Anda di halaman 1dari 23

PSIKIATRI

FORENSIK

dr. SETYO TRISNADI, Sp.K.F., S.H.


Dasar

• Ilmu Psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), teori


maupun praktis diasosiasikan dengan hukum
positif yang ada, misalnya :
KUHAP/KUHPidana/KUHPerdata/UU Kes No.
36 TH 2009.
• Ilmu Kedokteran Jiwa yang dipergunakan
untuk kepentingan penegakan hukum.
 
•Psikiatri berbicara secara abstrak,
antara lain struktur kepribadian pelaku
kejahatan, sedikit banyak dipengaruhi
oleh proyeksi/kecenderungan
emosi/pikiran ahli pembuat visumnya.
•Jadi seringkali kesimpulan Visum
psikiatrikum dianggap “aneh” oleh
hakim/orang awam lainnya.
• Dulu hak memasukkan seseorang ke dalam
RS Jiwa sepenuhnya ditangan hakim
pengadilan berdasarkan Reglement op het
Krankzinnigenwezen 1897.
• Dokter hanya membantu menterjemahkan
pasal-pasal : 44 KUHP, 61 KUH Perdata dan
433 KUH perdata.
UU Kesehatan Jiwa no : 3/1966 tidak
membedakan seluruh warga Negara Indonesia,
tidak membedakan antara golongan psikosis,
(44 KUHP ayat 1 dan 433 KUH Perdata) dengan
neurosis dan retardasi mental maupun
gangguan kepribadian lain (belum ada aturan-
aturanya) yang telah diklarifikasikan
berdasarkan psikiatri modern. (I.C.D. WHO
1965). Sehingga hukuman akan diberikan
sesuai dengan 44 KUHP terhadap semua kasus
“gila” tanpa kecuali.
•Deviasi seksual (patologi seks) dimasukkan
oleh Coville kedalam golongan psikopat,
bersamaan dengan gangguan pola
kepribadian, (pre psikotik), gangguan sifat
kepribadian (adaptasi lingkungan kurang
matang), sosiopat (amoral/antisosial),
maupun psikopat akibat kelainan organis.
Psikopat versi hukum mencakup juga
retardasi mental.
• Ruang lingkup dalam perkara perdata :
*) Perkawinan : berdasar pasal 28, 61 ayat 3
dan 6, dan pasal 88 KUH Perdata, orang yang
“kurang sempurna budi akalnya” (retardasi)
dan “boros” dimasukan dalam kuratele
(pengampuan) adalah inkompeten.
Hal ini tak disinggung dalam UU Perkawinan
No.I Th.74 maupun PP No.9 / 75 tentang
pelaksanaanya.
*) Perceraian : dalam UU Perkawinan,
alasanya halangan sebagai suami/isteri
akibat cacat badan, perselisihan kronis
dan “kelainan kepribadian” : mabok,judi
madat.
Isteri yang meminta “fasakh” (tuntutan
cerai) diberi hak yang sama seperti
suami.
*) Kuratale : 433 KUH Perdata :dungu, gila
dan mengamuk.
Kemudian pasal-pasal 434, 435, 437, 441,
460, 447, 448 KUH Perdata mengatur hak-
hak dan sosialisasi orang yang tergolong
433 KUH Perdata.
*) Wasiat : 895, 896, 897, 898, 906 dan
941 KUH Perdata mengatur kewenangan
dan tata cara pemberian /pencabutan
wasiat. 
*) Perikatan (termasuk kontrak perjanjian
tertulis dan karena UU) berdasarkan 1233
KUH Perdata. Pasal 1320 dan 1330 mengatur
syaratnya dan kompetensi seseorang yang
melakukan perikatan.

• Di pengadilan, psikiater bisa sebagai saksi


biasa atau saksi ahli yang diminta oleh hakim.
Sedangkan keterangan psikatris boleh diminta
oleh jaksa /polisi/pihak-pihak lainya.
 
PerMenkes No. 1993/Kdj/4/1970, ttg
perawatan kasus psikiatrik sebagai pelaksanaan
UU Kesehatan Jiwa No.3/1966 bahwa
memasukan seseorang ke RS Jiwa adalah
masalah medis (otoritas dipegang oleh
dokter/psikiater). Hakim tak lagi berwenang.
Di AS, dikenal “involuntary hospitalization”
(atas kehendak penderita/keluarganya
diperkuat 2 keterangan dokter) dan compulsory
hospitalization” (bukan kehendak penderita
diperkuat oleh 1 ket dokter dan disahkan
pengadilan dan diperiksa kembali oleh 2 dokter
yg lain bahwa kasus benar2 gila.
•UU No. 36/2009
Pasal 150 :
(1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk
kepentingan penegakan hukum (visum et
repertum psikiatrikum) hanya dapat
dilakukan oleh dokter spesialis
kedokteran jiwa pada fasilitas pelayanan
kesehatan.
(2) Penetapan status kecakapan
hukum seseorang yang diduga
mengalami gangguan kesehatan
jiwa dilakukan oleh tim dokter yang
mempunyai keahlian dan
kompetensi sesuai dengan standar
profesi.
Penerapan

•Ditujukan terhadap pelaku kejahatan,


khususnya untuk mengungkapkan motif
kejahatan, (berbeda dengan
pemeriksaan dokter/ ahli patologi
forensik yang tertuju terhadap korban
kejahatan).
•Bisa dilakukan oleh psikiater, bisa oleh
dokter umum (terutama kasus-kasus
yang diagnostiknya jelas).
Indikasi pemeriksaan psikiatri forensik

Pada delik pidana (pelaku):


•menganiaya berat korbannya
•disertai kejahatan seksuil berat
•ada kesan terganggu jiwanya
•residivis kronis yang tidak bisa
diterangkan
•beberapa orang pelaku yang sepintas
“abnormal”
Terminologi VeR

Visum et Repertum adalah keterangan


tertulis yang dibuat oleh dokter (dalam
kapasitasnya sebagai ahli) atas
permintaan tertulis dari penegak hukum
yang berwenang tentang apa yang
dilihat dan yang ditemukan pada obyek
yang diperiksanya dengan mengingat
sumpah atau janji ketika menerima
jabatan, untuk kepentingan peradilan.
VeR Psikiatrikum

Dasar hukumnya adalah pasal 44 (1) KUHP,


yang berbunyi : Barang siapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan kepadanya disebabkan karena
jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige
ontwikkeling) atau terganggu karena
penyakit (ziekelijke storing) tidak dipidana.
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak
hanya orang yang menderita penyakit jiwa
(psikosis) tetapi juga yang retardasi mental.
•Apabila ditemukam penyakit jiwa maka
harus dibuktikan apakah penyakit itu telah
ada sewaktu tindak pidana tersebut
dilakukan, semakin panjang jarak antara
saat kejadian dan saat pemeriksaan akan
menyulitkan dokter untuk menentukannya.
•V et R psikiatri diperuntukkan bagi
tersangka bukan bagi korban
sebagaimana V et R lainnya. Menjelaskan
tentang segi kejiwaan tersangka apakah
dapat dipidana atau tidaknya seseorang
atas tindak pidana yang dilakukan, maka
sebaiknya V et R psikiatri dibuat oleh
dokter spesialis kedokteran jiwa.
Contoh kesimpulan VeR psikiatrikum :

Telah diperiksa seorang wanita, umur


25 (dua puluh lima) tahun. Pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda
gangguan jiwa jenis Schizophrenia (atau
idiot atau retardasi mental) yang
mengakibatkan ia tidak mampu
bertanggung jawab terhadap
perbuatannya.
Risiko membuat pengakuan palsu

• Hipomania
• Skizofrenia
• Depresi
• Cacat mental ringan atau sedang
• Demensia ringan atau sedang
• Fobia dalam sel tahanan
• Kecemasan
• Tidak mampu diwawancara, menahan tekanan
Risiko tinggi pengakuan tdk dp dipercaya

• Kondisi sementara:
1.Keadaan mabuk
2.Tidak sadar karena obat2an
3.Pemakaian obat berlebihan
4.Kelelahan
5.Penyakit fisik berat
6.Penyakit mental : reaksi organik akut,
mania, ketakutan oleh tekanan polisi
• Kondisi permanen :
1.Demensia berat
2.Cacat mental berat

Anda mungkin juga menyukai