Unit pengolahan ikan yang akan melakukan perdagangan ekspor wajib memiliki
dokumen untuk mendirikan usaha dan menjadi persyaratan ekspor. Dokumen yang
wajib dimiliki unit pengolahan ikan sebagai persyaratan ekspor mengacu pada
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) tahun 2014 yaitu sebagai
berikut:
Dokumen ini menjadi syarat wajib bagi unit pengolahan ikan untuk
melakukan perdagangan ekspor. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.PER.19/MEN/2010 tentang Pengendalian Jaminan Mutu Dan
Keamanan Hasil Perikanan menyatakan perlu upaya pencegahan bahaya
yang dilakukan sejak pra produksi hingga pemasaran maka, unit pengolahan
ikan harus memiliki surat keterangan validasi HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Points) dari Balai Keamanan Ikan dan Pengendalian Mutu.
Uni Eropa sendiri mewajibkan unit pengolahn ikan memiliki dokumen
HACCP grade A. Prosedur pengajuan HACCP yaitu:
1) Membuat user-ID.
2) Login ke sistem Online Single Submission (OSS): dengan
menggunakan user[1]ID.
3) Mengisi data untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).
4) Melakukan proses untuk memperoleh izin dasar, izin usaha, izin
komersial atau operasional untuk usaha baru dan melanjutkan proses
untuk mendapatkan izin usaha yang belum dimiliki atau
mengembangkan usaha, memperbarui data perusahaan.
Sustain-ability Big Eye Statistical Document, IOTC, COO, ECO LABEL CDS, SBT-
CCSBT, ICCAT, MSC
Perbedaan ciri khusus ikan tuna didasarkan pada kondisi daging, banyaknya
minyak, warna daging, sashi/ bolong pada daging dan terlihatnya warna pelangi
pada daging.Ikan tuna yang memilliki kualitas bagus adalah ikan tuna yang
memiliki kondisi daging yang kenyal, banyak minyak, warna daging cerah, tidak
ada kerusakan pada daging seperti adanya sashi atau bolong dan tidak terlihat
adanya gredasi warna pelangi pada daging.Sedangkan tuna yang memiliki kualitas
yang buruk memiliki kondisi daging yang lembek/pucat, tidak ada minyak, warna
daging merah buram/gelap, ada sashi/bolong dan adanya gredasi warna pelangi
pada daging.
Tuna segar yang di ekspor memiliki grade AAA, AAF, AF, AA, A+ dan A.
Grade AAA merupakan grade tuna yang paling mahal, harga tuna grade AAA bisa
mencapai Rp. 312.000/kg. Tuna dengan grade AAA, AAF, AF jarang didapat
karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti semakin berkurangnya sumberdaya
tuna, kerusakan mutu tuna akibat penanganan mutu yang kurang baik, unit
penangkapan yang kurang memadai dan kurangnya pengetahuan nelayan terhadap
keamanan pangan. Grade tuna yang sering didapat adalah grade A, A+ dan AA.
Harga tuna grade A, A+ dan AA berkisar antara Rp. 83.200-Rp. 135.200. Tuna
dengan grade A, A+ dan AA jarang sekali dijual di pasar lokal dan hampir
semuanya di ekspor.
b. Kriteria seleksi tuna di Uni Eropa
Berdasarkan gambaran mengenai persyaratan/kriteria ekspor yang harus
dipenuhi oleh UPI agar produknya dapat diterima oleh negara tujuan yaitu
diantaranya persyaratan ekspor yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
dokumen, kualitas dan keamanan (quality and safety), keberlanjutan (sustanability),
sertifikat pihak ketiga (third party certification) dan ketelusuran (traceability).
Berikut beberapa peraturan persyaratan ekspor tuna tujuan Uni Eropa.
2. Keberlanjutan (sustainability)
Penangkapan ikan tuna diatur dalam Regional Fisheries Management
Organizations (RFMO) yang adalah badan-badan regional pengelolaan perikanan
yang dibuat untuk melaksanakan UNCLOS 1982, UN Fish Stock Agreement 1995,
FAO-CCRF dan ataupun persetujuan/konvensi untuk membentuk RFMO. RFMO
mmpunyai tanggung jawab dan kewenangan untuk mengelolaan sumber daya ikan
dan mengatur konservasi yang sifatnya shared fish stocks terhadap suatu perairan
yang disepakati di mana bisa mencakup perairan ZEE negara-negara ataupun laut
bebas (high seas). Shared fish stocks (highly migratory, transboundary, discrete
high seas stocks, and straddling stock) merupakan komoditas strategis yang dimiliki
dunia yang pengelolaannya memerlukan kerjasama dunia. (DPSDI 2016).
Hingga sekarang ada 5 badan regional yang melakukan pengelolaan
terhadap highly migratory fish stock dan straddling fish stock, diantaranya
International Commission for the Conservation of Atlantic Tunas (ICCAT), Inter-
American Tropical Tuna Commission (IATTC), Western and Central Pacific
Fisheries Commission (WCPFC), Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna (CCSBT), dan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC).
Untuk kapal di PPS Nizam Zachman yang melakukan penangkapan ikan
tuna tujuan ekspor ke Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat harus melakukan
pendaftaran kapal terlebih dahulu kepada RFMO. Setelah itu melakukan
pemberitahuan hasil tangkapan kepada organisasi regional yaitu IOTC untuk
dokumen Big Eye Statistical Document (BESD) dan CCSBT untuk dokumen Cacth
Documentation Scheme (CDS) melalui UPT PPS Nizam Zachman. IOTC
mempunyai mandat melakukan pengelolaan perikanan tuna, tuna neritik dan hasil
tangkapan sampingan pada perikanan tuna di Samudera Hindia. Indonesia
merupakan salah satu negara anggota IOTC, sehingga pengelolaan tuna neritik di
PPS Nizam Zachman harus sejalan dan mengacu kebijakan yang diberlakukan
IOTC (Widodo et al. 2020). CCSBT juga mengelola daerah penangkapan yang
sama dengan IOTC yaitu di sekitar perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa.
CCSBT dikhususkan untuk pengeloaan tuna sirip biru selatan yaitu southern bluefin
tuna (SBT) (Rahmawati et al. 2013).
4. Ketelusuran (Traceability)
Persyaratan ketelusuran (traceability) oleh negara Uni Eropa adalah catch
certificate (SHTI/ Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan) yaitu surat keterangan yang
menyebutkan bahwa hasil perikanan yang dieksporkan bukanlah bersumber pada
aktivitas IUU (Illegal, Unreported, dan Unregulated) Fishing. Produk perikanan
yang diekspor harus memiliki catch certificate dari otoritas kompeten negara asal
produk yang dikeluarkan oleh BKPIM.
Menururut Permen (2012) SHTI dipergunakan sebagai dokumen ekspor
pada hasil tangkapan ikan di laut dari kapal penangkap ikan asing dan kapal
penangkap ikan Indonesia. SHTI meliputi tiga bagian, yakni SHTI Lembar Turunan
yang disederhanakan, SHTI lembar awal, dan SHTI Lembar Turunan. SHTI
Lembar Awal merupakan surat keterangan yang berisi keterangan hasil tangkapan
ikan yang didaratkan dalam hal tujuan pencatatan. Untuk mendapatkan Sertifikat
Hasil Tangkapan Ikan Lembar Awal, perwakilan, Nakhoda, dan pemilik kapal yang
ditugaskan pemilik kapal dalam melakukan pengajuan kepada Otoritas Kompeten
Lokal.
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan yakni surat yang berisi
keterangan seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan berdasarkan lembar awal
sebagai dokumen yang mengikuti hasil perikanan yang dijual ke Uni Eropa. Untuk
mendapat Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan, UPI mengajukan
permohonan pada Otoritas Kompeten Lokal.
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan ynang Disederhanakan
yakni surat yang berisi keterangan sebagian atau seluruh hasil penangkapan ikan
dari kapal yang menjadi dokumen dan mengikuti hasil perikanan yang djual ke Uni
Eropa. Untuk mendapatkan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Lembar Turunan yang
disederhanakan, UPI mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal.
Pengemasan dan labeling
a. Standar pengemasan tuna untuk ekspor
Standar pengemasan tuna untuk diekspor yaitu diantaranya :
1. Produk tuna segar dikeluarkan dari wadah/bak penyimpanan, lalu
dikeringkan sebelum dikemas. Proses pengeringan ini menggunakan
busa/spons sehingga menghasilkan ikan yang bersih dan kering.
2. Bahan pengemasan yang digunakan sesuai dengan SNI kemasan untuk
produk ikan segar (fresh fish) khusus melalui sarana angkutan udara yaitu
SNI 19-4858-1998 yang telah dikeluarkan oleh Badan Standarisasi
Nasional.
3. Kemasan yang digunakan adalah kemasan tipe III dan V.
- Untuk kemasan tipe III mempunyai ukuran 750x420x400 mm,
kemasan ini digunakan untuk ikan berukuran besar (satu kemasan
hanya untuk 1 ekor ikan dengan batas maksimal 35 kg).
- Untuk Kemasan tipe V dengan ukuran 1200x420x400 mm.
Kemasan ini digunakan untuk ikan yang berukuran sedang, yaitu
satu kemasan biasanya berisi 2-3 ekor ikan, dengan batas maksimal
80 kg.
4. kedalam kemasan dimasukan beberapa potong es kering, agar suhu dalam
kemasan tetap rendah selama pengiriman
5. Kemasan berupa plastik polyetelene. Tuna utuh segar kemudian
dimasukkan ke dalam styrofoam. Tuna utuh segar biasanya diekspor sesuai
permintaan pembeli yang berasal dari eksportir.
b. Jenis kemasan yang umum digunakan untuk ekspor tuna
Jenis kemasan yang umum digunakan adalah kemasan tipe III dan V yang
sesuai SNI 19-4858-1998 yang telah dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional.
Untuk kemasan tipe III mempunyai ukuran 750x420x400 mm, kemasan ini
digunakan untuk ikan berukuran besar (satu kemasan hanya untuk 1 ekor ikan
dengan batas maksimal 35 kg). Untuk Kemasan tipe V dengan ukuran
1200x420x400 mm. Kemasan ini digunakan untuk ikan yang berukuran sedang,
yaitu satu kemasan biasanya berisi 2-3 ekor ikan, dengan batas maksimal 80 kg.
c. Persyaratan labeling untuk ekspor tuna
ikan dan produk perikanan harus dikemas dalam kondisi yang higienis
untuk menghindari kontaminasi dari minyak pelumas, minyak, bahan bakar atau
bahan berbahaya lainnya. Bahan pengemas tidak boleh merusak atribut sensori
produk perikanan dan harus tidak menularkan bahan berbahaya. Bahan pengemas
yang digunakan untuk ikan segar yang disertai dengan es harus memiliki saluran
pembuangan air untuk air dari lelehan es.
Informasi berikut harus tercantum dalam kemasan dan dokumen penyerta:
● Surat Keterangan Asal yang diisi secara lengkap;
● Berat dan kadar spesies ikan/produk perikanan
● Alamat eksportir
● Bukti stempel inspeksi BFAR
Produk perikanan beku yang diimpor dalam jumlah besar yang ditujukan
untuk kegiatan pengolahan lebih lanjut tidak termasuk dalam persyaratan ini.
Logistik dan pengiriman
a. Trasportasi yang digunakan untuk ekspor tuna
Ekspor ikan tuna Indonesia ke berbagai negara tujuan dengan tetap menjaga
kualitas dan kesegaran ikan tuna diperlukan transportasi yang cepat dan aman
dengan jumlah yang banyak menggunakan pengiriman melalui cargo. Definisi
kargo secara sederhana adalah semua barang yang dikirim melalui udara (pesawat
udara), laut (kapal), atau darat (truk kontainer) yang biasanya untuk
diperdagangkan, baik antar wilayah/kota di dalam negeri maupun antar Negara
(internasional) yang dikenal dengan istilah ekspor impor. Ikan tuna termasuk dalam
barang special cargo, yaitu barang-barang kiriman yang memerlukan penanganan
secara khusus seperti kategori live animal (AVI), Perishable goods (PER), Human
remains (HUM), Valuable goods (VAL), Strongly smelling goods, Dangerous
Goods, Outsized and Heavy cargo. Ikan tuna sebagai barang special cargo dan
perishable food memerlukan saluran transportasi tercepat dan tepat dalam
pengirimannya untuk bisa memenuhi kualitas yang diminta pasar luar negeri, dalam
pengiriman ikan tuna ini memiliki jenis transportasi yang digunakan, yaitu :
Transportasi laut menjadi jalur pengiriman yang dapat mengirim ikan tuna,
penanganan dan pengiriman melalui jalur laut lebih diperhatikan karena
membutuhkan waktu yang lebih,banyak dibanding transportasi udara. Penanganan
ikan tuna di pelabuhan perikanan dilakukan secara hati-hati, untuk menjaga ikan
tuna masih tetap dalam mutu yang baik. Tahapan proses penanganan ikan tuna segar
(fresh tuna), mulai pembongkaran (unloading) Sampai pengiriman produk tuna
segar (fresh Tuna).
Proses pembongkaran baiknya dilakukan pada pagi hari. ikan dari palka dilakukan
secara Hati-hati, untuk menjaga kondisi fisik ikan tuna. Setelah ikan tuna terangkat,
ikan disemprot Dengan air. Selanjutnya, pemindahan ke transhit sheed. Ikan tuna
yang sudah dibongkar, dipindahkan Ke tuna landing center (TLC) atau transit .
Proses pemindahan menggunakan fasilitas khusus, yaitu atap plastik dan alat
peluncur. Fasilitas ini melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari.
Selanjutnya Pengujian Laboratorium dilakukan untuk mengetahui ikan tuna yang
masih layak atau tidak (reject). Pengujian mencakup uji organoleptik, uji kimiawi,
dan uji mikrobiologis.
Pembayaran
a. Sistem Dan Bentuk Pembayaran Harga Ekspor Ikan Tuna
- Sistem pembayaran perdagangan internasional hasil perikanan terbagi 3
bagian :
1. Sale’s Contract Process
Dokumen/peraturan antara penjual dan pembeli, ini merupakan kelanjutan
dari produk pembelian dari permintaan importir. Konten yang terkait
dengan syarat pembayaran untuk produk yang dijual, seperti harga, kualitas,
kuantitas, sarana transportasi, pembayaran asuransi, dll.
2. Cargo Shipment Process
Berkas pengiriman yang menyatakan kalau eksportir sudah mengirimkan
produk yang dipesan oleh importir sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam letter of credit.
3. Shipping Documents Negotiation Process
Proses monetisasi dokumen pengiriwman untuk eksportir dan menagih
importir atas barang yang dibayarkan.
- Bentuk pembayaran
1. Pembayaran di muka (Advance Payment)
Dilakukan dengan transaksi prabayar sebelum penjual atau eksportir
mengirimkan barang. “Pembayaran dapat dilakukan seluruhnya atau
sebagian. Jenis metode pembayaran ini paling umum digunakan oleh
eksportir ikan tuna. Keuntungan dari prabayar adalah biaya transaksi yang
relatif lebih rendah dari pada letter of credit dan penyerahan dokumen lebih
singkat. Namun bagi importir, pengiriman barang dapat gagal atau tertunda,
serta kualitas dan kuantitas barang mungkin tidak sesuai dengan
kesepakatan semula” (Pengeskpor ikan tuna). Metode prabayar
membebankan bunga importir dan menimbulkan biaya tambahan kepada
pembeli.
2. Rekening terbuka
Barang dikirim dahulu dari eksportir dan pembayaran diproses setelah
barang diterima. Keuntungan dalam hal ini terletak pada importir. Artinya,
Anda menerima item terlebih dahulu. Sementara itu, eksportir menanggung
risiko, apakah ada risiko keterlambatan pembayaran atau tidak dibayar.
Metode rekening terbuka dapat menyebabkan adanya bunga eksportir, yang
memerlukan biaya penjual tambahan.
3. Konsinyasi (Consignment)
Penjual mempercayakan penjualan barang kepada importir. Barang yang
dijual tetap menjadi milik sah eksportir. Manfaat dan risikonya hampir sama
dengan metode rekening koran. “Tidak ada jaminan pembayaran yang tegas
karena kepemilikan barang eksportir telah beralih ke importir. Metode
pembayaran ini merupakan yang paling jarang digunakan dalam kegiatan
ekspor ikan tuna.
4. Document againts payment (D/P)
Eksportir mengirimkan barang ke tujuan mereka dan faktur barang dikirim
ke bank. Ini membuat perdagangan lebih mudah. Importir akan dapat
menerima dokumen ketika pembayaran dilakukan melalui bank yang telah
disepakati sebelumnya. Dokumen ini diperlukan untuk memungkinkan
importir mengambil barang di lokasi barang. Risiko ada pada importir.
5. Document againts Acceptance (D/A)
Ini serupa dengan dokumen untuk cara pembayaran. Bedanya, metode ini
memerlukan persetujuan pembayaran dari importir tujuannya agar
menerima semua dokumen ekspor yang diperlukan dari eksportir. “Kontrak
ini bertujuan untuk jangka waktu tertentu, biasanya 30, 60, atau 90 hari
dengan kontrak. Dua metode terakhir, dokumen pembayaran dan metode
dokumen penerimaan, biasanya membeban- kan tingkat bunga eksportir.”
- Prosedur Pembayaran Ekspor Ikan Tuna
1. Eksportir dan importir bernegosiasi. Jika tercapai kesepakatan, maka akan
dibuat perjanjian jual beli.
2. Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C pada bank asing.
3. Bank pembuka akan mentransfer letter of credit kepada eksportir melalui
bank koresponden Indonesia.
4. Bank koresponden/penerima meneruskan/ memberitahukan kepada
eksportir L/C.
5. Eksportir memproduksi dan menyiapkan ekspor.
6. Eksportir meminta pengangkut/maskapai untuk mengirimkan barangnya.
7. Pada saat barang telah siap untuk diekspor dan jadwal pengapalan telah
ditetapkan, eksportir harus mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB) kepada otoritas pabean pelabuhan muat. Bea dan cukai akan
dibebankan kepada PEB untuk pemuatan di kapal.
8. Kegiatan memuat barang di atas kapal. Dalam hal importir perlu
melampirkan SKA untuk ekspor, eksportir harus memperoleh surat
keterangan asal (certificate of origin) dari kantor penerbit SKA.
9. Eksportir membawa negotiable bill of lading, PEB dengan tarif dan cukai,
dan dokumen lain yang diperlukan untuk L/C ke bank koresponden dan L/C
akan saya negosiasikan.
10. Correspondent/Receiving Bank mengirim dokumen-dokumen tersebut.
11. Pada butir 8 dan melakukan penagihan L/C kepada Opening Bank di Luar
Negeri.
b. Tarif harga dan kebijakan ekspor tuna
- Tarif Harga
Tarif yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor ikan tuna yaitu Uni Eropa
pada tahun 2023 berdasarkan Trade statistics for international business
development (Trade Map) sebesar 9.25%
- Kebijakan ekspor tuna
1. Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)
Tindakan ini diterapkan untuk melindungi kehidupan manusia atau hewan
dari risiko yang timbul dari zat aditif, kontaminan, racun, atau organisme
penyebab penyakit dalam makanan.Jenis kebijakan SPS yang terbanyak
diberlakukan ialah persyaratan pelabelan, sertifikasi.
Tabel . Jenis tindakan Sanitary and Phytosanitary Measures yang terbanyak
diberlakukan atas ekspor ikan tuna
Penutup
a. Kesimpulan
Peluang pasar perikanan tuna Indonesia di pasar ekspor (sisi hilir) tentunya
tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku komoditas tuna yang ada di perairan
laut Indonesia (sisi hulu). baik dari sisi kuantitas maupun kualitas bahan baku
komoditas tuna sehingga dapat memberikan kontribusi positif terhadap market
share komoditas tuna Indonesia di pasar ekspor. Market share komoditas ini diukur
dengan melihat seberapa besar peluang perikanan tuna Indonesia di pasar ekspor
tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja perikanan tuna Indonesia.
Oleh karena itu perlu adanya jaminan agar ekspor komoditas tuna tersebut
tetap konsisten dan mengalami peningkatan. Dalam menjaga dan mempertahankan
konsistensi ekspor perikanan tuna Indonesia dan meningkatkan market share nya
pada Negara tujuan, diperlukan aspek ketelusuran bahan baku komoditas tuna yang
diekspor yang meliputi aspek pasar ekspor, komoditas, daerah ekspor, daerah asal,
jenis armada penangkapan dan jenis alat tangkap.
b. Saran untuk pengembangan ekspor tuna
Adanya hubungan dan kerja sama yang baik antara nelayan dan pengusaha
perikanan yang bertindak sebagai pengolah produk ikan tuna maupun eksportir ikan
tuna, akan memudahkan dalam penyampaian informasi tentang produk ikan tuna
yang sesuai untuk ekspor Di samping itu, pengetahuan tentang cara penanganan
pasca tangkap dan pengolahan yang baik dan benar agar mutu ikan tuna tetap
terjaga perlu diketahui oleh nelayan maupun pengusaha. Persaingan yang cukup
ketat dengan negara eksportir lainnya harus diwaspadai. Untuk itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor ikan tuna serta
strategi yang tepat yang dapat mendukung peningkatan ekspor ikan tuna baik dari
segi volume maupun harga di pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Titip olga
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Pembangunan Kelautan dalam
RPJMN 2015-2019. Rapat Koordinasi Kementerian Kelautan dan PerIkanan, Tema
: RKP 2015 dan RPJMN 2015-2019. Bappenas. Jakarta.
Dwiyitno. 2009. Implementasi Sistem Ketertelusuran Pada Produk Perikanan.
Squalen. Vol. 4 no.3 Desember 2009.
Fauzi, A. dan Z. Anna. 2002. Penilaian Depresiasi Sumber daya PerIkanan Sebagai
Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan PerIkanan. Jurnal Pesisir
dan Lautan. Volume 4, No 2, 2002 : 36 – 49 Bogor : Pusat Kajian Sumber daya
Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apriliani, N. L. P. N., Suryaniadi, S. M., & Dewi, N. I. K. (2022). Proses
Pengiriman Barang General Cargo Melalui Jalur Laut Dalam Kegiatan Ekspor Pada
PT Ritra Cargo Indonesia Cabang Denpasar (Doctoral dissertation, Politeknik
Negeri Bali).
Ritonga, A. I., Sengadji, K. G., & Ahmad, H. E. (2021). Klaim Asuransi Muatan
Kapal Laut (Marine Cargo Insurance) sebagai Wujud Pertanggungjawaban Freight
Forwarder pada PT Pelayaran Meratus Line. Saintara: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Maritim, 5(3), 74-81.