Anda di halaman 1dari 21

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan berbagai teori dari berbagai

pustaka yang akan digunakan sebagai bahan pembanding dan acuan di dalam

pembahasan hasil penelitian.

2.1 Penelitian terdahulu

Ayu Purwanti pada tahun 2010 melakukan penelitian di RSUD Wonogiri

dengan judul “Hubungan antara anemia pada kehamilan dengan perdarahan

postpartum karena atonia uteri”. Jenis penelitian adalah penelitian

observasional, dengan metode pengamatan cross sectional. Populasi adalah

ibu-ibu hamil yang bersalin di RSUD Wonogiri yang mengalami atonia uteri

sejumlah 34 orang. Pada penelitian ini variabel bebas adalah anemia pada

kehamilan sedangkan variabel terikat dari penelitian ini adalah perdarahan

postpartum karena atonia uteri. Analisa data yang digunakan adalah analisa

bivariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Uji statistik menggunakan uji fisherman (exact

test). Hasil dari 34 responden didapatkan 11 ibu dengan anemia (Hb<11 gr%),

45,5% mengalami perdarahan postpartum lebih dari 500 cc dan 54,5% tidak

mengalami perdarahan postpartum. Sedangkan 23 ibu yang tidak anemia, 4,3%

mengalami perdarahan postpartum lebih dari 500 cc dan 95,7% tidak

mengalami perdarahan postpartum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

8
9

bahwa ada hubungan antara anemia kehamilan dengan perdarahan post partum

karena atonia.

Selanjutnya peneliti akan membahas tentang konsep anemia, konsep

perdarahan, dan konsep atonia uteri.

2.2 Konsep anemia

2.2.1 Pengertian

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau

penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Definisi anemia

yang diterima secara umum adalah kadar Hb kurang dari 12,0 gram per 100

mililiter untuk wanita yang tidak hamil dan kurang dari 10 gram/100 mililiter

untuk wanita hamil. Anemia sebenarnya adalah tanda suatu penyakit, bukan

penyakit itu sendiri (Varney, 2006:623). Seseorang dinyatakan menderita

anemia apabila kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 g/100 ml.

Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Wanita hamil dikatakan

menderita anemia apabila memiliki Hb kurang dari 10 g/100 ml (Wiknjosastro,

2005:448)

2.2.2 Anemia fisiologis pada kehamilan

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut

hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang

dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.

Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan

haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak

kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan


10

36 minggu (Wiknjosastro, 2005:448). Secara fisiologis, pengenceran darah ini

untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya

kehamilan (Varney, 2006:622).

2.2.3 Pengaruh anemia

Anemia dalam kehamilan kehamilan memberi pengaruh yang kurang baik

bagi ibu dan bayi dalam kehamilan dan persalinan maupun nifas dan masa

selanjutnya.

1. Pengaruh anemia selama kehamilan

Anemia pada kehamilan dapat menyebabkan : 1) peningkatan ringan

resiko kelahiran preterm pada anemia midsemester, 2) hambatan pertumbuhan

janin, 3) menyebabkan penyakit kardiovaskuler, 4) mempengaruhi vaskularisasi

plasenta dengan mengubah angiogenesis pada awal kehamilan (Cunningham

dkk, 2006:1464). Penyulit yang dapat timbul akibat anemia pada kehamilan

adalah : 1) abortus, 2) partus prematurus. Anemia yang sangat berat dengan Hb

kurang dari 4 gr/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis

(Wiknjosastro, 2005:450). Bahaya anemia selama kehamilan adalah : 1) terjadi

abortus, 2) persalinan prematuritas, 3) hambatan tumbuh kembang janin dalam

rahim, 4) mudah terjadi infeksi, 5) ancaman dekompensasi kordis jika

Hb < 6gr%, 6) mola hidatidosa, 7) hyperemesis gravidarum, 8) perdarahan

antepartum, 9) ketuban pecah dini (Manuaba, 1998:31).

2. Pengaruh anemia pada persalinan

Penyulit yang dapat timbul akibat anemia pada persalinan adalah :

1) partus lama karena inertia uteri, 4) syok, 5) perdarahan kala IV akibat atonia
11

uteri. Hipoksia karena anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada

persalinan walaupun tidak terjadi perdarahan. (Wiknjosastro, 2005:450).

Bahaya anemia saat persalinan adalah : 1) gangguan his-kekuatan mengejan, 2)

kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus lama 3) kala dua

berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan

operasi kebidanan, 4) kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan

post partum karena atonia uteri (Manuaba, 1998:31)

3. Pengaruh anemia pada nifas

Terjadi infeksi baik intrapartum maupun post partum (Wiknjosastro,

2005:450). Pengaruh anemia pada nifas adalah : 1) terjadi sub involusio uteri

yang menimbulkan perdarahan post partum, 2) memudahkan infeksi

puerperium, 3) pengeluaran ASI berkurang, 4) terjadi dekompensasi kordis

mendadak setelah persalinan, 5) anemia kala nifas, 6) mudah terjadi infeksi

mamae (Manuaba, 1998:31).

4. Pengaruh anemia pada janin

Pada anemia kemampuan metabolisme tubuh berkurang sehingga

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat

anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk : 1) abortus, 2) terjadi kematian

intrauterine, 3) persalinan prematuritas, 4) berat badan lahir rendah, 5) kelahiran

dengan anemia, 6) dapat terjadi cacat bawaan, 7) bayi mudah mendapat infeksi

sampai kematian perinatal, 8) intelegensia rendah (Manuaba, 1998:31).


12

Jadi, anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial mordibitas serta

mortalitas ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005:451).

2.2.4 Anemia dalam kehamilan

1. Anemia defisiensi besi

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat

kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena: 1) kurang masuknya

unsur besi dengan makanan, 2) karena gangguan resobsi, 3) Gangguan

penggunaan, atau karena terlalu banyaknya besi keluar dari badan, misalnya

pada perdarahan. Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan, terutama

dalam trimester terakhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah pada

kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi besi (Wiknjosastro,

2005:451). Tujuan terapi pada anemia defisiensi besi adalah koreksi defisit

massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan cadangan besi. Kedua tujuan ini

dapat dicapai dengan senyawa besi sederhana yaitu ferro sulfat, fumarat, atau

glukonat per oral yang mengandung dosis harian sekitar 200 mg besi elemental

(Cunningham dkk, 2006:1465).

Pencegahan anemia defisiensi besi adalah setiap wanita hamil diberi

sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus cukup 1 tablet sehari pada daerah-daerah

dengan frekuensi kehamilan yang tinggi. Prognosis anemia defisiensi besi

dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat

berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain

Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan
13

abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan

post partum, dan infeksi (Wiknjosastro,2005:453).

2. Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah anggota kelompok penyakit darah yang

ditandai oleh kelainan darah dan sumsum tulang akibat gangguan sintesa DNA

(Cunningham dkk, 2006:1467) Anemia megaloblastik dalam kehamilan

disebabkan karena defisiensi asam folik, jarang sekali defisiensi vitamin B12.

Anemia megaloblastik berhubungan erat dengan defisiensi makanan

(Wiknjosastro, 2005:453). Dalam pengobatan anemia megaloblastik dalam

kehamilan sebaiknya bersama sama dengan asam folik diberikan pula besi

(Wiknjosastro, 2005:455). Makanan yang cukup mengandung asam folat

mencegah anemia megaloblastik (Cunningham dkk, 2006:1467). Anemia

megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis cukup baik.

Tetapi apabila anemia megaloblastik dalam kehamilan yang berat tidak diobati

mempunyai prognosis kurang baik (Wiknjosastro, 2005:456).

3. Anemia hipoplastik

Menurut Marsh dkk, 1999 diagnosa ditegakkan apabila dijumpai anemia,

biasanya disertai trombositopenia, leukopenia, dan sumsum tulang yang sangat

hiposeluler (Cunningham dkk, 2006:1471). Anemia hipoplastik pada wanita

hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu

membuat sel-sel darah baru. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan

hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis,

sinar Rontgen, racun, atau obat-obat. Karena obat-obat penambah darah tidak
14

memberi hasil, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita

ialah tranfusi darah. Apabila wanita dengan selamat mencapai masa

nifas, akan sembuh sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya akan

menderita anemia hipoplastik lagi. Prognosa buruk bagi ibu dan anak apabila

anemia hipoplaastik berat tidak diobati. Tidak banyak yang dapat dilakukan

untuk mencegah terjadinya anemia hipoplastik karena kehamilan (Wiknjosastro,

2005:456).

4. Anemia hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah berlangsung

lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi

hamil, apabila wanita itu hamil maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.

Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada

wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia (Wiknjosastro, 2005:457).

Anemia hemolitik yang tidak jelas sebabnya pada kehamilan jarang dijumpai.

Tapi mungkin merupakan entitas tersendiri dan pada kelainan ini terjadi

hemolisis berat yang dimulai pada awal kehamilan dan reda dalam beberapa

bulan setelah melahirkan (Cunningham dkk, 2006:1469). Gejala-gejala yang

lazim dijumpai ialah gejala-gejala proses hemolitik, seperti anemia,

hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria, dan

sterkobilin lebih banyak dalam faeces. Frekuensi anemia hemolitik dalam

kehamilan tidak tinggi. (Wiknjosastro, 2005:457).Pengobatan anemia hemolitik

dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat-obatan penambah

darah tidak memberi hasil, tranfusi darah diperlukan pada anemia berat untuk
15

meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia janin

(Wiknjosastro, 2005:458).

2.2.5 Penyebab anemia

Anemia dapat disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya : 1) perdarahan,

2) penyakit darah, 3) penyakit-penyakit menahun, seperti TBC, malaria

menahun, atau 4) karena makanan tidak sempurna, misalnya kekurangan zat

besi, protein, dan vitamin. Kemungkinan penyebab anemia karena kekurangan

zat besi adalah pola diet dan perdarahan kronis, dengan kasus terbanyak

disebabkan oleh kekurangan asupan makanan. (Varney,2006:623).

Menurut Depkes RI, 2009:20 penyebab anemia adalah 1) kekurangan zat

besi, 2) kekurangan asam folat dan vitamin B12, 3) sumsum tulang belakang

kurang mampu membuat sel-sel darah baru, 4) penghancuran sel merah

berlangsung lebih cepat dari pembuatannya.

2.2.6 Klasifikasi anemia

Klasifikasi anemia adalah : 1) Hb 9-11 g/100 ml diklasifikasikan sebagai

anemia ringan; 2) Hb 6 – 8 g/100 ml diklasifikasikan sebagai anemia sedang;

3) Hb < 6 g/100 ml diklasifikasikan sebagai anemia berat (Depkes RI, 2009:20).

2.3 Konsep perdarahan post partum

2.3.1 Pengertian perdarahan post partum

1. Perdarahan post partum fisiologis

Pada kala III atau kala uri apabila plasenta lahir, otot-otot uterus segera

berkonttraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit dan perdarahan segera


16

berhenti, perdarahan fisiologis pada kala III tidak melebihi 400 ml, apabila lebih

maka hal ini patologik (Wiknjosastro, 2005:199).

2. Perdarahan post partum patologis

Yang dinamakan perdarahan pasca persalinan secara tradisional ialah

perdarahan yang melebihi 500cc pada kala III (Sastrawinata, 2005;171). Istilah

perdarahan post partum digunakan apabila perdarahan setelah anak lahir

melebihi 500 ml (Wiknjosastro, 2005:653). Perdarahan pervaginam yang

melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan post partum

(Saifuddin, 2002:M25). Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya

500ml atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai (Cunningham dkk,

2006:704). Pada buku Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal

Emergensi Dasar perdarahan post partum ialah perdarahan yang melebihi 500

ml yang terjadi setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2008:4-1).

2.3.3 Macam-macam perdarahan post partum

Perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi : 1) perdarahan pasca

persalinan dini/primer ialah perdarahan ≥500 cc pada 24 jam pertama setelah

persalinan, 2) perdarahan pasca persalinan lambat/sekunder ialah perdarahan

≥500 cc setelah 24 jam persalinan (Sastrawinata, 2005:841).

Perdarahan post partum dibagi menjadi : 1) perdarahan setelah bayi lahir

dan dalam 24 jam pertama persalinan disebut perdarahan persalinan primer

(P3), 2) perdarahan setelah 24 jam pertama persalinan (perdarahan pasca

persalinan sekunder atau (P2S) (Saifuddin, 2002:M-26)


17

Perdarahan post partum dibagi menjadi : 1) perdarahan primer terjadi

dalam 24 jam pertama setelah anak lahir, 2) perdarahan sekunder terjadi setelah

24 jam pertama sesudah anak lahir (Wiknjosastro, 2005:653).

2.3.3 Cara menghitung jumlah perdarahan

Cara menghitung jumlah perdarahan di RB Puskesmas Banjarejo adalah

dengan menimbang underpad yang belum dipakai, dan setelah dipakai. Dengan

menghitung berat berat underpad dan mengetahui berat jenis darah (ρ darah

1,054-1,06) kita bisa menghitung jumlah perdarahan yaitu dengan rumus

menurut (Sugiyarto dan Ismiyati, 2008:72) :

𝛒 = massa benda (gr)/volume benda (cc)

2.3.3 Faktor penyebab perdarahan post partum

Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum ialah : 1) atonia uteri

yaitu bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh

darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar (Wiknjosastro,

2005:653). Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan post partum

(Wiknjosastro, 2008:4-3), 2) perlukaan jalan lahir : robekan jalan lahir

merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan.

Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri (Saifuddin, 2002 : M-29),

3) terlepasnya sebagian plasenta dari uterus : perdarahan hanya terjadi pada

plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak

atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas

(Wiknjosastro, 2008:4-10), 4) tertinggalnya sebagian dari plasenta : sisa

plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
18

menimbulkan perdarhan post partum dini atau perdarahan post partum lambat.

Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama dengan subinvolusio

rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari

rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok

(Wiknjosastro, 2008:4-11).

2.3.4 Faktor presdisposisi perdarahan post partum

Faktor presdisposisi perdarahan post partum adalah : 1) keadaan umum

parturien yang mempunyai gizi rendah : hamil dengan anemia, hamil dengan

kekurangan gizi/malnutrisi, 2) kelemahan dan kelelahan otot rahim: multi-

grande multipara, jarak kehamilan dan persalinan kurang dari 2 tahun,

persalinan dengan tindakan disertai narkose, kesalahan penanganan kala III,

3) pertolongan persalinan dengan tindakan disertai narkose, 4) overdistensi pada

kehamilan: hidramnion, gemelli, anak yang melebihi 4000 gram (Manuaba,

1998:296).

2.3.5 Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum

Menurut Winkjosastro, 2008:4-3 dalam buku Pelatihan Pelayanan Obstetri

dan Neonatal Emergensi Dasar dalam penanganan perdarahan post partum perlu

perbaikan dalam hal : 1) resusitasi cairan, 2) pengetahuan tentang

obat/uterotonika, 3) tata cara rujukan (tampon uterus).

1. Resusitasi cairan

Resusitasi cairan dalam kasus perdarahan post partum perlu pengetahuan

dan ketrampilan dalam :


19

a. Estimasi total blood volume (TBV)

Normal blood volume untuk orang dewasa 7% dari berat badan ideal.

Volume darah : 7% (70cc/kgBB).

b. Estimasi blood loss

Nadi < 100 = blood loss 750 ml, Nadi > 100 = blood loss 750-1500 ml, Nadi

> 120 = blood loss 1500-2000 ml, Nadi > 140 = blood loss > 2000 ml,

c. Jenis dan jumlah cairan pengganti

Jenis dan cairan pengganti dalam perdarahan post partum adalah : 1) crystalloid

(3 kali estimasi Blood loss), 2) cairan colloid (estimasi blood loss), 3) darah

(estimasi blood loss).

2. Pengetahuan tentang obat/uterotonika

Dosis maksimum obat yng dipakai dalam perdarahan Post partum,seperti

terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dosis maksimum pemberian obat pada perdarahan post partum
Jenis dan cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis awal IV : 20 unit/1 liter IM atau IV Oral atau rectal
RL guyur lambat : 0,2 mg 400 mcg
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV : 20 unit/1 liter Ulangi 0,2 mg IM 400 mcg 2-4 jam
RL tetesan 40 setelah 15 menit . setelah dosis
tetes/menit Ulangan IM/IV
tiap 2-4 jam
Dosis 3 liter dengan Total 1 mg atau 6 Total 1200 mcg
maksimal/hari oksitosin dosis atau 3 dosis
Precaution IV cepat/bolus bisa Hipertensi, Pre Asma br
menyebabkan Eklamsia, vitium
hipotensi cordis
20

3. Tata cara cara rujukan (tampon uterus).

Pengetahuan tentang tata cara rujukan pasien perdarahan post partum :

a. Tampon kasa uterus, dapat dilakukan sejak awal, pada persiapan

merujuk, pada persiapan operasi, tetapi banyak kelemahan, yaitu :

1) perdarahan tersembunyi, 2) perdarahan sulit diukur, 3) pemasangan

sukar, 4) resiko infeksi, 5) menimbulkan trauma iatrogenik, 5) resiko

perdarahan ulang dan rasa nyeri saat dilepas.

b. Tampon kondom kateter. Mudah mengerjakannya, syaratnya :

1) pasien diinfus dan diberi oksitosin drip, 2) kondom kateter

dipertahankan 6-24-48 jam di dalam uterus tergantung dari keadaaan

pasien, 3) untuk mengevaluasi perdarahan dan kontrasksi uterus sudah

baik maka kondom kateter dikempiskan secara bertahap.

2.4 Konsep atoni uteri

2.4.1 Pengertian

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat

berkontraksi dan bila ini terjadi perdarahan maka darah yang keluar dari bekas

tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali, jika uterus tidak

berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat

mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit (Wiknjosastro, 2007:131).

Pada atonia uteri uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan

(Saifuddin, 2002:M-28). Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan

uterus untuk berkontraksi secara memadai setelah pelahiran (Cunningham dkk,

2006:705)
21

2.4.2 Faktor presdisposisi terjadinya atonia uteri

Menurut Wiknjosastro, 2008:4-3 beberapa faktor presdisposisi terkait

dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah :

1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti

pada :

a. Polihidramnion yaitu apabila air ketuban melebihi 2000 cc disebut

polihidramnion atau dengan singkatan hidramnion (Sastrawinata,

2005:39). Bahaya yang perlu diperhatikan dari polihidramnion adalah :

solusio plasenta, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan

(Sastrawinata, 2005:39).

b. Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.

Bahaya bagi pada kehamilan kembar lebih besar daripada kehamilan

tunggal karena lebih sering terjadi anemia, pre-eklamsia dan eklamsia,

operasi obstetric, dan perdarahan post partum (Wiknjosastro, 2002:52).

c. Makrosomia ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram

(Wiknjosastro, 2005:628). Makrosomia adalah istilah yang digunakan

secara kurang tepat untuk menggambarkan janin atau neonatus yang

sangat besar (Cunningham dkk, 2006:841).

2. Persalinan lama

Menurut Saifuddin, 2002:M-48, persalinan lama terjadi apabila :

a. fase laten lebih dari 8 jam.

b. persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi.

c. dilatasi serviks dikanan garis waspada pada partograf.


22

3. Persalinan terlalu cepat

Persalinan terlalu cepat adalah persalinan yang lebih pendek dari 3 jam

sebagai akibat his yang terlalu kuat (Sastrawinata, 2005:125).

4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin

Induksi persalinan mengisyaratkan stimulasi kontraksi sebelum awitan

spontan persalinan dengan atau tanpa pecahnya ketuban. Tujuan tindakan

induksi adalah menghasilkan kontraksi uteru yang memadai untuk

menimbulkan pembukaan serviks dan penurunan janin sekaligus

menghindari stimulasi berlebihan terhadap uterus. Umumnya oksitosin

dihindari pada kasus-kasus kelainan presenasi janin dan overdistensi uterus

yang mencolok, misalnya hidramnion patologis, janin yang terlalu besar, atau

janin multiple (Cunningham, 2006:515).

5. Infeksi intra partum

Jika penyakit infeksi timbul pada seseorang wanita yang hamil, kita harus

mempersoalkan 2 pertanyaan, yaitu :

a. apakah kehamilan memperburuk jalannya penyakit tersebut.

b. apakah penyakit infeksi tersebut mempengaruhi kehamilan, misalnya

menimbulkan abortus, persalinan kurang bulan, atau mempengaruhi bayi

atau jalannya persalinan (Sastrawinata, 2005:104). Perhatian khusus

harus ditujukan kepada kemungkinan perdarahan post partum, yang

sangat buruk akibatnya bagi ibu yang sakit parah dalam persalinan

(Wiknjosastro, 2002:569).
23

6. Paritas tinggi

Terlalu Banyak Anak (Grande Multi) adalah ibu pernah hamil atau

melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan di temui

kesehatan yang terganggu, kekendoran pada dinding perut, tampak pada ibu

dengan perut yang menggantung (Rochjati, 2003:60). Resiko yang dapat

terjadi pada kehamilan terlalu banyak anak (4 kali melahirkan) menurut

Rochjati, 2003:60 adalah :

a. kelainan letak, persalinan letak lintang.

b. robekan rahim pada kelainan letak lintang.

c. persalinan lama.

d.perdarahan pasca persalinan.

7. Anemia

Penyakit menahun dalam kehamilan seperti anemia menyebabkan perubahan

pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan, akan

mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat

mengakibatkan gangguan fungsi sel. Karena ada gangguan fungsi sel pada

ibu hamil dengan anemia maka pada persalinan kala III uterus tidak bisa

berkontraksi dengan baik sehingga dapat terjadi atonia uteri (Wiknjosastro,

2005:710).

2.4.3 Upaya pencegahan terjadinya atonia uteri

Langkah dalam upaya mencegah atonia uteri menurut Wiknjosastro, 2008:4-

3 dalam Buku Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar,

ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif adalah sebagai berikut :
24

1) Menyuntikkan oksitosin yaitu memeriksa fundus uteri untuk memastikan

kehamilan tunggal, menyuntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler,

2) Peregangan tali pusat terkendali yaitu dengan cara memindahkan klem pada

tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat,

meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus,

sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa

dengan jarak 5-10 cm dari vulva, saat uterus berkontraksi, menegangkan tali

pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-

hati kearah dorso-kranial, 3) Mengeluarkan plasenta yaitu jika dengan

penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa

adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan

kanan menarik tali pusat kearah bawah kemudian keatas sesuai dengan kurve

jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva, bila tali pusat bertambah panjang

tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm

dari vulva, bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama

15 menit, suntikan ulang 10 IU oksitosin intra muskuler, periksa kandung

kemih, lakukan kateterisasi, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan

plasenta manual, 4) setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan

plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan

selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput. 5) masase

uterus yaitu segera setelah plasenta lahir, melakukan masase uterus pada fundus

uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4

jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik, 6) memeriksa kemungkinan


25

adanya perdarahan pasca persalinan yaitu kelengkapan plasenta dan ketuban,

kontraksi uterus, perlukaan jalan lahir.

2.4.4 Pengelolaan Atonia Uteri, menurut Wiknjosastro, 2008:4-5 pada buku

Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar

Massage fundus uteri segera sesudah


plasenta lahir (maksimal 15 detik)

Uterus berkontraksi Evaluasi


ya
Tidak

- Evaluasi bersihkan bekuan darah/selaput ketuban


- Kompresi Bimanual Interna ( maksimal 5 menit)

Uterus berkontraksi ya - Pertahankan KBI selama 1-2 menit


- Keluarkan tangan secara hati-hati
Tidak - lakukan pengawasan kala IV

- Ajarkan keluarga melakukan KBE


- Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati
- Suntikkan Methyl ergometrin 0,2 mg IM
- Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur
- Lakukan KBI lagi

Uterus berkontraksi ya Pengawasan kala


Tidak

- Rujuk siapkan laparatomi


- Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin minimal 500 cc/jam sampai tempat
rujukan
- Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominal atau KBE

Ligasi arter uterine dan atau hipogastrika B-Lynch method

Perdarahan
Tetap

Histerekstomi Pertahankan

Gambar 2.1 Pengelolaan Atonia Uteri


26

2.4.5 Penilaian klinik atonia uteri

Penilaian klinik atonia uteri menurut Wiknjosastro, 2008:4-6 dalam buku Paket

Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar.

Atonia Uteri
- Ku jelek - Keadaan vital
- Multipara - Hb
- Partus lama/kasep - Jenis dan uji silang darah
- Regangan uterus - Rangsangan uterus - Fungsi pembekuan
- Solusio plasenta - Uterotonika IM dan infus
- Infus

Perdarahan terus

Kontraksi lembek

- Kompresi bimanual
- Kompresi Aorta Abdominal
- Kompresi SBR/Aorta Abdominal
- Misoprostol 400 mg rektal

Gagal

Tampon uterus,

Ligasi Arteria Uterina


Terkontrol Perdarahan +
dan Ovarika

Observasi Histerektomi
ketat

Gambar 2.2 Penilaian klinik atonia uteri


27

2.5 Hubungan antara anemia dan perdarahan post partum karena atonia uteri

Anemia menyebabkan perubahan pertukaran gas dan transport oksigen

selama kehamilan dan persalinan, yang akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel

tubuh dimana selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Karena

ada gangguan fungsi sel maka fungsi jaringan juga terganggu. Pada ibu bersalin

khususnya pada kala III uterus memerlukan kontraksi yang baik, bila kontraksi

uterus baik maka miometrium yang berbentuk anyaman akan menjepit

pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot uterus sehingga perdarahan

berhenti atau berkurang. Kontraksi yang baik memerlukan oksigenasi jaringan,

jika ada gangguan oksigenasi jaringan maka mengakibatkan uterus tidak bisa

berkontraksi dengan baik dan dapat terjadi atonia uteri (Cunningham, 2006 :

812)

2.6 Kerangka konseptual

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti

(Setiadi, 2007:117).
28

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Persalinan lama
- Paritas tinggi
- Overdistensi
Gangguan Perdarahan post
- Anemia oksigenasi partum karena
- Persalinanpresipitatus sel atonia uteri

- Persalinan dengan
- Infeksi intrapartum

Keterangan :
: tidak diteliti

: diteliti

Gambar 2.3 Kerangka konseptual

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan banyak faktor presdisposisi

yang menyebabkan perdarahan post partum karena atonia yaitu overdistensi,

persalinan lama, persalinan presipitatus, persalinan dengan induksi, infeksi,

paritas tinggi dan anemia. Anemia dapat mengakibatkan gangguan oksigenasi

sel dan jaringan yang menyebabkan atonia uteri. Atonia uteri merupakan salah

satu penyebab dari perdarahan post partum.

2.7 Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan untuk menerangkan

fenomena yang diamati tentang hubungan yang diharapkan terjadi antara dua

variabel atau lebih untuk dibuktikan secara empiric atau perlu diuji kebenaran

atas jawaban pertanyaan tersebut (Budiharto, 2008:19). Hipotesis penelitian ini

adalah “Ada hubungan anemia dengan perdarahan post partum karena atoni

uteri”.

Anda mungkin juga menyukai