Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DASAR ENERGI LISTRIK

KONVERSI ENERGI ANGIN


Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah dasar Tenaga Listrik

Di Susun oleh :
Anton Sudibyo-210111301024
Amil Bikhri Fachriza-210111301014

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELKTRO


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS GLOBAL JAKARTA
2023
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Potensi energi angin yang dimiliki Indonesia diidentifikasi sekitar 978 MW. Pada
beberapa lokasi di wilayah Indonesia telah dilakukan beberapa kali penelitian dan pengukuran
potensi energi angin baik oleh lembaga pemerintahan seperti (LAPAN,BMKG). Potensi tenaga
angin di darat kekuatannya terbatas, dengan kecepatan angin rata – rata antara 3 m/s dan 7
m/s,.
Teknologi turbin angin skala besar dapat bekerja dengan baik pada kecepatan antara 5 –
20 m/s. Kurang dari 5 m/s lebih sesuai untuk diubah menjadi energi mekanik atau pembangkit
listrik tenaga angin skala kecil, sehingga untuk daerah-daerah yang memiliki kecepatan angin
dibawah 5 m/s lebih cocok untuk menggunakan turbin angin poros vertikal agar menghasilkan
listrik yang baik. (Notosudjono, 2017).
Negara Indonesia mempunyai Potensi energi Angin sebesar 978 MW, Potensi energi
angin terbesar ada di wilayah Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan berpotensi
menghasilkan energi listrik dari angin hingga lebih dari 200 MW. Saat ini, di kedua wilayah
tersebut telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLT Angin). Di Sidrap berkapasitas 75
MW dan di Jeneponto berkapasitas 72 MW. Selain Sidrap dan Jeneponto, wilayah lain juga
memiliki potensi sumber energi angin cukup besar. Berdasarkan analisis potensi energi angin
dan pemetaan potensi energi angin yang telah dilakukan, wilayah dengan potensi cukup besar
antara lain Sukabumi (170 MW), Garut (150 MW), Lebak, dan Pandeglang (masing-masing 150
MW), serta Lombok (100 MW).
Selain wilayah tersebut di atas, wilayah lain yang memiliki potensi energi angin di bawah
100 MW antara lain, Gunung Kidul (10 MW) dan Bantul (50 MW) di DIY Yogyakarta, Belitung
Timur (10 MW), Tanah Laut (90 MW), Selayar (5 MW), Buton (15 MW), Kupang (20 MW), Timur
Tengah Selatan (20 MW),dan Sumba Timur (3 MW) di Nusa Tenggara Timur serta Ambon (15
MW) Kei Kecil (5 MW) dan Saumlaki (5 MW) di Ambon. Di lokasi-lokasi tersebut terdapat
beberapa lokasi potensial dan sedang dilakukan pengembangan oleh pengembang listrik
swasta.(Notosudjono, 2017).

1.2 Maksud dan Tujuan


Dalam penyusunan Makalah ini maksud dan tujuannya adalah:

1. Mengkaji sistem penerapan dan pengembangan PLT Angin di Indonesia sebagai negara
berkembang.
2. Mengkaji potensi angin dan teknologi pada PLT Angin.
II. TEORI DASAR
2.1 Energi Angin
Energi angin adalah udara yang bergerak yang secara tidak langsung merupakan energi
yang berasal dari matahari, karena angin dipengaruhi oleh pemanasan yang dilakukan oleh
matahari secara tidak merata di permukaan bumi oleh matahari. Lapisan udara yang
menghangatkan mengakibatkan perbedaan tekanan udara di atmosfir (Notosudjono, 2017).
2.2 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang
diperoleh dari jarak jauh dengan menggunakan sensor yang dipasang pada wahana satelit.
Pemanfaatan dan optimalisasi dari potensisumber energi baru terbarukan, khususnya
energi angin masih jauh dari harapan. Salah satu penghambat dalam mengoptimalkan potensi
tersebut karena kurangnya informasi yang komprehensif mengenai potensi sumber energi baru
terbarukan. Sistem informasi yang dapat dikatakan memenuhi kebutuhan untuk menyajikan
informasi mengenai potensi sumber EBT ini adalah sistem informasi geografis dimana informasi
yang disajikan tidak hanya sekedar data tekstual akan tetapi menyajikan informasi yang bersifat
geografis yaitu letak, kontur, dan luasan. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem
yang mengambil, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan
data yang secaraspatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. (Djojodiharjo, 1993)
2.3 Konversi Energi Angin
Konversi energi adalah penggunaan secara efisisen dan rasional tanpa mengurangi
penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan. Upaya konservasi energi ditetapkan
pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada
pemanfaatan akhir, dengan menggunakan teknologi yang efisien dan membudayakan pola
hemat energi dengan memanfaatkan energi yang dapat diperbaharui, dalam hal ini energi
angin. Prinsip kerja dari sistem konversi energi angin adalah mengkonversikan energi kinetik
angin menjadi listrik melalui putaran kumparan generator. Energi mekanik pada turbin angin
diperoleh dari suatu proses konversi energi angin. (Djojodiharjo, 2001)
2.4 Konversi Energi Angin - Hibrid
Sistem konversi angin – hibrid adalah sistem konversi energi secara gabungan. Beberapa sistem
hibrid yang telah dikembangkan, antara lain : matahari-diesel, angin-diesel, matahari-angin,
angin-air, angin-matahari, dan lain sebagainya. Dengan penerapan sistem hibrid ini diharapkan
dapat meningkatkan kontinuitas pelayanan dalam penyediaan energi listrik.(Wibawa, 2001)
2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLT Angin)
Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau sering juga disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga
Bayu adalah salah satu pembangkit listrik energi terbarukan yang ramah lingkungan dan
memiliki efisiensi kerja yang baik jika dibandingkan dengan pembangkit listrik energi terbarukan
lainnya. Sistem pembangkit listrik tenaga Angin dapat dibuat menjadi 2 sistem on grid (bersatu
dengan jaringan PLN) atau off grid (berdiri sendiri) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1 Sistem Off Grid Gambar 2 Sistem On Grid


Sumber : id.chchwayenergy.com

2.6 Persamaan Umum Perhitungan PLT Angin


Daya angin berbanding lurus dengan kerapatan udara dan kubik kecepatan angin
dinyatakan dengan persamaan : (Hau Erich.2006)
𝑷=1/2𝝆𝑉3
Untuk menghitung energi persatuan luas yang dihasilkan oleh turbin angin adalah
menggunakan persamaan berikut :
𝑷=1/2𝝆𝑉3𝑨
Menghitung daya yang dihasilkan turbin angin, dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
𝑷=𝑪𝒑1/2𝝆𝑉3𝐷2
Dari kecepatan angin diameter, dapat dihitung nilai putaran yang dihasilkan oleh turbin sebesar
dengan menggunakan persamaan berikut :
𝑅𝑃𝑀 = 60λV/πD
Selanjutnya sistem konversi energi angin untuk membangkitkan tenaga listrik dihitung dengan
persamaan berikut :
(𝑷𝒔𝒚𝒔𝒕/𝑨)𝑾𝒑 𝑪𝒑 𝒙 𝜼𝒕 𝒙 𝜼𝒈 𝒙 𝜼𝒃 𝒙 ½ 𝒙 𝝆 𝒙 V3
Koefisien daya (Power coefficient) :
𝑪𝒑 =𝑃/𝑃0 = 14𝑃 𝐴(𝑣 2/1 – 𝑣 2/2)(𝑣1+𝑣2) / 1/2𝑝 𝐴 𝑉3
𝑪𝑷 =𝑃/𝑃0 =1/2 [[𝟏 − (𝑣2/𝑣1)] [𝟏 +𝑉2/𝑉1]]
Menghitung Tip speed ratio (TSR) :
𝝀 =𝜋𝐷/𝑣
Daya yang dihasilkan turbin angin :
𝑷𝒓= 𝑪𝒑1/2p V3 D2
Penentuan torsi :
T =30 P/π .RPM
Penentuan daya poros :
𝑷 =2πn/60𝒙 𝑻

2.7 Turbin angin


Turbin angin atau yang disebut pula dengan kincir angin, adalah merupakan alat yang
dipergunakan untuk menangkap energi angin yang berupa gerak translasi untuk diubah menjadi
gerak rotasi dan merupakan sarana pengubah energi kinetik menjadi energi mekanik. Berikut
adalah skema turbin angin dapat dilihat pada gambar 3 berikut :

Gambar 3 Turbin Angin


Sumber : Notosudjono, 2017 : 183
2.8 Pengontrolan daya turbin angin

Umumnya dalam perancangan turbin angin, terdapat beberapa parameter yang harus
diperhitungkan, yaitu kecepatan cutin, kecepatan rating dan kecepatan cut-off yang merupakan
kecepatan dimana turbin angin harus berhenti beroperasi untuk menghindari kerusakan akibat
kecepatan angin yang melewati turbin angin melebihi batas ketahanan turbin. (Piggott Hugh,
2005)

2.8.1 Pasive Stall Control

Lengkungan dan ketebalan balingbalingrotor yang dibentuk sedemikian rupa akan


menyebabkan turbulensi pada baling-baling ketika kecepatan angin melebihi batas kecepatan
yang ditentukan. Turbulensi ini akan menyebabkan energi angin yang ditransfer menjadi kecil
saat kecepatan angin tinggi. (Notosudjono, 2017)

Gambar 4 Passive Stall Control


Sumber : www.quora.com
2.8.2 Pitch Control

Pada saat kecepatan angin rendah dan sedang, sudut baling-baling diatur untuk
memungkinkan turbin angin bekerja pada kondisi optimumnya. Sedangkan saat kecepatan
angin sedang tinggi, sudut balingbaling akan dinaikkan agar daya aerodinamika berkurang dan
menjaga kecepatan putaran rotor agar tetap dalam batas yang dapat dikontrol.
Gambar 5 Pitch
Sumber : Notosudjono, 2017 : 184
III. KONDISI PLT ANGIN DI INDONESIA DAN NEGARA LAIN

3.1 Potensi Angin di Indonesia

Secara alamiah potensi energi angin di Indonesia relatif menengah karena terletak di
daerah khatulistiwa. Namun demikian ada daerah – daerah yang secara geografis merupakan
daerah angin karena merupakan wilayah nozzle effect atau penyempitan antara dua pulau atau
daerah lereng gunung antara dua gunung yang berdekatan.

Potensi energi angin yang dimiliki Indonesia diidentifikasi sekitar 978 MW. Pada
beberapa lokasi di wilayah Indonesia telah dilakukan beberapa kali penelitian dan pengukuran
potensi energi angin baik oleh lembaga pemerintahan non departemen (LAPAN, BMKG),
Pemerintah daerah maupun lembaga/perusahaan asing dengan hasil sebagai berikut:

 Survei dan pengukuran langsung di lokasi :


 LAPAN : > 120 lokasi di berbagai wilayah Indonesia
 Wind Guard : 12 Lokasi (NTT)
 Windrock Int : 20 Lokasi (NTT)
 Soluziona : 3 lokasi (Sulsel dan Jateng)
 Npsa : 2 Lokasi (Sumut)
 Data sekunder dari : BMKG, WMO, NCDC, dan 3 TIER
 Peta potensi energi angin NTT : Sumba dan Timor (NREL)

Potensi tenaga angin di darat kekuatannya terbatas, dengan kecepatan angin rata – rata
antara 3 m/s dan 7 m/s. Berikut merupakan tabel 1 potensi energi angin di Indonesia.

Tabel 1 Potensi Energi Angin Indonesia


Daya
Kec.angin Jumlah
Kelas Spesifik Daerah/Wilayah
(m/s) Lokasi
(W/m2)
Sumbar, Bengkulu, Jambi,
Jateng, NTB,
Kurang
<3,0 <45 66 Kalses, NTT,
Potensial
Sultra, Sulut,
Maluku
Lampung, DIY, Bali, Jatim,
Potensi
Jateng, NTB,
Rendah
3,0-4,0 <75 34 Kalsel, NTT,
(skala
Sulut, Sulteng,
Kecil
Sumut, Sulbar
Bengkulu, Banten,
Potensi
DKI, Jateng,
Menengah
4,1-5,0 75-150 34 Jatim, NTB, NTT,
(Skala
Sultra, Sulteng,
Menengah)
Gorontalo, Sulsel
Potensi
DIY, Jateng,
Tinggi
>5,0 >150 19 Sulsel, NTB,
(Skala
NTT, Sulut
Besar
Sumber : Notosudjono, 2018
3.2 Peta potensi energi angin Indonesia

Peta Potensi Energi Angin Indonesia berisikan informasi mengenai potensi energi angin
yang dimiliki Indonesia yang terbuka untuk publik dan diharapkan dapat membantu pemerintah
dan pelaku usahadalam menentukan wilayah yang memiliki potensi untuk dibangun
Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Sedangkan Buku "Integration of Wind Energy in Power
Systems" yang diluncurkan pada tahun 2017 dapat dijadikan panduan bagi para pengambil
kebijakan dan pelaksana dalam mengintegrasikan energi listrik yang di produksi PLT Angin ke
dalam sistem jaringan listrik PT PLN yang didasari oleh pengalaman Denmark. (BPPT outloock
2015)

Gambar 6 Peta Potensi Energi Angin Indonesia 2017


Sumber : www.esdm.go.id

3.2 Kondisi PLT Angin di Indonesia

Perkembangan energi angin masih belum tergolong optimal di Indonesia. Sudah


seharusnya pemerintah dan golongan akademisi mengadakan kajian-kajian tentang
pengembangan sumber-sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui demi mendukung
program diversifikasi dan kebijakan energi hijau nasional yang tak terkecuali energi angin ini.
Misalnya, untuk kasus energi angin, sampai dengan tahun 2004, kapasitas terpasang dari
pemanfaatan tenaga angin hanya mencapai 0.5 MW dari 9.29 GW potensi yang ada. (Outlook
energi indonesia, 2016)

3.2.1 Pembangkit listrik tenaga angin di Sulawesi

PLT Angin Sidrap memiliki 30 kincir angin dengan tinggi menara 80 meter dan panjang
baling-baling 57 meter. Masing-masing kincir menggerakkan turbin berkapasitas 2,5 megawatt,
sehingga total kapasitas yang dihasilkan oleh 30 turbin adalah 75 megawatt. (Kementerian
energi dan sumber daya mineral)
Dari 30 kincir angin tersebut, dapat menghasilkan listrik sebesar 75 Mega Watt (MW).
Kincir angin tersebut diproyeksikan akan mampu mengaliri listrik kepada 70.000 pelanggan di
wilayah Sulsel dengan daya listrik rata-rata 900 Volt Ampere. Pembangunan pembangkit listrik
tenaga kincir angin ini sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan porsi Energi
Baru Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen dari total bauran energi nasional pada 2025. Sekitar
40 persen pembangkit listrik tenaga kincir angin ini menggunakan Tingkat Komponen Dalam
Negeri (TKDN) dan menyerap sekitar 1150 tenaga kerja. (Kementerian energi dan sumber daya
mineral)

Gambar 7 Pembangkit Listrik Tenaga Angin Sidrap


Sumber : www.esdm.go.id

Selain pembangkit listrik tenaga angin Sidrap, Sulawesi Selatan juga akan memiliki PLT
Angin di Kabupaten Jeneponto dan beroperasi pertengahan 2018 mendatang. PLT Angin yang
akan dibangun yaitu PLT Angin Tolo 1 di Kampung Lengke-Lengkese, Kecamatan Binamu,
Jeneponto. Perkembangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin Tolo-I Jeneponto di
Sulawesi Selatan telah mencapai 80 persen. Proyek ini akan menjadi PLT Angin terbesar kedua
setelah PLT Angin Sidrap yang juga berada di Sulawesi Selatan dengan kapasitas 72 megawatt
(mw).Nilai investasi sebesar USD160,7 juta, dengan memanfaatkan lahan 60 hektar dengan
masa pengerjaan dua tahun. hingga saat ini progres pembangunan secara keseluruhan dengan
target
penyelesaian pertengahan tahun 2018, berikut gambar PLT Angin di jeneponto.
Gambar 8 Proses Kontruksi PLT Angin di Jeneponto
Sumber : www.cnnindonesia.com
3.2.2 Pembangkit listrik tenaga angin di Jepara

Pemanfaatan energi angin secara langsung bagi masyarakat baru dilakukan pada tahun
1992 di Jepara Jawa Tengah, diawali dengan 3 unit turbin angin kecil di desa Bulak Baru
Kecamatan Kedung Jepara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Tk I Jawa Tengah, Pemda
Tk II Jepara, Universitas Diponegoro (Undip) dan swasta dan pada tahun 1994 menghasilkan
pembangunan total 31 unit turbin angin dari kapasitas 250 W, 1000 W dan 2500 W di dua desa
yakni 19 unit di Desa Bulak Baru Jepara (penduduk 182 KK) dengan kapasitas terpasang 40 kW
dan 12 unit di desa Kalianyar (penduduk 82 KK) dengan kapasitas terpasang 8 kW yang
digunakan untuk penerangan rumah, sarana umum, jalan dan selanjutnya peralatan listrik
industri.
Proyek pemanfaatan di dua desa ini lebih dikenal dengan Desa Angin Percontohan
Jepara yang telah diserah terimakan oleh LAPAN kepada Pemda Tk II Jepara pada tahun 1994
dan merupakan percontohan pertama energi angin di Indonesia yang telah dipublikasikan
secara nasional maupuninternasional.

3.2.3 Pembangkit listrik tenaga angin Pandansimo

Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) di Pantai Baru Pandansimo Bantul Yogyakarta
merupakan energi hibrid berbasis pada potensi energi surya dan kekuatan angin yang dijadikan
model dalam pengembangan energi terbarukan secara terintegrasi melalui Sistem Inovasi
Daerah (SIDa).

Gambar 9 PLTH Pandansimo Bantul


Sumber : www.yogyes.com
Konfigurasi sistem PLTH Pandansimo terdiri dari PLTS dan PLT Angin. Analisis sistem
PLTH Pandansimo dilakukan melalui dua pemodelan sistem Off-Grid dan On-Grid. Dari data
yang diperoleh dari pantai baru yang mana kecepatan angin dapat dilihat dari data logger
anemometer yang berada di kawasan PLTH, rata-rata kecepatan angin di pantai baru diukur
dengan ketinggian 15 meter daripermukaan tanah adalah 4,1 m/s.

3.2.4 Pembangkit listrik tenaga angin di Nusa Penida

Pada umumnya angin rata – rata di Nusa Penida Bali relatif lebih rendah dibandingkan
dengan kecepatan angin yang beriklim sub-tropis atau dingin yang merupakan salah satu
tempat yang berpotensi sebagai tempat pendirian PLT Angin, selain wilayah Bali bagian timur.
Syarat utama pendirian PLT Angin atau angin adanya kekuatan angin yang memadai. Di puncak
mundi, desa klumpu lokasi PLT Angin ini didirikan, Kecepatan angin mencapai 6 meter/detik,
sebulan dengan kapasitas 80 Kwh.
Pulau Nusa Penida memiliki 9 buah kincir listrik sebagai pembangkit listrik tenaga angin.
Sangat di sayanglkan, hanya 7 kicir saja yang beroperasi dan dua diantaranya rusak. Di lokasi
tersebut, terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai gardu listrik. Bangunan tersebut
sudah tidak terawat dan tidak berpenghuni. Pada tahun 2013, kincir yang rusak bertambah satu
menjadi 3 buah. Dan pada tahun 2014, sebanyak 8 kincir tidak beroperasi dan beberapa
mengalami kerusakan parah.

Gambar 10 PLT Angin di Nusa Penida


Sumber : Banjarnahor 2014

Sembilan Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau serta sebuah Pembangkit Listrik Tenaga
Surya yang dibangun di Puncak Mundi, Nusa Penida tak lagi beroperasi meski baru berumur
tidak lebih dari 7 tahun. Menurut pemerintah daerah, pembangkit listrik yang cocok untuk
wilayah Nusa Penida adalah Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut. Kapasitas listrik terpasang di
kawasan Nusa Penida mencapai 3,5 - 3,6 Mw. Kapasitas tersebut sering diklaim cukup untuk
memenuhi kebutuhan Nusa Penida.
4.1 Daya Spesifik

Energi angin dapat di konversi atau di transfer ke dalam bentuk energi lain seperti listrik
atau mekanik dengan menggunakan kincir atau turbin angin. Berikut merupakan data-data hasil
perhitungan dimana daya angin berbanding lurus dengan kerapatan udara.

Tabel 2 Hasil Perhitungan Daya Potensi


Wilayah Kecepatan Rata- Daya Spesifik
Rata (m/s) (Watt/𝑚2)
Pelukan Bada, Aceh Besar 5,15 81
Tanjung Tinggi, Belitung 6,1 136
Muara Binuangeun, Lebak 5,5 99
Ciemas, Sukabumi 6,6 172
Cikelat, Garut 6,6 172
Gunung Selok, Cilacap 5,47 98
Harjowinangun, Purwerejo 5,32 90
Pandansimo, Bantul 4,1 42
Baron, Gunung Kidul 5,8 117
Nusa Penida, Klungkung(Bali) 4,9 71
Tember, NTB 4,54 56
Palakahembi, Timur pulau Sumba, NTT 5,4 94
Kupang Barat 6,99 204
Oelbubuk, Kupang 6,7 180
Pulau Pelapis, Kalbar 5,99 128
Pulau Selayar, Sulawesi 4 38
Jeneponto, Sulawesi 8,11 320
Takalar, Sulawesi 6,95 201
Sidrap, Sulawesi 7,04 209
Gorontalo, Sulawesi 5,48 98
Minahasa Utara, Sulawesi 5,97 127
Kaimana, Papua 4,78 65

Dari data yang ada pada tabel di atas menunjukan variasi potensi energi angin disetiap
daerahnya. Daerah yang memiliki kecepatan angin yang tinggi Berbanding lurus dengan potensi
daya yang dihasilkan. Berdasarkan data yang ada maka menjadi perbandingan wilayah dengan
kelas potensial bisa dilihat pada tabel di atas.
Maka untuk memanfaatkan potensi energi angin maksimal (kecepatan diatas 5 m/s)
yang diterima poros turbin kincir, diperlukan turbin angin poros horizontal, generator berdaya
besar yang dapat menghasilkan daya listrik besar dan didukung dengan teknologi yang baik,
seperti menggunakan sistem untuk pengaturan turbin terhadap kecepatan angin dan arah
angin yaitu aktif stall control. Kemudian untuk mengantisipasi kelemahan fluktuasi keberadaan
angin serta menjaga kontinuitas penyaluran daya dan faktor kapasitas dapat diantisipasi
dengan sistem penyimpanan menggunakan baterai, atau dapat menggunakan sistem on-grid.

4.2 Pemilihan Teknologi Turbin Angin


Berdasarkan data-data yang telah dilakukan, teknologi turbin angin skala besar dapat
bekerja dengan baik pada kecepatan pada kecepatan antara 5 – 20 meter/detik. Kurang dari 5
m/s lebih sesuai untuk diubah menjadi energi mekanik atau pembangkit tenaga angin skala
kecil.

4.2.1 Kecepatan angin di bawah 5 m/s

Jika perhitungan potensi daya efektif dan energi listrik persatuan luas tersebut ditinjau
berdasarkan potensi kecepatan angin pada tabel 3 di bawah 5 m/s yang ada di Indonesia untuk
mengetahui terkait daya dan energi yang dibutuhkan jika diterapkan asumsi yang sama seperti
pada contoh asumsi sebelumnya mengenai perhitungan energi angin, maka akan didapatkan
sebagai berikut :
Tabel 3 Perhitungan Berdasarkan Potensi Angin di Bawah 5 m/s
Turbin Angin Poros Vertical
Daerah Kecepatan Laju Joule/ E/waktu Daya eff Psyst/a
(m/s) Aliran dt (Watt/ (watt) (W/𝑚2)
Kg/s 𝑚2)
Pandanismo 4,1 93 781 785 485 11
, Bantul
Nusa 4,9 111 1332 1341 829 20
Penida,
Klungkung
(Bali
Tember, 4,54 103 1061 1066 659 15
NTB
Pulau 4 91 728 729 451 10
Selayar,
Sulawesi
Kaimana, 4,78 108 1223 1245 769 18
Papua

Tabel 3 di atas merupakan hasil perhitungan potensi daya dan energi yang dihasilkan
per satuan luas jika digunakan turbin angin poros vertical dengan asumsi berdiameter 5 meter
dan mempunyai 6 buah sudu serta berbagai komponen turbin angin yang ada pada asumsi
sebelumnya. Asumsi mengenai turbin angin tersebut kemudian ditinjau dengan data potensi
energi angin yang dirilis oleh BPPT dan diperhitungkan dengan persamaan-persamaan yang
digunakan pada asumsi di atas.
Dari hasil yang terdapat pada tabel di atas menunjukan variasi potensi energi angin
disetiap daerahnya. Daerah yang memiliki kecepatan angin yang tinggi berbanding lurus dengan
potensi daya yang dihasilkan. Daerah yang memiliki potensi paling besar pada data tabel adalah
daerah Nusa Penida dan terendah adalah pulau selayar Sulawesi.

4.2.2 Kecepatan angin di atas 5 m/s

Jika perhitungan potensi daya efektif dan energi listrik persatuan luas tersebut ditinjau
berdasarkan potensi kecepatan angin pada tabel 3 di atas 5 m/s yang ada di Indonesia untuk
mengetahui terkait daya dan energi yang dibutuhkan jika diterapkan asumsi yang sama seperti
pada contoh asumsi sebelumnya mengenai perhitungan energi angin, maka akan didapatkan
sebagai berikut.

Tabel 4 Perhitungan Berdasarkan Potensi Angin di Atas 5 m/s


Turbin Angin Poros Horizontal
Laju E/waktu
Kecepatan Joule/ Daya eff Psyst/a
Daerah Aliran (Watt/
(m/s) dt (watt) (W/𝑚2)
Kg/s 𝑚2)
Pelukan Bada, 5,15 698 9256 9260 5546 23
Aceh Besar
Tanjung Tinggi, 6,1 827 15386 15389 9217 38
Belitung
Muara 5,5 745 11268 11280 6756 28
Binuangeun,
Lebak
Ciemas, 6,6 894 19471 19492 11674 49
Sukabumi
Cikelat, Garut 6,6 894 19471 19492 11674 49
Gunung Selok, 5,47 741 11085 11096 6646 27
Cilacap
Harjowinangun, 5,32 721 10203 10208 6114 25
Purwerejo
Baron, Gunung 5,8 786 13220 13228 7923 33
Kidul
Palakahembi, 5,4 732 10672 10676 6394 26
Timur pulau
Sumba, NTT
Kupang Barat 6,99 947 23135 14571 13868 58
Oelbubuk, 6,7 908 20300 20391 12213 51
Kupang
Pulau Pelapis, 5,99 812 14567 14571 8727 36
Kalbar
Jeneponto, 8,11 1099 36141 36165 21660 91
Sulawesi
Takalar, 6,95 942 22750 2760 13632 57
Sulawesi
Sidrap, 7,04 954 23640 23656 14168 59
Sulawesi
Gorontalo, 5,48 743 11156 11157 6682 28
Sulawesi
Minahasa 5,97 809 14416 14426 8640 36
Utara, Sulawesi

Tabel di atas merupakan hasil perhitungan potensi daya dan energi yang dihasilkan per
satuan luas jika digunakan turbin angin poros horizontal dengan asumsi berdiameter 12 meter
dan mempunyai 3 buah sudu serta berbagai komponen turbin angin yang ada pada asumsi
sebelumnya. Asumsi mengenai turbin angin tersebut kemudian ditinjau dengan data potensi
energi angin yang dirilis oleh BPPT dan diperhitungkan dengan persamaanpersamaan yang
digunakan pada asumsi di atas.
Dari hasil yang terdapat pada tabel 4.4 di atas menunjukan variasi potensi energi angin
di setiap daerahnya. Daerah yang memiliki kecepatan angin yang tinggi berbanding lurus
dengan potensi daya yang dihasilkan. Daerah yang memiliki potensi paling besar pada data
tabel adalah daerah Jeneponto Sulawesi Selatan dan terendah adalah Aceh. Daerah-daerah
yang ada pada tabel tersebut merupakan daerah yang telah dikaji dari berbagai aspek termasuk
kecepatan angin, bahwa ditempat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik
tenaga angin. Maka untuk memanfaatkan potensi energi angin kecepatan di atas 5 m/s yang
diterima poros turbin kincir, diperlukan turbin angin poros Horizontal, generator berdaya besar
yang dapat menghasilkan daya listrik besar dan didukung dengan teknologi yang baik, seperti
menggunakan sistem untuk pengaturan turbin terhadap kecepatan angin dan arah angin yaitu
aktif stall control. Kemudian untuk mengantisipasi kelemahan fluktuasi keberadaan angin serta
menjaga kontinuitas penyaluran daya dan faktor kapasitas dapat menggunakan sistem on-grid.

4.3 Data dan Analisa Perhitungan PLT Angin Sidrap

Berdasarkan data PLN dan Kementerian ESDM, pasokan listrik sudah bertambah 9.246
MW. Rinciannya, pada 2015 ada tambahan sebanyak 3.757 MW, 4.128 MW pada 2016, dan
sampai Semester 2017 sebesar 1.361 MW. Peresmian PLT Angin Sidrap tidak semata menjawab
kebutuhan listrik di Sulawesi, tetapi terlebih adalah pemanfaatan salah satu sumber daya alam
Indonesia, dalam hal ini angin yang juga merupakan program pemerintah untuk terus
mengembangkan energi baru terbarukan.

4.3.1 Energi kinetik angin Sidrap

Kecepatan angin digunakan berdasarkan data yang diperoleh dari BMKG atau dari data
yang telah berhasil didapatkan yaitu 7 m/s, Masa jenis udara adalah sesuai dengan standar
yang ada yaitu 1,2 kg/𝑚3, luas penampang yang digunakan yaitu dengan diameter 57 meter
(turbin poros horizontal) Perhitungan menggunakan formula untuk menghitung energi angin
sebagai berikut :
- Luas penampang blade :
𝐴 = 𝜋𝑟2
𝐴 = 3,14 𝑥 28,52 = 2.550 𝑚2

- Massa udara (kg) (2.11)


𝑚=p𝑥vxA
m = 1,2 kg x 7 m/s x 2.550 𝑚2= 21.420 kg

- Energi
E =1/2m. 𝑣2 =1/2. 21.420 kg . 72 = 524.790 joule/dt

4.3.2 Perhitungan desain turbin angin

Sebelum menentukan jenis turbin angin yang digunakan, maka perlu diperhitungkan
desain turbin yang digunakan berdasarkan kecepatan angin yang ada di daerah sidrap.
Kecepatan angin di daerah Sidrap digolongkan kategori kecepatan angin yang cukup baik.
Berdasarkan data yang ada, Berikut ini adalah perhitungan PLT Sidrap :
a. Kecepatan angin minimal (𝑣) = 7 m/s
b. Masa jenis angin (𝜌) = 1,2 (kg/𝑚3)
c. Daya yang dibangkitkan = 2,5 Mw
d. Tinggi sudu = 57 m
e. jumlah sudu = 3 buah
Dari data yang diketahui, dapat dihitungdiameter sudu turbin, tip speed ratio dan
putaran
turbin sebagai berikut :

4.3.3 Perhitungan luas rotor

Dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.19)

𝑃 =1/2𝜌. 𝑣3. 𝐴

Daya rotor yang dihasilkan dari turbin angin ini adalah sebesar 2.500.000 Watt, Maka didapat
luas sapuan rotor yaitu :

𝐴 =2𝑃/𝑝 𝑣3= 2 x 2.500.000 W / 1,2 kg x 73 𝑚/𝑠= 12.147 𝑚2

4.3.4 Diameter sudu turbin

Dari luasan rotor tersebut dapat dicari berapa meter sudu turbin yang sesuai dengan
perhitungan

𝐴=4𝑥½𝑥𝜋𝑥𝑑𝑥𝑙

dengan menentukan jumlah sudu dan panjang sudu maka dapat ditentukan berapa diameter
sudu yang sesuai :

𝑑 =2𝐴/4 𝜋 𝑙= 2 x 12147/4 x 3,14 x 57= 34 𝑚2


4.3.5 Tip speed ratio (TSR)

Setelah didapat nilai diameter sudu, selanjutnya dapat dicari nilai tip speed ratio (𝜆)
𝜆 =𝜋𝐷/𝑣 Maka didapat : 𝜆 = 3,14 x 34/7= 15,2

Maka berdasarkan gambar grafik dan tip speed ratio yang dihasilkan, turbin angin yang
terdapat di PLT Angin Sidrap sesuai perhitungan yaitu turbin angin bersudu tiga yang berporos
horizontal.

4.3.6 Putaran turbin

Dari kecepatan angin diameter, dapat dihitung nilai putaran yang dihasilkan oleh turbin

𝑅𝑃𝑀 = 60 λV/ πD

𝑅𝑃𝑀 = 60 (15,2 x 7)/(3,14 x 34)= 60 N

4.3.7 Torsi turbin

Torsi yang dihasilkan dari turbin menggunakan persamaan (2.26)

𝑇 = 30P/ π.RPM
𝑇 = 30 x 2500000/3,14 x 60 = 398.089 𝑁𝑒𝑤t𝑜n/s

Jika dinilai dari hasil perhitungan yang ada tersebut, produk turbin angin terbaik yang
direkomendasikan untuk kecepatan angin di daerah Sidrap yang tergolong kecepatan angin
menengah adalah turbin angin kelas IIA-2,5 Mw dengan jenis Horzontal Air Wind Turbine
(HAWT).

4.3.8 Perhitungan daya listrik turbin angin

Data–data berikut merupakan data ril di lapangan dan sebagian berupa asumsi
dikarenakan dari beberapa sumber tidak mencantumkan data Efisien turbin, Efisien gearbox,
Efisien generator maka dari itu penulis mencantumkan data berikut yang terkait dengan proses
koversi :
- Kecepatan angin nominal (Vi) = 7 m/s
- Luas sapuan blade (A) = 2550 𝑚2
- Power coefisient (Efisien turbin) = 0,35
- Efisien gearbox = 0,95
- Efisien generator = 0,85

a. Perhitungan daya turbin (𝑃𝑚)


Perhitungan ini menggunakan persamaan
yang bertujuan mengetahui daya mekanik turbin (pmt) berupa putaran yang dapat dihasilkan
oleh turbin angin.

𝑃𝑚 = η𝑡1/2gc𝜌𝐴V3
𝑃𝑚 =1/(2 𝑥 1,0) kg/n.s x 0,35 𝑥 1,2 kg x 2550 m2 𝑥 73 m/s
𝑃𝑚 = 183.676 w

b. Perhitungan daya mekanik pada gearbox (Pg)


Besarnya daya mekanik pada keluaran dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
𝑃𝑔 = η𝑔 𝑥 𝑃𝑚𝑡
𝑃𝑔 = 0,95 𝑥 183.676 𝑊
𝑃𝑔 = 174.492 𝑊
c. Perhitungan daya listrik (𝑃𝑒)
Perhitungan daya listrik ini menggunakan persamaan karena tidak dituliskan efiensi
generator pada beberapa sumber menganai PLT Angin Sidrap maka diasumsikan efiensi
generator sebesar 0,85 Besarnya daya listrik tersebut adalah sebagai berikut:

𝑃𝑒 = η𝑔𝑒𝑛 𝑥 𝑃𝑔
𝑃𝑒 = 0,85 𝑥 174.492 𝑊
𝑃𝑒 = 148.318 𝑊

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan di atas dapat diketahui bahwa generator
turbin angin tersebut menghasilkan daya listrik sebesar 148.318 W. Apabila dihitung
efisiensinya maka besarnya efiensi turbin angin (η𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚) pada kecepatan angin nominal
adalah sebagai berikut :

η𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 =148.318/183.676 𝑥 100 % = 80 %

Efisiensi sistem tersebut dihitung berdasarkan daya listrik yang dihasilkan generator
yang kemudian dibandingkan dengan daya input mekanik yang terdapat pada poros turbin
angin. Efisiensi tersebut dapat lebih besar atau lebih kecil dari nilai tersebut. Hal ini tergantung
dari koefisien efisiensi dari masing-masing komponen seperti gearbox dan generator.

4.4 Investasi Sektor Energi Baru


Terbarukan (EBT)

Investasi energi adalah proyek jangka panjang (sekitar 20 tahun) dan memerlukan
pembiayaan jangka panjang. Harga pembelian listrik juga terlalu rendah bagi para pengembang
energi baru terbarukan untuk pulih dari biayabiaya yang ditimbulkan dalam investasi mereka.
Alih-alih mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan apalagi setelah pemerintah Indonesia
memberlakukan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NO. 50/2017 yang
membatasi harga pembelian listrik paling tinggi sebesar 85 persen dari BPP (Biaya Pokok
Penyediaan) Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
Keputusan Menteri ESDM 1772/20/MEM/2018 saat ini menetapkan BPP nasional pada
Rp 1.025/kWh, sedangkan BPP lokal berkisar dari Rp.911/kWh hingga Rp 2.677/kWh. Dalam
melakukan perhitungan keuangan perlu ditetapkan asumsi-asumsi sebagai dasar perhitungan
yang dapat diperoleh dari pengalaman, hasil survei lapangan maupun hal-hal yang berlaku di
masyarakat.
Data untuk bahan Analisa Ekonomi pemanfaatan Sistem Konversi Angin didasarkan dari data
lapangan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) dan pembagkit listrik energi angin sebagai
asumsinya adalah :
- Biaya awal Rp. 1.000.000.000
- BPP (biaya pokok penyediaan) daerah jawa barat = Rp.911/kwh
- Harga jual listrik (EBT) di tetapkan pada PerMen no 1772/20/MEM/2018 sebesar
85% dari biaya pokok
- Jangka panjang investasi dengan asumsi 20 tahun
- produksi listrik tahunan yang dihasilkan rata-rata sekitar 200000 kWh

a. Pemasukan yang diterima setiap tahun (85%) dari BPP

Target dari pembangkit listrik yang direncanakan adalah skala rumah ideal golongan R-
1/900 VA dengan tarif Rp.911 per kWh, sedangkan setiap pembangkit listrik tenaga angin yang
digunakan dapat mengasilkan daya sekitar 200.000 kWh per tahunnya maka perhitungannya
adalah :
85% dari Rp.911 = Rp.774 per kwh
Harga jual EBT x Daya yang dihasilkan pertahun =
Rp.774 per kwh x 200000 kwh = 154.800.000
- pemasukan yang diterima setiap tahunnnya adalah Rp. 154.800.000
- Maka berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa modal akan kembali dalam jangka
waktu 7 tahun : Rp. 154.800.000 x 7 tahun = Rp.1.083.600.000

b. Pemasukan yang diterima setiap tahun (tanpa regulasi 85%) dari BPP

Target dari pembangkit listrik yang direncanakan adalah skala rumah ideal golongan R-
1/900 VA dengan tarif Rp.911 per kWh, sedangkan setiap pembangkit listrik tenaga angin yang
digunakan dapat mengasilkan daya sekitar 200.000 kWh per tahunnya maka perhitungannya
adalah :
Rp. 911 per kwh
Harga jual EBT x Daya yang dihasilkan pertahun =
Rp.911 per kwh x 200000 kwh =182.200.000
- pemasukan yang diterima setiap tahunnnya adalah Rp. 182.200.000
- Maka berdasarkan perhitungan bahwa modal akan kembali dalam jangka waktu 6 tahun :
Rp. 182.200.000 x 6 tahun = Rp. 1.093.200.000

Melalui perhitungan di atas bahwa adanya peraturan menteri yaitu harga jual listrik
(EBT) ditetapkan 85% dari biaya pokok penyediaan, perbandingannya untuk investasi modal
akan kembali adalah 1 tahun.
Perubahan-perubahan tersebut dapat meningkatkan biaya pengembangan proyek.
Penghambat pembangunan untuk investor energi baru terbarukan adalah bahwa harga sistem
yang baru energi baru terbarukan masih terbilang mahal dari (eksternalitas positif) dan oleh
karena itu, maka investor lebih banyak mendukung bahan bakar fosil.
Namun demikian, pemerintah Indonesia dapat mengidentifikasi dan mempromosikan
peluang dimana energi baru terbarukan adalah pilihan yang paling murah dan pemerintah
Indonesia dapat mengurangi hambatan-hambatan untuk proyek-proyek energi baru terbarukan
yang kompetitif.
 mengevaluasi kembali persyaratan perdagangan dan konten lokal yang dapat
meningkatkan biaya dan menyulitkan pengembang energi baru terbarukan untuk
mencapai target biaya 85 persen, mengembangkan situs yang baik dimana proyek
energi terbarukan cenderung di bawah BPP.

4.5 Pengembangan Energi Angin di Indonesia

Melihat potensi energi yang ada di Indonesia yang sangat besar dibeberapa lokasi
seperti Sidrap, Jeneponto, Sukabumi, Garut, Lebak, Pandeglang, dll. Maka indonesia mampu
mempunyai potensi untuk dikembangkan energi angin, untuk itu ke depan kapasitas dinaikan
dari yang skala 2,5 MW jadi 7 MW atau 9,2 MW untuk satu turbin.
Pada kenyataannya ternyata potensi energi angin di Indonesia besar sekali, namun
belum semua alat ukur dipasang dibeberapa lokasi yang berpotensi angin, sehingga
kedepannya pengukuran energi angin harus lebih ditingkatkan tidak hanya di lokasi yang
potensi anginnya besar, tetapi juga diorientasikan dengan teknologi lebih maju.

V. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dan analisa yang dilakukan baik melalui perhitungan yang
didasarkan pada potensi energi terbarukan di Indonesia, maupun dari segi kebijakan dan
keadaan yang ada untuk mendukung perkembangan energi terbarukan khususnyaenergi angin
di Indonesia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan data-data yang telah dilakukan, teknologi turbin angin skala besar dapat
bekerja dengan baik pada kecepatan antara 5 – 20 meter/detik. Kurang dari 5 m/s lebih
sesuai untuk diubah menjadi energi mekanik atau pembangkit tenaga angin skala kecil.
a) teknologi turbin angin poros yang cocok dikembangkan pada daerah-daerah di
Indonesia dengan kecepatan rata-rata anginnya di bawah 5 m/s agar dapat
dikembangkan turbin angin poros Vertikal seperti salah satunya di wilayah Nusa
Peninda.
b) Sedangkan untuk daerah yang mempunyai kecepatan rata-rata angin lebih dari 5
m/s agar dapat dikembangkan turbin angin poros horizontal seperti salah satunya di
wilayah Jeneponto.
2. Pengembang PLT Angin di Indonesia harus lebih ditingkatkan tidak hanya di lokasi yang
potensi anginnya besar, tetapi juga diorientasikan dengan teknologi lebih maju.

Anda mungkin juga menyukai