Anda di halaman 1dari 12

1.

Pendahuluan

Dalam suatu negara atau kelompok masyarakat, jika terjadi krisis atau konflik yang
berkepanjangan biasanya orang merindukan seorang sosok yang bisa mengayomi dan
mempersatukan mereka. Demikian juga dalam keadaan tertindas karena penjajahan, orang
sungguh merindukan seorang pemimpin yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan.
Sama halnya dengan bangsa Israel, ketika mereka berada dalam krisis dan penderitaan, mereka
merindukan seorang tokoh yang mereka sebut sebagai Mesias yang akan memimpin dan
membebaskan mereka dari penderitaan.

Pengharapan bangsa Israel akan seorang Mesias ini bukan hanya sebatas harapan tetapi
harapan mereka didasari oleh janji Allah sendiri kepada nenek moyang mereka bahwa Ia akan
mengutus seorang pembebas bagi mereka yang berasal dari keturuna Daud. Bangsa Israel
sampai sekarang masih menantikan kedatangan Mesias itu, walaupun para penganut agama
Kristen meyakini bahwa tokoh Mesias itu sudah terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Pada zaman
dulu gambaran tentang Yesus sebagai Mesias masih sangat kabur. Zaman sekarang, pengertian
Mesias bagi orang-orang Kristen memang sudah agak baku, yaitu bahwa Mesias adalah Yesus
Kristus yang telah datang ke dunia untuk meyelamatkan manusia dari perbudakan dosa, agar
dapat memperoleh hidup kekal pada saat kedatangan-Nya yang kedua kali.

2. Pengertian Mesias

Istilah Mesias, yang dipakai sebagai gelar resmi dari tokoh utama yang dinanti-nantikan oleh
orang Yahudi, adalah hasil pemikiran dari Yudaisme masa kemudian, Pemakaian istilah itu
dikukuhkan oleh Perjanjian Baru, tetapi dalam Perjanjian Lama hanya terdapat dua kali yaitu
dalam kitab Daniel 9:25-26. Kata Mesias sendiri diambil dari bahasa Aram atau Ibrani yang
berarti “yang diurapi”. Pada awalnya ini menunjuk pada raja yang sedang berkuasa atas
kerajaan Israel Raya, terutama yang berasal dari dinasti Daud.

Dalam Perjanjian Lama ada kalanya istilah Mesias juga digunakan terhadap raja Israel (kerajaan
Utara) yang sedang memerintah[1]. Lambat laun istilah Mesias digunakan pada Raja
Keselamatan yang akan datang sebagai pengharapan bangsa Israel. Raja yang dinanti-nantikan
tersebut dikumandangkan sebagai keturunan Raja Daud, sesuai dengan nubuat nabi Natan
dalam II Samuel 7. Penantian dan pengharapan bangsa Israel akan seorang raja keselamatan
dapat kita temukan dalam nubuat para nabi yang berkarya antara abad 9 sampai dengan abad 5
sebelum masehi.

Pada masa ini bangsa Israel telah mengenal pemerintahan dan kekuasaan raja, sehingga para
nabi juga sering menggambarkan Mesias yang dinanti-nantikan itu sebanding dengan raja yang
sedang berkuasa pada masa itu[2]. Dalam tradisi kerajaan bangsa Israel, seorang raja
dipandang sebagai seorang tokoh yang dipilih oleh Allah sendiri dan memiliki karisma untuk
mempersatukan dan melindungi rakyat dari ancaman bangsa-bangsa lain yang ada di
sekitarnya. Dan raja keselamatan yang mereka nanti-nantikan digambarkan persis sama seperti
raja yang memerintah bangsa Israel pada zaman itu.

3. Latar belakang Pengharapan akan Mesias

Pada mulanya gambaran tentang Mesias agak suram dan sulit untuk ditemukan titik terangnya.
Pemikiran tentang mengurapi dan pemikiran tentang orang yang diurapi adalah lazim dalam
Perjanjian Lama. Dalam kerajaan Israel para raja biasanya diurapi sebagai wakil khusus Allah
terhadap umat-Nya. Bagi bangsa Israel Daud merupakan salah satu raja mereka yang
termasyur. Kesetiaan Yahweh untuk menjamin janji-Nya tidak dapat diingkari, janji itu
diteruskan kepada penerus-penerus raja Daud; kesetiaan Yahweh tidak tergantung pada
kesetiaan keturunan Daud yang meragukan. Sesudah Daud, muncul raja-raja baru dan kerajaan
Israel terpecah menjadi beberapa bagian. Di tengah keterpurukan ini muncul suatu
pengharapan akan datangnya seorang raja dari keturunan Daud yang akan memulihkan kembali
kerajaan Israel seperti yang diramalkan oleh nabi Yesaya[3] (Yes 7:14; 9:2-7).

Sudah sejak awal Kitab Suci menjelaskan bahwa Allah adalah Raja orang Israel. Semula istilah
Mesias menunjuk pada seorang raja yang merupakan manifestasi dari pemerintahan Allah di
dunia.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Raja sebagai wakil Allah menjadi pelindung dan pemelihara
kedamaian dan keadilan di dunia. Mzm 72 menunjukkan tugas seorang raja (Mzm 72:2, 7,12).
Salah satu contoh pengurapan seorang raja dalam Perjanjian Lama adalah pengurapan raja
Koresy. Dalam Yes 45:1 dikatakan bahwa Koresy, raja Persia disapa sebagai “yang Ku-
urapi” (mesyikho). Di sini ada lima 5 unsur yang jika ditinjau dengan terang alkitab bagian yang
lain, jelas menentukan garis pikiran utama tertentu mengenai Mesianisme Perjanjian Lama.
Koresy adalah orang yang dipilih Allah (Yes 41:25) ditetapkan untuk menggenapi satu tujuan
penyelamatan bagi umat Allah (Yes 45:11-13), dan menggenapi hukuman terhadap musuh-
musuh-Nya (Yes 47).

Kepadanya diberikan kuasa untuk memerintah bangsa-bangsa (45:1-3), dan dalam semua
tindakannya, yang sesungguhnya bertindak adalah Yahweh sendiri (Yes 45:1-7). Kedudukan
“yang diurapi” dari Koresy, dengan jelas menunjukkan bahwa dapat diktakan ada pemakaian
“sekular” dari istilah mesianik (bdk “pengurapan” Hazael, 1 Raj 19:15)[4]. Sudah berapa lama
umur harapan yang bersifat mesianik ini? Mowinckel berpendapat bahwa Mesias ialah tokoh
eskatologis dalam arti kata yang setepat-tepatnya. Artinya, Dia bukanlah melulu tokoh yang
diharapkan pada masa yang akan datang, tapi yang muncul pada “hari terakhir”.

Menurut Wowinckel teks-teks mesianik yang tergolong pada zaman raja-raja, harus ditafsirkan
sebagai melulu sapaan kepada raja yang sedang memerintah dan tidak mengandung
makna mesianik artinya tanpa makna eskatologis. Namun beberapa ahli tidak setuju dengan
pandangan Wowinckel ini bahwa eskatologis harus terjadi sesudah pembuangan.
Menurut mereka akan lebih memuaskan jika Mesias disebut sebagai “tokoh teleologis”, yaitu
bahwa harapan mengenai Mesias ini dihubungkan dengan seorang tokoh raja di masa yang
akan datang, yang sama sekali tidak bergantung pada runtuhnya kerajaan Israel secara historis,
sebab garis keturunan Daud sudah merupakan kegagalan dari awalnya dan penantian akan Raja
Mesias tidak perlu ditempatkan sesudah zaman Salomo. Kebijakan yang tepat ialah mencari
dalam PL seorang “tokoh penyelamat” dan pencarian ini akan lebih dihubungkan dengan teologi
Israel daripada dengan eskatologi yang dibatasi secara sempit.

4. Gambaran Mesias dalam Kitab suci

4.1 Mesias dalam Perjanjian Lama

4.1.1 Mesias sebagai pola dari tokoh-tokoh sejarah

1. Mesias dan Adam

Dalam Perjanjian Lama pengharapan akan Mesias dikaitkan dengan keadaan taman Eden. Ada
beberapa segi tertentu dari masa depan Mesias yang sangat jelas mengingatkan keadaan taman
Eden yaitu keadaan yang penuh dengan kemakmuran dan kedamaian (Ams 9:13; Yes 3:2;
32:15; 55:13; Mzm 72:16). Kedamaian digambarkan dengan situasi keselarasan di tengah-
tengah dunia mahkluk hidup (Yes 11:6-9) dan keselarasan dalam hubungan dunia umat
manusia. Situasi yang penuh dengan kemakmuran dan kedamaian itu sirna ketika manusia
jatuh dalam dosa dan Allah menjatuhkan hukuman kepada manusia.

Ketika hukuman dari Allah dihapus dan Hamba Allah memulihkan segala sesuatu, maka
keadaan taman Eden dipulihkan kembali. Gambaran Hamba Allah yang memulihkan kembali
keadaan taman Eden jelas menunjuk kepada sosok Mesias. Ketika diciptakan, manusia pertama
diberi kuasa oleh Allah atas semua ciptaannya lainya (Kej 1:28; 2:19, 20) tetapi karena manusia
jatuh dalam dosa, maka kekuasaan itu dirampas kembali daripadanya (bdk (Kej 3:13).

Kekuasan itu dipulihkan kembali oleh Mesias[5]. Dalam Perjanjian Baru khusus Paulus
menggambarkan Yesus sebagai Adam Baru yang memulihkan dosa seluruh umat manusia. Oleh
satu orang (Adam), dosa masuk ke dunia, dan dalam dosa ada kematian. Umat manusia
termasuk di dalam Adam, sebelum membuat dosa sendiri.. Oleh karena itu mereka mati juga
sebab kematian adalah pengiring dosa. Menurut rencana Allah sesudah kita senasib dalam dosa
dengan Adam, kita juga sebahagia dalam rahmat di dalam diri Yesus Kristus Adam
baru[6] (bdk Rm 5:19-20).

2. Mesias dan Musa

Dalam tradisi umat Perjanjian Lama (umat Israel) menghormati Musa sebagai seorang nabi yang
besar karena berperan dalam menuntut dan membebaskan bangsa Isreal dari perbudakan di
Mesir. Selain itu Musa juga adalah nabi yang mengantarai perjanjian antara Allah dan manusia
(bangsa Israel) di gunung Sinai. Melalui Musa pula Allah mewahyukan kesepuluh perintah-Nya
dalam dua loh batu. Dengan melihat peran nabi Musa dalam sejarah umat Israel, maka tidak
mengheran jika ia mendapatkan tempat yang istimewa dalam hati umat Israel. Berita tentang
keluaran dan pemimpinnya terukir dalam hati bangsa Israel, sehingga masa depan dilihat
sebagai ulangan dari peristiwa tersebut.

Peristiwa keluaran “pertama” seperti dicatat dan diceritakan kepada anak cucu bangsa ini
turun-temurun, merupakan pernyataan kekal dari Allah (kel 3:15) Gambaran “keluaran kedua”
tidak selalu dalam rangka khas mesianik. Kadang-kadang ditekankan bahwa Allah akan berbuat
lagi apa yang telah diperbuat-Nya pada keluaran (pertama), hanya caranya melebihi cara yang
pertama, tetapi tanpa menyebut satu orang pun melalui siapa Ia akan bekerja seperti dulu Ia
berkeja melalui Musa (bdk Hos 2:14-23; Yer 31:31-31; Yeh 20:33-44) mungkin sekali Musa
disebut “raja” dalam Ul 33:5. Tapi terkadang nubuat mengenai keluaran kedua itu
berciri mesianik (bkd Yes 51:9-11; 52:12; Yer 32:5-8)[7]. Dalam Perjanjian Baru Yesus
digambarkan sebagai Musa baru yang membebaskan umat manusia dari perbudakan dosa.
Perbedaan antara Musa dan Yesus adalah dulu Musa membebaskan bangsa Israel dari
perbudakan di Mesir, Yesus membebaskan umat manusia dari perbudakan dosa melalui
sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.

3. Mesias dan Daud

Bagi bangsa Yahudi Daud adalah raja yang paling istimewa dan termasyur. Bagi mereka tidak
ada dan tidak akan ada lagi raja yang sekaliber Daud, karena Daudlah orang kesayangan Allah.
Kepada Daud Allah bernyanyi: “keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-selamanya”
( 2 Sam 7:16). Maka bisa dimengerti bila orang Yahudi mendambakan dan mengimpikan masa
keemasan, mereka menghubungkannya dengan zaman, tahta dan wangsa Daud. Gagasan klasik
dan populer tentang Mesias ialah bahwa Allah akan mengutus bagi umat-Nya seorang
pemimpin seperti Daud dulu, seorang raja yang akan menjaga umat, mengembalikan kebesaran
Israel dan membawa umat memasuki masa jaya seperti dulu[8].

Seperti itulah mimpi Yesaya bdk Yes 9:6; Yes 11: Itu pula dambaan Yeremia bdk Yer 23:5; 30:9.
“Keturunan Daud tak akan terputus duduk di atas tahta kerajaan kaum Israel” (Yes 33:17). Ini
pula yang menjadi impian nabi Amos bdk Ams 9:11[9]. Dambaan akan raja yang sekaliber Daud
dalam perjalanan waktu terus hidup dan mengalami perkembangan. Ketika bangsa Israel
berada dalam situasi yang sulit dambaan akan raja yang sekaliber Daud yang mampu
mengubah nasib mereka tidak kunjung datang-datang.

Maka dambaan akan pembebas dari wangsa Daud digeser ke pengharapan akan “Sang
Terurapi” oleh Allah yang ilahi, atau campur tangan Allah sendiri secara langsung dalam
zaman eskaton[10]. Namun di kalangan rakyat jelata gagasan dan harapan akan munculnya
seorang raja dari keturunan Daud tetap hidup. Dalam Perjanjian Baru Yesus disebut sebagai
Anak Daud. Matius misalnya memulainya injil dengan menyebut “Inilah silsilah Yesus Kristus,
Anak Daud, anak Abraham” (Mat 1:1)[11]. Dan masih banyak teks lain lagi dalam Perjanjian Baru
yang menyebut Yesus sebagai Anak Daud (bdk Luk 1:32; Rm 1:3; Why 5:5; Yoh 7:42)[12].

4. Hamba Allah

Dalam Perjanjian Lama sebutan hamba Allah mempunyai sejarah yang amat berharga dan
besar. Sebutan hamba Allah dikenakan kepada orang-orang yang pantas dibanggakan. Sebutan
itu mewarnai tokoh-tokoh puncak dalam sejarah Israel, dan mereka itu adalah pelaku-pelaku
penting dalam sejarah penyelamatan Allah.

Abraham adalah hamba Allah (Mzm 105:42). Musa ialah penyelamat, pemimpin
agung, organisator ulung, penegak hukum yang amat keramat disebut juga hamba Allah (Kel
14:32; Bil 12:17)[13]. Dalam Perjanjian Lama gelar hamba Allah tidak hanya dikenakan kepada
orang perorang tetapi juga dikenakan kepada bangsa Israel secara keseluruhan[14]. Dalam Yes
41:28-29 digambarkan tentang situasi kegelapan yang dialami oleh bangsa Israel di tanah
pembuangan. Di tengah situasi yang demikian umat Israel bertanya-tanya siapakah yang akan
menolong mereka? Hanya Allahlah yang mempunyai jawaban atas pertanyaan mereka: hamba
Yahweh akan membawa penyelamatan (“pengajaran” Yes 42:4) kepada bangsa-bangsa.

Jadi hamba Yahweh tanpa perkenalan dan identifikasi diri, tetapi dengan pra-anggapan bahwa
Israel yang dimaksud, tampil membawa misi untuk bangsa-bangsa (42:1-4). Tetapi misi ini
baru dijelaskan dalam Yes 42:5-17, tatkala dipaparkan sebenarnya dari hamba Yahweh, yaitu
Israel (Yes 42:18-25): buta, tuli, dipenjarakan dan dihinggapi kedunguan rohani sedemikian
rupa sehingga tujuan pengajaran dari pembuangan itu belum dilihat dan moral bangsa itu tidak
berubah[15]. Dalam Yes 53 disebutkan tugas-tugas dari seorang hamba Yahweh sebagai
berikut:

Hamba Yahweh hidup di tengah-tengah umat manusia (ayt 1-3), kematiannya bersifat
menggantikan dan dasar rohani dari semuanya adalah kehendak Yahweh (ayt 4-9), yang
menghantar hamba-Nya kepada kemenangan dan kehidupan sesudah penderitaan-Nya (ayt
10-12)[16]. Gambaran mengenai hamba Allah dalam Perjanjian Baru dikenakan pada Yesus. Jika
kita menyebut Yesus sebagai hamba Allah, berarti kita menghubungkan-Nya dengan tokoh-
tokoh sejarah Israel. Yesus dipandang sebagai tokoh yang memenuhi nubuat Yesaya tentang
hamba Yahweh. Gambaran tentang Yesus sebagai hamba Allah mencapai puncaknya dalam
gambaran hamba yang menderita[17].

4.1.2 Pengharapan Mesias sebelum pembuangan di Babel

Menurut Mowinckel. Asal-usul gagasan adanya Mesias dapat telusuri dari gagasan adanya raja
yang ilahi. Ia mengatakan bahwa pengharapan Mesias itu timbul karena pengalihan gambar raja
keturunan Daud yang ideal pada raja-raja masa mendatang. Ia mendasarkan pendapatnya pada
nubuat para para nabi sebelum masa pembuangan yang terkait dengan nubuat nabi Natan
dalam II Samuel 7.

Mowinckel juga mengatakan bahwa nubuat Nabi Natan itulah yang semakin berkembang dan
diinterpretasikan ulang oleh para nabi yang kemudian sehingga timbul gagasan dan
pengharapan Mesianis[18]. Dalam Perjanjian Lama para nabi berbicara tentang kedatangan
Mesias yang dikaitkan dengan keturunan Daud tetapi tanpa menyebut nama seorang putra
Daud (2 Sam 7:12-17; Yer 33:17; Mzm 88:4; 18:5). Beberapa nabi dalam Perjanjian Lama yang
bernubuat tentang kedatangan Mesias adalah antara lain:

1. Nabi Amos

Nabi Amos adalah nabi pertama yang melanjutkan nubuat nabi Natan dalam 2 Sam 7. Nabi
Amos berasal dari Yehuda dan kemudian mengembara ke Israel (kerajaan Utara), merasa
terpanggil untuk memperingatkan dinasti Yehu beserta rajanya Yerobeam II, yang pada waktu
itu berkuasa atas Efraim, akan keruntuhan kerajaan tersebut (Amos 7:9-11). Bangsa-bangsa
lain termasuk Yehuda juga akan dihukum, tetapi dalam hukuman tersebut masih akan ada
sebagian bangsa yang selamat (Amos 9:8).

Amos melihat bahwa hubungan Allah-bangsa Israel tidak akan putus sama sekali, walaupun
Israel tidak setia. Tetapi mereka yang tidak mengindahkan perintah Allah pasti akan binasa
(Amos 9:10) Mereka yang berpaling kepada Yahweh akan diselamatkan dan dibawa ke masa
keselamatan. Masa keselamatan itu adalah kerajaan Daud seperti pada masa awal kerajaan.
Dinasti Daud yang telah runtuh akan kembali memerintah Efraim dan Yehuda[19]. (bdk Amos
9:11-15).

Nubuat Amos ini ditulis pada saat kerajaan Daud sudah terpecah menjadi dua yaitu kerajaan
Utara dan kerajaan Selatan. Nabi yang hidup di masa sebelum pembuangan melihat situasi
selamat sebagai pemulihan kembali kerajaan Daud yang besar dan agung dan akan
mempersatukan kembali kerajaan Israel yang terpecah serta menguasai bangsa-bangsa lain
termasuk Edom[20].

2. Nabi Hosea

Nabi Hosea adalah nabi yang sezaman dengan nabi Amos, ia benubuat bahwa pada akhirnya
nanti Israel akan kembali mencari Daud dan kemudian bergabung kembali dengan Yehuda dan
mengakui Daud sebagai rajanya (bdk Hos 3:5; 1:11)[21].

3. Nabi Yesaya

Yesaya bernubuat dalam situasi sejarah tertentu yaitu ketika bangsa Israel terancam oleh
kekuatan adikuasa (Asyur dan Mesir) dan tak mustahil bahwa nabi mengharapkan dan
menumpukan harapan pada seorang pengeran tertentu[22]. Penyataan keselamatan pada
Yesaya berakar pada gagasan raja sebagai mesias. Yesaya bernubuat sejak kematian raja Uzia,
mengabarkan pengkukuman bangsa Israel oleh Asyur atas pelanggarannya yang berat (Yes
28:25). Yesaya juga mengabarkan bahwa selain Israel dan Yehuda, Mesir dan bangsa-bangsa
lain juga akan dihukum. Isi nubuat Yesaya adalah kabar tentang keruntuhan Yerusalem (3:8).

Kemudian dengan penuh keyakinan Yesaya mengabarkan tempat Allah tinggal (8:18),
menyatakan diri-nya (18:7) menyimpan api-Nya (31:9), tidak akan dikuasai oleh musuh (29:7)
Di masa keselamatan semua orang yang bertobat akan menjadi kerajaan baru. Penguasa
kerajaan baru nanti berasal dari keturunan Daud. Kekuasaannya akan abadi, adil dan makmur
(16:5). Bagian terpenting dari Yesaya adalah 7:14-16; 8:5-10; 9:1-16;11:1-9. Yang perlu
diketahui adalah Yesaya mengabarkan tentang kelahiran seorang anak dari raja Ahas. Namun
Imanuel mempunyai arti bahwa Allah bersama dengan bangsa Israel. Anak tersebut sekaligus
akan menjadi tanda bagi raja Ahas[23].

4.1.3 Pengaharapan Mesias pada masa pasca pembuangan di Babel

Salah satu nabi yang menggambarkan pengharapan akan Mesias pada masa pasca pembuangan
adalah nabi Hagai. Dalam kotbahnya nabi Hagai menyerukan pembangunan kembali bait Allah.
Allah menggerakkan bangsa Israel dengan semangat atau roh ( bdk Hag 1:14-2:1a). Tetapi
bangsa Israel yang masih sempat melihat kebesaran Bait Allah Salomo yang lama enggan untuk
berperan serta, sebab mereka tidak yakin bahwa Bait Allah baru itu akan dapat menyamai
keindahan Bait Allah yang dahulu dibangun oleh Salomo. Hagai mencoba untuk melawan
pendapat semacam itu (bdk Hag 2:4).

Perasaan kalah sebelum bertempur ini dilawan oleh Hagai dengan sebuah nubuat. Di tahun
kedua, hari kedua puluh satu, bulan ketujuh masa pemerintahan raja Darius, Hagai berkotbah
memberi semangat kepada bupati Zerubabel, seorang keturunan Daud, dan imam besar Yosua
(lihat Hag 2:5). Selanjutnya Hagai menggambarkan masa depan yang indah, Bait Allah yang
baru akan lebih indah dari Bait Allah sebelumnya[24].

4.2 Mesias dalam Perjanjian Baru

Umat perjanjian Baru atau umat Kristen meyakini bahwa Mesias yang dinubuatkan oleh para
nabi dalam Perjanjian Lama sudah tergenapi dalam diri Yesus Kristus. Yesus dianggap sebagai
Mesias yang dijanjikan oleh Allah. Kiranya perlu diperhatikan bahwa yang pokok dalam paham
Mesias Perjanjian Baru bukan segi politiknya. Hal ini dapat kita lihat ketika orang banyak
“hendak membawa Yesus dengan paksa untuk menjadikan Dia sebagai raja, Ia menyingkir ke
gunung, seorang diri (Yoh 6:15)[25].

Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengahrapan akan Mesias dalam Perjanjian Lama
yang memandang Mesias yang akan datang itu sebagai seorang raja dalam arti politik. Mesias
ialah Yesus dari Nazaret, yang pada saat baptisan-Nya diurapi dengan Roh Kudus dan dengan
kuat-kuasa (Kis 10:38)[26].

Yesus sendiri jarang menyebut diri-Nya sebagai Kristus atau Mesias bahkan ia melarang para
murid-Nya untuk memberitahu kepada orang lain bahwa Ia adalah Mesias (bdk Mrk 8:29-30).
Alasan mengapa Yesus melarang para murid-Nya untuk memberitahu identitas-Nya kepada
orang lain tidak jelas. Yang jelas adalah bahwa ketika Yesus berbicara tentang sengsara, wafat
dan kebangkita-Nya, Petrus menarik dan menegur Dia.

Petrus tidak dapat menerima Mesias yang harus menderita[27]. Tetapi itu harus diterima,
sehingga Yesus menghardik Petrus kata-Nya: “Enyalah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan
apa yang dipikirkan Allah, tetapi apa yang dipikirkan manusia”. Perkataan Yesus ini
mau menonjolkan segi hubungan-Nya dengan Allah, bukan segi politik[28]. Dalam peranan
Mesias memang ada sedikit segi politiknya, paling kurang segi publiknya. Akan tetapi “kuasa
Mesias” datang dari Allah.

5. Kesinambungan dan ketidak sinambungan antara konsep Mesias dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru

Telah kita lihat gambaran tentang Mesias yang diharapkan oleh otang Yahudi dan berkat yang
mereka harapkan dalam masa Mesianik itu. Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah
apakah tokoh Yesus dalam Perjanjian Baru sesuai dengan tokoh Mesias seperti yang di
gambarkan dalam Perjanjian Lama? Jawaban sebetulnya jelas, yakni tidak (seluruhnya) sesuai.
Tradisi sinoptik menunjukkan bahwa hidup, karya dan sabda Yesus yang diukur dengan ukuran
tradisional itu boleh dikatakan bahwa Yesus bukan Mesias seperti yang digambarkan dalam
Perjanjian Lama[29]. Namun beberapa benang merah perbedaan itu perlu diamati:

Gambaran Mesias Yahudi pada dasarnya bersifat nasional. Pusat perhatiaannya adalah bangsa
Yahudi. Dengan kata lain gambaran Mesias Yahudi adalah demi bangsa Yahudi sendiri tertutup.
Gambaran Mesias seperti ini tidak sesuai dengan perjuangan Yesus. Memang benar bahwa
perhatian utama Yesus adalah keselamatan Israel, tetapi sejak awal sudah disadari bahwa karya
Yesus adalah karya untuk manusia secara keseluruhan[30].

Hal ini ditunjukkan oleh sikap Yesus terhadap orang kafir, perlakuan-Nya terhadap orang
Samaria, kelembutan-Nya terhadap puteri Syro-Fenesia (bdk Mrk 7:24-30/ Mat 15:21-28).
Gambaran Mesias Yahudi sebagai penghajar pendosa, penghapus kejahatan tentunya tidak
sesuai dengan sikap Yesus dan ajaran-Nya tentang pengampunan. Gambaran Mesias mulia,
penuh dengan kuat-kuasa dan megah tidak sesuai dengan sikap Yesus sebagai hamba Yahweh
yang menderita.

Bagi orang Yahudi Mesias yang menderita adalah Mesias yang palsu, tidak mungkin dan tidak
bisa dipercaya. Dari penjelasan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa gambaran Mesias orang
Yahudi sungguh jauh berbeda dengan perilaku dan ajaran Yesus. Sekarang yang menjadi
pertanyaan bagi kita adalah tidak adakah hubungan antara Yesus dengan cita-cita Mesias
dalam Perjanjian Lama? Dalam beberapa kisah di injil sinoptik Yesus menyuruh para murid-Nya
untuk tidak memberitahukan bahwa diri-Nya adalah Mesias misalnya dalam Mrk 8:30 ketika
Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, Ia menyuruh Petrus untuk diam.

Dalam kisah kemuliaan di atas gunung tabor, Yesus menyuruh para murid-Nya untuk tidak
memberitahukan kepada orang lain tentang identitas-Nya sampai Anak manusia dibangkitkan
dari mati. Dari sini mungkin kita dapat mengatakan bahwa selama Yesus hidup dan berkarya
tidak seorang pun yang tahu bahwa diri-Nya adalah Mesias. Orang baru mengetahui Yesus
sebagai Mesias setelah peristiwa kebangkitan-Nya. Atau dengan kata lain selama hidup-Nya
identitas Yesus sebagai Mesias hanya diketahui oleh para murid-Nya, tetapi kemudian
semuanya itu menjadi menjelas setelah peristiwa kebangkitan-Nya.

Lalu mengapa selama hidup-Nya, Yesus tidak mau secara terang-terangan mengakui bahwa Ia
adalah Mesias? Alasannya sangat sederhana. Jika orang mengetahui bahwa Yesus adalah
Mesias, maka bisa dipastikan bahwa banyak orang akan melihat segala maksud dan usaha
Yesus secara nasionalistis melulu (bdk Yoh 6:15). Selain itu jika Yesus secara terbuka
menyatakan diri sebagai Mesias, maka revolusi bisa terjadi dan pembunuhan sulit
dihindarkan[31].

6. Relevansi pengharapan akan Mesias bagi masyarakat Sumba

Barangkali boleh dikatakan bahwa “Mesias” atau Kristus bagi umat perdana mempunyai arti
yang serupa dengan gagasan “Marapu” dalam masyarakat Sumba. Memang paham Marapu tidak
semuanya sesuai dengan gagasan Mesias tetapi bisa ditarik benang merah di antara kedua
paham tersebut. Marapu adalah kepercayaan asli orang Sumba[32]. Marapu adalah suatu
kekuatan yang supranatural yang tampil dalam berbagai bentuk. Kata Marapu dapat pula berarti
suci, mulia dan sakti sehingga harus dihormati dan tidak dapat diperlakukan secara
sembarangan. Dalam tradisi orang Sumba, Marapu dipandang sebagai figur pemersatu semua
orang baik dalam satu keluarga maupun dalam masyarakat secara keseluruhan.

Nama Marapu dikenakan pada figur yang tidak jelas, hanya diyakini bahwa Marapu adalah
arwah nenek moyang, tetapi nenek moyang yang mana juga tidak jelas siapa namanya. Marapu
adalah tokoh yang legendaris tetapi amat populer di kalangan masyarakat Sumba dan muncul
secara terus-menerus. Dia pun diyakini sebagai pengantara antara Allah dan manusia dan dia
bukalah tokoh politik tetapi kehadirannya selalu didambakan dan dinanti-nantikan oleh
masyarakat Sumba. Kadang-kadang muncul beberapa tokoh seperti “Rato Marapu” (imam
marapu) sebagai wakil dari Marapu di dunia ini. Selain diyakini sebagai tokoh pemersatu
Marapu juga dipandang sebagai tokoh yang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan
manusia. Maka jika terjadi ketikadilan dalam masyarakat, Marapu akan sangat marah.
Ada beberapa persamaan dan perbedaan yang perlu diperhatikan dari gagasan tentang Marapu
dan gagasan tentang Yesus sebagai Mesias yaitu: gagasan mengenai Marapu pada umumnya
bersifat apokaliptis dan mistis. Pada zaman Yesus, di kalangan masyarakat Yahudi
pun apokaliptik sangat kuat, yang mengharapkan dunia baru tanpa pertentangan, ketidakadilan
dan penderitaan rakyat. Akan tetapi yang dicita-citakan oleh Yesus adalah reformasi, suatu
pembaharuan dan bukan dunia ciptaan yang lain. Yesus tampil sebagai seorang pemimpin yang
mau membawa Israel kepada dasar agamanya yang sesungguhnya[33].

7. Penutup

Gagasan mengenai Mesias adalah sesuatu yang sulit untuk dipahami secara keseluruhan.
Gagasan ini kita tidak boleh mengenakan begitu saja pada tokoh Yesus dari Nazaret. Karena
seperti sudah dijelaskan di atas bahwa gagasan mengenai Mesias yang dinubuatkan oleh para
nabi dalam Perjanjian Lama baik sebelum masa pembuangan maupun sesudah masa
pembuangan sangat bertolak belakang dengan kesaksian dan pewartaan Yesus selama hidup-
Nya.

Yesus bukanlah Mesias politik seperti yang diharapkan oleh bangsa Israel tetapi Yesus adalah
Mesias yang menyelamatkan seluruh umat manusia dengan cara yang tidak lazim yaitu melalui
sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Walaupun tokoh Yesus dalam Perjanjian Baru bertolak
belakang dengan gagasan Mesias dalam Perjanjian Lama, dalam iman kita percaya bahwa Yesus
adalah tokoh yang paling cocok dan memenuhi nubuat para nabi tentang Mesias dalam
Perjanjian Lama. Melalui Yesus Sang Mesias dan Raja kedamaian, Allah menyatakan cinta-Nya
yang tiada batas kepada seluruh umat manusia.

[1] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia,
Jakarta 1990, 3.

[2] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 4.

[3] Elizer Schweid, Jewish Messinism Metamorphoses of an Idea, diktat seminar Paham Mesias,
Fakultas Teologi Wedah Bhakti, Yogyakarta 2012, 6-7.

[4] Dr. A. Hari Kustono, Diktat Seminar Paham Mesias, Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta
2012, 1.

[5] Dr. A. Hari Kustono, Diktat Seminar Paham Mesias, 2.

[6] N. Lalong Bakok, Menuju dunia baru, Nusa Indah, Ende-Flores 2004, 149.

[7] Dr. A. Hari Kustono, Diktat Seminar Paham Mesias, 3-4.

[8] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, Kanisius, Yogyakarta 1987, 39-40.


[9] Bdk. St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 40.

[10] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 41.

[11] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 42

[12] Bdk. St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 42.

[13] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 103.

[14] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 104.

[15] Dr. A. Hari Kustono, Diktat Seminar Paham Mesias, 7.

[16] Dr. A. Hari Kustono, Diktat Seminar Paham Mesias,7.

[17] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 105.

[18] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama,13.

[19] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 13-14.

[20] Bdk. Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 15.

[21] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 15.

[22] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 83.

[23] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 16-17.

[24] Pdt. Dr. S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 77-78.

[25] Tom Jacobs, Perubahan dalam perumusan iman akan Yesus Kristus, Kanisius, Yogyakarta
2000, 76.

[26] Dr. A. Hari Kustono, Diktat Seminar Paham Mesias, 11.

[27] Tom Jacobs, Perubahan dalam perumusan iman akan Yesus Kristus, 76.

[28] Tom Jacobs, Perubahan dalam perumusan iman akan Yesus Kristus, 76.

[29] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 98.

[30] St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 98.


[31] Bdk. St. Darmawijaya, Gelar-gelar Yesus, 100-101.

[32] Bdk. A.A. Yewanggoe, Korban dalam agama Marapu, Satya Wacana, Semarang 1980, 53.

[33] Tom Jacobs, Perubahan dalam perumusan iman akan Yesus Kristus, 78-79.

Anda mungkin juga menyukai