Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran Biologi di SMA


1. Pengertian Pembelajaran Biologi
Komalasari (2013: 3) pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses
membelajarkan subjek didik atau pembelajar yang direncanakan atau
didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik
atau pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif
dan efisien. Adapun menurut Achjar dalam Rizema Putra (2013: 16)
menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru
dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar. Sedangkan pengertian
biologi menurut Rustaman (2005: 12) adalah ilmu yang mempelajari tentang
struktur fisik dan fungsi alat tubuh manusia dan mahluk disekitarnya. Jadi
jika disimpulkan, pembelajaran biologi adalah suatu proses interaksi antara
guru dan siswa serta sumber belajar yang bertujuan agar terjadi perubahan
tingkah laku baik kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang
mencakup pengetahuan tentang struktur fisik dan fungsi alat tubuh manusia
dan makhluk disekitarnya.
2. Tujuan Pembelajaran Biologi di SMA
Secara umum IPA meliputi 3 bidang ilmu dasar yaitu biologi, fisika, dan
kimia. Adapun tujuan-tujuan pendidikan IPA di sekolah yaitu:
a. memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
b. menanamkan sikap hidup ilmiah
c. memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan
d. mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta
menghargai para ilmuan penemunya.
e. menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan (Trianto, 2011: 142).

11
12

Berkaitan dengan tujuan pembelajaran IPA khususnya pembelajaran


biologi di SMA, maka diperoleh cara yang tepat agar tujuan pembelajaran
tersebut terlaksana dengan baik yaitu dengan mengembangkan bahan ajar
ajar berupa modul berbasis kontekstual yang memuat prinsip-prinsip umum
penulisan buku teks dan penggabungan antara ketujuh komponen
pembelajaran kontekstual (contruktivisme, questioning, inquiry, learning
community, modeling, reflection dan authentic assessment) dengan
komponen strategi pembelajaran, dan prinsip desain pembelajaran
kontekstual.

3. Indikator Keberhasilan Pembelajaran IPA Biologi


a. Pengertian Hasil Belajar
Pengertian hasil belajar sangat erat kaitannnya dengan prestasi
belajar. Definisi prestasi belajar menurut para ahli sangat beragam
diantaranya yaitu menurut Winkel dalam Hamdani (2011: 138) yang
menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang
dicapai seseorang. Prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang
dicapai seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Sedangkan
menurut Syaiful masih dalam Hamdani (2011: 138) prestasi belajar di
bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa yang
meliputi faktor kognitif, afektif, dan psikomotor setelah mengikuti
proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes
atau instrumen yang relevan.
b. Faktor-faktor Keberhasilan Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama
yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar
diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama
kemampuan yang dimikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali
pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan
oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruh oleh
kemampuan siswa dan 30% di pengaruhi oleh lingkungan.
13

Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor


lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya
pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar,
sebab hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang
diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan
untuk belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha mengerahkan segala
daya dan upaya untuk dapat mencapainya (Sudjana, 2005: 39-40).
Keberhasilan belajar IPA Biologi akan lebih optimal jika
perencanaannya mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik
(minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum
dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPA
Biologi (Trianto, 2011: 162).
Keberhasilan pada proses pembelajaran dapat dilihat dalam jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan kriteria atau
indikator-indikator sebagai berikut.
1. Kriteria Jangka Pendek
a. Sekurang-kurangnya 75% isi dan prinsip-prinsip pembelajaran
dapat dipahami, diterima dan diterapkan oleh para peserta didik dan
guru di kelas.
b. Sekurang-kurangnya 75% peserta didik merasa mendapat
kemudahan, senang dan memiliki kemauan belajar yang tinggi.
c. Para peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam proses
pembelajaran.
d. Materi yang dikomunikasikan sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, mereka memandang bahwa hal tersebut akan sangat berguna
bagi kehidupannya kelak.
e. Pembelajaran yang dikembangkan dapat menumbuhkan minat
belajar para peserta didik untuk belajar lebih lanjut.
14

2. Kriteria Jangka Menengah


a. Adanya umpan balik terhadap para guru tentang pembelajaran yang
dilakukannya bersama peserta didik.
b. Para peserta didik menjadi insan yang kreatif dan mampu
menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapinya.
c. Para peserta didik tidak memberikan pengaruh negatif terhadap
masyarakat lingkungannya dengan cara apapun.
3. Kriteria Jangka Panjang
a. Adanya peningkatan mutu pendidikan, yang dapat dicapai oleh
sekolah melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah dan guru
dalam mengelola dan mendayagunakan sumber-sumber yang
tersedia.
b. Adanya peningkatan efesiensi dan efektifitas pengelolaan dan
penggunaan sumber-sumber pendidikan, melalui pembagian
tanggung jawab yang jelas, transparan dan demokratis.
c. Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi warga dengan
masyarakat sekitar sekolah dalam penyelanggaraan pendidikan dan
pembelajaran yang dicapai melalui pengambilan keputusan
bersama.
d. Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih
menekankan pada belajar mengetahui, belajar berkarya, belajar
menjadi diri sendiri dan belajar hidup bersama secara harmonis
(Mulyasa, 2006: 210-211).

B. Penerapan Modul Berbasis Kontekstual


1. Pengertian Modul Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Modul merupakan bahan ajar yang di tulis dengan tujuan agar siswa
dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, oleh karena
itu, modul harus berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi yang akan di
capai, isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk
15

kerja, evaluasi, dan umpan balik terhadap hasil evaluasi (Prastowo, 2011:
104 -105).
Pengertian modul dalam buku Teknik Penyusunan Modul yang
diterbitkan oleh Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) tahun 2008
menyatakan bahwa modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang
dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat
pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta
didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Modul minimal memuat
tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi
sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat
belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing (Depdiknas, 2008: 4).
Russel (1974) menjelaskan bahwa modul sebagai suatu paket
pembelajaran yang berisi satu unit konsep tunggal. Sedangkan Houston &
Howson (1992) mengemukakan modul pembelajaran meliputi seperangkat
aktivitas yang bertujuan mempermudah siswa mencapai seperangkat tujuan
pembelajaran (Wena, 2013: 230).
Pengertian pembelajaran kontesktual menurut Johnson (2014: 64)
mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa
menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan
keseharian mereka untuk menemukan makna. Senada dengan pendapat
Johnson terkait pengertian pembelajaran kontekstual Komalasari (2013:7)
menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan
pembelajarann yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna
materi tersebut bagi kehidupannya.
Berdasarkan beberapa definisi modul dan pembelajaran kontekstual
tersebut dapat disimpulkan bahwa modul berbasis kontekstual adalah sarana
pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang disusun secara
sistematis, yang memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran
berdasarkan kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi,
16

petunjuk kegiatan belajar mandiri, dan memberikan kesempatan kepada


siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul
tersebut. Dimana modul tersebut menerapkan konsep belajar yang
mengaitkan antara meteri yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa
sehari-hari dengan tujuan menemukan makna materi tersebut bagi
kehidupannya.
2. Karakteristik Modul Pembelajaran Kontekstual
Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi
belajar, pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik yang
diperlukan sebagai modul yaitu sebagai berikut.
1) Self Instruction
Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut
memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung
pada pihak lain.
2) Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh meteri pembelajaran yang
dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini
adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi
belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh.
3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang
tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, atau tidak harus
digunakan bersama-sama dengan bahan ajar media lain. Dengan
menggunakan modul, peserta didik tidak pelu bahan ajar lain untuk
mempelajari dan mengerjakan tugas pada modul tersebut.
4) Adaptif
Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi.
5) Bersahabat atau Akrab (User Friendly)
Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat
atau akrab dengan pemakainya (Depdiknas, 2008: 4-7).
17

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas


yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran lain. Di bawah ini akan
dijelaskan macam-macam karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual
menurut beberapa ahli, yaitu sebagai berikut.
Johnson (2014: 65) mengidentifikasi delapan karakteristik contextual
teaching and learning, yaitu:
1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna;
2. melakukan pekerjaan yang berarti;
3. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri;
4. bekerja sama;
5. berpikir kritis dan kreatif;
6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang;
7. mencapai standar yang tinggi;
8. menggunakan penilaian autentik.
Selanjutnya menurut Depdiknas (2003: 10-19) dalam Komalasari
(2013: 11-13) menyebutkan tujuh komponen utama pembelajaran
kontekstual, yaitu sebagai berikut.
a. Kontruktivisme (contructivism)
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-
konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
b. Menemukan (inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, melainkan hasil dari
menemukan sendiri melalui siklus: (1) observasi (observation), (2)
bertanya (questioning), (3) mengajukan dugaan (hiphotesis), (4)
pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion).
18

c. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bagi
guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa
bertanya merupakan bagian penting dalam melakukan inquiri, yaitu
menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
d. Masyarakat belajar (learning community)
Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Guru
disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-
kelompok belajar.
e. Pemodelan (modelling)
Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model
yang bisa ditiru. Guru dapat menjadi model, misalnya memberi contoh
cara mengerjakan sesuatu. Tetapi guru bukan satu-satunya model,
artinya model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, misalnya
siswa ditunjuk untuk member contoh pada temannya, atau
mendatangkan seseorang di luar sekolah, misalnya mendatangkan
veteran kemerdekaan ke kelas.
f. Refleksi (reflection)
Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi
dan pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya
ketika pelajaran berakhir, siswa merenung ”kalau begitu, sikap saya
selama ini salah, ya! Seharusnya, tidak membuang sampah ke sungai,
supaya tidak menimbulkan banjir”.
19

g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)


Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan semata hasil, dan dengan
berbagai cara. Penilaian dapat berupa penilaian tertulis dan penilaian
berdasarkan perbuatan, penugasan, produk, atau portofolio.
Berdasarkan berbagai pandangan tentang karakteristik pembelajaran
kontekstual, peneliti mendesain modul pembelajaran kontekstualnya
berdasarkan pada karakteristik yang dikemukan oleh Depdiknas dengan
alasan ketujuh karakteristik tersebut sesuai dengan aturan Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen)
yang berlaku dan diakui secara umum di Indonesia.
3. Komponen Modul
Pada umumnya modul pembelajaran memiliki beberapa komponen
berikut ini.
a. Lembar kegiatan peserta didik
b. Lembar kerja
c. Kunci lembar kerja
d. Lembar soal
e. Lembar jawaban; dan
f. Kunci jawaban
Berbagai komponen tersebut selanjutnya dikemas dalam format modul
sebagai berikut.
a) Pendahuluan. Bagian ini berisi deskripsi umum, seperti materi yang di
sajikan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dicapai setelah
belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk
mempelajari modul tersebut.
b) Tujuan pembelajaran. Bagian ini berisi tujuan-tujuan pembelajaran
khusus yang harus dicapai oleh setiap peserta didik setelah mempelajari
modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan awal dan tujuan akhir, serta
kondisi untuk mencapai tujuan.
20

c) Tes awal. Tes ini berguna untuk menetapkan posisi peserta didik, dan
mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan dari mana ia harus
memulai belajar, apakah perlu mempelajari modul tersebut atau tidak.
d) Pengalaman belajar. Bagian ini merupakan rincian materi secara untuk
setiap tujuan pembelajaran khusus, yang berisi sejumlah materi, diikuti
dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang
tujuan belajar yang dicapainya.
e) Sumber belajar. Pada bagian ini disajikan tentang sumber-sumber belajar
yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik. Penetapan sumber
belajar ini perlu dilakukan dengan baik oleh pengembang modul,
sehingga peserta didik tidak kesulitan memperolehnya.
f) Tes akhir. Tes akhir ini instrumennya sama dengan isi tes awal, hanya
lebih di fokuskan pada tujuan awal pada setiap modul.
Dengan pembelajaran modul kontekstual ini, peserta didik mendapat
kesempatan lebih banyak untuk belajar sendiri, membaca uraian, dan
petunjuk dalam lembaran kegiatan, menjawab pertanyaan-pertanyaan serta
melaksanakan tugas-tugas harus diselesaikan dalam setiap tugas. Karena itu
setiap peserta didik dalam batasan-batasan tertentu dapat maju sesuai dengan
irama kecepatan dan kemampuan masing-masing (Mulyasa, 2006: 233-234).
4. Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran Kontekstual dengan
Modul
Beberapa keunggulan pembelajaran dengan sistem modul dapat
dikemukan sebagai berikut.
a. Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada
hakikatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan
bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
b. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar
kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta didik.
c. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
pencapaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan
antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.
21

Disamping keunggulan, modul pembelajaran memiliki keterbatasan


sebagai berikut.
a. Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses
atau gagalnya suatu modul bergantung pada penyusunannya. Modul
mungkin saja memuat tujuan dan alat ukur berarti, akan tetapi
pengalaman belajar yang termuat di dalamnya tidak ditulis dengan baik
atau tidak lengkap. Modul yang demikian kemungkinan besar akan di
tolak oleh peserta didik, atau lebih parah lagi peserta didik harus
berkonsultasi dengan fasilitator. Hal ini tentu saja menyimpang dari
karakteristik utama sistem modul.
b. Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan
manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari pembelajaran
konvensional karena setiap peserta didik menyelesaikan modul dalam
waktu yang berbeda-beda, bergantung pada kecepatan dan kemampuan
masing-masing dalam pembelajaran.
c. Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya cukup
mahal, karena setiap peserta didik harus mencarinya sendiri. Berbeda
dengan pembelajaran konvensional, sumber belajar seperti alat peraga
dapat di gunakan bersama-sama dalam pembelajaran (Mulyasa, 2006:
236).
Adapun beberapa keunggulan dari pembelajaran Kontekstual yaitu
sebagai berikut.
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan
nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat
dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut
22

aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk


menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan
”menghafal”.
3. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
4. Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data
hasil temuan mereka di lapangan.
5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil
pemberian dari guru.
6. Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang bermakna.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai
berikut.
1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran
kontekstual berlangsung
2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan
situasi kelas yang kurang kondusif
3. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL,
guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa.
Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa
agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan
23

menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka


sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar
tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula
(Suyadi, 2013: 95-96).
Uraian tentang keunggulan dan keterbatasan pembelajaran modul
berbasis kontekstual diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran modul
berbasis kontekstual memiliki keunggulan dan keterbatasan sebagai berikut:
1. peserta didik dapat belajar berdasarkan kemampuan individualnya tanpa
menunggu pemberian materi pelajaran dari guru;
2. peserta didik mampu menghubungkan materi pelajaran dalam
kehidupannya sehari-hari sehingga pembelajaran lebih bermakna, riil dan
tidak menghafal materi;
3. hasil belajar siswa terkontrol secara baik karena tujuan pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran tercantum dalam modul di setiap pertemuannya;
4. modul yang didesain tidak baik memungkinkan peserta didik lebih sulit
belajar secara mandiri, sehingga perlu berkonsultasi dengan fasilitator,
hal ini tentu saja menyimpang dari karakteristik utama dalam
pembelajaran modul;
5. diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual,
dan karena modul adalah bahan ajar berupa teks siswa malas untuk
membaca materi atau langkah kegiatan yang diuraikan dalam modul;
6. biasanya siswa kesulitan menemukan sumber belajar lain dalam
kehidupan nyata dan sulit menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide
dalam proses belajarnya karena harus mencarinya sendiri. Hal ini
memang perlu perhatian dan bimbingan yang ekstra dari guru terhadap
siswa yang seperti itu.
24

C. Tinjauan Konsep Struktur Dan Fungsi Sistem Peredaran Darah


Struktur dan fungsi sistem peredaran darah merupakan pokok bahasan
biologi SMA di kelas XI yang ada dalam kurikulum 2013.
Kompetensi Inti (KI) yang harus dicapai siswa berkaitan dengan materi
struktur dan fungsi sistem peredaran darah berdasarkan kurikulum 2013 adalah
sebagai berikut.
KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran yang dianutnya
KI 2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif
dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Inti ini dijelaskan kedalam Kompetensi Dasar (KD) yaitu
sebagai berikut.
KD 3.6: Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada
sistem sirkulasi dan mengaitkannya dengan bioprosesnya sehingga
dapat menjelaskan mekanisme peredaran darah serta gangguan
fungsi yang mungkin terjadi pada sistem sirkulasi manusia melalui
studi literatur, pengamatan, percobaan, dan simulasi.
25

KD 4.6: Menyajikan hasil analisis tentang kelainan pada struktur dan fungsi
darah, jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan gangguan
sistem peredaran darah manusia melalui berbagi bentuk media
presentasi.
Pembelajaran struktur dan fungsi sistem peredaran darah meliputi materi
sistem peredaran darah, sistem peredaran getah bening (limfa) dan
kelainan/penyakit pada sistem peredaran darah. Pada penelitian ini materi
struktur dan fungsi peredaran darahnya di fokuskan pada materi sistem
peredaran manusia. Adapun analisis materinya yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Peredaran Darah
Sistem Peredaran darah pada manusia terdiri dari darah dan alat-alat
peredaran darah.
a. Darah merupakan cairan berwarna merah yang terdapat didalam
pembuluh darah. Fungsi darah tersebut diantaranya mengangkut sari–sari
makanan dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengangkut sisa oksidasi ke
alat pengeluaran. Darah terdiri dari beberapa komponen darah yaitu
plasma darah dan sel–sel darah. Sel–sel darah tersebut diantaranya: sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping-keping drah
(trombosit). Sedangkan plasma darah adalah cairan darah yang terdapat
didalam tubuh manusia yang terdiri atas 90% air dan 10% zat –zat
terlarut. Darah dapat digolongkan dengan beberapa sistem penggolongan
darah yaitu sistem penggolongan darah AB0. Sistem penggolongan darah
Rhesus dan sistem penggolongan MN. Adapun manfaat penggolongan
darah adalah untuk membantu proses transfusi darah supaya tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan trasnfusi darah ke orang yang menerima
darah (resepien) dari orang yang memberikan darah (donor).
b. Alat Peredaran darah pada manusia terdiri dari:
1. Jantung
Merupakan pompa berotot. Fungsinya sebagai alat pemompa
darah. Jantung terdiri dari otot jantung (miokardium), yang bagian
luarnya dilapisi oleh selaput jantung (pericardium) yang terdiri dari
26

dua lapisan. Jantung terdiri dari 4 ruangan, yaitu 2 atrium (serambi)


dan 2 ventrikel (bilik).

Gambar 2.1 Anatomi Jantung Manusia


Sumber: www.google.com
2. Pembuluh Darah
Merupakan saluran tempat mengalirnya darah ke seluruh tubuh.
Pembuluh darah berdasarkan segi strukturalnya dibedakan menjadi 3
macam yaitu pembuluh nadi (arteri), pembuluh balik (vena) dan
pembuluh kapiler.

Gambar 2.2 Macam-macam Pembuluh Darah


Sumber: www.google.com
Adapun proses peredaran darah pada manusia dimulai ketika darah yang
kaya karbondioksida (CO 2 ) dari seluruh tubuh mengalir masuk ke jantung
melalui vena cava superior dan vena cava inferior menuju serambi kanan
dan dialirkan ke bilik kanan melalui katup trikuspidalis. Dari bilik kanan
akan dipompa melalui katup pulmonar ke dalam arteri pulmonary menuju
paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil yaitu
pembuluh kapiler yang mengelilingi kantong udara di paru-paru yang
27

menyerap oksigen (O 2 ), melepaskan karbondioksida (CO 2 ) dan selanjutnya

darah dialirkan kembali ke jantung. Darah yang kaya akan oksigen (O 2 )


mengalir di vena pulmonalis menuju ke serambi kiri kemudian darah akan
didorong menuju bilik kiri melalui katup bikuspidalis yang selanjutnya akan
memompa darah bersih ini melalui katup aorta dan masuk ke dalam aorta
dan darah yang kaya oksigen ini disirkulasikan ke seluruh tubuh kecuali
paru-paru. Dan semua proses itu akan terus terjadi tanpa henti selama
manusia itu masih hidup.
2. Sistem Peredaran Getah Bening (Limfa)
Getah bening/limfa berasal dari plasma darah yang keluar dari kapiler
dan dialirkan oleh pembuluh limfa. Pembuluh limfa dibagi menjadi 2 yaitu:
pembuluh limfa kanan dan pembuluh limfa kiri.

Gambar 2.3 Sistem Limfatik


Sumber: www.google.com

3. Kelainan/Penyakit pada sistem peredaran darah


 Faktor keturunan, contohnya: Hemofilia, Thalassemia, dan Sick Cell
Anemia (SCA)/ Anemia bulan sabit.
 Faktor non keturunan, contohnya: Anemia, Aneurisma, Hipertensi,
dan Leukemia (kanker darah) (Pratiwi, 2007: 92).
28

Berdasarkan analisis materi struktur dan fungsi sistem peredaran darah


diatas, kesesuaian materi struktur dan fungsi sistem peredaran darah dengan
modul kontekstual adalah dari segi pokok-pokok bahasan dalam materi
tersebut seperti darah, penggolongan darah, proses pembekuan darah, jantung
dan penyakit-penyakit yang menyerang sistem peredaran darah sangat
berkaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. untuk
mengkontekstualkan materinya yaitu dengan cara merancang suatu kegiatan
yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran kontekstual seperti
kontruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (Modelling), refleksi
(reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Adapun
bahasan tentang bagaimana proses peredaran darah manusia dan proses
peredaran getah bening (limfa) yang bersifat abstrak, juga dapat
dikontekstualkan dengan kegiatan siswa seperti bermain peran tentang proses
peredaran darah. Untuk itu disusunlah modul “Struktur dan fungsi sistem
peredaran darah” berbasis kontekstual lengkap dengan karakteristik-
karakteristiknya.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Penelitian terdahulu yang berisikan ringkasan judul, tujuan penelitian
terdahulu, metodologi penelitian yang di gunakan, dan kesimpuan dari penelitian
terdahulu sangat bersinggungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Sehingga bermanfaat bagi peneliti agar terhindar dari pengulangan atau plagiasi
karya ilmiah. Selain itu dengan menelaah penelitian terdahulu, peneliti akan
dengan mudah melokalisasi kontribusi yang akan dibuat sehingga terdapat letak
perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Dibawah ini adalah uraian beberapa hasil penelitian terdahulu yang
dianggap relevan untuk kemudian dianalisis dan di kritisi dilihat dari pokok
permasalahan, teori dan metode, sehingga dapat diketahui letak perbedaannya
dengan penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian sebelumnya yang
membahas mengenai peran modul berbasis kontekstual terhadap hasil belajar,
29

memberikan gambaran mengenai persamaan dan perbedaan dengan penelitian


yang tengah dilakukan. Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang
dipandang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sebagai
berikut.
Penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2012) Jurusan IPA-Biologi;
Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan judul “Penerapan
modul berbasis Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada pokok bahasan pencemaran lingkungan kelas X MAN
Rajagaluh” Hasil Penelitian menunjukan (1) belajar dengan menggunakan
modul berbasis Contectual Teaching and Learning membuat siswa menjadi
lebih aktif dan lebih giat dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan yang ada di
dalam modul sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar; (2)
respon siswa terhadap penerapan modul berbasis Contectual Teaching and
learning diperoleh rata-rata yaitu 82% dengan kriteria sangat kuat; (3) terdapat
perbedaan peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan modul berbasis
Contectual Teaching and learning dengan yang tidak menggunakan modul
berbasis Contectual Teaching and learning. Hal ini dapat dilihat dari nilai gain
yang diperoleh kelompok eksperimen yaitu 0,60 dan nilai gain untuk kelompok
kontrol 0,47. Selain itu diperkuat dengan uji parametrik terhadap data nilai gain
pada kelas eksperimen tersebut dengan menggunakan uji independent sample t
test diperoleh nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,000 dengan tingkat
kepercayaan α = 0,05 hal ini berarti sig. 0,000 < 0,05 dengan demikian Ho
ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara
peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan modul berbasis CTL
dengan peningkatan hasil belajar siswa yang tidak menggunakan modul
berbasis CTL.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Yerita, dkk (2014) Program
Studi Tadris Biologi; Jurusan Tarbiyah STAIN Batu Sangkar dengan judul
”Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Biologi Berbasis Kontekstual
Pada Pokok Bahasan Ekosistem Siswa Kelas X di SMAN 1 Rambatan”. Hasil
penelitian menunjukkan (1) motivasi belajar siswa tinggi; (2) siswa
30

memberikan respon sangat positif terhadap kegiatan pembelajaran; (3) aktivitas


siswa dalam pembelajaran biologi pada pokok bahasan ekosistem dengan
menggunakan modul mengalami peningkatan; (4) hasil belajar biologi siswa
yang menggunakan modul pembelajaran biologi berbasis kontekstual pada
pokok bahasan ekosistem lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang
menerapkan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan
peningkatan nilai rata-rata pada kelas eksperimen yaitu 81,34 sedangkan nilai
rata-rata pada kelas kontrol yaitu 65,78. Selain itu diperkuat dengan hasil uji
hipotesis kelas sampel diperoleh t hitung sebesar 5,1867 sedangkan t tabel
sebesar 1,67 dengan tingkat kepercayaan α = 0,05 hal ini menunjukan hipotesis
yang telah diajukan diterima artinya hasil belajar biologi pada kelas
eksperimen lebih baik dari hasil belajar siswa pada kelas kontrol.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rusmiati, dkk (2013) Program
Studi Teknologi Pembelajaran; Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja dengan judul “ Pengembangan Modul IPA dengan
Pendekatan Kontekstual Untuk Kelas V SD Negeri Semarapura Tengah”. Hasil
penelitian menunjukan modul sebagai produk pengembangan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
posttest (81,67) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pretest (52,33).
Hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t menunjukan hasil t hitung
(13,3718) lebih besar dari nilai t tabel (1,899), hal ini menunjukan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata pretest dan
posttest peserta didik.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mulyawati (2014) Program
Studi Pendidikan Biologi; Jurusan Pendidikan MIPA; FKIP Universitas Jember
dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar IPA Biologi Berbasis Contextual
Teaching and Learning (CTL) dengan Video Pembelajaran pada Pokok
Bahasan Bahan Kimia dalam Kehidupan untuk SMP Kelas VIII”. Hasil
penelitian menunjukan (1) bahwa rata-rata nilai validasi bahan ajar berbasis
pendekatan CTL dari seluruh validator mencapai 81,79% dengan validitas
sangat layak atau valid, (2) rata-rata nilai uji keterbacaan dan tingkat kesulitan
31

bahan ajar berbasis pendekatan CTL ini adalah 95,31% dimana validitas bahan
ajar termasuk sangat layak (baik), (3) rata-rata untuk semua aspek penilaian
pada angket respon siswa terhadap pembelajaran dan bahan ajar adalah sebesar
96,52% dimana pembelajaran dan bahan ajar termasuk kategori layak (baik),
(4) penggunaan modul siswa disertai video pembelajaran berbasis CTL mampu
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil
respon siswa bahwa 100% siswa menyatakan berminat menggunakan bahan
ajar tersebut.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Tati, dkk (2009) Jurusan
Pendidikan Matematika UNSRI dengan judul “Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Berbasis Kontekstual Pokok Bahasan Turunan di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 3 Palembang”. Hasil penelitian menunjukan (1) nilai
rata-rata hasil tes siswa mengalami peningkatan yaitu mencapai 81,11 atau
sudah melampaui standar ketuntasan minimum yaitu sebesar 66,61, (2) hasil
observasi menunjukan bahwa tujuh prinsip pembelajaran kontekstual telah
mencapai 84,95% atau termasuk kriteria baik.
Sementara apabila melihat perbandingan dengan penelitian tersebut,
terdapat hal yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimana
penggunaan modul berbasis kontekstual memberikan nilai tambah terhadap
hasil belajar serta dapat meningkatkan motivasi. Namun terdapat perbedaan
dari rencana yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu 1) penelitian ini
dilakukan secara mandiri oleh peserta didik dalam proses pembelajaran secara
langsung dengan menggunakan modul berbasis kontekstual 2) penelitian ini
mengungkapkan keterkaitan anatara modul pembelajaran dengan hasil belajar,
yang dapat menjelaskan bagaimana hasil belajar yang terjadi dari penggunaan
modul berbasis kontekstual dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai