Anda di halaman 1dari 5

PSIKIATRI FORENSIK

Dasar : Ilmu Psikiatri (kedokteran jiwa), teori maupun praktis.

Diasosiasikan dengan hukum (positif) yang ada misalnya : RIB/KUHP/KUHAP.

Dalam penerapanya :
- ditujukan terhadap pelaku kejahatan, khususnya untuk mengungkapkan motif
kejahatan, (berbeda dengan pemeriksaan dokter/ ahli patologi forensik yang
tertuju terhadap korban kejahatan).
- Bisa dilakukan oleh psikiater, bisa oleh dokter umum (terutama kasus-kasus yang
diagnostiknya jelas).
- Cenderung kian penting dimasa depan (ingat kasus pelaku pembunuhan John
Lennon)” jack the ripper” di Inggris dan lain-lainya).

Prinsip/wawasan yang penting.

1. Psikiatri berbicara secara abstrak, antara lain struktur kepribadian pelaku


kejahatan, sedikit banyak dipengaruhi oleh proyeksi/kecenderungan emosi/pikiran
ahli pembuat visumnya.
Jadi seringkali kesimpulan Visum psikiatrik dianggap “aneh” oleh hakim/orang
awam lainya.
2. Dulu hak memasukkan seseorang ke dalam RS Jiwa sepenuhnya ditangan hakim
pengadilan) berdasarkan Reglement op het Krankzinnigenwezen 1897.
Dokter hanya membantu menerjemahkan pasal-pasal : 44 KUHP, 61 KUH
Perdata dan 433 KUH perdata.
3. UU Kesehatan Jiwa no : 3/1966 tidak membedakan seluruh warga Negara
Indonesia, tetapi tidak membedakan antara golongan psikosis, (44 KUHP ayat 1
dan 433 KUH Perdata) dengan neurosis dan retardasimental maupun gangguan
kepribadian lain (belum ada aturan-aturannya) yang telah diklasifikasiskan
berdasarkan psikiatri modern. (I.C.D. WHO 1965). Sehingga bila tidak ada
“attest” psikiatris, hukuman akan diberikan sesuai dengan 44 KUHP terhadap
semua kasus “gila” tanpa kecuali.
4. Deviasi seksuil (patologi seks) dimasukkan oleh Coville kedalam golongan
psikopat, bersamaan dengan gangguan pola kepribadian, (pre psikotik), gangguan
sifat kepribadian (adaptasi lingkungan kurang matang), sosiopat
(amoral/antisosial), maupun psikopat akibat kelainan organis. Psikopat versi
hukum mencakup juga retardasi mental.
5. Indikasi pemeriksaan psikiatris (pelakunya) pada delik pidana :
- menganiaya berat korbannya
- disertai kejahatan seksuil berat
- ada kesan terganggu jiwanya
- residivis kronis yang tidak bisa diterangkan
- beberapa orang pelaku yang sepintas “abnormal”
6. Ruang lingkup dalam perkara perdata :
- perkawinan : berdasar pasal 28, 61 ayat 3 dan 6, dan pasal 88 KUH Perdata,
orang yang “kurang sempurna budi akalnya” (retardasi) dan
“boros” dimasukan dalam kuratele (pengampunan) adalah tidak
sah/inkompeten.
Hal ini tak disinggung dalam UU Perkawinan No.I Th.74 maupun PP
No.9 / 75 tentang pelaksanaanya.
- perceraian : dalam UU Perkawinan, alasanya halangan sebagai suami/isteri
akibat cacat badan, perselisihan kronis dan “kelainan
kepribadian” : mabok, judi, madat.
Isteri yang meminta “fasakh” (tuntutan cerai jaman dulu) diberi hak yang
sama seperti suami.
- Kuratele : 433 KUH Perdata :dungu, gila dan mengamuk.
Kemudian pasal-pasal 434, 435, 437, 441, 460, 447, 448 KUH.
Perdata antara lain mengatur hak-hak dan sosialisasi orang yang
tergolong 433 KUH Perdata.
- Wasiat : 895, 896, 897, 898, 906 dan 941 KUH Perdata mengatur kewenangan
dan tata cara pemberian /pencabutan wasiat.

perikatan (termasuk kontrak perjanjian tertulis dan karena UU) berdasarkan 1233
KUHPerdata. Pasal 1320 dan 1330 mengatur syaratnya dan kompetensi seseorang
yang melakukan perikatan.

7. Peraturan Menkes No. 1993/Kdj/4/1970, tentang perawatan kasus psikiatrik


sebagai pelaksanaan UU Kesehatan Jiwa No.3/1966 menepatkan bahwa
memasukan seseorang ke RS Jiwa adalah masalah medis (otoritas dipegang oleh
dokter/psikiater). Hakim tak lagi berwenang.
Di AS, dikenal “involuntary hospitalization” (atas kehendak
penderita/keluarganya diperkuat 2 keterangan dokter) dan compulsory
hospitalization” (bukan kehendak penderita diperkuat oleh 1 keterangan dokter
dan disahkan pengadilan dan diperiksa kembali oleh 2 dokter yang lain bahwa
kasus benar-benar gila.

8. Di pengadilan, psikiater bisa saksi biasa, bisa pula saksi ahli VER psikatris harus
diminta oleh hakim. Sedangkan keterangan psikatris boleh diminta oleh jaksa
/polisi/pihak-pihak lainya.

KRISTAL DIAGNOSTIK KELAINAN JIWA

I. Neurosa : Yaitu suatu keadaan cemas (anxietas) akibat problema psikologis yang
tidak dapat diselesaikan tanpa adanya tekanan atau gangguan jiwa.
Keluhan-keluhan yang timbul tidak rasional meskipun hal itu disadarinya, sedangkan
penilaiannya terhadap realitas masih baik.
Gejalanya dapat berupa manifestasi dari kecemasan itu sendiri atau berupa usaha-
usaha otomatis sebagai defence mechanism kecemasannya, seperti : konversi,
disosiasi, fobia atau pemikiran dan kelakuan yang berulang.

Ada beberapa tipe reaksi neurosa :

1. Reaksi anxietas, mekanisme defensive terhadap anxietas tidak menonjol, sehingga


yang tampak adalah anxietas (kecemasan) yang difus dan tak terkontrol; depresif,
sukar tidur, iritabel, tak dapat beristirahat, gangguan psikosomatik, inferiotas dan
kadang-kadang agresif.
2. Reaksi Fobia (reaksi ketakutan), komponen yang menonjol adalah pola usaha
menghindar; menghindari situasi yang menakutkan baginya, seseorang ataupun
ide-ide tertentu. Sering usaha ini gagal sehingga jatuh kedalam ketakutan dan
kecemasan.
3. Reaksi histeris :
a. Reaksi disosiasi : khas dengan adanya gejala kejiwaan berupa gangguan
kesadaran yang dapat berupa stupor atau berbagai bentuk ‘twilight state’.Yang
sering berhungan dengan Forensik adalah keadaan FUGUE yaitu perubahan
kesadaran yang mendadak dimana orang tersebut akan kehilangan identitasnya,
padahal orang ini tapak normal bagi orang lain.
Setelah hilang keadaan fuguenya, orang tersebut dapat mengalami anamnesia total
yang dapat diingatkan kembali dengan hipnosis.
b. Reaksi konversi : kecemasan yang terjadi dikonversikan ke gejala fungsional dari
organ/bagian tubuh yang disarafi sistem saraf sensorimotor. Gejala ini sering
dapat berpindah dari waktu ke waktu dengan pengaruh sugesti.
4. Reaksi Obsesif kompulsif:
Terdapat beberapa bentuk yaitu obsesif saja (pengulangan pikiran terus menerus
meskipun tidak dikehendaki), kompulsif saja (pengulangan tingkah laku) dan
obsesif kompulsif.
5. Reaksi depresif : menutup kecemasan dengan kelakuan menyendiri dan depesif.
6. Reaksi hipokhondrik : menempatkan kecemasan ke organ-organ tubuh sehingga
timbul keluhan-keluhan yang obsetif tentang kesehatan atau organ tertentunya.

II. Psikosa : penilaian terhadap realitas sudah berkurang/tidak ada.


A. Psikosa organik = psikosa sistomasik.
- pasca trauma kapitis
- Chronic brain syndrome/senilitas intoksikasi
- Penyakit infeksi seprti malaria, tifus, ensefalitis dsb.
- Penyakit metabolic endokrin atau serebrovaskuler, epileptic dsb.
B. Psikosa non organik = Psikogenik
1. Psikosa afektif : gangguan primernya di alam perasaan.
- terdiri dari bentuk mania, depresi dan sirkuler
- tidak terjadi pada remaja; gejala mania dan depresi tidak overlapping,
perasaan, pemikiran dan tingkah laku masih harmoni, hanya berada pada
keadaan radikal yaitu mania atau depresi.
2. Psikosa paranoid : yang menonjol adalah adanya waham curiga, dikejar,
diancam, cemburu, erotik dsb
3. Sizofrenia : gangguan primernya di alam pikiran.
Terjadi pecahnya keharmonisan perasaan pemikiran dan tingkah laku,
sehingga tidak dapat berhungan dengan realitas.

- Gejalanya terdiri dari :


Primer (harus ada) assosiasi terganggu, afek terganggu, autisme dan
ambivalensi.
Sekunder : Halusinasi, illusi, delusi, idea of reference dll gejala tambahan.
- Ada beberapa tipe sizofrenia, yaitu simpleks (hanya ada gejala primer),
hebefrenik (infantilismenya meninjol), Paranoid (banyak waham), afektif
(depresi dan maniacal yang sering overlapping) dll.

III. Kelainan Kepribadian :


Meliputi kasus-kasus di mana terjadi malfungsi pengekspresian pola tingkah laku.
Tercatat berbagai kelainan kepribadian seperti paranoid, siklotimik, sizoid, obsesi
kompulsi, siklotimik histeris ataupun melankolik, yang sering menjadi sizofrenia atau
psikosa afektif bila mengalami frustasi berat.
Bagi bagian forensik kelainan kepribadian yang terpenting adalah kepribadian
psikopath yang psikogenik serta merupakan kepribadian yang anti sosial. Seorang
psikopath akan menunjukan ketumpulan etik dan moral, tidak bersimpati, bertingkah
laku destruktif, kehidupan emosinya dangkal dan afeknya dingin, keinginanya
terhadap sesuatau keras dan kuat, dan yang penting bahwa ia berbahaya bagi orang
lain bila ia dalam keadaan frustasi.
Kelainan kepribadian lainnya adalah deviasi seksual seperti homoseksual (terhadap
sesama jenis kelamin), pedofilia (terhadap anak-anak), Fetisisme (terhadap benda
milik lawan jenisnya), tranvetisme (memakai pakaian lawan jenisnya untuk
pencapaian kepuasan sesksualnya) dan eksibisionisme (memamerkan alat kelamin
kepada lawan jenisnya).

PATOLOGI SEKS

I. Jenis heterosksuil

1. Algolagni : puas bila disakiti/menyakiti lawan jenisnya


a. Sadisme : puas bila menyakiti : umumnya laki-laki
b. Masochisme : puas bila disakiti
2. Necrophili : koitus dengan mayat (wanita), sering mencuri mayat wanita.
3. Fetichisme : puas bila melihat satu bagian tubuh lawan jenis atau memiliki benda-
benda drai lawan jenis (yang diteruskan dengan onani) kasus ini sering mencuri
atau mengintip.
4. Pygmalionisme : semacam Fetichisme dimana seseorang jatuh cinta denagn benda
mati : arca, patung gambar, lukisan foto ( melihat itu dan beronani shg
mendapatkan kepuasan seks). Biasanya laki-laki.
5. Gerontophili : seseorang jatuh cinta pada jenis kelamin lain yang jauh lebih tua
6. Exhibitionisme : Kepuasan seks didapat setelah menjukkan alat kelaminnya
dimuka umum (sekalipun tidak onani) berlawan Pasal 281 KUHP
DD : 1. Dementia senilis pada orang tua
2. Serangan Epilepsi
3. Orang gila
Dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan

7. Transvestitisme : mendapatkan kepuasan seks bila memiliki atau memakai jenis


lain sering diikuti pencurian pakaian.
II. HOMO SEKSUIL, dengan cara sebagai berikut :

1. Tribadie : mendapatkan kepuasan seks dengan cara menggeserkan /penggosokan


alat kelaminnya satu sama lain dip ha /tangan. Kadang-kadang disertai dengan
pennggerakan onani dengan jari-jarinya atau memesukan jari-jarinya ke dalam
vagina.
2. Saphisme, perbuatan seks diluar batas umumnya terjadi diantara perempuan dan
mengakibatkan sadisme.
3. Predirasti, ini terdapat pada laki-laki dimana senang memasukkan penisnya pada
anus teman laki-lakinya.
4. Onani, si pelaku disini mencari kepuasan dirisendiri tidak melanggar hukum asal
melakukanya tidak ditempat umum.

Onani ada beberapa macam :


1. Onani yang dilakukan sendiri (disebut onani)
2. Onani dilakukan oleh orang lain yang sama jenis kelaminya (disebut onani
mutualis)

III. LAIN_LAIN

1. Sodomi Zoophili – Bestialiteit; berhubungan seks dengan binatang, baik terdapat


pada laki-laki dan perempuan
2. Satryasis; laki-laki dengan nafsu seks berkelbihan
3. Nymphomania; wanita dengan nafsu seks berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai