Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PANDANGAN TEOLOGI KRISTEN TENTANG MESIAS


NIRKEKERASAN
2.1. Pendahuluan
Berbicara tentang Mesias, maka tidaklah cukup melihatnya dari satu sisi saja.
Setidaknya ada dua pandangan yang terlibat dalam pembicaraan tentang Mesias, yaitu Yahudi dan Kristen.
Yahudi memiliki konsep Mesias yang mewarnai kehidupan beragama mereka. Konsep Mesias Yahudi juga
yang dipakai oleh kekristenan, karena kekristenan berawal dari orang-orang Yahudi. Konsep Mesias muncul
dan berkembang dalam Perjanjian Lama, bahkan sampai pada Perjanjian Baru. Oleh karenanya dalam bab ini
yang membahas tentang Mesias, dua pandangan itu akan dibahas guna mendapatkan gambaran yang cukup
utuh tentang Mesias. Pandangan Mesias dari kalangan Yahudi dan Kristen diperlukan untuk membangun
sebuah konstruksi Mesias yang nirkekerasan. Penjelasan Mesias akan diawali dengan definisi Mesias itu
sendiri. Setelah mendapat definisi awal Mesias, maka penjelasan akan dilanjutkan pada kemunculan dan
perkembangan konsep
Mesias dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Konsep Mesias dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru dipaparkan sebagai dasar dalam memahami Mesias Nirkekerasan yang merupakan konsep Mesias yang
dilakoni oleh Yesus.
2.2. Definisi Mesias
Mesias berasal dari kata Ibrani mashiah yang berarti diurapi. Seseorang yang menjadi Mesias akan diurapi
minyak. Seseorang yang diurapi memiliki tugas untuk dilakukan. Bisa dikatakan inilah arti awal dari mashiah
atau Mesias. Ia hanyalah seseorang yang diurapi dan melakukan tugas tertentu, tidak ada yang spesial darinya.
Tugas yang dijalankan Mesias akan berdampak pada banyak orang. Ketika Mesias itu diurapi, maka ia juga
menjadi seorang pemimpin. Oleh karenanya beberapa teks dalam Perjanjian Lama menunjukkan bahwa setiap
orang yang mendapatkan tugas khusus pasti akan diurapi dan menjadi seorang pemimpin.
Seorang pemimpin berarti ia mempunyai fungsi sosial. Beberapa ahli mengatakan bahwa seorang pemimpin
berarti ia berhubungan dengan
politik , kultus, bidang militer. Tiga wilayah itu yang selalu identik dengan pemimpin, dalam hal ini seorang
Mesias. Politik, kultus dan bidang militer menjadi tiga wilayah ideal yang harus dikuasai oleh seorang Mesias.
Pemahaman ini akhirnya dilekatkan dalam rupa seorang raja.
Seorang raja perlu piawai dalam bidang politik, kultus dan militer. Kepiawaian ini diperlukan seorang raja agar
kerajaannya dapat kokoh bertahan dan kuat. Pemahaman ini berkembang karena Israel saat itu merasa bahwa
Tuhan Israel kalah dengan ilah bangsa lain. Israel ingin menjadi bangsa yang hebat lagi dan tetap ingin
menunjukkan bahwa Tuhan Israel tidaklah kalah dari ilah bangsa lain. Keinginan itu dapat terpenuhi jika Israel
dipimpin oleh seorang raja yang diurapi Tuhan dan memimpin kerajaan yang ilahi.
Seorang raja yang diurapi Tuhan menunjukkan hubungan yang intim dengan Tuhan, memiliki aura ilahi dan
bahkan diyakini mempunyai kekuatan ilahi. Seorang raja yang diurapi Tuhan akan menjalankan rencana
ilahi bagi umat. Oleh karenanya tidaklah berlebihan jika seorang raja itu memiliki aura ilahi dan memiliki
hubungan yang intim dengan Tuhan karena ia secara tidak langsung adalah representasi ilahi dalam rupa
manusia. Aura ilahi yang dimiliki seorang raja memampukan ia menjalankan kerajaan yang ilahi bukan
kerajaan manusia. Aura ilahi menjadi penentu apakah raja itu dapat menjalankan kerajaan dengan baik atau
tidak. Dalam kisah raja-raja di Israel keilahian seorang raja, dalam hal ini berarti kedekatakan dirinya dengan
Tuhan, berdampak langsung dengan situasi kerajaan. Jika seorang raja tidak dekat dengan Tuhan, berarti
kerajaan itu akan hancur dan penduduk menderita. Dan begitu pula sebaliknya. Jadi selain memiliki
kepiawaian dalam bidang militer, kultus dan politik, seorang raja juga harus memiliki aura ilahi dalam dirinya.
Pada awalnya Mesias dipahami sebagai seseorang dengan tugas khusus yang memiliki dimensi sosial. Jika hal
itu dipahami dalam kerangka Pra-Pembuangan, maka Mesias tidaklah tertuju pada satu individu saja. Setiap
orang yang menjalani tugasnya masing-masing dan selama masih berkaitan dengan orang banyak, maka ia
adalah Mesias. Namun Pasca-Pembuangan dalam keinginan membangun Israel, maka pengertian Mesias
menjadi lebih spesifik dan kompleks. Mesias dalam Pasca Pembuangan tidak hanya diurapi, memiliki tugas
khusus, berdimensi sosial tapi yang paling utama adalah ia adalah seorang pemimpin yang dalam hal ini adalah
raja.
Perkembangan arti Mesias menunjukkan bahwa arti Mesias tidak dapat dipahami secara etimologis saja.
Mesias juga perlu didefiniskan berdasarkan keadaan sosial di mana kata Mesias itu berkembang. Mesias
memang berarti ‘yang diurapi’ namun tugas dan keberadaan ‘yang diurapi’ itu sendiri bergantung pada situasi
umat, sehingga akan muncul pemahaman Mesias sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan
umat.
2.3. Macam-macam Konsep Mesias dalam Kekristenan
2.3.1. Konsep Mesias dalam Perjanjian Lama
Konsep mesias bukan hanya memiliki sisi praktikal namun ia juga memiliki sisi ilahi. J. J. M. Roberts
menegaskannya bahwa kata mashiah awalnya selalu merujuk kepada Allah. Dan hal itu selalu merujuk kepada
seorang raja. Ketika seorang raja dikatakan ‘diurapi Allah’ setidaknya bemakna dua hal yaitu seorang raja
dipilih dan diurapi oleh Allah serta menunjukkan adanya hubungan yang akrab antara Allah dengan raja. S. M.
Siahaan mengatakan bahwa penggunakan kata mashiah itu memang awalnya untuk raja yang memerintah,
namun lambat laun digunakan untuk menggambarkan Raja Keselamatan yang akan datang. Jadi kata mashiah
atau Mesias itu berkembang menjadi sebuah kata yang bermakna eskatalogis. Pengharapan tentang Raja
Keselamatan itu didasari pada keadaan Israel pada saat itu yang berada dalam sistem pemerintahan Monarki.
Walaupun bersifat Monarki tetapi pemilihan
raja tetap berada dalam kendali Allah. Allah yang berhak menunjuk atau mengurapi seorang raja bagi Israel.
Ketika dihubungkan dengan Raja Keselamatan, maka ia adalah orang yang benar-benar dipilih oleh Allah.
Sebelum berada dalam sistem Monarki, Israel berada dalam masa Hakimhakim. Saat itu Israel tidak lagi
memiliki pemimpin karena Yosua telah meninggal. Dan Israel harus memasuki tanah Kanaan dan berhadapan
dengan bangsa-bangsa yang ada di sana. Israel membutuhkan sosok pemimpin yang akan menyatukan mereka
dalam menaklukkan tanah Kanaan. Proses penaklukan tanah Kanaan menjadi tantangan yang sulit karena
kelemahan Israel dalam berperang serta perbuatan jahat Israel di mata Tuhan.
Israel berbalik menjadi penyembah dewa-dewa yang mereka temui di tanah Kanaan dan kawin campur. Allah
pun mengangkat seorang Hakim untuk mengajak Israel menyembah-Nya kembali dan meyakinkan bahwa
Israel mampu menaklukan bangsa-bangsa di tanah Kanaan. Hakim pada saat itu hanya bertindak sebagai
pemimpin peperangan namun tidak menjadi seorang imam. Kalaupun disebutkan bahwa Israel menyembah
ilah lain, Hakim hanya
menyampaikan teguran Allah dan tidak memimpin Israel dalam peribadahan.
Kehadiran Hakim menjadi bukti bahwa Allah hadir di tengah Israel dan menjadi jawaban atas keinginan untuk
penaklukan tanah Kanaan. Hakim memang menjadi pemimpin tertinggi umat saat itu, tapi Hakim tidak lebih
dari Allah
Hakim ditunjuk oleh Allah dan menjalankan apa yang menjadi kehendak Allah. Jadi secara tidak langsung hal
ini menunjukkan bahwa Allah tetap menjadi pemimpin mereka (teokrasi) walaupun sudah ada pemimpin di
tengah mereka. Kehadiran Hakim juga merupakan respon atas kenyataan yang dilihat Israel bahwa bangsa-
bangsa di tanah Kanaan telah memiliki seorang raja. Kenyataan bahwa sistem Monarki telah berkembang saat
itu di kalangan bangsa lain, menggiring Israel pada sebuah situasi di mana mereka juga akan menganut sistem
Monarki.
Pemahamaan tentang raja dan kerajaan Israel dipengaruhi oleh setidaknya tiga bangsa yaitu Mesir,
Mesopotamia dan Kanaan. Bangsa Mesir memahami bahwa raja memiliki sisi ilahi yang terlihat dari
kelahirannya atau saat pengangkatannya. Bangsa Mesir melihat bahwa raja adalah sosok yang dapat dipuja,
contohnya Firaun yang dianggap sebagai Dewa yang baik.
Bangsa Mesopotamia melihat seorang raja adalah perwakilan umat terhadap Allah. Bangsa Mesopotamia juga
melihat bahwa raja adalah sosok ilahi dengan menyebutnya anak ilahi. Seorang raja dipilih oleh Dewa dan
menjadi hambanya. Bangsa Kanaan melihat bahwa rajanya dapat terlibat dalam kultus yang dijalankan. Dalam
kultus itu raja menjadi pengantara antara Dewa dengan umat serta sebaliknya.
Israel menggabungkan tiga pemahaman raja bangsa itu menjadi pemahaman rajanya sendiri. Sistem
pemerintahan di Israel diawali dengan teokrasi. Allah menjadi pemimpin tertinggi bagi Israel.
Seorang raja pun diangkat untuk menjadi pemimpin bagi Israel. Seorang raja Israel tidak hanya menjalankan
tugas kenegeraannya tapi ia juga bertindak menjadi imam besar. Raja Israel juga dianggap sebagai anak Allah.
Raja bukan menjadi anak Allah langsung, tapi Allah menyebut bahwa raja Israel adalah anaknya. Raja Israel
juga bertindak sebagai imam besar. Raja Israel walaupun menjadi pemimpin tertinggi di dunia, tetapi ia juga
tetap menjalankan perintah Allah. Raja Israel menjadi penghubung antara umat dengan Allah dan sebaliknya
ketika menjalankan ritual sebagai imam besar.
Peran raja Israel yang memerintah sekaligus berperan dalam kultus dimulai dari masa pemerintahan Daud.
Daud menjadi raja kota Suci Israel dan imam tertinggi yang mengurapi para imam.
Oleh karenanya, Daud disebut sebagai raja kota suci Yerusalem. Daud dan keturunannya mempunyai
kekuasaan sebagai raja dan sekaligus imam. Hal tentang kekuasaan sebagai raja dan imam berpengaruh dalam
mengartikan Mesias dalam kehidupan Israel.
Konsep raja dan imam mencuat dengan kuat ketika Israel kembali dari pembuangan. B. M. Bokser
menyebutkan bahwa ingatan peristiwa Keluaran menjadi alasan mengapa konsep eskalotogis mulai muncul
dalam kehidupan Israel. Pengharapan eskatologis memiliki aspek pembebasan untuk memulai kehidupan baru.
Israel memerlukan seorang pemimpin untuk mengembalikan kejayaaannya. Keinginan mengulang kejayaan
yang mendorong para nabi dalam menyuarakan kemunculan sosok Mesias yang akan merestorasi kehidupan
Israel. Konsep Mesias menjadi sebuah konsep eskatologis yang sangat dinantikan kehadirannya oleh Israel.
Mesias akan datang guna melakukan apa yang dulu dilakukan oleh Daud. Ia akan kembali membangun Bait
Allah, kembali mengurapi imam dan memimpin
Israel menuju kehidupan yang baik.
2.3.2. Konsep Mesias dalam Perjanjian Baru
Mesias dalam Perjanjian Baru merujuk pada gelar Kristus yang disematkan pada Yesus. Yesus
diidentifikasikan sebagai seorang Mesias karena pemberitaan Yesus tentang Kerajaan Allah. Yesus diyakini
akan kembali membangun kejayaan kerajaan Israel di mana Ia memerintah sebagai rajanya. Pengharapan akan
kedatangan seorang raja merasuki pikiran orang Yahudi saat itu yang sedang menderita. Orang Yahudi di
zaman Yesus menantikan penggenapan nubuatan Mesias atau kedatangan Anak Manusia untuk
menyelamatkan mereka dari penindasan bangsa Romawi.
Injil Markus mulai dengan menggunakan istilah rahasia mesianis. Penulis Injil Markus menekankan bahwa
identitas Yesus sebagai Mesias tidak boleh diberitahu kepada siapa pun oleh setiap orang yang merasakan
mukjizat Yesus, para murid bahkan para setan
Mesias rahasia dalam Injil Markus menimbulkan beberapa tafsiran yaitu pertama, tafsiran apologetik. Tafsiran
ini mengatakan bahwa Injil Markus merahasiakan kemesiasan Yesus guna menghindari serangan para musuh
yang membenci Yesus. Tafsiran Mesias rahasia juga menunjukkan situasi bahwa komunitas pembaca Injil
Markus bersifat ‘rahasia’ karena mereka juga dibenci. Kedua, tafsiran epifanik. Tafsiran ini menekankan
tentang penyataan kemuliaan Yesus. Injil Markus tidaklah menekankan tentang rahasia mesianis, namun lebih
kepada menyatakan kemuliaan Yesus. Ketiga, tafsiran teologi salib. Tafsiran ini mengatakan bahwa
pengenalan terhadap kemesiasan Yesus hanya dapat ditempuh melalui jalan penderitaan. Jadi setiap orang
harus menderita terlebih dahulu bahwa bisa memahami bahwa Yesus adalah Mesias.
Hal ini juga masih berkaitan dengan adanya kebencian terhadap komunitas Markus yang membuat mereka
menderita. Keempat, tafsiran historik. Tafsiran ini mengatakan bahwa Yesus sebagai Mesias tetap rahasia
sampai Yesus bangkit. Setelah bangkit rahasia Mesias menjadi terbuka, tidak lagi tersembunyi. Namun
kerahasiaan Mesias tetap tertutup bagi siapa pun yang belum percaya kepada Yesus.
Injil Matius menekankan bahwa Yesus adalah penggenapan Mesias dalam Perjanjian Lama. Matius
menekankan Yesus adalah Mesias dengan membuktikan bahwa Yesus adalah keturunan Daud dalam
pembukaan Injilnya (Matius 1:1-17). Injil Matius juga mengaitkan Yesus dengan Anak Allah (Matius 16:16;
26:63). Injil Matius bukan hanya mengatakan bahwa Yesus adalah penggenapan Mesias, tapi Yesus juga
adalah Musa yang baru.
Oleh karenanya beberapa peristiwa Yesus diidentikkan dengan peristiwa Musa, contohnya ketika Yesus
berpuasa selama empat puluh hari di padang gurun (Matius 4:1-11) sama seperti peristiwa Musa membawa
Israel melintasi padang gurun selama empat puluh tahun. Yesus dianggap akan bertindak seperti Musa untuk
membawa keselamatan dan arah baru. Dan itu merupakan pemahamaan yang berkembang pada orang Yahudi
di abad pertama.
Yesterday 6:02 PM
Injil Lukas memakai gelar Mesias hanya tiga kali, yaitu dalam hubungan dengan pengakuan Peturs (Luk.
9:20), hubungan antara Mesias dengan Daud (Luk. 20:41) dan pertanyaan imam besar pada waktu Yesus
diadili (Lukas 22:67). Injil

Lukas menampilkan Mesias dalam dua cara yaitu pertama, kebangkitan dan penggenapan adalah dua istilah
kunci dalam mengenakan gelar Mesias kepada Yesus. Kedua, dalam pemberitaannya mengenai Yesus sebagai
Mesias Injil Lukas terkadang menambahkan ungkapan yang menyatakan bahwa penderitaan dan kematian
Yesus adalah sesuatu yang perlu sesuai dengan yang dinubuatkan dalam Kitab Suci. Jadi bagi Injil Lukas,
Mesias bukan seorang figur politis, melainkan seorang figur Mesias yang menderita sesuai dengan janji Kitab
Suci untuk memberikan keselamatan kepada manusia.
Injil Sinoptik berbeda-beda dalam mengartikan Mesias dalam diri Yesus. Injil Markus bukan hanya
merumuskan rahasia kemesiasan tapi juga sangat menekankan bahwa Mesias tidak punya banyak waktu atau
buru-buru. Hal ini dianggap wajar bahwa ketika keempat tafsiran atas kerahasiaan Mesias terlihat bahwa ada
penderitaan dan harapan eskatologis dan apokaliptik. Injil Markus begitu sangat ingin mewujudkan kedatangan
Mesias itu karena Ia akan membawa kemuliaan dan pembebesan bagi umat, khususnya komunitas Markus.
Injil Matius menyatakan bahwa Yesus adalah keturunan Daud dan penggenapan Perjanjian Lama karena Injil
Matius berhadapan dengan komunitasnya yang merupakan orang Kristen Yahudi. Injil Matius menggunakan
bahan-bahan Perjanjian Lama untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah benar-benar penggenapan
nubuatan Mesias. Injil Lukas menghindari penggunaan Mesias dalam artian politis karena Injil Lukas ditulis
kepada seorang penguasa Romawi yang bernama Teofilus Yang Agung
Mesias sebagai tokoh politik tidak akan diberitakan oleh Injil Lukas karena pastinya akan mendapat penolakan
dari bangsa Romawi dan mengesankan agama Kristen akan mengudeta pemerintahan Romawi. Keberagaman
pandangan Mesias dalam Injil Sinoptik memperlihatkan bahwa Mesias diartikan sesuai dengan konteks
komunitas yang ada.
2.3. Mesias Nirkekerasan
2.3.1. Latar Belakang Sosial-Politik Mesias Nirkekerasan
Pandangan Mesias di dalam Perjanjian Baru yang sebelumnya disebutkan adalah pandangan dari para penulis
Injil tentang Yesus. Pandangan itu muncul setelah kehidupan pelayanan Yesus, bukan pada saat pelayanan
Yesus terjadi. Diyakini bahwa para penulis Injil tidak terlibat langsung dalam aktifitas pelayanan bersama
Yesus. Lalu bagaimanakah sebenarnya keadaan sosial-politik saat Yesus melakukan pelayanannya, sehingga
beberapa orang yang dikatakan mengatakan bahwa Yesus adalah seorang Mesias?
Dunia di mana hidup Yesus adalah dunia di mana kekaisaran Romawi mendominasi wilayah Palestina.
Herodes Yang Agung menjadi pemimpin yang bertangan besi yang menggunakan kekerasan dalam
mengokohkan kekuasaannya. Herodes Yang Agung memperlakukan orang Yahudi dengan sombong, menyiksa
orang Farisi bahkan membunuh tiga putranya sendiri. Situasi mengerikan ini menjadi bibit dalam munculnya
perlawanan dari pihak Yahudi. Orang Yahudi melakukan perlawanan di bawah pimpinan tokoh karismatik
yang bercirikan Mesias. Perlawanan besar di bawah tokoh karismatik mendesak kekaisaran Romawi untuk
melakukan perlawanan, salah satunya adalah hukuman mati dengan cara disalib kepada orang-orang yang
dianggap mengancam kekuasaan Romawi.
Munculnya tokoh karismatik yang bercirikan Mesias merupakan konsekuensi logis dari situasi yang dihadapi
orang Yahudi saat itu. Keadaan penindasan dan kekerasan oleh kekaisaran Romawi membuat orang Yahudi
berada dalam dua situasi.
Situasi pertama adalah orang Yahudi melakukan praktik-praktik agamanya sesuai dengan keadaan saat itu.
Orang Yahudi harus menerima keadaan bahwa beberapa peraturan keagamaan saat itu dimodifikasi oleh
kekaisaran Romawi, contohnya adalah persembahan korban yang dilakukan setiap hari di Bait Suci dilakukan
atas nama kaisar dan bukan lagi atas nama Tuhan. Sebagian orang Yahudi menerima perlakuan kasar seperti
ini, namun ada sekelompok orang Yahudi yang melakukan perlawanan terhadap kekaisaran Romawi – dan ini
adalah situasi kedua. Perlawanan orang Yahudi tetap dilakukan di bawah kepemimpinan tokoh karismatik
yang dicirikan Mesias. Orang-orang Yahudi yang melakukan perlawanan itu disebut kaum Zelot. Dua
kelompok Yahudi yang bertahan dengan keadaan yang ada dan kelompok Zelot yang melakukan perlawanan
sebenarnya sama-sama menantikan pemulihan ibadah di Yerusalem.
Kenapa akhirnya tokoh-tokoh karismatik itu bermunculan dan disebut sebagai Mesias? Jika kita merujuk
kepada pemahaman mesias dalam bagian sebelumnya, jelas bahwa seorang pemimpin dibutuhkan dalam
memenuhi aspek pengharapan mesianik orang Yahudi. Pengharapan mesias yang dikenakan pada tokoh
karismatik membawa ingatan orang Yahudi kembali pada kejayaan bangsa Israel. Orang Yahudi yang hidup
saat itu ingin bahwa mereka lepas dari kekuasaan Romawi. Orang Yahudi berharap bahwa ada pemimpin yang
akan memulihkan situasi ketertindasan mereka dan kemurnian ibadah mereka di Yerusalem. Perlawanan oleh
tokoh karismatis yang bercirikan Mesias membuat tentara romawi memperketat pengamanan untuk mencegah
kemungkinan munculnya para Mesias dan para pengikutnya. Bahkan tentara Romawi juga memeriksa dan
menganiaya beberapa orang yang merupakan keturunan Daud untuk mencegah munculnya keturunan Daud
menjadi Mesias.
Yesus dan Mesias Nirkekerasan
Bagi orang Yahudi di masa pemerintahan Romawi, kehadiran Yesus dianggap sebagai salah satu tokoh
karismatik yang bercirikan Mesias. Yesus dianggap demikian karena Yesus mengabarkan tentang Kerajaan
Allah. Anggapan orang Yahudi saat itu tentang Kerajaan Allah adalah Yesus telah dipilih oleh Allah untuk
menjadi wakilNya dalam dunia ini. Pemahaman ini muncul dari kata Kerajaan Allah itu sendiri yang berarti
ada sebuah wilayah di mana Allah akan memerintah atasnya dan otoritas dari Allah untuk memerintah.
Pemahaman Kerajaan Allah dipengaruhi situasi di mana orang Yahudi sering dihadapkan pada penderitaan
yang dilakukan oleh kerajaan dari bangsa lain. Tercatat bahwa beberapa kerajaan telah menindas dan
menaklukan Israel seperti Babilonia, Asyur, Asiria, Persia dan Roma.
Orang Yahudi sudah sangat merindukan bahwa akan datang waktunya di mana Kerajaan Allah yang akan
memerintah dan menaklukan kerajaan-kerajaan lain. Kerinduan terhadap kejayaan pemerintahan raja Daud
juga melatarbelakangi gerakan orang Yahudi untuk percaya pada Yesus yang akan datang sebagai Mesias,
seorang Raja keturunan Daud, yang akan memerintah di Kerajaan Allah.
Yesus menghadirkan sebuah cara agar umat tidak terperangkap dalam lingkaran kekerasan. Yesus hidup dan
mengajarkan sebuah jalan nirkekerasan. Jalan nirkekerasan yang dilakoni Yesus adalah respon atas keinginan
orang Yahudi abad pertama yang memilih untuk menjadi nirkekerasan. Josephus mengatakan bahwa saat itu
orang Yahudi melakukan perlawanan nirkekerasan terhadap kekaisaran Romawi. Josephus mengatakan bahwa
perlawanan nirkekerasan itu lebih banyak pada aspek religius.
Salah satu contoh yang diberikan Josephus adalah Kaisar Caligula yang hendak mendirikan patungnya di Bait
Allah di Yerusalem pada tahun 39 M. Orang Yahudi menolaknya dengan memilih mati daripada hidup untuk
menyaksikan patung Caligula masuk dalam Bait Allah.
Namun konsep nirkekerasan yang diajarkan Yesus mendapat pertentangan karena masih bernuansa kekerasan.
Hal itu dapat ditemui dalam perumpamaanperumpamaan yang cenderung menghakimi dan bersifat destruktif.
Perumpamaan itu menimbulkan ketegangan bagi para pembaca karena diperhadapkan dengan nirkekerasan
Yesus dan kekerasan ilahi (Allah). Ketegangan ini akan membawa orang untuk melegalkan tindakan kekerasan
karena dipercaya tindakannya dilakukan juga oleh Allah. Beberapa perkataan Yesus juga dinilai mengandung
unsur kekerasan. Salah satu perkataan Yesus yang dipakai untuk menolak konsep nirkekerasan adalah
Matius 10:34 “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang
bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.” Kata pedang memang identik dengan tindak kekerasan,
namun perkataan Yesus ini perlu dilihat dalam konteks di mana perkataan itu dimuat oleh Injil Matius. Pedang
yang dimaksudkan dalam Matius 10:34 adalah pemisahan atau perlawanan. Perkataan Yesus mengenai pedang
bukanlah sebuah ajakan bagi pengikutnya untuk mengangkat pedang dan melakukan perlawanan. Perkataan
tersebut ingin menegaskan bahwa kesetiaan dalam mengikuti-Nya akan membawa seseorang dalam situasi
sulit di mana keluarga dekatnya akan memberikan penolakan.
Perumpamaan Yesus mengenai penghakiman akhir dipakai juga untuk menyanggah konsep mesias
nirkekerasan. Perumpamaan mengenai penghakiman akhir menyuguhkan situasi yang mengerikan di mana
tidak diberikannya pengampunan dan pembuangan orang-orang fasik ke dalam jurang kegelapan.
Gambaran ini tentunya bertentangan dengan konsep nirkekerasan yang penuh dengan kasih. Adanya kekerasan
dalam perumpamaan Yesus setidaknya dapat dipahami dalam dua hal. Pertama, kekerasan yang ditampilkan
dalam perumpamaan menyimbolkan kekerasan yang dialami oleh umat Kristen saat itu. Penghakiman akhir itu
adalah bentuk penghiburan di mana setiap umat Kristen yang menderita akan mendapatkan penghiburan yaitu
keselamatan dan bukan penghukuman. Penghukuman itu akan diberikan pada pihak-pihak yang telah membuat
umat Kristen menderita. Pemahaman ini dapat dikatakan bahwa si korban yaitu umat Kristen tetap bertindak
nirkekerasan walaupun kekerasan mengiringi kehidupan mereka.
Di sisi lain penghukuman terhadap pelaku kekerasan tetap menjadi sorotan karena juga menyetujui adanya
kekerasan. Namun jika pernyataan ini digiring kembali pada situasi terbentuknya konsep mesias, maka
penggambaran penghakiman akhir adalah sesuatu yang wajar karena Mesias yang datang menghakimi adalah
harapan dari setiap orang yang menderita kekerasan. Guna menghindari keambiguan konsep mesias
nirkekerasan maka perumpamaan yang mengandung kekerasan dalam dipahami dalam hal yang kedua yaitu
perumpamaan tersebut adalah ajakan untuk melakukan nirkekerasan. Perumpamaan tentang penghakiman
akhir adalah hal yang bersifat eskatologis, sedangkan nirkekerasan lebih bersifat waktu sekarang. Nirkekerasan
justru berusaha untuk mewujudkan agar di waktu kelak akan tercipta juga situasi nirkekerasan bukan
kekerasan seperti yang digambarkan oleh perumpamaan itu.
Apabila setiap orang tetap berada dalam lingkaran kekerasan, maka yang terjadi adalah penghukuman tanpa
pengampunan dan pembedaan antara orang benar dan orang fasik. Hal ini dilihat sebagai sikap individu yang
terus melakukan kekerasan tanpa memikirkan akibatnya bagi korban dan setiap orang akan melakukan apapun
untuk menjadi kuat dan terbebas dari keadaan mencekam. Jadi perumpamaan tentang penghakiman akhir yang
penuh dengan kekerasan itu adalah situasi yang akan terjadi apabila kekerasan tetap dibiarkan tumbuh sumbur
dalam masyarakat. Setiap orang harus keluar dari lingkaran kekerasan itu untuk menciptakan hari esok yang
penuh harapan di mana setiap orang menjalani sikap nirkekerasan dan situasi yang penuh kasih dan damai
dapat tercipta.
Nirkekerasan Yesus dapat dijelaskan melalui kata Yunani antistenai. Kata antistenai merupakan bentukan dari
dua kata yaitu anti, yang berarti melawan dan histemi yang berarti pemberontakan yang menggunakan
kekerasan. Kata antistenai sendiri digunakan dalam Septuaginta untuk merujuk pada situasi di mana ada dua
kubu saling berlawanan sampai salah satu kubu kalah. Kata antistenai berarti ‘jangan melawan kejahatan’.
Walter Wink tidak menyetujui pengartian ‘jangan melawan kejahatan’ karena terkesan hanyalah sebuah
perintah dan menggiring pada sebuah kepatuhan semu. Walter Wink melihat bahwa antistenai lebih baik
diartikan
‘jangan bertindak dengan keras kepada seseorang yang bertindak jahat’. Pengartian lebih mengarahkan
pembacanya kepada sebuah tindakan nyata.
Beberapa kisah dalam Injil menunjukkan bagaimana seharusnya bertindak dalam menghadapi kekerasan, salah
satunya adalah kisah tentang memberikan pipi yang di sebelah kanan ketika ada seseorang yang menampar
pipi kiri. Pemberian pipi kanan untuk ditampar bukanlah sebuah tindakan yang pasif, mengalah ataupun
melukai. Ketika seseorang mendaratkan tamparan di pipi kanan seseorang, maka ia akan menggunakan bagian
luar tangannya. Bagian luar tangan kanan seseorang adalah bagian yang sering dipakai untuk menunjukkan
kepatuhan dan sikap tunduk pada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya, seperti para budak yang
mencium bagian luar tangan kanan tuannya.
Kisah tersebut menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat direndahkan dengan cara apapun. Kisah pemberian
pipi kanan adalah untuk menciptakan keseteraan di antara manusia. Seseorang yang menampar berarti
merendahkan orang yang ditampar. Ia mengambil peran sebagai yang superior dan si korban menjadi inferior.
Namun ketika si korban membiarkan pipi kanannya ditampar dengan menggunakan bagian luar tangan si
penampar, maka terjadilah pertukaran posisi antara si penampar
(inferior) dan si korban (inferior). Tindakan ini dilakukan bukan untuk bermaksud melukai si korban, tapi
untuk menjadikan sebuah situasi agar tidak terulang lagi lingkaran setan kekerasan. Setiap korban pasti akan
cenderung membalas kekerasan kepada pelakunya. Kalau hal itu terjadi, maka setiap orang akan berusaha
untuk menaklukan lawannya dan menguasai lawannya. Pemberian pipi kanan adalah cara agar setiap orang
tidak lagi berpikir untuk mendominasi orang lain, tapi lebih pada penyetaraan derajat – tidak ada lagi istilah
inferior dan superior. Hal ini juga untuk melawan kultur Romawi yang keras dan senang mencari kehormatan.
Nirkekerasan bukanlah sebuah tindakan yang pasif atau tindakan yang mengalah. Nirkekerasan adalah sebuah
tindakan nyata, ia melakukan sesuatu dalam melawan kejahatan yaitu tidak bertindak dengan keras. Seseorang
yang melakukan nirkekerasan melakukan satu tindakan tapi bukan tindakan yang mengandung kekerasan.
Ketika Yesus dikatakan sebagai Mesias, berarti Ia akan memimpin perlawanan melawan Romawi untuk
memberi kehidupan baru bagi orang Yahudi yang menderita kala itu. Yesus sebagai Mesias nirkekerasan
membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat saat itu untuk tidak bertindas keras terhadap para
penindasnya (Romawi).
Nirkekerasan dan Gereja
Mesias nirkekerasan telah mengubah makna Mesias itu sendiri. Mesias nirkekerasan bukan lagi menjadi
sebuah konsep eskatologis, tapi ia menjadi konsep yang bernilai ‘hari ini’. Mesias nirkekerasan bukan lagi
menjadi sebuah keyakinan dogmatis, tetapi ia telah menjadi sebuah tindakan etis. Jalan nirkekerasan yang
dipilih Yesus bukanlah sebuah perubahan sosial tapi adalah sebuah pemahaman diri yang baru. Jalan
nirkekerasan Yesus adalah sebuah bentuk konkrit dari penghayatan spiritural diriNya. Oleh karenanya Yesus
mengajak bukan untuk mengubah dunia ini tapi untuk menunjukkan bahwa tindakan etis, atau dalam hal ini
tidak melawan kekerasan dengan kekerasan, adalah hasil perenungan spiritual bukan hanya norma atau
ketaatan biasa. Perenungan itu menghasilkan hubungan yang antar pribadi yang saling menghargai dan
menghormati.
Mesias nirkekerasan mengandung kasih Allah di dalamnya. Nirkekerasan menjadi sebuah tindakan Allah bagi
manusia. Mesias nirkekerasan menjadi penghubung antara dunia Allah yaitu kasih dan dunia manusia yaitu
dosa. Mesias nirkekerasan membawa kasih dari Allah dan membawa keberdosaan manusia. Ketaatan Yesus
dalam menjalani perannya sebagai Mesias nirkekerasan, sampai mati di kayu salib, memampukan kekristenan
melakukan nirkekerasan yang di dalamnya terdapat kasih. Jalan nirkekerasan merupakan jalan untuk masuk ke
dalam kasih Allah. Nirkekerasan bukanlah menilai bahwa seseorang punya hak untuk menolak kekerasan
terjadi dalam dirinya. Nirkekerasan adalah cara untuk tetap berada dalam kasih Allah. Ketika seseorang telah
membalas kekerasan dengan kekerasan dia telah memalingkan diri dari kasih Allah. Jadi nirkekerasan
bukanlah sebuah sikap yang menuntut kepatuhan tapi sebuah kesadaran diri untuk tidak berlaku kekerasan.
Nirkekerasan berada dalam ruang kasih Allah yang tidak menuntut balasan dari manusia. Kasih Allah selalu
diberikan dan ditujukan bagi umat walaupun umat melakukan kekerasan yang membuat mereka terasing dari
kasih Allah. Allah menerima kekerasan dari umat namun tidak membalas kekerasan itu dengan hukuman atau
kekerasan. Allah tidak menggunakan pemahaman hirarkis untuk membedakan dirinya dengan umat, justru
Allah mendekatkan dirinya agar terjadi hubungan antar pribadi. yang erat. Demi terciptanya hubungan pribadi
yang erat itu pula, kasih Allah menjelma dalam tubuh manusia. Oleh karenanya ketika seseorang melakukan
kekerasan terhadap orang lain, ia melakukan penolakan terhadap kasih Allah yang ada dalam diri setiap
individu.
Gereja memberitakan kasih Allah ia bukanlah sebuah bentuk yang tidak nyata tapi nyata dalam diri Yesus dan
lebih nyata lagi dalam diri umat. Gereja menjadi pemberita kasih Allah dengan sikap nirkekerasan. Gereja
mempunyai kesadaran untuk mengundang semua orang untuk masuk dalam kasih Allah dengan melakukan
nirkekerasan. Gereja perlu membangun sikap untuk tidak membeda-bedakan umat karena pada dasarnya kasih
Allah dan nirkekerasan adalah soal kesamaan derajat dan memanusiakan manusia.
2.4. Penutup
Nirkekerasan menjadi jalan yang dipilih oleh Yesus dalam situasi masyarakat saat itu. Situasi saat itu
memerlukan adanya perubahan situasi bagi orang Yahudi dalam masa pemerintahan Romawi. Berbagai
perlawanan dilakukan oleh mereka, namun tidak menemui kemenangan. Perlawanan yang dilakukan justru
membuat mereka semakin dicurigai dan dijadikan sasaran kekerasan. Beberapa orang Yahudi memutuskan
untuk tidak melawan dan hidup sesuai dengan keadaan menghindari kekerasan.
Yesus disebut-sebut sebagai Mesias yang akan membawa kebebasan dari penindasan kekaisaran Romawi.
Orang Yahudi semakin yakin bahwa Yesus adalah Mesias ketika Ia memberitakan Kerajaan Allah. Mereka
percaya dan berharap bahwa Kerajaan Allah akan memerintah lagi di mana Yesus sebagai rajanya dan akan
menaklukan kerajaan-kerajaan lain. Yesus memang tidak memberitakan bahwa
Kerajaan Allah akan terbentuk dalam dunia ini. Kerajaan Allah yang diberitakan
Yesus adalah situasi di mana Allah hadir di dalamnya dan menampakkan sifat-sifat Allah.
Mesias Nirkekerasan menjadi jalan alternatif yang ditempuh Yesus untuk mendamaikan dua pandangan besar
tersebut. Mesias nirkekerasan menjadi pemimpin dalam bertindak melawan kekerasan. Mesias nirkekerasan
menjadi pemimpin untuk membawa perubahan baru bagi masyarakat saat itu. Perubahan baru itu adalah
bagaimana seseorang tidak lagi berpikir untuk mengalahkan atau mendominasi pihak lain. Seseorang dipanggil
untuk mengubah lingkaran kekerasan
Like
Forward
Copy
Report
itu dengan tidak mengubah posisi dari korban menjadi pelaku kekerasan, tapi menyadari bahwa keberadaan
dan derajat yang sama sebagai manusia. Mesias nirkekerasan memimpin untuk menghindari terjadinya kontak
fisik dan membawa pemahamawan baru di mana kekerasan diubah menjadi kasih. Mesias nirkekerasan
menjadi jalan baru yang ditempuh sesuai dengan konteks masyarakat yang ada saat itu.
Jika melihat definisi Mesias dan beberapa Mesias dalam pandangan Kristen, maka Mesias nirkekerasan adalah
seorang pemipin yang mempunyai dampak sosial, menjadi pemimpin yang membawa perubahan dan
mendatangkan keselamatan agar orang menyadari untuk tidak melakukan kekerasan atau membalas kekerasan
dengan kekerasan.

Ladies and gentlemen, introduce us from group three


which consists of me Nathanael Tarigan and my
friends Yohana Enjelika and Silvia Laoli. here we want
to present material about the messiah, so please ladies
and gentlemen to listen to us in the next ten minute
Dalam PL
Istilah Mesias, yg dipakai sebagai gelar resmi dari tokoh utama yg dinanti-nantikan oleh orang Yahudi, adalah
hasil pemikiran dari Yudaisme masa kemudian. Tentu pemakaian Istilah itu dikukuhkan oleh PB, tapi dalam
PL hanya terdapat dua kali (Dan 9:25-26).
Pemikiran tentang mengurapi, dan pemikiran tentang orang yg diurapi, adalah lazim dalam PL (*URAP,
PENGURAPAN). Satu contoh istimewa, yg kadang-kadang menimbulkan kesukaran bagi mahasiswa-mahasiswa
PL, ternyata secara khusus adalah sangat berguna membatasi Istilah mi. Dalam Yes 45:1 Koresy, raja Persia,
disapa sebagai (mesyikho) 'yg Ku-urapi'. Di sini ada lima unsur yg jika ditinjau dengan terang Alkitab bagian
yg lain, jelas menentukan garis pikiran utama tertentu mengenai mesianisme PL. Koresy ialah orang yg
dipilih Allah (Yes 41:25), ditetapkan untuk menggenapi suatu tujuan penyelamatan bagi umat Allah (45:11-
13), dan menggenapi hukuman terhadap musuh-musuh-Nya (Yes 47). Kepadanya diberikan kuasa untuk
memerintah bangsa-bangsa (45:1-3); dan dalam semua tindakannya, yg sesungguhnya bertindak ialah
Yahweh sendiri (45:1-7).
Kedudukan 'yg diurapi' dari Koresy, dengan jelas menunjukkan bahwa dapat dikatakan ada pemakaian
'sekular' dari Istilah mesianik (bnd 'pengurapan' Hazael, 1 Raj 19:15). Walaupun bukan maksud kita untuk
membuktikan suatu soal PL dengan mengandalkan dogma PB, tapi jelas sekali bahwa kelima pokok di alas
sungguh-sungguh benar terterap kepada Tuhan Yesus Kristus, yg memandang diriNya sebagai penggenapan
atas harapan-harapan mesianik PL. Dengan memakai terang suluh ini, rencana yg terbaik dan yg paling
sederhana bagi penelitian kita, ialah menerima sebagai mesianik semua nubuat yg menempatkan seseorang
dalam sorotan sebagai tokoh penyelamat (demikian Vriezen).
Sudah berapa lama umur harapan-harapan yg bersifat mesianik ini? Suatu garis utama pemikiran mengenai
soal ini (yg diberikan oleh Mowinckel) yakni: Mesias ialah tokoh eskatologi dalam arti kata yg setepat-
tepatnya. Artinya, Dia bukanlah melulu tokoh yg diharapkan pada masa yg akan datang, tapi yg akan muncul
pada 'hari terakhir'. Karena semua bagian PL mengenai eskatologi tepat, semua eskatologis terkait menoleh
kembali kepada kerajaan Daud yg sudah runtuh, sebagai fakta sejarah dari masa silam, maka kata
Mowinckel, Mesias harus tergolong pada masa sesudah pembuangan, dan tidak muncul dalam naskah-naskah
sebelum pembuangan sebagai pokok nubuat. Nampaknya ps-ps mesianik yg tergolong kepada zaman raja-
raja, harus ditafsirkan sebagai melulu sapaan kepada raja yg sedang memerintah dan tidak mengandung
makna mesianik, artinya tanpa makna eskatologi. Penulis naskah yg kemudian -- seperti pernah dikemukakan
-- mungkin mencocokkannya sehingga berciri mesianik, dan penulis-penulis mesianik berikutnya mungkin
mengambil dari yg berciri mesianik itu beberapa pemikiran, tapi yg pada dirinya sendiri, dan atas nalar yg
cermat, ps-ps itu tidaklah mesianik.
Menentang pemikiran di atas telah dikemukakan (ump oleh Knight) dengan nalar yg benar-benar berbobot,
bahwa sukar diterima akal raja-raja yg kita kenal dalam Kitab Raj, sungguh-sungguh digambarkan dengan
istilah-istilah yg dipakai ump dalam Mazmur-mazmur Kerajaan. Hal itu akan dibicarakan lebih lanjut, maka
cukuplah mengatakan bahwa ps-ps seperti itu merujuk kepada konsep kerajaan Israel, dan kepada suatu
harapan yg terdapat dalam jabatan raja itu.
Sekalipun pendapat Mowinckel benar, bahwa Mesias haruslah tokoh eskatologi, toh semua ahli PL tidak
setuju bahwa eskatologi harus terjadi sesudah pembuangan (bnd ump Vriezen); memang dapat dipersoalkan
apakah batasan konsep eskatologi Mowinckel tidak terlalu kaku. Jika ump, batasan itu menolak untuk
menerima sebagai 'eskatologis' setiap ps yg menggambarkan keselamatan dan kehidupan dari sisa Israel
sesudah Allah campur tangan, maka konsekuensi logisnya ialah juga menyangkal Tuhan Yesus Kristus sebagai
tokoh eskatologi, dan dengan demikian menentang pandangan Alkitab mengenai 'zaman akhir' (ump Ibr 1:2; 1
Yoh 2:18). Akan lebih memuaskan jika Mesias disebut 'tokoh teleologis'. Yg unik pada bangsa Israel ialah
pengertian mereka akan tujuan dalam hidup mi. Mereka memiliki kesadaran demikian sejak dari semula
(bnd Kej 12:1-3), dan hal ini membuat hanya merekalah ahli sejarah yg sebenarnya dari dunia kuno.
Bahwa harapan ini khusus dihubungkan dengan seorang tokoh raja di masa yg akan datang, sama sekali tidak
tergantung pada runtuhnya kerajaan Israel secara historis, sebab garis keturunan Daud sudah merupakan
kegagalan dari awalnya, dan penanti-nantian, bahkan kerinduan, akan Raja Mesias tidak perlu ditempatkan
sesudah zaman Salomo. Kebijakan yg tepat ialah mencari dalam PL seorang 'tokoh penyelamat', dan
pencarian ini akan lebih dihubungkan dengan teologi Israel ketimbang dengan eskatologi yg dibatasi secara
sempit Dengan berbuat demikian ada alasan-alasan yg tepat untuk mempertahankan bahwa harapan seperti
itu sudah sejak semula dianut oleh umat terpilih ini, yg saat timbulnya dimulai dari 'proto-injil' yg
termasyhur yaitu Kej 3:15.
a. Mesias sebagai pola dari tokoh-tokoh sejarah
Pandangan Israel mengenai hidup di dunia ini, yg bersifat teleologis, berakar pada pengetahuan akan Allah
yg tunggal, yg menyatakan diriNya kepada mereka. Sifat Allah, yaitu setia dan konsekuen, memberi kunci
masa depan kepada mereka, seberapa jauh iman mereka perlu melihat hal-hal yg akan terjadi. Allah melalui
tokoh-tokoh akbar dan peristiwa-peristiwa tertentu pada masa lampau bertindak menurut 'pola' istimewa,
dan karena Allah tidak berubah, maka Dia akan bertindak lagi menurut pola itu. Tiga dari tokoh akbar masa
lampau secara khusus ditempatkan pada garis Mesias yaitu Adam, Musa dan Daud.
1. Mesias dan Adam. Ada segi-segi tertentu dari masa depan Mesias yg sangat jelas mengingatkan keadaan
Taman Eden. Segi-segi itu dapat dikelompokkan dalam judul: kemakmuran (Ams 9:13; Yes 4:2; 32:15, 20;
55:13; Mzm 72:16) dan kedamaian (yaitu keselarasan di tengah-tengah dunia makhluk hidup: Yes 11:6-9; dan
keselarasan hubungan dlm dunia umat manusia: Yes 21:1-8). Memperhatikan akibat-akibat kejatuhan dalam
dosa yg menimpa dunia ini, maka nampak kedua unsur di ataslah yg hilang tatkala kutuk Allah mulai
diberlakukan. Tatkala kutuk sudah dihapus dan Hamba Allah memulihkan segala sesuatu, keadaan Eden pulih
kembali. Ini bukanlah impian belaka, tapi lanjutan yg logis dan tepat tentang ajaran penciptaan yg dilakukan
oleh Allah yg kudus.
Semua ps yg dikutip di atas adalah mengenai Raja Mesias, watak pemerintahan-Nya dan kerajaan-Nya. Di
sinilah rekapitulasi yg sebenarnya dari manusia pertama, sebab dia 'berkuasa' atas semua ciptaan lainnya
(Kej 1:28; 2:19, 20), tapi pada saat dia jatuh kekuasaannya itu pun dirampas (bnd Kej 3:13). Kekuasaan
dipulihkan kembali dalam dini Mesias. Harus diakui bahwa pikiran tentang Mesias sebagai Adam yg baru,
bukanlah dikembangkan bertele-tele atau secara khusus, 'tapi bukanlah tidak mungkin kita mempunyai bukti,
bahwa ideologi kerajaan kadang-kadang dipengaruhi oleh gambaran raja Firdaus' (Mowinckel). Ajaran
tentang 'Adam kedua' dalam PB jelas mempunyai akan dalam PL pada ps-ps yg sudah dikutip.
2. Mesias dan Musa. Tidak usah heran Jika berita Keluaran dan pemimpinnya terukir dalam sekali di hati
bangsa Israel, sehingga masa depan mereka lihat sebagai ulangan dari peristiwa itu. Pola Keluaran pertama
seperti dicatat dan diceritakan kepada anak cucu bangsa ini turun-temurun, merupakan pernyataan kekal
dari Allah (Kel 3:15). Gambaran 'Keluaran kedua' tidak selalu dalam rangka khas mesianik. Kadang-kadang
ditekankan bahwa Allah akan berbuat lagi apa yg telah diperbuat-Nya pada Keluaran (pertama), hanya
caranya melebihi yg pertama, tapi tanpa menyebut satu orang pun melalui siapa Ia akan bekerja seperti dulu
Ia bekerja melalui Musa (ump Hos 2:14-23; Yer 31:31-34; Yeh 20:33-44 -- mungkin sekali Musa disebut 'raja'
dlm Ul 33:5). Tapi kadang-kadang nubuat mengenai Keluaran kedua itu berciri mesianik. Ay-ay seperti itu
ialah Yes 51:9-11; 52:12; Yer 23:5-8. Sekali lagi harus diakui, bahannya tidak diungkapkan secara terbuka.
Tapi dalam hal Musa masalahnya dapat kita teliti selangkah lebih jauh, sebab nubuatnya sendiri tercatat
dalam Ul 18:15-19 bahwa seorang nabi 'seperti aku' akan dibangkitkan oleh Yahweh.
Umumnya tafsiran Ul 18:15-19 cenderung membela salah satu pandangan: apakah di sini datangnya Mesias yg
dinubuatkan, atau melulu hanya menyinggung adanya keturunan nabi yg bersinambungan. Dalam tulisan-
tulisan pada akhir-akhir ini, pandangan yg terakhir mendapat dukungan yg lebih benar, walau kadang-kadang
disetujui bahwa anti mesianik boleh juga diterima, dalam anti sekunder. Tapi perikop ini agaknya menuntut
kedua tafsiran itu, sebab beberapa ciri di dalamnya hanya dapat digenapi oleh garis nabi-nabi, dan yg lain
oleh Mesias.
Ay-ay sekitar perikop ini sangat mendukung pandangan pertama. Musa yg terus-menerus mengingatkan
pendengarnya akan kejijikan orang Kanaan, secara istimewa menekankan supaya menolak praktik
pertenungan tentang masa depan. Peringatan ini ditopang oleh nubuat tentang datangnya nabi khusus ini. Di
sinilah, kata Musa, ada jalan keluar bagi Israel untuk menolak pertenungan; orang hidup tidak boleh
bertanya kepada (roh) orang mati, sebab Allah bangsa Israel akan berbicara kepada umat-Nya melalui
seorang nabi, yg akan dibangkitkan-Nya untuk maksud itu. Nampaknya ini merupakan janji tentang
penyataan yg bersinambungan; nubuat tentang kedatangan seorang Mesias di masa yg masih jauh sekali tidak
akan bersesuaian dengan bimbingan yg dibicarakan oleh Musa.
Juga ay 21-22, yg menyediakan cara untuk menguji seorang nabi apakah benar atau palsu, dapat dianggap
mengantisipasi keadaan yg sering timbul pada zaman nabi-nabi Alkitab, dan yg menimbulkan perasaan yg
begitu pahit dalam hail Yeremia (23:9 dab). Tapi pertimbangan ini tidak sama bobotnya dengan yg
terdahulu, sebab wajarlah suatu cara menguji Mesias disediakan. Mesias palsu sama seperti nabi palsu, dan
memang, untuk tidak memperpanjang soal itu, Yesus sendiri mengalaskan ke-Mesias-an-Nya kepada satunya
perkataan-Nya dengan perbuatan-Nya, sementara orang-orang Yahudi yg menentang-Nya terus mendesak
meminta tanda mesianik yg mencolok dan tidak meragukan.
Jika kita menerima ucapan Musa itu sebagai nubuat adanya garis nabi-nabi, tentulah hal itu sudah digenapi
secara melimpah. Tiap nabi yg benar 'serupa dengan Musa', sebab dia ada untuk mengajarkan doktrin Musa.
Baik Yeremia (23:9 dab) maupun Yehezkiel (13:1-14:11) membedakan nabi yg benar dari nabi palsu
berdasarkan isi berita mereka: nabi yg benar mempunyai amanat menentang dosa, nabi palsu tidak. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa teologi nubuat yg benar memancar dari Sinai. Kebenaran ini diajarkan
juga dalam Ul, sebab ps 13 sudah membicarakan masalah nabi palsu, dan tuntutan yg setepatnya ialah
supaya setiap nabi harus diukur dengan patokan penyataan Keluaran (ay 5, 10) dan ajaran Musa (ay 18). Musa
adalah patokan nabi; setiap nabi yg benar ialah nabi 'seperti Musa'.
Tapi ada segi lain dari tafsiran perikop ini. Menurut Ul 34:10 Musa ialah nabi yg unik, dan yg sama dengan dia
belum ada. Pandangan mana pun yg dianut mengenai tarikh Ul, ay ini menunjukkan bahwa Ul 18:15-
19 diartikan sebagai nubuat mesianik: sebab jika tarikh Ul sebelia anggapan beberapa ahli, atau
jika 34:10 menyajikan ulasan redaksi yg kemudian, maka di sini kepada kita diinformasikan bahwa tidak
seorang nabi pun, baik kelompok nabi seluruhnya, yg dipandang sudah menggenapi nubuat 18:15 ini.
Selanjutnya, mengamati perikop itu, perlu diberikan perhatian khusus kepada istilah-istilah yg persis tepat
dalam pembandingan dengan Musa. Perikop ini tidak berkata -- dalam arti umum dan tidak terbatas -- bahwa
akan timbul seorang nabi 'sama seperti Musa', tapi khusus seorang nabi, yg dini dan pekerjaannya dapat
dibandingkan dengan Musa di G Horeb (ay 16). Pembandingan ini tidak digenapi oleh nabi mana pun dalam
PL. Musa di Horeb adalah pengantara perjanjian Sinai; para nabi adalah pemberita dari perjanjian ini dan
menubuatkan penggantinya. Musa adalah pemula; para nabi penyiar. Dengan Musa agama Israel memasuki
masa baru; para nabi berjuang agar masa itu ditegakkan dan tetap ada, dan menyediakan jalan bagi masa yg
menyusul, yg mereka idam-idamkan. Maka tuntutan ay 15-16 dapat digenapi hanya oleh Mesias.
Bagaimanakah kedua tafsiran ini dapat dicocokkan? Telah kita lihat bertalian dengan kebutuhan Israel yg
terus menerus akan suara Allah, bahwa seorang Mesias yg masih jauh hari kehadiran-Nya tidaklah memenuhi
kebutuhan tsb. Dalam mengatakan yg demikian, kita berkata seolah-olah informasi abad 20 ini adalah bagi
Israel kuno. Pasti perikop ini menubuatkan nabi -- Mesias, tapi tidak mengatakan apa-apa mengenai diriNya
'di saat yg masih jauh'. Hanya perjalanan waktu yg dapat menunjukkan itu. Justru di sinilah kecocokannya:
bertalian dengan peran nabi-nabi, keadaan Israel persis sama dengan peran raja-raja (lih lebih lanjut di
bawah). Urutan raja berjalan dalam terang janji akan datangnya Raja Agung, dan tiap raja pengganti dielu-
elukan dengan memakai istilah-istilah mesianik, untuk mengingatkan dia akan panggilannya menjadi raja
dengan sifat tertentu, juga untuk mengungkapkan kerinduan nasional agar Mesias kiranya datang.
Demikian juga halnya dengan para nabi. Mereka hidup dalam bayangan janji; mereka juga harus memenuhi
pola tertentu. Tiap raja harus, semampu-mampunya, menyerupai raja yg sudah lampau (yaitu raja Daud),
sampai yg Satu itu datang, yg sanggup menata kembali pola raja Daud dan menjadi raja masa depan; begitu
juga tiap nabi harus, semampu-mampunya, menyerupai nabi yg sudah lampau (yaitu nabi Musa), sampai yg
Satu itu datang, yg sanggup menata kembali pola nabi Musa dan menjadi nabi, pembuat hukum, dan
pengantara pada masa yg akan datang -- perjanjian baru.
3. Mesias dan raja Daud. Waktu Yakub menjelang ajalnya dikatakan (tidak ada alasan untuk meragukan
ucapan ini), bahwa dia bernubuat mengenai masa depan anak-anaknya. Nubuat mengenai Yehuda mencolok
menyita perhatian (Kej 49:9-10). Perdebatan berpusat pada arti 'ad khi yavo' syiloh. Yeh 21:27 agaknya
menyarankan tafsir 'sampai ia datang yg berhak atasnya', dan pasti inilah pendekatan yg paling tua atas soal
itu. Pendapat modern mengatakan bahwa pada kutipan di atas terselip satu kata pinjaman dari Akadia, yg
berarti 'penguasaannya (= nya = Yehuda)'.
Tidak perlu mendebat pendapat ini. Bagaimanapun juga pemerintahan Israel sudah ditentukan di Yehuda,
dan penguasa Yehuda yg mulia dilihat sebagai penggenapan dari kedaulatan itu. Dalam tingkat permulaan,
dan serentak dalam tingkat patokan, hal ini terjadi dalam raja Daud dari Yehuda, dan dengan dialah semua
raja yg menyusul -- dari segi baik atau jahat -- dibandingkan (ump 1 Raj 11:4, 6; 14:8; 15:3, 11-14; 2 Raj
18:3; 22:2). Namun gampang mengakui bahwa Daud menjadi raja patokan, tapi sulit menerangkan mengapa
dia menjadi patokan dari raja yg akan datang itu. Nubuat nabi Natan (2 Sam 7:12-16) tidak merujuk kepada
hanya satu raja saja sebagai penggenapannya, tapi menubuatkan suatu keturunan, kerajaan, dan takhta yg
tetap teguh bagi Daud. Kita harus mengandaikan bahwa sesudah kegagalan yg berturut-turut menimpa
takhta Daud, zaman pemerintahan Daud bersinar (dan tepat) makin terang benderang dalam ingatan umat
Israel, dan pengharapan ditumpukan dalam dini 'Daud' masa depan (ump Yeh 34:23). Bagaimanapun juga,
demikianlah pengharapan itu, seperti diperlihatkan secara khusus oleh dua kelompok berita dalam Alkitab
PL.
(i) Mazmur-mazmur. Kita tidak membicarakan tata ibadah mana yg dilakukan untuk menyanyikan Mazmur-
mazmur Kerajaan; yg hendak kita soroti ialah isinya. Beberapa mazmur tertentu terpusat sekitar Raja.
Dengan membatasi penyelidikan kita atas mazmur-mazmur itu, mazmur-mazmur tertentu tadi dengan
cermat melukiskan watak dan tugas raja itu. Dengan ringkas dapat dikatakan Sang Raja menghadapi
perlawanan dunia (Mzm 2:1-3; 110:1), tapi sebagai pemenang (Mzm 45:4-6; 89:23, 24), oleh kegiatan
Yahweh (Mzm 2:6,8; 18:47-51; 21:2-14; 110:1-2), Dia mendirikan pemerintahan sedunia (Mzm 2:8-12; 18:44-
46; 45:18; 72:8-11; 89:26; 110:5-6), berpusat di Sion (2:6), ditandai perhatian utama terhadap moralitas
(Mzm 45:5, 7-8; 72:2-3, 7; 101:1-8). Pemerintahan-Nya kekal (Mzm 21:5; 45:7; 72:5), kerajaan-Nya damai
sejahtera (Mzm 72:7), makmur (Mzm 72:16), ketaatanNya terhadap Yahweh tak tergoyahkan (Mzm 72:5). Yg
paling dihormati di antara segenap umat (Mzm 45:3, 8), Dia sahabat orang miskin dan musuh para penindas
(Mzm 72:2-4; 12-14). Dalam zamannya orang adil berkembang (Mzm 72:7). Dia diingat selama-lamanya
(45:18), nama-Nya kekal (Mzm 72:17), dan Ia menerima syukur yg tak putus-putusnya (Mzm 72:15). Bertalian
dengan Yahweh, Dia-lah yg menerima berkat Yahweh selama-lamanya (45:3). Dia-lah pewaris perjanjian
Yahweh dengan Daud (Mzm 89:29-38; 132:11-12) dan dari keimaman menurut Melkisedek (Mzm 110:4). Dia
kepunyaan Yahweh (Mzm 89:19) dan taat kepada Yahweh (Mzm 21:2, 8; 63:2-9, 12). Dia Anak Yahweh (Mzm
2:7; 89:28), duduk di sebelah kanan-Nya (Mzm 110:1), dan Dia sendiri ilahi (45:7).
Pola mesianik yg kelihatan pada Koresy seperti telah disinggung jelas ada di sini. Tak mungkin catatan-
catatan seperti itu diterapkan langsung dan secara pribadi kepada garis keturunan para raja yg mengganti
raja Daud di Yehuda. Maka di sini kita menghadapi bualan yg paling lompong atau ungkapan cita-cita yg
agung. Sekedar komentar tentang rujukan kepada Allah dalam Mzm 45:7, yg diterjemahkan oleh Bode,
'Bahwa arasy-Mu, ya Allah! Kekal selamanya'; oleh TBI, 'Takhta-Mu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya'.
Mengingat di tempat lain dalam PL ada pengharapan tentang kedatangan seorang Mesias yg ilahi, maka tidak
ada alasan untuk membuang terjemahan Bode itu. Kita dapat menerima terjemahan bahwa Raja yg disapa
adalah Allah. Memang ay 8 dari Mzm 45 masih terus menyapa Raja dengan 'Allah, Allah-mu', tapi ini tidak
dapat dijadikan alasan menentang terjemahan lama tsb. Jelas bahwa tetap ada perbedaan Allah dari Raja
itu, kalaupun Raja itu disapa sebagai 'Allah'. Tapi hal ini tidak perlu mengherankan kita, sebab hal yg sama
persis terjadi dalam seluruh penantian Mesias seperti akan kita lihat nanti. Hal yg sama terjadi juga tentang
*Malaikat Yahweh, yg ilahi, tapi dibedakan dari Allah.
(ii) Yes 7-12, dll. Yesaya menghadapi raja Ahas pada masa yg sangat kritis bagi wangsa Daud. Pada tahun-
tahun sesudah raja Daud, anak menggantikan bapaknya tanpa putus-putusnya atau tanpa ancaman alga
keturunan. Tapi sekarang, dan untuk pertama kalinya, nampaknya pemerintahan wangsa Daud akan berakhir.
Kerajaan-kerajaan utara, Siria dan Efraim yg bermaksud menyatukan Palestina, bila perlu dengan kekuatan
senjata untuk melawan Asyur, bermaksud memasuki Yehuda, merebut Yerusalem, dan mengangkat seorang
raja boneka. Ucapan Yesaya bermakna ganda: demi Nama Yahweh ia nyatakan bahwa ancaman ini tidak akan
berlangsung lama dan tidak akan digenapi (7:7, 16), namun saat ini sangat menentukan bagi wangsa Daud.
Kerajaan Daud tidak akan runtuh karena kekuatan utara, tapi dapat hancur karena ketidakpercayaan (7:9).
Segala sesuatu tergantung pada cara Ahas menghadapi krisis ini. Kalau dia menghadapinya dengan
mengandalkan iman kepada janji janji Yahweh mengenai Daud dan Sion, semuanya akan berjalan baik; tapi
kalau ia mengandalkan kejituan politik dan meminta pertolongan Asyur, maka dia -- perhatikan bagaimana
Yesaya mengidentikkan Ahas begitu ketat dengan wangsa Daud (ay 2, 12, 17) -- sama sekali tidak mempunyai
harapan masa depan. Dengan maksud untuk menimbulkan iman dalam hati raja yg tak beriman itu, Yesaya
menawarkan suatu tanda (ay 11) tapi raja menolaknya. Jalan iman disingkirkan, dan bentuk kemusnahan
dikokohkan. Sebagai hukuman atas kedurhakaan ini, 'Tuhan Sendiri' akan memberikan tanda: Imanuel akan
lahir, ahli waris dari kemusnahan yg ditimbulkan oleh raja Ahas. Sebelum anak itu berumur beberapa tahun
ancaman itu sudah lenyap. Tapi kemakmuran negerinya dan bangsanya turut lenyap, sebab orang Asyur
bukanlah sahabat atau penyelamat, melainkan pembinasa yg hanya menelantarkan sisa-sisa penduduk di
negeri yg ditaklukkannya (ay 21) dan membuatnya menjadi negeri tandus yg ditumbuhi duri dan rumput
(ay 23-24).
Tapi segera sesudah Yesaya menyatakan kelahiran Imanuel yg akan serta-merta itu, ia langsung
mengalihkannya kepada kelahiran anaknya sendiri, Maher-Syalal Hasy-Bas. Karena alasan yg akan segera
kelihatan, kelahiran anak inilah yg bermakna ganda, yaitu pertanda dan faktor waktu dalam melenyapkan
ancaman dari utara (8:1-4). Orang Asyur tampil lagi sebagai pemusnah, dan sekarang negeri Imanuel-lah
(ay 8) yg akan diinjak-injaknya; tapi bagaimanapun Imanuel-lah jaminan bahwa tidak satu pun niat jahat
orang asing akan menang (ay 9-10). Kendati demikian, bagi bangsa yg sudah menolak Allah, hanya
pembuanganlah yg menyusul kemudian (ay 19-22).
Tapi bukan inilah yg menjadi akhirnya, sebab 'di kemudian hari' (8:23) akan nampak terang besar (9:1),
sukacita akan berlimpah-limpah (ay 2), perhambaan akan hapus (ay 3), kemenangan akan datang (ay 4), dan
semuanya ini disebabkan oleh lahirnya seorang Raja yg mempunyai 4 nama (ay 5). Dia Penasihat, artinya
pemberi nasihat sedemikian rupa, sehingga harus disebut 'Penasihat Ajaib' (pele, bnd 28:29); Dia Allah yg
perkasa, mempunyai kodrat ilahi (bnd 10:21); Dia akan memerintah selama-lamanya dengan kemurahan
seorang bapak, dan sebagai Raja Dia akan memberikan kepada umat-Nya kepenuhan kesejahteraan hati dan
jiwa, badani dan sekitarnya, yg diungkapkan dalam bh Ibrani dengan kata syalom (damai sejahtera). Sesudah
Dia duduk di takhta Daud, kekuasaan-Nya tidak akan mengenai batas waktu dan tempat (ay 6). Perhatian-
Nya yg utama tertuju kepada pemerintahan yg adil dan benar, dan yg menjamin kedatangan-Nya dan
Kerajaan-Nya ialah 'kecemburuan Yahweh'.
Menyimak bagian ini sebagai satu kesatuan, maka tak mungkin lagi menyangsikan bahwa Imanuel sama
dengan 'raja yg bernama empat' itu (9:5) dan kesamaan makna mesianik di sini dengan maknanya dalam Mzm
sangat mencolok. Mula-mula Yesaya menjunjung tinggi di hadapan Alias pengharapan yg terkandung dalam
wangsa Daud, yaitu Raja ilahi yg akan datang itu. Dengan memakai ungkapan yg umum dikenal di kalangan
raja, Yesaya mengizinkan raja yg malang itu memandang dari jauh penggenapan janji yg sudah lama dinanti-
nantikan, dalam rangka kemusnahan yg menimpa bangsa itu karena rajanya tidak percaya. Lalu Yesaya
mengalihkan faktor waktu kepada Maher-Syalal Hasy-Bas, yg namanya berlipat empat penuh nubuat.
Kemudian, sesudah menjelaskan bahwa Imanuel memang sungguh ahli waris Daud yg dinanti-nantikan,
Yesaya mengangkat tinggi-tinggi di depan mata bangsa yg sudah terhukum dan sekarat itu, harapan akan
kelahiran Imanuel, yg kendati masih jauh tapi pasti.
Inti bagian Alkitab yg mulai dari 9:7 ialah bahwa kerajaan Israel Utara akan runtuh karena menolak firman
Allah. Dan Yesaya menunjukkan bahwa walaupun Yehuda tidak akan dilemparkan ke pembuangan oleh Asyur,
namun pembuangan itu adalah mutlak pasti; tapi yg juga adalah pasti ialah pengumpulan kembali sisa-sisa
Israel dan Yehuda (10:5-23). Yehuda diberi semangat untuk melawan Asyur (10:24-34), dan sesudah siksaan
yg dahsyat, sekali lagi untuk menguatkan iman akan bangkit Raja keturunan Daud, yg khas dikaruniai Roh
Allah, kerajaan-Nya adalah kerajaan moral dan keadilan rohani (11:1-6), penuh damai sejahtera ilahi (ay 6-
9), meliputi bangsa-bangsa (ay 10), dan Israel akan dipulihkan (ay 11-16). Raja yg sama, pribadi dan sifat-
sifat umum yg sama, dan kerajaan yg sama tampil lagi dalam ps 32. Tidak perlu memperinci sifat raja ini:
sebab sama dengan yg digambarkan dalam Mzm. Tapi perlu dicatat secara khusus, bahwa di sini juga
keilahian-Nya dikemukakan tepat seperti biasanya. Dia adalah Allah ('el) (9:6), tapi kerajaan-Nya ditegakkan
oleh 'kecemburuan Yahweh'.
b. Tokoh-tokoh mesianik lainnya
1. Hamba Yahweh. Mengikuti cara melukiskan Raja dalam Yes 7 dll, di sini disajikan kesatuan pemaparan
Hamba Yahweh dalam Yes 40 dll. Dalam ps 40 umat Allah berada dalam keadaan sulit, terbuang di Babel,
mula-mula tidak disebut tapi kemudian diungkapkan (43:14 dll). Kelepasan mereka adalah pasti, sebab tidak
ada Allah selain Allah mereka. Dalam maksud-Nya untuk melepaskan mereka, Yahweh membangkitkan
seorang pembebas (ps 41). Jadi kepastian dalam pikiran Yesaya akan kelepasan bangsa Israel secara teologi
didasarkan pada kebesaran Allah Israel, sebagai satu-satunya Allah, Allah Pencipta dan satu-satunya
Penggerak dalam sejarah. Dan semakin ia meninggikan Yahweh, nampak semakin lompong allah-allah
bangsa-bangsa, dan semakin mengerikan keadaan orang-orang yg tunduk kepada allah-allah demikian
(40:18 dab; 41:6 dab; 21 dab).
Kesadaran nabi Yesaya akan kegelapan yg melingkupi bangsa-bangsa meningkat sampai puncaknya pada Yes
41:28-29; di situ dia kemukakan masalah dari jumlah terbesar umat manusia. Tapi hanya Allah yg satu-
satunya yg mempunyai jawab atas masalah ini: Hamba Yahweh akan membawa penyelamatan
('pengajaran', 42:4) kepada bangsa-bangsa. Jadi Hamba Yahweh, tanpa perkenalan dan identifikasi din, tapi
dengan pra-anggapan bahwa Israel yg dimaksud, tampil membawa misi untuk bangsa-bangsa (42:1-4). Tapi
misi ini baru dijelaskan (42:5-17), tatkala dipaparkan keadaan yg sebenarnya dari Hamba Yahweh, yaitu
Israel (42:18-25): buta, tuli, dipenjarakan, dan (ay 25) dihinggapi kedunguan rohani sedemikian rupa,
sehingga tujuan pengajaran dari pembuangan itu belum dilihat dan moral bangsa itu tidak berubah.
Tema kebutuhan nasional dan rohani Israel inilah yg menyibukkan nabi Yesaya sampai 48:22. Raja Koresy
diberitakan akan menjadi penyelamat nasional, dan berulangkali ditegaskan bahwa Yahweh akan
mengampuni dosa Israel. Namun kita lihat Israel keluar dari Babel tanpa mengenal damai sejahtera Allah
(48:20-22). Tapi Yahweh memiliki jawaban atas kebutuhan rohani umat-Nya. Koresy akan membawa mereka
pulang dari Babel; Hamba Yahweh akan mengembalikan mereka kepada Yahweh (49:1-6). Hamba Yahweh itu
disebut Israel (ay 3), bukan karena sebagai satu bangsa atau sebagian daripadanya -- dalam keadaannya yg
sebenarnya ataupun berdasarkan suatu mode yg dicita-citakan -- adalah hamba yg dimaksud, tapi adalah
karena bangsa itu telah kehilangan makna nama itu (48:1), dan hanya Hamba Yahweh-lah yg berhak
memakai nama itu. Umat Israel telah diperas menjadi Satu.
Sesudah tugas ganda Hamba Yahweh dikukuhkan kembali (49:7-13), Yesaya selanjutnya menjelaskan beda
Dia dari bangsa itu: bangsa Israel tawar hati (49:14-26) dan tak mau menjawab (50:1-3), tapi Hamba Yahweh
penuh harapan, dan taat kendati harus menanggung penderitaan yg berat (50:4-9). Sekarang Hamba Yahweh
ini mulai menjulang tinggi karena keunggulan pribadi-Nya. Dan orang Israel yg setia dianjurkan untuk
meneladani hidup-Nya (50:10-11). Hal ini menunjukkan bahwa Dia tak dapat disamakan dengan 'sisa' bangsa
itu, terutama karena sisa bangsa itu dipanggil untuk melihat penyelamatan yg besar, secara nasional (51:1-3)
dan universal (51:4-6) yg akan digenapi-Nya. Justru segi-segi nasionallah yg utama (walau tidak mengucilkan
hal-hal lain, lih 52:10) menyita perhatian nabi sampai tiba saatnya ia bisa menunjukkan 'Penuntas Agung'
pada 52:13: 'Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil'.
Tugas Hamba Yahweh itu disimpulkan dalam 3 ay (13-15): ditinggikan, yg didahului oleh penderitaan,
dampaknya meliputi seluruh dunia. Ps 53 memperincinya sebagai: 1. Hamba Yahweh hidup di tengah-tengah
manusia (ay 1-3); 2. kematian-Nya bersifat menggantikan (ay 4-9); dan 3. dasar rohani dari semuanya adalah
kehendak Yahweh, yg menghantar HambaNya kepada kemenangan dan kehidupan sesudah penderitaan-Nya
(ay 10-12). Dua ps berikutnya melengkapi cerita ini; ps 54 memanggil Israel kepada perjanjian baru, dan
dalam Ps 55 himbauan ditujukan kepada semua orang yg membutuhkan supaya masuk dalam penyelamatan
yg membebaskan itu.
Ringkasan yg nampaknya tergesa-gesa ini paling sedikit menunjukkan pekerjaan Hamba itu. Dan di sini
nampak segi baru, yg memperkenalkan doktrin Hamba-Mesias ke dalam konsep mesianik: penyelamatan
melalui kematian-Nya yg menggantikan orang-orang berdosa, baik Yahudi maupun bangsa-bangsa non-
Yahudi. Penting diperhatikan pertanda berkaitan dengan diriNya. Yg paling mencolok dari semua tanda itu
ialah bahwa Dia manusia dan di antara manusia (49:1; 50:4b; 53:2-3, 7-9). Yg juga mencolok ialah Ia
mendapat karunia-karunia khas dari Allah: Roh Allah (52:1) dan Firman (49:2; 50:4).
Dua hal lagi perlu diperhatikan. Pertama, agaknya dalam 55:3-4 Hamba ini disamakan dengan Raja Mesias
dari suku Daud. Pasti berdasarkan pekerjaan Hamba inilah perjanjian yg kekal itu didirikan
(bnd 55:3 dgn 54:10 dan 53:5b). Perjanjian ini sekarang diterangkan sebagai 'kasih setia kerajaan Daud', dan
pemimpin yg ditawarkan kepada bangsa itu ialah Daud. Kedua, dapat dikemukakan bahwa dengan menyebut
Hamba itu 'Tangan Yahweh', maka Yesaya membenarkan bahwa Hamba itu sama dengan Allah dan serentak
dibedakan dari Allah, keadaan yg sudah dikemukakan dalam hal tokoh-tokoh mesianik lainnya. Pasti Tangan
Yahweh yg ia sapa itu dalam 51:9 adalah sebagai pribadi dan diakuinya bahwa tindakan Tangan itu
merupakan tindakan Yahweh sendiri. Dalam 53:1 dikatakannya, 'Siapakah yg percaya kepada berita yg kami
dengar? Dan siapakah yg dapat melihat di situ tangan Yahweh?' (terjemahan Mowinckel). Jelas, Hamba
Yahweh dilukiskan di sini dalam sifat-sifat ilahi, serentak disamakan dengan dan dibedakan dari Yahweh.
2. Penakluk yg diurapi. Yesaya menunjukkan seorang Raja yg memerintah orang Yahudi dan bangsa-bangsa
non-Yahudi (11), tapi tidak dijelaskannya bagaimana bangsa-bangsa non-Yahudi itu terhisab di dalamnya.
Melalui ajarannya tentang Hamba ia tuntaskan gambaran itu. Ia melukiskan penyelamatan meliputi seluruh
dunia sehingga semua yg diselamatkan dimasukkan dalam pemerintahan Daud. Tapi dalam unsur rajawi dan
Hamba (ump 9:3-5; 42:13, 17; 45:16, 24; 49:24-26) jelas diungkapkan bahwa pekerjaan Raja dan Hamba itu
mencakup pembalasan terhadap musuh-musuh Yahweh. Dalam ciri ketiga khas mesianik Yesaya menguraikan
pokok ini dengan teliti sekali. Seorang seperti Raja (11:2, 4) dan Hamba Yahweh (42:1; 49:2), diurapi dengan
Roh Kudus dan Firman tampil tiba-tiba (seperti tokok-tokoh lainnya di tempatnya) dalam 59:21. Ps 56-59
mencatat kebejatan moral umat Israel dan ketidakmampuan mereka melakukan hukum Taurat dan
menyelamatkan dini mereka sendiri. Yahweh sendiri memakai peranti penyelamatan (Yes 59:16 dab), dan
dengan itu Ia akan menjungkirbalikkan musuh-musuh-Nya dan melepaskan umat-Nya. Tapi perjanjian
berikutnya dibuat oleh pengantara yg diterangkan dengan kata-kata yg pasti, mengingat kedua tokoh
mesianik lain yg diucapkan oleh Yesaya, seperti diungkapkan di atas. Sukacita penyelamatan ini, yg dinikmati
baik oleh Yahudi maupun non-Yahudi, dan yg membuat bangsa Israel mengungguli segala bangsa (bnd 45:14-
25), disajikan dalam ps 60.
Dalam ps 61 Orang yg dikaruniai Roh Kudus dan Firman itu tampil lagi, dan secara pribadi menyatakan
pekerjaan-Nya, yakni memberitakan tahun rahmat Yahweh dan hari pembalasan Yahweh (61:1-3). Tugas ini
dikukuhkan lagi oleh Yahweh dalam ay 4-9, kemudian pembicara kembali memberi kesaksian tentang
sukacitanya mengenakan perlengkapan penyelamatan. Dengan mengenakan peranti demikian, 'Tuhan Allah
akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa' (61:11). Artinya, Dia terlibat dalam
suatu upaya yg meliputi seluruh dunia, tapi bagaimanapun juga Yahweh sendirilah Pelakunya. Ps 62
menyajikan gambaran menyeluruh tentang upaya ini berkaitan dengan dampaknya terhadap Sion dan bangsa-
bangsa (bnd hubungan 51:17-52:12 dgn 52:13 dab). Dan dalam 63:1-6 Penakluk yg diurapi itu dengan
mengenakan pakaian-Nya yg telah ditentukan, melaksanakan pembalasan dan penyelamatan. Dalam dirinya,
Penakluk mesianik ini hampir tidak berbeda dari Raja dan Hamba Yahweh. Dia mendapat karunia-karunia
rohani yg sama; Dia manusia di antara manusia. Tapi ada dua lagi keterangan yg diberikan. Pertama, Dia
digambarkan sebagai penakluk Edom, suatu tugas yg tak pernah dilakukan oleh raja Israel manapun kecuali
Daud (bnd Bil 24:17-19). Nampakkah kepada kita di sini, bahwa Penakluk yg diurapi itu sama orangnya
dengan Raja Mesias dari wangsa Daud? Kedua, dalam perkembangan tema ini, Dia-lah yg akhirnya
mengenakan perlengkapan penyelamatan dan pembalasan, yg kelihatan dipakai oleh Yahweh sendiri (Yes
59:16 dab). Sekali lagi nabi Yesaya memperkenalkan gagasan mesianik itu: kesamaan dan perbedaan Yahweh
dengan yg diurapi-Nya.
3. Tunas Daud. Dengan tema mesianik ini terdapat beberapa nubuat dalam PL, yg dipersatukan dengan indah
sekali. Yer 23:5 dab dan 33:14 dab benar-benar sama. Yahweh ingin menumbuhkan suatu Tunas 'bagi Daud'.
Dia adalah Raja dan pada zaman-Nya Israel akan diselamatkan. Pemerintahan-Nya ditandai dengan keadilan
dan kebenaran. Nama-Nya ialah 'Yahweh Keadilan kita'.
Bagian kedua perikop ini menghubungkan nubuat tentang Tunas dengan kepastian bahwa imam-imam 'tidak
akan terputus mempersembahkan korban bakaran'. Hal ini bisa kelihatan agak ganjil, seandainya Zakharia
tidak melukiskan tokoh mesianik yg sama. Dalam Za 3:8 dinyatakan bahwa Yosua dan imam-imam
seangkatannya merupakan tanda dari maksud Yahweh untuk mendatangkan 'HambaKu, sang Tunas', yg akan
menyelesaikan tugas imam dengan menghapuskan kejahatan negeri itu dalam satu hari. Sekali lagi
dalam 6:12 dab Zakharia kembali membicarakan Tunas yg akan menjadi besar di tempatnya, akan
membangun Bait Yahweh, menjadi imam di atas takhtanya, dan menikmati damai sejahtera dengan Allah, yg
sempurna dan disepakati. Maka jelas, bahwa Tunas itu ialah Mesias dalam jabatan Raja dan jabatan Imam-
Nya. Dia-lah yg menggenapi Mzm 110, yg menyatakan Raja itu sebagai 'Imam kekal menurut Melkisedek'.
Sekarang pada tempatnyalah membicarakan Yes 4:2-6. Rujukan mesianik pada ay 2 menjadi bahan
perdebatan, dan sering disangkal, tapi karena ay-ay berikutnya cocok sekali dengan pemakaian Tunas dalam
ps-ps tersebut di atas, maka sulit menolak kesimpulan bahwa Mesias terdapat juga di sini. Dia-lah Tunas
Yahweh, dan Dia dihubungkan dengan pekerjaan menyucikan putri Sion dari segala kekotorannya dan dengan
pemerintahan Raja Yahweh di Yerusalem (ay 5, 6). Lukisan Tunas ini meringkaskan dalam satu gambar apa yg
di tempat lain diperluas dan diuraikan oleh nabi Yesaya sebagai tugas Raja, Hamba dan Penakluk. Pola pikir
mesianik tentang kemanusiaan dan keilahian, dan pola pikir 'sama dengan Allah' dan 'berbeda dari Allah' --
disajikan, sebab Tunas itu di satu pihak adalah 'milik Daud' ta 4pi di pihak lain 'milik Yahweh' -- yaitu ucapan-
ucapan yg mengiaskan asal mula dan wataknya; Dia 'HambaKu', namun nama-Nya 'Yahweh Keadilan kita'.
4. s Telah kita perhatikan bahwa sifat kemanusiaan Mesias jelas ditekankan. Secara khusus, sering melalui
garis ibu-Nya-lah asal mula kemanusiaanNya dijelaskan. Mudah sekali terjebak memberi penekanan
berlebihan pada soal-soal kecil, namun patut dicatat bahwa baik Imanuel (Yes 7:14) maupun Hamba Yahweh
(Yes 49:1) adalah contoh. Sama seperti itu Mi 5:2 bicara tentang 'perempuan yg akan melahirkan', dan
mungkin sekali ay yg sukar, Yer 31:22, mengacu kepada pengandungan dan kelahiran seorang bayi ajaib.
Nubuat yg paling pokok mengenai keturunan perempuan, dan ay yg mungkin menjadi dasar untuk timbulnya
gagasan itu, disajikan dalam Kej 3:15. Tapi para ahli hampir sepakat menolak adanya rujukan mesianik di
sini, juga menganggap ay ini hanyalah 'melulu pernyataan umum mengenai umat manusia dengan ular, dan
pernyataan permusuhan kedua pihak' (Mowinckel). Tapi sebagai soal mengenai tafsiran ps Kej ini, dan sama
sekali lepas dari masalah benar tidaknya secara historis ataupun unsur lain, tidaklah jujur memisahkan ay ini
dari kait naskahnya dan menalarnya berdasarkan aetiologi.
Untuk melihat kekuatan janji dalam 3:15, kita harus mengindahkan peranan ular dalam tragedi kejatuhan
manusia ke dalam dosa. Kej 2:19 menunjukkan keunggulan manusia atas makhluk binatang. Dalam kasih
karunia-Nya Pencipta memberitahu manusia itu bahwa dia berbeda dari makhluk binatang: manusia bisa
memaksakan kehendaknya atas binatang, tapi di antara binatang tidak ditemukan 'penolong yg sepadan
dengan dia'. Yg serupa dengan manusia tidak ada dalam makhluk binatang.
Tapi dalam ps 3 fenomena lain muncul: seekor binatang berbicara, yg bagaimanapun juga telah melampaui
harkatnya dan kedudukannya, menempatkan dirinya sama dan sebagai sesama manusia, sanggup terlibat
dalam pembicaraan akali, bahkan sebagai yg lebih unggul dalam arti sanggup mengajar manusia peni ihwal
yg tentangnya manusia itu sebelumnya (seolah) disesatkan, dan memberi tahu manusia itu pengertian yg
benar akan hukum dan dini Allah. Ular itu berbicara sebagai benar-benar mempunyai kebolehan dan sanggup
menimbang Allah dalam piring neraca dan menemukan bobot Allah kurang, sanggup membaca pikiran-pikiran
batiniah Yg Mahakuasa dan menelanjangi alasan-alasan-Nya yg tersembunyi! Bahkan sang ular menyatakan
permusuhan terbuka melawan Allah; sangat membenci watak Allah, siap untuk memusnahkan rencana
penciptaan-Nya, mengejek dan mengolok-olok Yg Mahatinggi.
Tidak cukup melihat dalam ular itu melulu hanya hati manusia yg ingin tahu dan tak terkendalikan
(Williams), atau sesuatu yg serupa dengan itu. Alkitab mengenal hanya satu oknum yg melakukan
kecongkakan yg begitu fasik, kebencian yg begitu keji terhadap Allah, dan nalar ilmu tafsir menuntut bahwa
ular yg di Firdaus itu adalah alai dari 'Si ular tua, yaitu Iblis yg adalah Satan' (Why 20:2). Tapi di mana dosa
merajalela di situ kasih karunia melimpah, dan itulah yg terjadi di sini. Justru pada saat Iblis nampak
menggondol kemenangan gemilang, pada saat itu pula dinyatakan bahwa keturunan perempuan itu akan
meremukkan dan menghancurkan dia Keturunan perempuan itu memang akan remuk memar dalam proses
pertarungan itu, tapi Ia akan mendapat kemenangan. Keturunan perempuan ini akan membalikkan seluruh
bencana kejatuhan dalam dosa.
5. Anak Manusia. Kita akhiri telaah mengenal ke-Mesias-an PL ini dengan uraian pendek tentang penglihatan
Daniel akan Anak Manusia (Dan 7:1-28). Dalam suatu soal, yg menimbulkan begitu banyak pembicaraan dan
silang pendapat, kita hanya dapat melakukan di sini seperti yg dilakukan dalam seluruh artikel ini, yaitu
menyatakan suatu titik pandang saja. Inti penglihatan itu ialah pemandangan penghakiman; di sana Yg
Lanjut Usia-nya melenyapkan semua kekuasaan duniawi yg bersifat bermusuhan -- sambil lalu baiklah dicatat
di sini timbulnya kembali pola kerajaan dari Mzm 2 -- dan dibawalah ke hadapan-Nya 'dengan awan-awan
dari langit seorang seperti Anak Manusia', kepada-Nya diberikan kekuasaan meliputi seluruh dunia dan yg
kekal selama-lamanya. Sudah jelas, bahwa suasana umum di sini, adalah berhubungan dengan pemerintahan
yg meliputi seluruh dunia, yg umumnya telah kita amati dalam ps-ps tentang ke-Mesias-an. Tapi apakah
'seorang seperti Anak Manusia' itu ialah Mesias secara perseorangan, atau dimaksudkan pempersonifikasian
umat Allah, janganlah diselesaikan secara ringkas demikian. Dan 7:18, 22 membicarakan tentang
penghakiman dan pemerintahan yg diberikan kepada 'orang-orang kudus milik Yg Mahatinggi'; maka nalar
menuntut bahwa penerima yg samalah yg dimaksud dengan tokoh tunggal dalam Dan 7:13, 14.
Tapi boleh juga kita catat, bahwa ada keterangan rangkap tentang binatang-binatang, yg menjadi musuh
dari orang-orang kudus. Dan 7:17 berkata bahwa binatang-binatang besar ... ialah 'empat raja' dan Dan
7:23 berkata 'binatang yg keempat itu ialah kerajaan yg keempat'. Yg digambarkan ialah dua-duanya,
perseorangan (raja-raja) dan sekelompok (kerajaan-kerajaan). Kita harus terima keterangan pendahuluan yg
sama bagi 'seorang seperti Anak Manusia. Selanjutnya, harus kita pandang hubungan raja kerajaan ini dengan
pengertian PL. Raja itulah yg utama, kerajaannya adalah yg kedua. Bukanlah kerajaan itu yg membentuk
rajanya, tapi sebaliknya. Mengenai raja-raja binatang itu, merekalah musuh-musuh pribadi dari kerajaan
orang-orang kudus, dan mereka melibatkan kerajaan-kerajaannya dengan dini mereka; sama seperti itu
'seorang seperti Anak Manusia' menerima pemerintahan alam semesta, dan di sini sudah terlibat
pemerintahan umat-Nya (bnd pemerintahan Israel dlm pemerintahan penakluk, Yes 60).
Berdasarkan ini telah ditekankan pendapat, bahwa 'seorang seperti Anak Manusia' itu ialah perseorangan yg
bersifat Mesias. Dalam pengertian ini, dia cocok dengan gambaran umum, yg terdapat dalam seluruh urutan
harapan di atas: dia Raja, ditentang oleh dunia, tapi mencapai pemerintahan seluruh dunia dengan
mengandalkan kecemburuan Yahweh, yaitu dari Yg Lanjut Usia-nya dalam penglihatan Daniel; dia seorang
manusia, yg ternyata dari gelarnya, kendati demikian tidak berasal dari tengah-tengah umat manusia, tapi
datang 'dengan awan-awan dari langit', suatu kedudukan yg khas ilahi (lih ump Mzm 104:3; Yes 19:1). Di sini
terdapat lagi pembedaan yg manusiawi dari yg ilahi, yg terdapat hampir tanpa kekecualian dalam ke-Mesias-
an PL, dan yg pada saat genap waktunya disempurnakan penuh seutuhnya dalam Nabi, Imam dan Raja, Yesus
Mesias!
II. Dalam PB
Kata Ibrani masyiakh atau Aram mesyikha' dua kali ditransliterasikan dalam bh Yunani dengan messias (Yoh
1:41; 4:25; dan di kedua tempat itu ditambah keterangan dgn khristos). Di tempat lain kata itu
diterjemahkan dengan kata Yunani Khristos, dari kata kerja khrio, yg berarti 'mengurapi'. Dalam TBI
diterjemahkan baik dengan Kristus maupun Mesias, kecuali dalam Kis 4:26; Why 11:15; 12:10; di situ dipakai
'yg diurapi'.
Mesias ialah Yesus dari Nazaret, yg pada saat baptisanNya diurapi 'dengan Roh Kudus dan kuat kuasa' (Kis
10:38; bnd maksud dari hal Yesus mengutip Yes 61:1 dlm Luk 4:18). Tapi Yesus sendiri jarang memakai istilah
itu, dan tanpa diragukan sebabnya ialah kesalahpahaman yg bisa timbul karena pemakaian istilah itu.
Tatkala Petrus menyatakan pengakuannya bahwa Yesus-lah Kristus, Dia terima Nama pertanda itu, tapi
memerintahkan murid-murid-Nya jangan menceritakan itu kepada siapa pun (Mrk 8:29-30).
Dalam percakapan-Nya dengan perempuan Samaria (Yoh 4:25-26) istilah itu pasti dipahami dalam terang
pengharapan orang Samaria, bahwa akan datang seorang Taheb atau 'yg membetulkan', nabi seperti Musa, yg
dijanjikan dalam Ul 18:15-19. Tapi, waktu Dia ditantang oleh Imam Besar pada saat penghakiman-Nya,
supaya mengatakan apakah Dia 'Mesias, Anak dari Yg Terpuji atau tidak, Dia mengaku, dan kata-kata dari
ucapan-Nya dijadikan dasar dakwaan bahwa Dia benar menghujat Allah (Mrk 14:61-64). Hukuman ini, yg
mendatangkan hukuman mati, dibalikkan oleh Allah, yg membangkitkan Dia dari antara orang mati, dan
meninggikan Dia ke 'sebelah kanan-Nya', dan dengan demikian menyatakan bahwa Yesus yg sudah disalibkan,
itulah 'Tuhan dan Kristus' (Kis 2:36; bnd Rm 1:4).
Tapi pengertian Yesus akan dan cara-Nya untuk menggenapi panggilan ke-Mesias-an-Nya berbeda dari
gambaran umum tentang Mesias yg diharapkan. Suara dari sorga pada saat pembaptisan-Nya (Mrk 1:11)
menyambut Dia sebagai Mesias dari suku Daud, dengan kata-kata dari Mzm 2:7: 'AnakKu-lah Engkau'. Tapi
dengan menambahkan kata-kata dari Yes 52:1 yg memperkenalkan Hamba Yahweh, diberi pertanda bahwa
ke-Mesias-an-Nya akan menggenapi gambaran Hamba itu, rendah hati, taat, menderita, menggenapi tugas-
Nya dengan menjalani maut, sambil menyerahkan pembelaan atas diriNya kepada Allah dengan hati yg
percaya. Pelayanan Yesus yg dimahkotai dengan penderitaan-Nya, ditandai dengan selalu berpegang teguh
pada jalan yg ditentukan bagi-Nya oleh BapakNya. Maka karena itu Yesus memberikan pengertian baru
kepada kata 'Mesias', yg mengatasi setiap arti yg sebelum itu dimilikinya.
KEPUSTAKAAN.
1. PL. H Ringgren, The Messiah in the OT, 1956; A Bentzen, King and Messiah, 1956; S Mowinckel, He that
Cometh, 1956; J Klausner, The Messianic Idea in Israel, 1956; H. L Ellison, The Centrality of the Messianic
Idea for the Old Testament, 1953; B. B Warfield, 'The Divine Messiah in the OT', dlm Biblical and Theological
Studies, 1952; H. H Rowley, The Servant of the Lord, 1952; A. R Johnson, Sacral Kingship in Ancient Israel,
1955;1DB, lih Mesias, Y Kaufmann, The Religion of Israel, 1961; G. A. F Knight, A Christian Theology of the
OT, 1959; J. A Motyer, 'Context and Content in the Interpretation of Is. 7:14', TynB 21, 1970; G. J Wenham,
'BETULAtt, Girl of Marriageable Age', VT 22, 1972, hlm 326-347; E. J Young: Daniel's Vision of the Son of Man,
1958; P E Achtemeier, The OT Roots of our faith, 1962.
2. PB. W Manson, Jesus the Messiah, 1943; T. W Manson, The Servant-Messiah, 1953; V Taylor, The Names of
Jesus, 1953; The Person of Christ in NT Teaching, 1958; O Cullmann, The Christology of the NT (khusus ps 5)
1959; R. H Fuller, The Foundations of NT Christology, 1965; F Hahn, The Titles of Jesus in Christology, 1969;
F. F Bruce, This is That, 1968; R. N Longenecker, The Christology of Early Jewish Christianity, 1970; G. E
Ladd, A Theology of the NT, 1974, hlm 135 dst, 328 dst, 408 dst. JAM/FFB/MHS/HAO

Anda mungkin juga menyukai