6. Prasarana yang macet perlu segera kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering
dilancarkan fungsinya(Soekanto, 1983). membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan
Untuk sarana dan prasarana yang terdapat di menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang
Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya berdasarkan sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu
hasil penelitian di tempat tesebut sudah lengkap dan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana
tidak ada masalah. Dimana sarana dan prasarana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan
yang ada telah terpelihara dengan baik dan cukup sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang
lengkap yang berkaitan dengan sarana dan prasarana lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu
lalu lintas meliputi registrasi dan identifikasi garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan
kendaraan bermotor, penyajian data lalu lintas dan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan
angkutan jalan,pengujian dan penerbitan SIM apa yang dilarang(Ali, 2010).
kendaraan bermotor, pengendalian sistem informasi Penegakan hukum memang bergantung pada
dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan, mobil kebudayaan yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan
patroli lalu lintas (pengawalan dan pengamanan), dan penelitian, masyarakat kota Surabaya tingkat
sarana dan prasarana dalam penanganan kecelakaan kepatuhan terhadap perturan lalu lintas sangat rendah.
lalu lintas.Jadi untuk sarana dan prasarana tidak Hal ini dapat dilihat dari penerapan Pasal 277 UU 22
merupakan hambatan dalam penegakkan hokum yang Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
berkaitan dengan modifikasi kendaraan bermotor. berkaitan dengan modifikasi kendaraan bermotor
4. Faktor Masyarakat yang mana masih banyak masyarakat tidak tertib
Kemudian ada beberapa faktor yang tergantung dari berlalu lintas seperti memodifikasi kendaraan yang
kondisi masyarakat, yaitu : tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
1. Faktor penyebab masyarakat tidak Walaupun dianggap sepele, seharusnya terhadap
mematuhi peraturan walaupun peraturan modifikasi kendaraan bermotor yang sudah diatur
sangat baik dan aparat sudah sangat dalam Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 52 Undang-
berwibawa. Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
2. Faktor penyebab masyarakat tidak dan Angkutan Jalan. Maka jika ada pelanggaran
mematuhi peraturan, walaupun petugas harus tetap ditegakkan. Selain dalam Peraturan
atau aparat berwibawa serta fasilitas Perundang-Undang di dalam PP Nomor 55 Tahun
mencukupi(Soekanto, 1983). 2012 Tentang Kendaraan juga mengatur modifikasi
Ada beberapa faktor masyarakat dalam kendaraan bermotor.
memodifikasi kendaraan bermotor diantaranya faktor
yang pertama berasal dari tingkat kreatifitas individu 2. Upaya Untuk Mengatasi
masyarakat tersebut, kemudian faktor yang kedua Hambatan Penegakan Pasal277 UU 22/2009
adalah faktor gaya hidup yang ingin mengikuti trend Tentang LLAJ.
memodifikasi kendaraan. Faktor masyarakat Dalam rangka penegakan hukum sangat
selanjutya dari segi pemilik bengkel modifikasi dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat dalam
kendaraan bermotor karna individu tersebut pelaksanaan fungsinya yang saling berkaitan dengan
mempunyai keahlian serta berkompeten dalam beberapa situasi dan kondisi masyarakat
memodifikasi kendaraan.Keahlian itulah yang setempat.Dalam praktik penegakan hukum, pihak
digunakan dan dimanfaatkan sebagai mata Kepolisian menghadapi berbagai kendala, baik yang
pencaharian yang menjanjikan. Hasilwawancara bersifat operasional maupun prosedural.
dengan Mas Ferry sebagai pemilik bengkel juga Berkenaan dengan hal tersebut, faktor-faktor
sebagai pemodifikator atau perakit kendaraan yang mempengaruhi proses penegakan hukum ialah:
bermotor juga menegaskan bahwa apa yang 1. Faktor hukumnya sendiri;
dilakukannya karena keahliannya, shg dia ingin

8
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihakpihak b. Menegakkan hukum; dan
yang membentuk maupun menerapkan c. Memberikan perlindungan,
hukum; pengayoman, dan pelayanan kepada
3. Faktor sarana atau fasilitas; masyarakat.
4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana 4. Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002, mengatur
hukum terasebut berlaku atau diterapkan; mengenai pelaksanaan tugas pokok sesuai
5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil yang dimaksud Pasal 13 UU No. 2 Tahun
karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada 2002, bertugas:
karsa manusia dalam pergaulan hidup. a. melaksanakan pengaturan,
Menurut Undang-Undang No. 2Tahun 2002 penjagaan, pengawalan, dan patroli
Tentang Kepolisian Negara Republik IndonesiaPasal terhadap kegiatan masyarakat dan
4yang berbunyi : "Kepolisian Negara Republik pemerintah sesuai kebutuhan;
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan b. menyelenggarakan segala kegiatan
dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dalam rangka menjamin keamanan,
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya ketertiban, dan kelancaran lalu
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, lintas di jalan;
dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya c. membina masyarakat untuk
ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi meningkatkan partisipasi
hak asasi manusia." masyarakat, kesadaran hukum
Undang-undang No. 2 tahun 12002 Pasal 4 telah masyarakat serta ketaatan warga
menerangkan bahwa Kepolisian harus melakukan masyarakat terhadap hukum dan
tugas sebagaimana mestinya diatur dalam peraturan peraturan perundangundangan;
tersebut yang berkaitan dengan Pasal UU LLAJ. d. turut serta dalam pembinaan
Peranan Polri yang diuraikan di atas adalah sejalan hukum nasional;
dengan fungsi Kepolisian yang ditetapkan dalam UU e. memelihara ketertiban dan
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian sebagai menjamin keamanan umum;
berikut: f. melakukan koordinasi, pengawasan,
1. Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 fungsi dan pembinaan teknis terhadap
Kepolisian adalah : “salah satu fungsi kepolisian khusus, penyidik
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan pengawai negeri sipil, dan bentuk-
kemanan dan ketertiban masyarakat, bentuk pengawasan swakarsa;
penegak hukum, perlindungan, pengayoman, g. melakukan penyelidikan dan
dan pelayanan kepada masyarakat”. penyidikan terhadap semua tindak
2. Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002, pidana sesuai dengan hukum acara
“Kepolisian Negara Republik Indonesia pidana dan perundang-undangan
merupakan alat negara yang berperan dalam lainnya.
memelihara keamanan dan ketertiban Apabila penegak hukum dianggap sebagai orang
masyarakat, menegakkan hukum, serta yang paling mengetahui akan suatu aturan, dengan
memberikan perlingdungan, pengayoman, demikian apa yang dilakukan aparat penegak hukum,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam maka akan menjadi teladan bagi masyarakat. Namun
rangka terpeliharanya keamanan dalam apabila aparat penegak hukum memberi teladan yang
negeri”. salah maka akan membuat masyarakat tidak tunduk
3. Dalam rangka melaksanakan pada hukum. Oleh karena itu, timbul faktor
ketentuanketentuan dalam Pasal 5 UU No. 2 kesengajaan masyarakat untuk melanggar peraturan
Tahun 2002, maka sesuai dengan Pasal 13 lalu lintas, yang disebabkan:
UU No. 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara 1. Penindakan aparat penegak hukum hanya
mempunyai tugas pokok: memberikan teguran kepada pelanggar,
a. memelihara keamanan dan sehingga pelanggar mengabaikan Undang-
ketertiban masyarakat; undang tersebut Khususnya UU LLAJ.

9
2. Kurang sosialisasi hukum kepada 2 UU Kepolisian disebutkan bahwa Polisi
masyarakat. wajib melakukan penegakan hukum
3. Kurangnya sikap tegas kepada para terhadap pelaku modifikasi kendaraan yang
pelanggar lalu lintas. tidak sesuai dengan peraturan perundang-
4. Pemberian surat tilang kepada pelanggar, undangan.
tidak langsung diproses di pengadilan. 2. Upaya yang dilakukan oleh Aparat
5. Aparat penegak hukum hanya memberikan Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya
kebijaksanaan di jalan. kepada pelaku modifikasi kendaraan
Hukum harus dilaksanakan atau ditegakkan, bermotor yang tidak sesuai dengan Pasal 277
Dengan kata lain penegakan hukum harus UU LLAJ belum tampak sama sekali.
diperhatikan demi terciptanya kepastian
hukum(Soekanto, 2004). Saran
Kepastian hukum ini merupakan perlindungan Berdasarkan dengan problematik yang dialami
bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang- oleh Aparat Kepolisan (Polrestabes Surabaya) terkait
wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat Pasal 277 UU LLAJ maka peneliti memberikan saran
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan berupa:
tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian 1. Kepada pihak Kepolisian
hukum karena dengan adanya kepastian hukum,  Pihak kepolisian seharusnya
masyarakat akan lebih tertib. Hal ini yang tidak melakukan sosialisasi kepada
bolehdilupakan. Penegakan hukum akan menciptakan masyarakat mengenai peraturan
keadilan. modifikasi kedaraan bermotor dan
Upaya mengatasi hambatan penegakan hukum juga prosedur uji tipe kendaraan
yang dilakukan oleh pihak kepolisian perlu ditunjang bermotor yang dimodifikasi
dengan adanya kerja sama pihak yang berkompeten sebagaimana diatur dalam Pasal
dalam bidang modifikasi kendaraan bermotor seperti 277 UU LLAJ sehingga tindak
Dinas Perhubungan dan ATPM. Dari segi penegak pidana modifikasi kendaraan
hukumnya harus lebih sering malakukan sosialisasi bermotor ini bisa diminimalisai dan
aturan tentang modifikasi kendaraan bermotor dapat mengurangi dampak negatif
sehingga dapat meminimalisir pelanggaran dalam dari modifikasi kendaraan bermotor
berkendaraan di jalan raya. di Surabaya.
 Pihak Satlantas Kepolisian Resort
PENUTUP Kota Besar Surabaya hendak lebih
Simpulan giat dalam memberikan himbauan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait masalah modifikasi
tentang problematika yang dihadapi oleh Kepolisian kendaraan bermotor yang tertulis
Resort Kota Besar surabaya terhadap modifikasi dalam Pasal 277 UU 22 Tahun
kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan 2009 LLAJ.
ketentuan perundang-undangan, maka kesimpulan  Pihak Kepolisian lebih aktif lagi
dalam penelitian ini adalah: dalam menjalankan tugasnya,
1. Penegakan hukum terhadap modifikasi sehingga ketika terjadi tindak
kendaraa bermotor yang tidak sesuai dengan pidana modifikasi kendaraan
peraturan perundang-undangan Pasal 277 bermotor lebih cepat
UU LLAJ perlu dikaji kembali yang menjadi menanganinya, kemudian
hambatan penegakan hukum baik dari segi ditambahnya personil Kepolisian
penegak hukum yaitu kepolisian maupun khusus menangani kasus modifikasi
pelaku modifikasi kendaraan bermotor, kendaraan bermotor guna
karena mereka tidak mengetahui dan paham memperlancar proses penyidikan
mengenai isi dari peraturan perundang- dan penyelidikan.
undangan tersebut. Penjelasan Pasal 13 poin

10
3. Pemilik kendaraan bermotor dalam
melaksanakan modifikasi kendaraan
bermotor hendaknya memodifikasi
motornya sesuai dengan peraturan yang
berlaku demi keselamatan.
4. Bengkel modifikasi hendaknya tidak
melakukan modifikasi kendaraan bermotor
sebelum mendapatkan ijin sesuai aturan
yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, A. (2010). Menguak Teori Hukum dan Teori
Peradilan Vol. 1. Kencana, Jakarta.
burhan bungin. (2009). Analisis Data Peneltian
Kualitatif.
Fajar Mukti ND dan Ahmad Yulianto. (2015).
Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris.
Ilham, B. (1998). Sisten Hukum Indonesia, jakarta:
Grafindo Persada.
Kelana Momo. (1984). Hukum Kepolisian.
Perkembangan di Indonesia Suatustudi
Histories Komperatif.
Nomor, U. U. R. I. (2009). Tahun 2009 Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. 22 Juni 2009. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun.
Sanyoto, S. (2008). Penegakan Hukum di Indonesia.
Jurnal Dinamika Hukum, 8(3), 199–204.
Soekanto, S. (1983). Faktor-faktor yang
mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali.
Soekanto, S. (1990). Polisi dan lalu lintas: analisis
menurut sosiologi hukum. Mandar Maju.
Soekanto, S. (2004). Sanksi dan Efektivitas Sanksi.
Cetakan Kelima, Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Soerjono, S. (1983). Penegakan Hukum. Bandung:
Binacipta.
Sugiyono, P. (n.d.). Dr.(2017), Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
R&D. Cetakan Ke-25. Bandung: CV Alfabeta.
Republik Indonesia. Undang-Undang 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Republik Indonesa
(Lemgaga Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tamabahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4168)
Republik Indonesia 2009. Undang-Undang 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaga Negara
Republik Indonesia Nomor 5025)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55
Tahun 2012 Tentang Kendaraan (Lebaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5317)

11

Anda mungkin juga menyukai