Anda di halaman 1dari 25

a.

Tujuan buku pedoman


Tujuan disusunnya buku pedoman ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai tata cara atau langkah-langkah dalam melakukan ekspor ikan tuna ke
Uni Eropa diawali dari pemenuhan persyaratan dokumen, kualitas serta
pengemasan ikan tuna sampai proses pengiriman ikan tuna.

b. Latar belakang tuna di Indonesia


Sumber daya kelautan dan perikanan merupakan salah satu potensi sumber
daya alam yang sangat besar dan mendapatkan perhatian yang serius di Indonesia.
Secara singkat, dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari laut, memiliki pulau
sebanyak lebih dari 17.000 serta garis pantai sepanjang 81.000 km. Pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019
menekankan bahwa fokus terbesar diberikan pada bidang kelautan yang di
dalamnya adalah perikanan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumber
kekayaan laut secara berkelanjutan (Bappenas, 2014). Selama ini sektor perIkanan
dianggap telah teruji sebagai sektor yang mampu bertahan dalam situasi krisis, baik
ekonomi, finansial maupun moneter serta mampu menyediakan bahan pangan
penting bagi masyarakat, sumber pendapatan serta sekaligus menyerap tenaga
kerja dalam jumlah yang cukup signifIkan.
Sektor perikanan memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan
ekonomi di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, China dan
negara-negara Eropa. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Fauzi (2010) bahwa
sektor perIkanan dibeberapa negara di dunia telah menjadi sumber “energi”
pertumbuhan ekonomi dan juga menjadi “mesin pertumbuhan” ekonomi regional.
Hal ini pun terjadi di Indonesia, dimana sektor perIkanan terus memberIkan
peningkatan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga pemerintah
memberIkan perhatian lebih. Perhatian tersebut diimplementasIkan melalui
dukungan kebijakan fiskal dan non fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, terutama nelayan (Samosir, 2014). Hal tersebut menegaskan
bahwa sumber daya perIkanan adalah aset penting negara yang jika dikelola
dengan baik akan memberIkan manfaat yang maksimum bagi masyarakat ( Fauzi
dan Anna, 2002).
Salah satu jenis sumber daya ikan yang memiliki potensi besar di Indonesia
adalah dari kelompok Ikan pelagis besar antaranya adalah Tuna, Tongkol dan
Cakalang. Indonesia memegang peranan penting dalam perikanan Tuna, Tongkol
dan Cakalang di dunia. Pada tahun 2011 produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang
dunia sebesar 6,8 juta ton dan meningkat menjadi lebih dari 7 juta ton pada tahun
2012 dengan rata-rata produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang periode tahun 2005-
2012 sebesar 1.033.211 ton (KKP, 2015). Indonesia telah memasok lebih dari 16%
produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia. Pada tahun 2013, volume ekspor
Tuna, Tongkol dan Cakalang mencapai sekitar 209 410 ton dengan nilai USD
764,8 juta (KKP, 2014). Disamping itu, Indonesia juga merupakan negara
kontributor produksi terbesar diantara 32 negara anggota Indian Ocean Tuna
Commission (IOTC) dengan rata-rata produksi tahun 2009 – 2012 sebesar 356.862
ton per tahun ( KKP, 2015).
c. Potensi pasar ekspor tuna
Peluang pasar perikanan tuna Indonesia di pasar ekspor (sisi hilir) tentunya
tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku komoditas tuna yang ada di perairan
laut Indonesia (sisi hulu). baik dari sisi kuantitas maupun kualitas bahan baku
komoditas tuna sehingga dapat memberikan kontribusi positif terhadap market
share komoditas tuna Indonesia di pasar ekspor. Market share komoditas ini diukur
dengan melihat seberapa besar peluang perikanan tuna Indonesia di pasar ekspor
tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja perikanan tuna Indonesia.
Oleh karena itu perlu adanya jaminan agar ekspor komoditas tuna tersebut
tetap konsisten dan mengalami peningkatan. Dalam menjaga dan mempertahankan
konsistensi ekspor perikanan tuna Indonesia dan meningkatkan market share nya
pada Negara tujuan, diperlukan aspek ketelusuran bahan baku komoditas tuna yang
diekspor yang meliputi aspek pasar ekspor, komoditas, daerah ekspor, daerah asal,
jenis armada penangkapan dan jenis alat tangkap. Ketertelusuran merupakan
kemampuan suatu sistem untuk mengenali dan menelusuri suatu produk dari hulu
sampai hilir yaitu mulai pada setiap tahapan produksi, pengolahan maupun
pemasaran. Tujuannya adalah untuk mencatat/ mendokumentasikan produk mulai
dari bahan baku sampai kepada konsumen (from farm to fork). Pada prakteknya,
implementasi sistem ketertelusuran pada produk perikanan di Indonesia masih
terbatas pada produk hasil industri maupun produk ekspor (Dwiyitno, 2009).

Persyaratan dan regulasi ekspor tuna


a. Persyaratan ekspor tuna sesuai regulasi Uni Eropa dan Indonesia
c. Prosedur perizinan/badan hukum ekspor tuna

Unit pengolahan ikan yang akan melakukan perdagangan ekspor wajib memiliki
dokumen untuk mendirikan usaha dan menjadi persyaratan ekspor. Dokumen yang
wajib dimiliki unit pengolahan ikan sebagai persyaratan ekspor mengacu pada
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) tahun 2014 yaitu sebagai
berikut:

1. Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)

Syarat pertama untuk mendirikan unit pengolahan ikan yaitu


sertifikat kelayakan pengolahan (SKP). Dokumen tersebut menandakan
bahwa unit pengolahan ikan mempunyai tempat pengolahan ikan yang telah
memenuhi standar kelayakan dasar penanganan/pengolahan ikan atau Good
Manufacturing Practices (GMP), dan menerapkan prosedur operasi sanitasi
standar atau Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Prosedur
pengajuan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yaitu:

1) Memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP), Surat Izin Usaha


Perdagangan (SIUP), akta notaris pendirian usaha pengolahan.
2) Memiliki perjanjian sewa menyewa untuk melakukan penyewaan.
3) Memiliki dokumen dan menerapkan GMP dan SSOP.
4) Melakukan proses produksi minimal 12 hari kerja dalam 1 bulan.
5) Unit pengolahan ikan memiliki tempat pengolahan, pengemasan,
dan penyimpanan.
6) Mempunyai sekurang kurangnya 1 penanggung jawab mutu yang
punya SPI (Sertifikat Penanganan Ikan).

2. Sertifikat Kesehatan Produk Ikan (Health Certificate)


Dokumen ini dibuat jika negara importir mengharuskan dan
meminta pelengkapan Sertifikat Kesehatan Produk Ikan (Health
Certificate). Uni Eropa merupakan importir yang mewajibkan Sertifikat
Kesehatan Produk Ikan yang berguna untuk menjamin keamanan produk
untuk pencegahan hama dan penyakit ikan. Lembaga yang mengeluarkan
Sertifikat Kesehatan Produk Ikan (Health Certificate) yaitu Badan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Perikanan di pelabuhan
setempat. Prosedur pengajuan Sertifikat Kesehatan Produk Ikan (Health
Certificate) yaitu:

1) Unit pengolahan ikan mengajukan permohonan kepada lembaga


sertifikasi.
2) Lembaga sertifikasi melakukan evaluasi.
3) Pengujian dilakukan di laboratorium yang terakreditasi dan diakui
internasional
4) Petugas sertifikasi melakukan pengecekan ke unit pengolahan ikan.

3. Sertifikat Penerapan HACCP

Dokumen ini menjadi syarat wajib bagi unit pengolahan ikan untuk
melakukan perdagangan ekspor. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.PER.19/MEN/2010 tentang Pengendalian Jaminan Mutu Dan
Keamanan Hasil Perikanan menyatakan perlu upaya pencegahan bahaya
yang dilakukan sejak pra produksi hingga pemasaran maka, unit pengolahan
ikan harus memiliki surat keterangan validasi HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Points) dari Balai Keamanan Ikan dan Pengendalian Mutu.
Uni Eropa sendiri mewajibkan unit pengolahn ikan memiliki dokumen
HACCP grade A. Prosedur pengajuan HACCP yaitu:

1) Memiliki unit pengolahan sesuai jenis produk ikan.


2) Mempekerjakan sekurang kurangnya 1 penanggung jawab mutu
yang punya Sertifikat Penanganan Ikan (SPI).
3) Unit pengolahan ikan yang melakukan proses suhu tinggi memiliki
operator khusus.
4) Memiliki penerapan HACCP sesuai jaminan mutu.
5) Melakukan produksi aktif.
6) Unit pengolahan ikan mengajukan surat permohonan kepada kepala
Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Perikanan
(BKIPM) dengan melengkapi panduan mutu berdasarkan HACCP,
fotokopi identitas pemohon.
7) Fotokopi Nomer Peserta Wajib Pajak (NPWP), fotokopi Sertifikat
Kelayakan Pengolahan (SKP), surat pernyataan melakukan produksi
aktif dan penerapan HACCP.
4. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

Produk yang diekspor wajib membayar pajak ekspor dengan


mengisi formulir Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di bea dan cukai.
Pemberiahuan Ekspor Barang berisi tentang adanya transaksi ekspor seperti
volume barang, ukuran barang, jenis barang, harga barang per satuan,
kondisi barang, harga barang, nama perusahaan pengangkut, nama kapal
pengangkut. Eksportir harus mengisi Pemberitahuan Ekspor Barang dengan
lengkap dan mengajukannya kepada kantor Pabean dengan pelampiran
sebagai berikut:

1) LPS-E barang ekspor diperiksa oleh surveyor.


2) Copy Surat Tanda Bukti Setor (STBS) atau Surat Sanggup Bayar
(SSB).
3) Copy invoice dan copy packing list.
4) Pelunasan Pungutan Negara Dalam Rangka Ekspor (PNDRE)
diajukan ke bank devisa.

5. Surat Keterangan Asal

Dokumen ini digunakan sebagai bukti bahwa barang yang diekspor


berasal dari Indonesia. Surat Keterangan Asal berguna untuk mendapatkan
kemudahan bea masuk oleh importir yang telah melakukan kerja sama
dengan Indonesia. Dokumen ini diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Asal untuk Barang
Asal Indonesia bahwa permohonan penerbitan SKA harus dilengkapi
dengan scan dokumen asli:

1) Pemberitahuan Ekspor Barang (PIB).


2) Bill of lading (B/L).
3) Invoice.
4) Packing list.
5) Perhitungan struktur biaya proses produksi.

6. Nomor Induk Berusaha (NIB)

Menurut PP No. 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan usaha


terintegrasi secara elektronik dan memperhatikan kesiapan Online Single
Submission (OSS). Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan
pelayanan izin usaha dengan mendaftarkan diri secara online dan mengisi
Online Single Submission (OSS). Berikut prosedur pengisian Online Single
Submission (OSS):

1) Membuat user-ID.
2) Login ke sistem Online Single Submission (OSS): dengan
menggunakan user[1]ID.
3) Mengisi data untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).
4) Melakukan proses untuk memperoleh izin dasar, izin usaha, izin
komersial atau operasional untuk usaha baru dan melanjutkan proses
untuk mendapatkan izin usaha yang belum dimiliki atau
mengembangkan usaha, memperbarui data perusahaan.

7. Registrasi eksportir/ Approval number

Persyaratan untuk mendapatkan Approval number diberikan jika


Indonesia terdaftar dalam beberapa organisasi terkait kelestarian
lingkungan dan sumberdaya ikan tuna serta keamanan pangan yang menjadi
persyaratan Uni Eropa. Berikut persyaratan ekspor Uni Eropa yang harus
dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia

Tabel Persyaratan ekspor ke Uni Eropa

Persyaratan Uni Eropa

Sustain-ability Big Eye Statistical Document, IOTC, COO, ECO LABEL CDS, SBT-
CCSBT, ICCAT, MSC

Third Party GLOBALGAP, ISO 22000, BRC, ECO LABEL, SQF


Certification

Traceability Catch Certification

Third party certification menandakan bahwa perusahaan mematuhi


standar khusus keselamatan, kualitas, kinerja, pengujian, inspeksi fasilitas
untuk pembuatan suatu produk. Sertifikasi ini semakin banyak digunakan
untuk agribisnis di Uni Eropa (Veiros et al. 2009). Hal tersebut dikarenakan
Uni Eropa fokus dalam keamanan pangan dan perlindungan kesehatan bagi
penduduknya.

Traceability menjadi persyaratan ekspor ke Uni Eropa untuk


pelacakan produk mencegah tejadi bahaya pangan (Departemen
Perdagangan 2008). Hal tersebut merupakan tanggung jawab bagi industri
ekspor tuna ke Uni Eropa (Kemendag 2015). Indonesia memiliki Catch
certification berupa Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) untuk menjaga
ketelusuran produk ikan yang akan diekspor. Catch certification harus
dimiliki oleh kapal, supplier dan unit pengolahan ikan yang akan melakukan
ekspor (Febrianik et al. 2017). Pembuatan SHTI tidak hanya untuk kapal
yang berukuran besar diatas 20 GT atau kapal skala industri saja, tetapi
kapal yang berukuran kurang dari 20 GT yang memiliki hasil tangkapan
dengan kualitas ekspor juga dapat melakukan pembuatan SHTI.

Kualitas tuna untuk ekspor


a. Standar kualitas tuna untuk ekspor
Standar produk perikanan telah menjadi fokus studi dalam beberapa tahun
terakhir. Pelaku usaha, baik eksportir maupun importir, untuk produk tuna dan
cakalang menganggap standar sangat penting karena merupakan prasyarat untuk
dapat memasarkan produk mereka. Penandaan atau pelabelan standar juga penting
sesuai dengan permintaan pembeli di negara tujuan ekspor. Beberapa SNI yang
dijadikan acuan dalam manual HACCP antara lain SNI 01- 2733.1-2006 tentang
Cakalang Beku, SNI 01- 4485.1-2006 tentang Tuna steak beku, SNI 01- 4104.1-
2006 tentang Tuna loin beku, SNI 01- 2710.1-2006 tentang Tuna beku, dan SNI 01-
4104.1-2006 tentang Tuna loin beku. Terdapat perbedaan kualitas tuna untuk
diekspor yang dibagi kedalam bererapa grade mulai dari AAA sampai dengan D,
berikut disajikan tabel beberapa grade pada tuna.
Tabel 1. Grade pada tuna dan ciri-ciri khususnya
Ciri Khusus
No Tingkatan Pelangi
Grade Daging Minyak Warna Sashi/
Bolong

1 AAA Kenyal Banyak Merah Tidak ada Tidak ada


minyak terang
cerah segar

2 AAF Kenyal Banyak Merah Tidak ada Tidak ada


minyak terang agak
cerah segar

3 AF Kenyal Ada Merah Tidak ada Tidak ada


minyak terang
lumayan sangat
banyak segar

4 AA Kenyal Ada Merah Tidak ada Tidak ada


minyak terang
sedikit

5 A+ Kenyal Ada Merah Tidak ada Tidak ada


minyak
sedikit

6 A Kenyal Ada Merah Tidak ada Tidak ada


minyak
lebih
sedikit dari
grade A+

7 A- Kenyal Ada merah / Tidak ada Tidak ada


minyak terang
sedikit

8 B+ Kenyal Tidak ada Merah Tidak ada Pelangi ada


minyak/le sedikit dan tipis
mak redup

9 B Kenyal Sedikit Merah Tidak ada Pelangi


Minyak agak pucat sedikit
tebal

10 B- Sedikit Minyak/Le Kondisi Tidak ada Pelangi


Kenyal mak tidak minyak tebal
ada jelek

11 Reject/C Lembek Mintak/sud Burem atau Tidak ada Pelangi


ah putih merah tebal
gelap

12 Oba/D (Daging Putih susu Tidak Merah Ada Pelangi


Hitam) pucat/daging terdapat gelap sashi/bolon tebal
mateng, minyak g
kasar, lembek
Sumber data : PPS Nizam Zachman Jakarta

Perbedaan ciri khusus ikan tuna didasarkan pada kondisi daging, banyaknya
minyak, warna daging, sashi/ bolong pada daging dan terlihatnya warna pelangi
pada daging.Ikan tuna yang memilliki kualitas bagus adalah ikan tuna yang
memiliki kondisi daging yang kenyal, banyak minyak, warna daging cerah, tidak
ada kerusakan pada daging seperti adanya sashi atau bolong dan tidak terlihat
adanya gredasi warna pelangi pada daging.Sedangkan tuna yang memiliki kualitas
yang buruk memiliki kondisi daging yang lembek/pucat, tidak ada minyak, warna
daging merah buram/gelap, ada sashi/bolong dan adanya gredasi warna pelangi
pada daging.
Tuna segar yang di ekspor memiliki grade AAA, AAF, AF, AA, A+ dan A.
Grade AAA merupakan grade tuna yang paling mahal, harga tuna grade AAA bisa
mencapai Rp. 312.000/kg. Tuna dengan grade AAA, AAF, AF jarang didapat
karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti semakin berkurangnya sumberdaya
tuna, kerusakan mutu tuna akibat penanganan mutu yang kurang baik, unit
penangkapan yang kurang memadai dan kurangnya pengetahuan nelayan terhadap
keamanan pangan. Grade tuna yang sering didapat adalah grade A, A+ dan AA.
Harga tuna grade A, A+ dan AA berkisar antara Rp. 83.200-Rp. 135.200. Tuna
dengan grade A, A+ dan AA jarang sekali dijual di pasar lokal dan hampir
semuanya di ekspor.
b. Kriteria seleksi tuna di Uni Eropa
Berdasarkan gambaran mengenai persyaratan/kriteria ekspor yang harus
dipenuhi oleh UPI agar produknya dapat diterima oleh negara tujuan yaitu
diantaranya persyaratan ekspor yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
dokumen, kualitas dan keamanan (quality and safety), keberlanjutan (sustanability),
sertifikat pihak ketiga (third party certification) dan ketelusuran (traceability).
Berikut beberapa peraturan persyaratan ekspor tuna tujuan Uni Eropa.

Tabel 2. Persyaratan/kriteria ekspor tuna


No Persyaratan Negara Tujuan (Uni Eropa)

1 Quality and Safety ● GMP-SSOP, HACCP


● HC gabungan (karantina dan mutu) dari aplikasi
TRACES berdasaran regulasi (EU) 2019/628
● Memiliki nomor registrasi (Approval Number)

2 Sustainability ● Big Eye Statistical Document (IOTC)


● CDS (SBT-CCSBT)

3 Third Party Certification ● ISO 22000


● MSC

4 Traceability Catch Certification (SHTI)


Sumber : PPSNZJ

1.Kualitas dan keamanan (quality and safety)


Kualitas dan keamanan (quality and safety) adalah suatu pengelolaan
perikanan untuk menjamin mutu dan keamanan pangan di tingkat internasional
maupun nasional karena telah banyak menarik perhatian banyak konsumen di
berbagai negara termasuk Indonesia. Pengelolaan tersebut didasarkan adanya
kekhawatiran kurang amannya suatu produk makanan yang dapat mengakibatkan
terganggunya kesehatan manusia karena adanya beberapa kemungkinan baik dari
aspek biologi, kimia, maupun fisik, seperti kontaminasi mikroba, kerusakan
makanan itu sendiri atau adanya zat-zat atau bahan kimia tertentu yang sengaja
maupun tidak ditambahkan ke dalam suatu produk makanan dengan berbagai tujuan
seperti: sebagai bahan pengawet, pewarna, pengemulsi, penstabil, penyedap rasa,
dan antioksidan yang berlaku pada semua negara tujuan (Riyadi 2006).
Kriteria untuk ekspor tuna ke uni eropa memiliki beberpa persyaratan,
pertama kualitas dan keamanan (quality and safety) oleh negara Uni Eropa sama
dengan Amerika Serikat, dan Jepang yaitu eksportir sudah memberlakukan cara
mengolah ikan yang baik dan sesuai dengan syarat-syarat prosedur operasi sanitasi
standar (SSOP/Standard Sanitation Operating Procedure), dan penerapan HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Points). Hal tersebut dibuktikan UPI yang
telah memperoleh dan sertifikat HACCP dan Sertifikat Kelayakan Pengolahan
(SKP).
Persyaratan kedua kualitas dan keamanan (quality and safety) produk tuna
yang diekspor UPI ke Uni Eropa adalah sertifikat kesehatan (Health
Certificate/HC). Dalam Surat Keputusan Kepala BKIPM Nomor 59 Tahun 2016
disebutkan untuk ekspor tujuan negara Uni Eropa, proses sertifikasinya memakai
TRACES (Trade Control and Expert System) yakni sertifikasi pada perdagangan
hewan hidup, aplikasi online multilingual untuk pengendalian, produk non hewan
dan asal hewannya yang dieksporkan ke Uni Eropa melalui sistem tersebut, Otoritas
Kompeten dan UPI bisa memperoleh informasi tentang produk yang mana jika
terdapat bahaya/ancaman/ mengenai consignment bisa diatasi secara terkoordinasi,
tepat, dan cepat.
Persyaratan ketiga kualitas dan keamanan (quality and safety) produk tuna
yang diekspor UPI ke Uni Eropa, harus memiliki nomor registrasi eksportir
(approval number). Nomor registrasi adalah nomor identifikasi yang harus dipenuhi
oleh UPI sebelum melakukan ekspor ke Negara Uni Eropa. Selain Uni eropa,
negara yang mengharuskan nomor registrasi Norwegia, Rusia, Vietnam, China,
Korea, dan Kanada. Untuk mendapatkan nomor tersebut, UPI wajib diregistrasikan
terlebih dahulu oleh BKIPM (Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan), yaitu Otoritas Kompeten Indonesia terhadap otoritas
kompeten negara tujuan ekspor itu sebelum diekspor hasil perikanannya.

2. Keberlanjutan (sustainability)
Penangkapan ikan tuna diatur dalam Regional Fisheries Management
Organizations (RFMO) yang adalah badan-badan regional pengelolaan perikanan
yang dibuat untuk melaksanakan UNCLOS 1982, UN Fish Stock Agreement 1995,
FAO-CCRF dan ataupun persetujuan/konvensi untuk membentuk RFMO. RFMO
mmpunyai tanggung jawab dan kewenangan untuk mengelolaan sumber daya ikan
dan mengatur konservasi yang sifatnya shared fish stocks terhadap suatu perairan
yang disepakati di mana bisa mencakup perairan ZEE negara-negara ataupun laut
bebas (high seas). Shared fish stocks (highly migratory, transboundary, discrete
high seas stocks, and straddling stock) merupakan komoditas strategis yang dimiliki
dunia yang pengelolaannya memerlukan kerjasama dunia. (DPSDI 2016).
Hingga sekarang ada 5 badan regional yang melakukan pengelolaan
terhadap highly migratory fish stock dan straddling fish stock, diantaranya
International Commission for the Conservation of Atlantic Tunas (ICCAT), Inter-
American Tropical Tuna Commission (IATTC), Western and Central Pacific
Fisheries Commission (WCPFC), Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna (CCSBT), dan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC).
Untuk kapal di PPS Nizam Zachman yang melakukan penangkapan ikan
tuna tujuan ekspor ke Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat harus melakukan
pendaftaran kapal terlebih dahulu kepada RFMO. Setelah itu melakukan
pemberitahuan hasil tangkapan kepada organisasi regional yaitu IOTC untuk
dokumen Big Eye Statistical Document (BESD) dan CCSBT untuk dokumen Cacth
Documentation Scheme (CDS) melalui UPT PPS Nizam Zachman. IOTC
mempunyai mandat melakukan pengelolaan perikanan tuna, tuna neritik dan hasil
tangkapan sampingan pada perikanan tuna di Samudera Hindia. Indonesia
merupakan salah satu negara anggota IOTC, sehingga pengelolaan tuna neritik di
PPS Nizam Zachman harus sejalan dan mengacu kebijakan yang diberlakukan
IOTC (Widodo et al. 2020). CCSBT juga mengelola daerah penangkapan yang
sama dengan IOTC yaitu di sekitar perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa.
CCSBT dikhususkan untuk pengeloaan tuna sirip biru selatan yaitu southern bluefin
tuna (SBT) (Rahmawati et al. 2013).

3. Sertifikasi dari Pihak Ketiga (Third Party Certification)


Third party certification (sertifikasi dari pihak ketiga) adalah sertifikasi
yang dikeluarkan oleh lembaga internasional di luar negara pengekspor yang diakui
dalam perdagangan international. Perdagangan internasional mengharuskan
perusahaan pangan menunjukkan kualitas produk, keamanan ketertelusuran dan
pangan, yakni pada tahap seluruh rantai produksi ataupun tahap produksi. Fungsi
penerapan sertifikasi ini adalah untuk memenuhi mengikuti syarat peraturan
perdagangan dan menguatkan kedudukan perusahaan terhadap persaingan global,
oleh karena itu perusahaan pangan harus memberlakukan sistem jaminan mutu. Uni
Eropa menerapkan sertifikasi, ISO 22000 dan Marine Stewardship Council (MSC).
ISO 22000 merupakan sebuah syarat yang memberi kemungkinan
perusahaan dalam memperbarui, memelihara, mengoperasikan, menerapkan, dan
merencanakan sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang memiliki tujuan
supaya produk yang diadakan aman bagi pelanggan. ISO 22000 memberikan
prosedur dalam membentuk komunikasi konsep HACCP dengan cara internasional.
Strukturnya menyebutkan pemakanian 7 prinsip HACCP pada konsep manajemen
keamanan pangan yang diberlakukan disepanjang rantai makanan dimulai dengan
konsumen, produsen, dan distributor. Melalui perkembangan ISO 22000, aktivitas
keamanan pangan yang lebih terintegrasi ISO 22000 adalah sebuah standarisasi
yang memuat syarat sistem manajemen keamanan pangan. Manfaat sertifikasi ini
yaitu dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan konsumen, meningkatkan
kepuasan pelangggan, dan membantu memenuhi transparansi produk. Transparansi
berkaitan dengan persyaratan ketelusuran produk masing-masing negara tujuan.
Standar tersebut berfokus pada pengendalian terhadap proses dan sistem
dalam memproduksi minuman dan makanan. Tiap-tiap macam produknya yakni
minuman ataupun makanan wajib dibuat perencanaan proses dan pengendaliannya.
Secara umum ISO 22000 tidak beda jauh dengan ISO 9001 hal yang
membedakannya ada pada klausul 7 (realisasi dan perencanaan produk) dan klausul
8 (perbaikan sistem, validasi, dan verifikasi) (DKP 2021).
MSC (Marine Stewardship Council) merupakan suatu organsiasi nirlaba
internasional mengatasi permasalahan perikanan yang tidak berkelanjutan dan
menjaga pasokan makanan hasil laut bagi generasi mendatang. MSC berpusat di
London, UK dan berkembang dengan kantor cabang lainnya yang tersebar dari
Eropa, Amerika dan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Standar MSC dengan basis ilmu pengetahuan bagi perikanan berkelanjutan
memberi penawaran sebuah cara dalam menjamin keberlanjutan itu memakai tahap
evaluasi dari pihak ketiga yang bisa dipercaya dan independen. Jika dilihat dari
upaya yang dilakukan oleh Uni Eropa, Sertifikat ini dibuat untuk menghindari
penangkapan berlebihan (over fishing) pada stok ikan dunia. Sebab Uni Eropa tidak
membatasi kuota impor ke negara mereka seperti Jepang. Sertifikasi artinya
perikanan berkelanjutan bisa dihargai dan mendapat pengakuan di pasar
internasional, dan menjamin konsumen bahwa seafoodnya bersumber pada sumber
yang dikelola secara berkelanjutan dan baik.
Standar perikanan MSC meliputi prinsip antara lain: Prinsip 1: Stok ikan
target yang berkelanjutan praktik perikanan wajib dilaksanakan melalui cara yang
tidak mengakibatkan menurunnya sebuah populasi ataupun penangkapan berlebih,
sementara untuk populasi ikan yang menurun, penangkapannya wajib dilaksanakan
melalui cara yang bisa memulihkan populasi ikan mengalami penurunan itu. Prinsip
2: Dampak lingkungan dari penangkapan ikan aktivitas tersebut wajib bisa menjaga
keragaman, fungsi, produktivitas, dan struktur, ekosistem (contohnya spesies dan
habitat yang terkait dan tergantung dengan cara ekologis) yang menjadi sasaran
ikan itu bergantung. Prinsip 3: Pengelolaan yang efektif praktek perikanan wajib
memberlakukan sistem manajemen efektif yang menunjung tinggi peraturan
internasional dan nasional, standar lokal dan menghomati hukum dan memadukan
operasional dan kerangka kerja kelembagaan yang mewajibkan sumber daya yang
berkelanjutan dan bertanggung jawab (MSC 2018).

4. Ketelusuran (Traceability)
Persyaratan ketelusuran (traceability) oleh negara Uni Eropa adalah catch
certificate (SHTI/ Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan) yaitu surat keterangan yang
menyebutkan bahwa hasil perikanan yang dieksporkan bukanlah bersumber pada
aktivitas IUU (Illegal, Unreported, dan Unregulated) Fishing. Produk perikanan
yang diekspor harus memiliki catch certificate dari otoritas kompeten negara asal
produk yang dikeluarkan oleh BKPIM.
Menururut Permen (2012) SHTI dipergunakan sebagai dokumen ekspor
pada hasil tangkapan ikan di laut dari kapal penangkap ikan asing dan kapal
penangkap ikan Indonesia. SHTI meliputi tiga bagian, yakni SHTI Lembar Turunan
yang disederhanakan, SHTI lembar awal, dan SHTI Lembar Turunan. SHTI
Lembar Awal merupakan surat keterangan yang berisi keterangan hasil tangkapan
ikan yang didaratkan dalam hal tujuan pencatatan. Untuk mendapatkan Sertifikat
Hasil Tangkapan Ikan Lembar Awal, perwakilan, Nakhoda, dan pemilik kapal yang
ditugaskan pemilik kapal dalam melakukan pengajuan kepada Otoritas Kompeten
Lokal.
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan yakni surat yang berisi
keterangan seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan berdasarkan lembar awal
sebagai dokumen yang mengikuti hasil perikanan yang dijual ke Uni Eropa. Untuk
mendapat Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan, UPI mengajukan
permohonan pada Otoritas Kompeten Lokal.
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan ynang Disederhanakan
yakni surat yang berisi keterangan sebagian atau seluruh hasil penangkapan ikan
dari kapal yang menjadi dokumen dan mengikuti hasil perikanan yang djual ke Uni
Eropa. Untuk mendapatkan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan yang
disederhanakan, UPI mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal.
Pengemasan dan labeling
a. Standar pengemasan tuna untuk ekspor
Standar pengemasan tuna untuk diekspor yaitu diantaranya :
1. Produk tuna segar dikeluarkan dari wadah/bak penyimpanan, lalu
dikeringkan sebelum dikemas. Proses pengeringan ini menggunakan
busa/spons sehingga menghasilkan ikan yang bersih dan kering.
2. Bahan pengemasan yang digunakan sesuai dengan SNI kemasan untuk
produk ikan segar (fresh fish) khusus melalui sarana angkutan udara yaitu
SNI 19-4858-1998 yang telah dikeluarkan oleh Badan Standarisasi
Nasional.
3. Kemasan yang digunakan adalah kemasan tipe III dan V.
- Untuk kemasan tipe III mempunyai ukuran 750x420x400 mm,
kemasan ini digunakan untuk ikan berukuran besar (satu kemasan
hanya untuk 1 ekor ikan dengan batas maksimal 35 kg).
- Untuk Kemasan tipe V dengan ukuran 1200x420x400 mm.
Kemasan ini digunakan untuk ikan yang berukuran sedang, yaitu
satu kemasan biasanya berisi 2-3 ekor ikan, dengan batas maksimal
80 kg.
4. kedalam kemasan dimasukan beberapa potong es kering, agar suhu dalam
kemasan tetap rendah selama pengiriman
5. Kemasan berupa plastik polyetelene. Tuna utuh segar kemudian
dimasukkan ke dalam styrofoam. Tuna utuh segar biasanya diekspor sesuai
permintaan pembeli yang berasal dari eksportir.
b. Jenis kemasan yang umum digunakan untuk ekspor tuna
Jenis kemasan yang umum digunakan adalah kemasan tipe III dan V yang
sesuai SNI 19-4858-1998 yang telah dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional.
Untuk kemasan tipe III mempunyai ukuran 750x420x400 mm, kemasan ini
digunakan untuk ikan berukuran besar (satu kemasan hanya untuk 1 ekor ikan
dengan batas maksimal 35 kg). Untuk Kemasan tipe V dengan ukuran
1200x420x400 mm. Kemasan ini digunakan untuk ikan yang berukuran sedang,
yaitu satu kemasan biasanya berisi 2-3 ekor ikan, dengan batas maksimal 80 kg.
c. Persyaratan labeling untuk ekspor tuna
ikan dan produk perikanan harus dikemas dalam kondisi yang higienis
untuk menghindari kontaminasi dari minyak pelumas, minyak, bahan bakar atau
bahan berbahaya lainnya. Bahan pengemas tidak boleh merusak atribut sensori
produk perikanan dan harus tidak menularkan bahan berbahaya. Bahan pengemas
yang digunakan untuk ikan segar yang disertai dengan es harus memiliki saluran
pembuangan air untuk air dari lelehan es.
Informasi berikut harus tercantum dalam kemasan dan dokumen penyerta:
● Surat Keterangan Asal yang diisi secara lengkap;
● Berat dan kadar spesies ikan/produk perikanan
● Alamat eksportir
● Bukti stempel inspeksi BFAR
Produk perikanan beku yang diimpor dalam jumlah besar yang ditujukan
untuk kegiatan pengolahan lebih lanjut tidak termasuk dalam persyaratan ini.
Logistik dan pengiriman
a. Trasportasi yang digunakan untuk ekspor tuna
Ekspor ikan tuna Indonesia ke berbagai negara tujuan dengan tetap menjaga
kualitas dan kesegaran ikan tuna diperlukan transportasi yang cepat dan aman
dengan jumlah yang banyak menggunakan pengiriman melalui cargo. Definisi
kargo secara sederhana adalah semua barang yang dikirim melalui udara (pesawat
udara), laut (kapal), atau darat (truk kontainer) yang biasanya untuk
diperdagangkan, baik antar wilayah/kota di dalam negeri maupun antar Negara
(internasional) yang dikenal dengan istilah ekspor impor. Ikan tuna termasuk dalam
barang special cargo, yaitu barang-barang kiriman yang memerlukan penanganan
secara khusus seperti kategori live animal (AVI), Perishable goods (PER), Human
remains (HUM), Valuable goods (VAL), Strongly smelling goods, Dangerous
Goods, Outsized and Heavy cargo. Ikan tuna sebagai barang special cargo dan
perishable food memerlukan saluran transportasi tercepat dan tepat dalam
pengirimannya untuk bisa memenuhi kualitas yang diminta pasar luar negeri, dalam
pengiriman ikan tuna ini memiliki jenis transportasi yang digunakan, yaitu :

Transportasi laut menjadi jalur pengiriman yang dapat mengirim ikan tuna,
penanganan dan pengiriman melalui jalur laut lebih diperhatikan karena
membutuhkan waktu yang lebih,banyak dibanding transportasi udara. Penanganan
ikan tuna di pelabuhan perikanan dilakukan secara hati-hati, untuk menjaga ikan
tuna masih tetap dalam mutu yang baik. Tahapan proses penanganan ikan tuna segar
(fresh tuna), mulai pembongkaran (unloading) Sampai pengiriman produk tuna
segar (fresh Tuna).

1. Eksportir mengirimkan "Shipping Instruction" (SI) kepada


pelayaran (meminta atau. booking space kapal pada container
kosong)
2. Shipping memberikan "Booking Confirmation", berisi konfirmasi
ketersediaan container, space kapal yang sesuai tujuan, dan tempat
yang ditunjuk untuk pengambilan container (depo container).
3. Eksportir menghubungi perusahaan angkutan/ trucking
4. Perusahaan atau trucking melakukan pengambilan container kosong
di depo dengan berbekal "BookingConfirmation" dari eksportir yang
dibuat oleh shipping
5. Container kosong diangkut ke pabrik untuk pemuatan barang ekspor
(stuffing)
6. Selama stuffing, eksportir membuat "Commercialx Invoice",
"Packing list" dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) ke Bea
Cukai
7. Bea cukai memberikan perstujuan ekspor "Nota Pelayanan Ekspor"
(NPE)
8. Berbekal NPE, barang / container diangkut dan masuk ke pelabuhan
9. Container naik ke kapal dan berangkat ke pelabuhan tujuan luar
negeri
10. Setelah kapal berangkat, Shipping menerbitkan "Bill of Lading"
dokumen angkutan kapal
11. .Dokumen ekspor yang meliputi a.Commercial Invoice, b.Packing
List, c.bill of landing dari shipping dikirim oleh eksportir ke pembeli
di luar negeri.
12. Dengan dokumen yang diterima dari eksportir, pembeli di luar
negeri dapat mengambil barangnya ( dalam kontainer ) ke pelabuhan
tujuan/ bongkar.

Proses pembongkaran baiknya dilakukan pada pagi hari. ikan dari palka dilakukan
secara Hati-hati, untuk menjaga kondisi fisik ikan tuna. Setelah ikan tuna terangkat,
ikan disemprot Dengan air. Selanjutnya, pemindahan ke transhit sheed. Ikan tuna
yang sudah dibongkar, dipindahkan Ke tuna landing center (TLC) atau transit .
Proses pemindahan menggunakan fasilitas khusus, yaitu atap plastik dan alat
peluncur. Fasilitas ini melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari.
Selanjutnya Pengujian Laboratorium dilakukan untuk mengetahui ikan tuna yang
masih layak atau tidak (reject). Pengujian mencakup uji organoleptik, uji kimiawi,
dan uji mikrobiologis.

B.) Pengaturan Pertanggung jawaban Asuransi


Dalam ekspor ikan tuna memiliki persyaratan kondisi barang yang harus dilengkapi
dalam pengangkutan, beberapa masalah kondisi yang dihadapi dalam proses
pengangkutan tuna seperti kesalahan dalam melakukan pengemasan tuna yang akan
berdampak pada rusaknya tuna atau muatan. Kesalahan pencatatan dalam dokumen
pengangkutan menjadikan tidak sama antara jumlah tuna yang dikirim dengan
diterima. Kelebihan bongkar barang muatan di suatu pelabuhan yang tidak terdaftar
manifest di pelabuhan bersangkutan sehingga terdapat barang (tuna) hilang atau
tidak sampai di pelabuhan tujuan. Human error kelalaian yang dilakukan karyawan
yang menyebabkan ketidak kondusifan atau terjadi kesalahan dalam melaksanakan
kerja. Maka dari itu sebelum melakukan pengiriman barang karyawan harus lebih
konsentrasi, teliti dan bertangung jawab pada tugasnya masing-masing

Pertanggungan merupakan bentuk perjanjian antara pihak penanggung (insurer)


dan tertanggung (assured) untuk mengalihkan resiko yang timbul dari kejadian atau
peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya. Pertanggungan dapat diajukan
dengan klaim Cargo marine insurance,Cargo marine insurance adalah kontrak
dimana perusahaan asuransi berjanji untuk mengganti kerugian yang dijamin
dengan cara dan sejauh yang disepakati, terhadap kerugian laut, yaitu, insiden
kerugian akibat petualangan laut. Ini juga dapat diperpanjang untuk melindungi
tertanggung terhadap kerugian di perairan pedalaman atau di darat, risiko dapat
terjadi secara insidental untuk setiap pelayaran laut. Proses klaim asuransi sangat
penting untuk meminimalisir kerugian. Apabila ada barang muatan yang rusak
harus diasuransikan agar bisa mendapatkan ganti rugi terhadap barang tersebut,
klaim pertanggung jawaban dapat dilakukan dengan , yaitu :

a. Affidavit yakni laporan kejadian yang ditandatangani perwira kapal dan


stevedore.
b. Long entry, yakni buku kapal yang mencatat segala kejadian yang dialami
kapal.
c. Note of protest yaitu akta yang ditanda tangani nahkoda dan syahbandar tentang
kejadian-kejadian yang dialami kapal serta pernyataan nahkoda bahwa pihaknya
tidak bertangung jawab karena kerusakan/kerugian disebabkan oleh kejadian alam.
d. Survey report yaitu laporan tenaga ahli sebagai hasil pemeriksaan
kerusakan/kehilangan barang dan digunakan sebagai satu dasar penyelesaian klaim.
e. dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti seperti konosemen (Bill of
Lading), manifest, except bewijs (EB), claim contatering bewijs (CCB), short &
overlanded tracers, damage cargo list, letter of subrogation atau notice of
abandonment dan Resi.

Pemasaran dan promosi


a. Strategi pemasaran untuk ekspor tuna
Untuk memasarkan tuna secara global, berikut adalah beberapa strategi pemasaran
:
● Mempromosikan keunggulan produk: Ikan tuna memiliki banyak
keunggulan, seperti kaya akan protein nabati, rendah lemak, rendah
kalori, dan healty food. Oleh karena itu, penting untuk
mempromosikan keunggulan kepada konsumen potensial di pasar
ekspor.
● Menargetkan pasar yang tepat: Identifikasi pasar potensial yang
sesuai dengan produk ikan tuna, seperti negara maju dengan kualitas
konsumsi makan yang berkualitas.
● Membangun merek: Membuat merek yang kuat dan terkenal dapat
membantu meningkatkan kesadaran merek dan mengembangkan
kepercayaan konsumen kuar negeri pada produk ikan tuna.
Pertimbangkan untuk menggunakan logo yang menarik, kemasan
yang menarik, dan media sosial untuk mempromosikan merek Anda.
● Membuat konten pemasaran yang menarik: Konten pemasaran yang
baik dapat membantu menjangkau konsumen potensial dan
membangun hubungan dengan mereka. Pertimbangkan untuk
membuat website dan media sosial yang mudah dijangkau oleh
konsumen luar negeri
● Membentuk kemitraan: Membentuk kemitraan dengan distributor di
pasar ekspor dapat membantu memperluas jangkauan produk ikan
tuna. Pastikan untuk mencari mitra yang memiliki reputasi baik dan
pengalaman dalam menjual produk makanan.
● Menawarkan sampel gratis: Menawarkan sampel gratis dapat
membantu memperkenalkan produk ikan tuna kepada konsumen
baru dan memberi mereka kesempatan untuk mencoba dan
mengevaluasi.
● Mengikuti pameran ekspor : Mengikuti pameran ekspor
internasional dapat membantu memperluas jaringan bisnis ,
mempromosikan merek , dan memperkenalkan produk ikan tuna
Indonesia kepada pembeli potensial.
Dengan strategi pemasaran yang tepat, maka dapat memperluas pasar ekspor ikan
tuna Indonesia dan meningkatkan kesadaran kualitas ikan tuna di pasar
internasional.

b. Promosi tuna untuk pasar ekspor


Promosi ikan tuna untuk pasar ekspor dapat dilakukan dengan beberapa cara
berikut:
● Membangun citra merek yang kuat: Membuat citra merek yang kuat dan
dikenal baik di pasar ekspor adalah kunci utama dalam promosi produk ikan
tuna. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan ikan tuna pada pasar
ekspor melalui kampanye pemasaran yang tepat, termasuk iklan digital,
media sosial, dan pameran dagang.
● Melakukan riset pasar: Mempelajari pasar ekspor yang menjadi target dapat
membantu dalam menentukan strategi promosi yang tepat. Pelajari
preferensi dan kebutuhan konsumen di pasar ekspor, serta pesaing yang
sudah ada di pasar tersebut. Maka dapat menyesuaikan produk dan strategi
promosi.
● Menawarkan layanan pelanggan yang unggul: Menyediakan layanan
pelanggan yang baik dapat meningkatkan citra merek dan membantu
membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen di pasar ekspor.
Pastikan merespons pertanyaan dan keluhan pelanggan dengan cepat dan
memberikan solusi yang memuaskan.
● Mengikuti standar internasional: Untuk masuk ke pasar ekspor, produk ikan
tuna harus memenuhi standar internasional tertentu. Pastikan ikan tuna
memenuhi standar kualitas dan keamanan makanan yang ditetapkan oleh
badan regulasi internasional seperti FDA atau Halal MUI.
● Menawarkan harga yang bersaing: Pasar ekspor sering kali sangat
kompetitif, sehingga menawarkan harga yang bersaing dapat membantu
memenangkan pasar. Namun, pastikan masih dapat mempertahankan
kualitas produk dan keuntungan yang cukup dalam penawaran harga.
● Mempromosikan keunggulan produk: Terakhir, pastikan mempromosikan
keunggulan produk ikan tuna, seperti nutrisi yang tinggi, rendah lemak, dan
kaya akan protein. Hal ini dapat membantu menarik minat konsumen di
pasar ekspor yang sedang mencari sumber protein yang sehat dan lezat.

Pembayaran
a. Sistem Dan Bentuk Pembayaran Harga Ekspor Ikan Tuna
- Sistem pembayaran perdagangan internasional hasil perikanan terbagi 3
bagian :
1. Sale’s Contract Process
Dokumen/peraturan antara penjual dan pembeli, ini merupakan kelanjutan
dari produk pembelian dari permintaan importir. Konten yang terkait
dengan syarat pembayaran untuk produk yang dijual, seperti harga, kualitas,
kuantitas, sarana transportasi, pembayaran asuransi, dll.
2. Cargo Shipment Process
Berkas pengiriman yang menyatakan kalau eksportir sudah mengirimkan
produk yang dipesan oleh importir sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam letter of credit.
3. Shipping Documents Negotiation Process
Proses monetisasi dokumen pengiriwman untuk eksportir dan menagih
importir atas barang yang dibayarkan.
- Bentuk pembayaran
1. Pembayaran di muka (Advance Payment)
Dilakukan dengan transaksi prabayar sebelum penjual atau eksportir
mengirimkan barang. “Pembayaran dapat dilakukan seluruhnya atau
sebagian. Jenis metode pembayaran ini paling umum digunakan oleh
eksportir ikan tuna. Keuntungan dari prabayar adalah biaya transaksi yang
relatif lebih rendah dari pada letter of credit dan penyerahan dokumen lebih
singkat. Namun bagi importir, pengiriman barang dapat gagal atau tertunda,
serta kualitas dan kuantitas barang mungkin tidak sesuai dengan
kesepakatan semula” (Pengeskpor ikan tuna). Metode prabayar
membebankan bunga importir dan menimbulkan biaya tambahan kepada
pembeli.
2. Rekening terbuka
Barang dikirim dahulu dari eksportir dan pembayaran diproses setelah
barang diterima. Keuntungan dalam hal ini terletak pada importir. Artinya,
Anda menerima item terlebih dahulu. Sementara itu, eksportir menanggung
risiko, apakah ada risiko keterlambatan pembayaran atau tidak dibayar.
Metode rekening terbuka dapat menyebabkan adanya bunga eksportir, yang
memerlukan biaya penjual tambahan.
3. Konsinyasi (Consignment)
Penjual mempercayakan penjualan barang kepada importir. Barang yang
dijual tetap menjadi milik sah eksportir. Manfaat dan risikonya hampir sama
dengan metode rekening koran. “Tidak ada jaminan pembayaran yang tegas
karena kepemilikan barang eksportir telah beralih ke importir. Metode
pembayaran ini merupakan yang paling jarang digunakan dalam kegiatan
ekspor ikan tuna.
4. Document againts payment (D/P)
Eksportir mengirimkan barang ke tujuan mereka dan faktur barang dikirim
ke bank. Ini membuat perdagangan lebih mudah. Importir akan dapat
menerima dokumen ketika pembayaran dilakukan melalui bank yang telah
disepakati sebelumnya. Dokumen ini diperlukan untuk memungkinkan
importir mengambil barang di lokasi barang. Risiko ada pada importir.
5. Document againts Acceptance (D/A)
Ini serupa dengan dokumen untuk cara pembayaran. Bedanya, metode ini
memerlukan persetujuan pembayaran dari importir tujuannya agar
menerima semua dokumen ekspor yang diperlukan dari eksportir. “Kontrak
ini bertujuan untuk jangka waktu tertentu, biasanya 30, 60, atau 90 hari
dengan kontrak. Dua metode terakhir, dokumen pembayaran dan metode
dokumen penerimaan, biasanya membeban- kan tingkat bunga eksportir.”
- Prosedur Pembayaran Ekspor Ikan Tuna
1. Eksportir dan importir bernegosiasi. Jika tercapai kesepakatan, maka akan
dibuat perjanjian jual beli.
2. Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C pada bank asing.
3. Bank pembuka akan mentransfer letter of credit kepada eksportir melalui
bank koresponden Indonesia.
4. Bank koresponden/penerima meneruskan/ memberitahukan kepada
eksportir L/C.
5. Eksportir memproduksi dan menyiapkan ekspor.
6. Eksportir meminta pengangkut/maskapai untuk mengirimkan barangnya.
7. Pada saat barang telah siap untuk diekspor dan jadwal pengapalan telah
ditetapkan, eksportir harus mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB) kepada otoritas pabean pelabuhan muat. Bea dan cukai akan
dibebankan kepada PEB untuk pemuatan di kapal.
8. Kegiatan memuat barang di atas kapal. Dalam hal importir perlu
melampirkan SKA untuk ekspor, eksportir harus memperoleh surat
keterangan asal (certificate of origin) dari kantor penerbit SKA.
9. Eksportir membawa negotiable bill of lading, PEB dengan tarif dan cukai,
dan dokumen lain yang diperlukan untuk L/C ke bank koresponden dan L/C
akan saya negosiasikan.
10. Correspondent/Receiving Bank mengirim dokumen-dokumen tersebut.
11. Pada butir 8 dan melakukan penagihan L/C kepada Opening Bank di Luar
Negeri.
b. Tarif harga dan kebijakan ekspor tuna
- Tarif Harga
Tarif yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor ikan tuna yaitu Uni Eropa
pada tahun 2023 berdasarkan Trade statistics for international business
development (Trade Map) sebesar 9.25%
- Kebijakan ekspor tuna
1. Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)
Tindakan ini diterapkan untuk melindungi kehidupan manusia atau hewan
dari risiko yang timbul dari zat aditif, kontaminan, racun, atau organisme
penyebab penyakit dalam makanan.Jenis kebijakan SPS yang terbanyak
diberlakukan ialah persyaratan pelabelan, sertifikasi.
Tabel . Jenis tindakan Sanitary and Phytosanitary Measures yang terbanyak
diberlakukan atas ekspor ikan tuna

Kode NTM Deskripsi tindakan

A310 Persyaratan pelabelan

A840 Persyaratan inspeksi

A210 Batas toleransi untuk residu atau kontaminasi zat tertentu


(non-mikrobiologis)

A830 Persyaratan sertifikasi

A330 Persyaratan pengemasan

A820 Persyaratan pengujian

A410 Kriteria mikrobiologis pada produk akhir


A120 Larangan geografis pada eligibilitas

A400 Persyaratan higienis terkait dengan SPS

A590 Perlakuan untuk mengeliminasi hama tumbuhan dan


hewan atau organisme penyebab penyakit dalam produk
akhir n.e.s. atau larangan perlakuan
Keterangan: n.e.s = not elsewhere specified dan NTM = non-tariff measure.
Sumber: Diolah dari International Trade Centre (ITC)
2. Technical Barriers to Trade (TBT)
TBT merupakan tindakan yang mengacu pada peraturan teknis dan
prosedur asesmen terkait kesesuaian dengan peraturan teknis yang tidak
termasuk ke dalam cakupan tindakan SPS. Tindakan TBT atas tuna olahan
Indonesia meliputi sertifikasi, pelabelan, pengemasan produksi, kualitas
produksi atau persyaratan kinerja, trasportasi dan penyimpanan, serta
penilaian kelayakan TBT. Seperti pada tindakan SPS, peraturan pelabelan
dan sertifikasi merupakan persyaratan yang terbanyak diterapkan pada
kebijakan TBT.
Tabel . Jenis tindakan Technical Barriers to Trade yang terbanyak
diberlakukan atas ekspor ikan tuna

Kode NTM Tindakan

B830 Persyaratan sertifikasi

B330 Persyaratan pengemasan

B600 Persyaratan identitas produk

B310 Persyaratan pelabelan

B140 Persyaratan otorisasi untuk alasan TBT

B700 Persyaratan mutu produk, keamanan atau


kinerja

B820 Persyaratan pengujian

B840 Persyaratan inspeksi

B420 Peraturan TBT mengenai transpor dan


penyimpanan

B890 Asesmen kesesuaian terkait TBT, n.e.s


Keterangan: n.e.s. = not elsewhere specified dan NTM = non-tariff measure.
Sumber: Diolah dari International Trade Centre (ITC)

Penutup
a. Kesimpulan
Peluang pasar perikanan tuna Indonesia di pasar ekspor (sisi hilir) tentunya
tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku komoditas tuna yang ada di perairan
laut Indonesia (sisi hulu). baik dari sisi kuantitas maupun kualitas bahan baku
komoditas tuna sehingga dapat memberikan kontribusi positif terhadap market
share komoditas tuna Indonesia di pasar ekspor. Market share komoditas ini diukur
dengan melihat seberapa besar peluang perikanan tuna Indonesia di pasar ekspor
tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja perikanan tuna Indonesia.
Oleh karena itu perlu adanya jaminan agar ekspor komoditas tuna tersebut
tetap konsisten dan mengalami peningkatan. Dalam menjaga dan mempertahankan
konsistensi ekspor perikanan tuna Indonesia dan meningkatkan market share nya
pada Negara tujuan, diperlukan aspek ketelusuran bahan baku komoditas tuna yang
diekspor yang meliputi aspek pasar ekspor, komoditas, daerah ekspor, daerah asal,
jenis armada penangkapan dan jenis alat tangkap.
b. Saran untuk pengembangan ekspor tuna
Adanya hubungan dan kerja sama yang baik antara nelayan dan pengusaha
perikanan yang bertindak sebagai pengolah produk ikan tuna maupun eksportir ikan
tuna, akan memudahkan dalam penyampaian informasi tentang produk ikan tuna
yang sesuai untuk ekspor Di samping itu, pengetahuan tentang cara penanganan
pasca tangkap dan pengolahan yang baik dan benar agar mutu ikan tuna tetap
terjaga perlu diketahui oleh nelayan maupun pengusaha. Persaingan yang cukup
ketat dengan negara eksportir lainnya harus diwaspadai. Untuk itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor ikan tuna serta
strategi yang tepat yang dapat mendukung peningkatan ekspor ikan tuna baik dari
segi volume maupun harga di pasar internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Titip olga
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Pembangunan Kelautan dalam
RPJMN 2015-2019. Rapat Koordinasi Kementerian Kelautan dan PerIkanan, Tema
: RKP 2015 dan RPJMN 2015-2019. Bappenas. Jakarta.
Dwiyitno. 2009. Implementasi Sistem Ketertelusuran Pada Produk Perikanan.
Squalen. Vol. 4 no.3 Desember 2009.
Fauzi, A. dan Z. Anna. 2002. Penilaian Depresiasi Sumber daya PerIkanan Sebagai
Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan PerIkanan. Jurnal Pesisir
dan Lautan. Volume 4, No 2, 2002 : 36 – 49 Bogor : Pusat Kajian Sumber daya
Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apriliani, N. L. P. N., Suryaniadi, S. M., & Dewi, N. I. K. (2022). Proses
Pengiriman Barang General Cargo Melalui Jalur Laut Dalam Kegiatan Ekspor Pada
PT Ritra Cargo Indonesia Cabang Denpasar (Doctoral dissertation, Politeknik
Negeri Bali).

Ritonga, A. I., Sengadji, K. G., & Ahmad, H. E. (2021). Klaim Asuransi Muatan
Kapal Laut (Marine Cargo Insurance) sebagai Wujud Pertanggungjawaban Freight
Forwarder pada PT Pelayaran Meratus Line. Saintara: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Maritim, 5(3), 74-81.

Anda mungkin juga menyukai