Anda di halaman 1dari 5

KETERANGAN AHLI

Untuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam perkara Pengujian Materiil Pasal 38
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
terhadap Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (2), dan Pasal 28I Ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Oleh:
Dr. Victorya Cristy, S.Psi., M.Si., Psikolog
Dosen Psikologi Kriminal Universitas Udayana

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Selamat siang dan salam sejahtera
Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
Yang Terhormat, Pemerintah dan DPR RI
Yang Terhormat, Pemohon dan Kuasa Hukumnya
Hadirin sekalian yang budiman

Perkenankan saya sebagai pakar psikologi kriminal yang diminta oleh Kuasa Hukum
Pemohon memberikan keterangan dan pandangan dalam persidangan Permohonan pengujian
materiil Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana terhadap Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keterangan ini saya
kemukakan ke dalam pokok bahasan sebagai berikut:
 Disabilitas intelektual adalah individu yang mengalami gangguan pada fungsi kognitif
karena tingkat kecerdasan yang ada di bawah rata-rata. Disabilitas intelektual ini
berdampak pada berkurangnya kemampuan dalam memahami informasi baru, belajar,
dan menerapkan keterampilan baru. Hal ini disebabkan oleh faktor internal, seperti
genetik dan kesehatan. Namun faktor eksternal, seperti keluarga dan lingkungan juga
mampu mendukung perkembangan individu dengan disabilitas intelektual.
 Disabilitas intelektual dapat dibagi menjadi tiga ragam, yaitu gangguan kemampuan
belajar, tuna grahita, dan down syndrome.
 Disabilitas mental merupakan individu yang mengalami gangguan pada fungsi pikir,
emosi, dan perilaku sehingga terjadi keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari. Disabilitas mental terdiri dari disabilitas psikososial dan disabilitas
perkembangan. Disabilitas psikososial biasa dikenal dengan ODGJ (Orang dengan
Gangguan Jiwa) atau OMDK (Orang dengan Masalah Kejiwaan). Disabilitas
perkembangan merupakan individu yang mengalami gangguan pada perkembangan
dalam kemampuan untuk berinteraksi sosial. Contoh disabilitas perkembangan,
yaitu Autisme dan ADHD.
 Psikis merupakan suatu hal yang ada pada diri seorang manusia dimana dapat
mempengaruhi segala hal yang dilakukan manusia. Dapat dikatakan bahwa psikis
merupakan otak dari tindakan manusia selain dari hati nurani. Tak bisa dipungkiri
bahwa jika melihat definisi di atas, maka faktor psikis juga dapat menjadi salah satu
faktor yang dapat membuat manusia melakukan tindakan kejahatan. Bila terdeteksi
adanya gangguan psikis atau jiwa, maka dibutuhkan pemeriksaan kesehatan jiwa pada
individu tersebut.
 Usaha mencari ciri-ciri psikis pada para penjahat didasarkan anggapan bahwa
penjahat merupakan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda
dengan orang-orang yang bukan penjahat. Perkembangan psikologi kriminal lambat,
terutama disebabkan oleh perundang-undangan yang ada. Hambatan yang cukup besar
adalah kurangnya perhatian para penegak hukum, khususnya hakim. Masih sangat
sedikit pertimbangan-pertimbangan atau perhatian para hakim dalam memeriksa
terdakwa dengan menggunakan hasil-hasil atau pendapat-pendapat para ahli
psikologi. Hakim seringkali menutup kemungkinan dilakukannya pemeriksaan
psikologis atau psikiater terhadap terdakwa.
 Berikut adalah beberapa bentuk-bentuk gangguan mental pada kasus-kasus kejahatan,
yaitu:
A. Psikoses
Psikoses dapat dibedakan antara psikoses organis dan psikoses fungsional.
Penjelasannya sebagai berikut:
1. Psikoses Organis
Bentuk psikoses organis yang utama adalah:
a. Kelumpuhan umum dari otak yang ditandai dengan kemerosotan yang
terus menerus dari seluruh kepribadian. Pada tingkat permulaan, maka
perbuatan kejahatan seperti pencurian, penipuan, atau pemalsuan
dilakukan dengan terang-terangan dan penuh kebodohan.
b. Traumatik psikoses yang diakibatkan oleh luka pada otak yang
disebabkan dari kecelakaan (geger otak). Penderita mudah gugup dan
cenderung untuk melakukan kejahatan kekerasan.
c. Encephalis letbargica, umumnya penderitanya adalah anak-anak yang
sering kali melakukan tindakan-tindakan yang anti sosial atau
pelanggaran seks.
d. Senile demensia, penderitanya pada umumnya pria yang sudah lanjut
usia dengan kemunduran pada kemampuan fisik dan mental, gangguan
emosional, dan kehilangan kontrol terhadap orang lain sehingga
menimbulkan tindak kekerasan atau pelanggaran seksual terhadap
anak-anak.
e. Puerperal insanity, penderitannya adalah wanita yang sedang hamil
atau beberapa wanita setelah melahirkan yang diakibatkan karena
kekhawatiran yang luar biasa disebabkan karena kelahiran anak yang
tidak dikehendaki, tekanan ekonomi, dan kelelahan fisik. Kejahatan
yang dilakukan berupa aborsi, pembunuhan bayi, atau pencurian.
f. Epilepsi, merupakan salah satu bentuk psikoses yang sangat terkenal,
akan tetapi juga salah satu bentuk psikoses yang sukar dipahami.
g. Psikoses yang diakibatkan dari alkohol.
2. Psikoses Fungsional
Bentuk psikoses fungsional yang utama adalah:
a. Paranoia, penderitanya antara lain meliputi khayalan (delusi), merasa
hebat, merasa dikejar-kejar.
b. Manic-depresive psikoses, penderitanya menunjukkan tanda-tanda
perubahan dari kegembiraan yang berlebihan ke keadaan kesedihan.
Keadaan tersebut bisa berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-
minggu atau lebih lama. Kejahatan yang dilakukan misalnya kejahatan
kekerasan, bunuh diri, pencurian kecil-kecilan, penipuan, mabuk-
mabukan.
c. Schizoprenia, sering dianggap sebagai bentuk psikoses fungsional yang
paling banyak dan penting. Pada penderitaanya ada kepribadian yang
terpecah, melarikan diri dari kenyataan, hidup yang fantasi, delusi, dan
halusinasi. Tidak bisa memahami lingkunganya, kadang-kadang
merasa ada orang yang menghipnotis dirinya.
B. Neuroses
Perbedaan antara psikoses dan neuroses masih merupakan hal yang
kontroversi. Secara statistik pelanggaran hukum lebih banyak dilakukan oleh
penderita neuroses daripada psikoses. Beberapa bentuk-bentuk neuroses,
yaitu:
a. Anxiety neuroses dan phobia, keadaannya ditandai dengan ketakutan yang
tidak wajar dan berlebihan terhadap adanya bahaya dari sesuatu atau pada
sesuatu yang tidak ada sama sekali. Misalnya nycotophobia (takut pada
kegelapan), gynophobia (takut terhadap seorang atau lebih wanita),
aerophobia (takut terhadap tempat yang tinggi), ochlophobia (takut
terhadap orang banyak), atau monophobia (takut terhadap kesunyian atau
sendirian).
b. Hysteria, terdapat disosiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam
berbagai bentuk. Pada umumnya sangat egosentris, emosional, dan suka
bohong. Penderita histeris pada umunya adalah wanita.
c. Obsesional dan Compulsive neuroses, penderitanya memiliki keinginan
atau ide-ide yang tidak rasional dan tidak dapat ditahan. Hal tersebut
disebabkan karena ada keinginan-keinginan seksual yang ditekan
disebabkan adanya ketakutan untuk melakukan keinginan tersebut (karena
ada norma-norma atau akibat-akibat tertentu). Bentuk obsesional dan
compulsive neuroses antara lain kleptomania, fethisisme, exhibisionist,
atau pyromania.
C. Cacat Mental
Cacat mental lebih ditekankan pada kekurangan intelegensia daripada karakter
atau kepribadiannya, yaitu dilihat dari tinggi rendahnya IQ dan tingkat
kedewasaannya. Literatur kuno masih menggunakan beberapa bentuk, seperti
idiot, yaitu orang yang menunjukkan IQ di bawah 25 dan tingkat
kedewasaannya di bawah 3 tahun; imbecil, yaitu orang yang menunjukkan IQ-
nya antara 25-50 yang tingkat kedewasaannya antara 3-6 tahun; dan feeble-
minded, yaitu dengan IQ antara 50-70 dan tingkat kedewasaannya antara 6-10
tahun.
 Jika patokannya adalah penilaian layak/tidaknya seseorang untuk mengikuti
persidangan, konsep insanity/kegilaan adalah keadaan/pikiran pelaku saat melakukan
sebuah kejahatan. Hal tersebut adalah sebuah konsep yang diberikan oleh dunia
hukum, bukan dari dunia psikologi, sehingga sering terjadi konflik saat evaluator
(Psikolog/Kriminolog) harus memutuskan apakah seseorang benar-benar dalam
keadaan waras/gila saat melakukan suatu kejahatan.
 Dalam konsep psikologi, gila lalu membunuh dengan membunuh karena gila adalah 2
hal yang sangat berbeda.
 Dengan demikian, berdasarkan poin-poin yang telah saya paparkan, maka orang-
orang yang melakukan sebuah kesalahan tanpa kesadaran penuh, seharusnya tidak
bertanggung jawab atas perbuatannya, Karena beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Without mastery of mind (seseorang yang tidak mampu menguasai pikirannya)
tidak boleh dianggap bersalah atas perbuatannya.
2. Guilty mind (seseorang yang tidak memiliki pikiran yang menyadari konsekuensi
perbuatannya).
3. Wrongfullness (seseorang harus sadar kesalahan dari tindakannya).

Anda mungkin juga menyukai