Anda di halaman 1dari 8

Lex Crimen Vol. VIII/No.

8/Ags/2019

KAJIAN YURIDIS TENTANG PSIKOPAT melainkan istilah dalam percakapan sehari-hari.


BERDASARKAN PASAL 44 KITAB UNDANG- Selain itu ada pula orang-orang yang dalam
UNDANG HUKUM PIDANA1 percakapan sehari-hari itu tidak disebut sebagai
Oleh : Marsel Poli2 “orang gila” tetapi jelas memiliki cacat mental,
yang dalam percakapan sehari-hari umumnya
ABSTRAK dikatakan sebagai orang-orang “idiot”. Orang-
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk orang ini mendapatkan perhatian dalam hukum
mengetahui bagaimana pengaturan Pasal 44 pidana, yaitu KUHP kita, karena mereka
KUHP tentang gangguan kejiwaan yang adakalanya juga melakukan suatu perbuatan
mengakibatkan pengidapnya tidak dapat yang dapat dikategorikan sebagai tindak
dipertanggungkan atas perbuatannya itu dan pidana, seperti membunuh dan mencuri.
bagaimana psikopat dilihat dari sudut Pasal 44 Dalam kenyataan, ada orang-orang yang
KUHP. Dengan menggunakan metode juga mengalami gangguan jiwa, tetapi belum
penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. sampai pada dikelompokkan sebagai tidak
Pengaturan Pasal 44 KUHP tentang gangguan dapat dipertanggungjawabkan. Termasuk di
kejiwaan yaitu berkenaan dengan orang yang sini yakni apa yang disebut sebagai kelompok
tidak dapat dipertanggungjawabkan karena psikopat (psychopath), atau yang jenis
jiwanya cacat dalam pertumbuhan, di mana penyakitnya disebut psikopati (psychopathy).
yang umumnya dimasukkan di sini yakni Mengenai psikopati ini dikatakan dalam suatu
golongan idiot dan golongan imbesil dan tulisan,
jiwanya terganggu karena penyakit, di mana Psikopati adalah penyakit kejiwaan yang
yang umumnya dimasukkan di sini yaitu orang- dicirikan oleh tindakan yang bersifat
orang yang dipandang gila (skizofrenia). 2. egosentris dan antisosial. Psikopati berasal
Psikopat dilihat dari sudut Pasal 44 KUHP dari kata psyche yang berarti jiwa
bukanlah termasuk yang dikecualikan dari
dan pathos yang berarti penyakit.
pidana berdasarkan Pasal 44 ayat (1) dan juga Pengidapnya juga sering disebut
tidak dapat diperintahkan oleh hakim pidana sebagai psikopat atau sosiopat, karena
untuk dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa perilakunya yang antisosial dan merugikan
paling lama satu tahun sebagai waktu orang-orang terdekatnya.
percobaan sebagaimana dimaksud Pasal 44 Psikopati tak sama
ayat (2); melainkan yang dapat dijatuhkan oleh dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena
hakim untuk psikopat. seorang psikopat sadar sepenuhnya atas
Kata kunci: Kajian Yuridis, Psikopat. perbuatannya.3
PENDAHULUAN
Psikopat adalah orang yang mengalami
A. Latar Belakang gangguan kejiwaan yang bercirikan tindakan
Pasal 44 ayat (1) KUHP berisi suatu alasan yang antisosial. Mengenai psikopat ini dari
penghapus pidana, di mana seseorang yang aspek hukum oleh Satochid Kartanegara
keadaan psikhisnya sebagaimana yang dikatakan bahwa:
ditentukan dalam ayat ini, yaitu jiwanya: 1) Di dalam praktek dikenal beberapa jenis
cacat dalam pertumbuhan atau 2) terganggu keadaan jiwa yang hanya sebagian
karena penyakit, sekalipun ia telah melakukan dihinggapi penyakit jiwa, yaitu yang disebut
suatu perbuatan yang jelas-jelas sudah “gedeeltelijke ontoere-keningsvatbaarheid”
mencocoki rumusan suatu ketentuan pidana, (tidak dapat dipertanggungjawabkan
tidaklah dapat dipidana. Hal ini terutama sebagian) … misalnya: 1. Kleptomani : jiwa
berkenaan dengan orang yang dalam yang dihinggapi penyakit jiwa yang berupa
percakapan-sehari disebut sebagai “orang gila”. perbuatan mengambil barang orang lain, …
Istilah ini bukan merupakan istilah hukum 2. Pyromani : yaitu penyakit jiwa yang
berupa kesukaan untuk melakukan
1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly
Sumbu, SH, MH; Jolly K. Pongoh, SH, MH 3 Wikipedia Bahasa Indonesia, “Psikopati”,
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. https://id.wikipedia.org/wiki/Psikopati, diakses tanggal
13071101040 07/08/2019.

23
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

pembakaran … Orang yang dihinggapi Selain itu jenis penelitian ini dikenal pula
penyakit jiwa seperti diterangkan diatas, dengan istilah yang oleh Suteki dan Galang
disebut “psychopaten”.4 Taufani disebut “penelitian hukum doktrinal”.6

Uraian sebelumnya menimbulkan PEMBAHASAN


pertanyaan tentang pengaturan gangguan A. Pengaturan Pasal 44 KUHP tentang
kejiwaan menurut Pasal 44 ayat (1) KUHP yaitu Gangguan Kejiwaan
dalam batas manakah seseorang dapat Teks resmi Pasal 44 ayat (1) KUHP (Wvs)
dikatakan sebagai berada dalam keadaan tidak menentukan bahwa, “Niet strafbaar is hij die
dapat dipertanggungkan itu yang harus melihat een feit begaat dat hem wegens de gebrekkige
pada kriteria “jiwanya cacat dalam ontwikkeling of ziekelijke storing zijner
pertumbuhan” dan “jiwanya terganggu karena verstandelijke vermogens niet kan worden
penyakit”. Selain itu menimbulkan pertanyaan toegerekend”.7 Ada banyak terjemahan
tentang kelompok psikopat dilihat dari sudut terhadap ketentuan ini, di mana yang akan
Pasal 44 ayat (1) KUHP tersebut. Hal ini dikemukakan yaitu terjemahan oleh Tim
penting untuk mendapatkan pembahasan Penerjemah BPHN dan terjemahan R. Soesilo
karena menentukan dapat atau tidaknya karena ada perbedaan antara dua terjemahan
seorang yang mengidap gangguan kejiwaan ini.
tertentu dikenakan pidana. Tim Penerjemah BPHN telah
Uraian sebelumnya menunjukkan urgensi menerjemahkan Pasal 44 ayat (1) KUHP:
dilakukannya pembahasan terhadap pokok “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak
tersebut sehingga dalam melaksanakan dapat dipertanggungkan kepadanya karena
kewajiban untuk menulis skripsi, maka pokok jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
tersebut telah dipilih untuk dibahas lebih jauh terganggu karena penyakit, tidak dipidana”;8
di bawah judul “Kajian Yuridis tentang Psikopat sedang terjemahan R. Soesilo: “Barangsiapa
Berdasarkan Pasal 44 Kitab Undang-Undang mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak
Hukum Pidana”. dapat dipertanggungkan kepadanya karena
kurang sempurna akalnya atau karena sakit
B. Rumusan Masalah berubah akal tidak boleh dihukum”.9 Perbedaan
1. Bagaimana pengaturan Pasal 44 KUHP dua tejemahan tersebut yaitu kata-kata “zijner
tentang gangguan kejiwaan yang verstandelijke vermogens” oleh Tim
mengakibatkan pengidapnya tidak dapat Penerjemah BPHN diterjemahkan sebagai
dipertanggungkan atas perbuatannya itu? “jiwanya” sedangkan oleh R. Soesilo
2. Bagaimana psikopat dilihat dari sudut Pasal diterjemahkan sebagai: “akalnya”.
44 KUHP? Terjemahan secara harafiah dari “zijner
verstandelijke vermogens” adalah “akalnya”,
C. Metode Penelitian sedangkan terjemahan “jiwanya” lebih
Penelitian ini merupakan penelitan hukum merupakan penafsiran yang memperluas
normatif. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji (penafsiran ekstensif) dari Pasal 44 ayat (1)
menulis bahwa penelitian hukum normatif, KUHP. Hal ini dapat diketahui dari sejarah
adalah “penelitian hukum yang dilakukan pembentukan Pasal 44 KUHP. Tokoh
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data berpengaruh dalam perumusan Pasal 37 ayat
sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum
6 Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum
kepustakaan”.5 Jadi, penelitian hukum normaif
(Filsafat, Teori dan Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018,
ini juga disebut penelitian hukum kepustakaan. hlm. 255.
7 W.A. Engelbrecht dan E.M.L. Engelbrecht, Kitab2
4 Anonim, Hukum Pidana. Kumpulan Kuliah Prof Satochid Undang2, Undang2 dan Peraturan2 Serta Undang2 Dasar
Kartanegara SH dan Pendapat-pendapat Para Ahli Hukum Sementara Republik Indonesia, A.W. Sijthoff’s Uitgeversmij
Terkemuka, Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, N.V., Leiden, 1956, hlm. 1306.
tanpa tahun, hlm. 260-261. 8 Tim Penerjemah BPHN, Op.cit., hlm. 30.
5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum 9 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.16, Rajawali Pers, Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Jakarta, 2014, hlm. 13-14. Politeia, Bogor, 1991, hlm. 60.

24
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

(1) KUHP Belanda tahun 1881 (yang sama temperament dan kelakuannya”.11 Perubahan
bunyinya dengan pasal 44 ayat (1) KUHP istilah di negeri Belanda ini tidak diikuti di
Indonesia) adalah Ramaer, seorang ahli psikiatri Indonesia sampai sekarang ini, di mana teks
kriminal. Pandangan Ramaer ini dikemukakan resmi Pasal 44 ayat (1) KUHP Indonesia tetap
oleh Tan Pariaman, sorang ahli ilmu jiwa, dalam menggunakan istilah: verstandelijke vermogens,
tulisannya sebagai berikut: yang harafiah lebih tepat diterjemahkan
Sesuai dengan zamannya, pandangan sebagai akal.
Ramaer adalah pandangan yang materialistis Walaupun Pasal 44 ayat (1) KUHP tetap
atau pandangan organis, bahwa gangguan menggunakan kata-kata verstandelijke
jiwa terletak pada sel-sel dan serat-serat vermogens tetapi praktiknya Pasal 44 ayat (1)
saraf otak dan bayanganassosiasi dilokasisasi diperluas sehingga ditafsirkan sebagai jiwa. Hal
sebegitu rupa, yang nanti akan digambarkan ini dikemukakan oleh Moeljatno, yang
sebagai “mitologi otak”. Pandangan mengutip pendapat J.E. Jonkers, dengan
materialistis ini juga nyata, bahwa dalam menulis bahwa, perlu dinyatakan disini, bahwa
rencana undang-undang, ia tidak hendak dalam Pasal 44 mengenai perkataan jiwa dalam
mempergunakan “geestvermogens” = daya- bahasa Belanda dipakai kata kekuatan akal
daya kejiwaan”, karena katanya (verstandelijke vermogens). Dalam Swb
“geestvermogens” adalah istilah filsafat, Nederland verstandelijke vermogens sudah
yang menyatakan suatu keadaan bukan diganti menjadi geestvermogens (kekuatan
benda yang menguasai benda. Ramaer rohani = jiwa), sebab bukan akal saja yang
mengusulkan verstandelijke vermogens = penting tapi juga perasaan dan kehendak.
daya-daya atau kemampuan-kemampuan Meskipun strafwetboek Ned. Indie dahulu
pikiran/kecerdasan. 10 belum mengikuti perobahan tersebut, tetapi
dalam praktek telah dianggap seakan-akan
Jadi, Ramaer mengusulkan kata sudah ada perobahan (Jonkers, hal.65).12
verstandelijke vermogens yaitu Dengan dasar pikiran seperti yang
daya/kemampuan pikiran/kecerdasan, dengan dikemukakan oleh Moeljatno tersebut, maka
kata lain daya/kemampuan akal manusia. Kata Tim Penerjemah BPHN tidak menerjemahkan
geestvermogens atau daya/kemampuan “verstandelijke vermogens” sebagai daya
kejiwaan ditolaknya klarena leboh bersifat kecerdasan atau daya akal, melainkan
filsafat yaitu sesuatu yang bukan benda tetapi menerjemahkannya sebagai: jiwa, yang
menguasai benda. Pembentuk undang-undang sebenarnya merupakan praktik berupa
Belanda menerima pendapat Ramaer ini penafsuran yang memperluas terhadap Pasal
sehingga Pasal 37 KUHP Belanda tahun 1881 44 ayat (1) KUHP.
menggunakan istilah: verstandelijke vermogens. Pasal 44 ayat (1) KUHP menyebut tentang
Ketika untuk Hindia Belanda dibentuk suatu jiwanya/akalnya cacat dalam pertumbuhan
kodifikasi hukum pidana, Pasal 37 tersebut atau jiwanya/akalnya terganggu karena
turut pula dimasukkan menjadi Pasal 44 KUHP penyakit. Berikut ini dua macam gangguan
(WvS). kejiwaan tersebut akan dibahas satu-persatu.
Di Negeri Belanda, pada tahun 1928 1. Jiwanya cacat dalam pertumbuhan.
diadakan perubahan terhadap Pasal 37 KUHP, Hal tidak dapat dipertanggungjawabkan
yaitu istilah verstandelijke vermogens dirubah karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan,
menjadi geestvermogens. Mengenai dijelaskan oleh Kanter dan Sianturi bahwa,
perubahan ini dikatakan oleh Oemar Seno Adji, “yang dimaksud dengan keadaan jiwa yang
“Perobahan dalam istilah dari ‘verstandelijke’ cacat karena pertumbuhannya ialah seseorang
menjadi ‘geestvermogens’ menunjukkan yang sudah dewasa, tetapi perangainya seperti
adanya suatu perluasan perumusan dan anak-anak. Keadaan seperti ini disebut sebagai
pengertian tentang ‘geesteszieken’ yang tidak “dungu”, setengah mateng atau idiootisme,
saja sakit dalam ‘verstand’-nya belaka, imbeciliteit, yang diakibatkan oleh
melainkan juga dalam jiwanya, dalam
11 Oemar Seno Adji, Hukum (Acara) Pidana dalam
10H. Hasan Basri Saanin Dt. Tan Pariaman, Psikiater dan Prospeksi, Erlangga, Jakarta, cet.ke-2, 1976, hlm. 200.
Pengadilan, Binacipta, Jakarta, 1976, hlm. 31. 12 Moeljatno, Op.cit., hlm.113.

25
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

keterlambatan pertumbuhan jiwa seseorang”.13 fisik tersebut. Mereka bisa mengerjakan


Jiwanya cacat dalam pertimbuan dijelaskan tugas yang sederhana di bawah
oleh dua penulis tersebut sebagai seseorang pengawasan, misalnya : makan sendiri,
yang sudah dewasa tetapi perangainya minum, berpakaian, mencuci dan mengelap
sepertianak-anak, yang dikenal juga sebagai piring. Ada defektivitas dalam kapasitas
idiotisme dan imbesiliteit. edukasinya; dalam artian: mereka itu tidak
Tan Pariaman memberikan komentar bisa diajar dalam sekolah konvensional.
mengenai apa yang dimaksudkan dengan Dengan sendirinya mereka sangat
jiwanya cacat dalam pertumbuhan bahwa, bergantung pada perlindungan dan
“aslinya yang dimaksud dengan pengertian ini pertolongan keluarga atau orang tuanya,
adalah perkembangan yang cacat daya karena mereka ini sama sekali tidak mampu
kecerdasan atau pikiran ... Kemungkinan yang mencari mata pencarian sendiri.17
dimaksudkan oleh perancang dan pembuat
undang-undang waktu itu adalah: c. debil.
keterbelakangan yang berat (mental deficiency) Mengenai keadaan debil dijelaskan oleh
yaitu: idiot dan imbesil dengan I.Q. yang Kartini Kartono, “I.Q.-nya 50-70. Umur
terendah.14 intelegensinya seperti anak-anak umur 7-16
Berikut ini akan dikemukakan uraian dari tahun (84-143 bulan)”.18
Kartini Kartono,seorang ahli ilmu jiwa, Keadaaandebildiuraikan lebih lanjut oleh
mengenai orang-orang yang mempunyai Kartini Kartono bahwa, derajatnya ada yang
kecerdasan yang terendah dibaginya atas : : rendah, medium dan tinggi. Biasanya
a. idiot; gejala-gejala lemah ingatan sudah tampak
Mengenai keadaan idiot pada umumnya sebelum tahun-tahun tahun-tahun masa
diberikan penjelasan oleh Kartini Kartono, sekolah/preschool years. Mereka tidak
bahwa “I.Q.-nya (Intelegency Quotient) mempunyai kemampuan untuk mengontrol
kurang dari 25. Oleh karena cacad jasmani diri, mengadakan koordinasi dan adaptasi
dan rokhaninya begitu berat, pada yang wajar. Mereka bisa diajar dalam
umumnya mereka tidak mampu menjaga beberapa ketrampilan tangan dan mengurus
dirinya sendiri terhadap bahaya yang diri sendiri. Tapi mereka tidak bisa bersaing
datangnya dari luar”.15 dengan orang normal, terutama dalam
b. imbisil; mendapatkan mata pencarian. Orang-orang
Mengenai keadaan imbesil (imbecility) tersebut memerlukan perlindungan khusus
diberikan penjelasan oleh Kartini Kartono, dalam masyarakat sebab mereka itu kurang
“I.Q.-nya 25-49. Mereka itu seperti kanak- nalar dan kurang fikiran untuk bisa
kanak yang berumur 36-83 bulan (3-7 mengatur dan mengurus masalahnya
tahun)”.16 Selanjutnya dikemukakan oleh sendiri. 19
Kartini Kartono: Keadaan idiot dan imbesil, pada umumnya
Perkembangannya baik jasmani maupun dipandang sebagai termasuk ke dalam keadaan
rokhaninya sangat lambat. Kurang jiwanya cacat dalam pertumbuhan
sambutan jika diajak berbicara. 40% mereka sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (1) KUHP,
ini menderita penyakit ayan/epilepsi. sehingga orang-orang idiot dan imbesil tidak
Pada umumnya mereka tidak mampu dapat dipidana. Keadaan debil, pada umumnya
mengemudikan dan mengurus diri sendiri. tidak diterima sebagai termasuk ke dalam
Namun demikian, mereka masih dapat kelompok yang jiwanya cacat dalam
diajari untuk menanggapi suatu bahaya; dan pertumbunuhan, karenanya orang-orang
bisa diajari melindungi diri terhadap bahaya memiliki kemampuan keadaan debil tetap
dapat dipidana.
13 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Juga demikian dikatakan oleh Tan Pariaman,
Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, bahwa, “dari golongan terbelakang ini harus
1982, hlm. 258.
14 Tan Pariaman, Op.cit., hlm. 49.
15 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal & Pathologi Seks, 17 Ibid., hlm. 40-41.
Alumni, Bandung, 1979, hlm. 38. 18 Ibid., hlm. 41.
16 Ibid., hlm. 40. 19 Ibid.

26
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

dikeluarkan kelompok debilitas mentis (= mild Apakah benar seseorang jiwanya terganggu
subnormality = feeble minded = moron). karena penyakit sehingga perbuatannya tidak
Mereka ini memiliki I.Q. 50-70 dan dapat dapat dipertanggung jawabkan kepadanya,
bersekolah sampai kelas 4 SD. Mereka ini harus haruslah dibuktikan dengan suatu visum et
dimasukkan ke dalam golongan yang kurang repertum seorang dokter (psikiater). Mengenai
bertanggungjawab”.20 hal ini dikatakan oleh R. Soesilo bahwa, dalam
Dengan demikian orang-orang yang prakteknya jika polisi menjumpai peristiwa
tergolong debil tidak termasuk ke dalam tidak semacam ini, ia tetap diwajibkan memeriksa
mampu bertanggungjawab perkaranya dan membuat berita acara.
(ontoerekeningsvatbaarheid) melainkan hanya Hakimlah yang berkuasa memutuskan tentang
dapat digolongkan ke dalam kurang mampu dapat tidaknya terdakwa
bertanggungjawab (verminderde dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu,
toerekeningsvatbaarheid). Tetapi, dalam meskipun ia dapat pula minta nasihat dari
hukum Indonesia orang-orang dengan keadaan dokter penyakit jiwa (psychiater).24
kurang mampu bertanggungjawab ini tidaklah
dapat menjadi alasan untuk melepaskan yang B. Psikopat Dilihat Dari Sudut Pasal 44 KUHP
bersangkutan dari pidana seluruhnya. Keadaan Bentuk gangguan kejiwaan yang umumnya
ini mungkin hanya dapat digunakan oleh hakim disebut “gila” merupakan bentuk yang
sebagai dasar pertimbangan berat ringannya mengakibatkan orangnya tidak dapat
pidana yang dijatuhkan, yaitu dapat menjadi dipertanggung jawabkan atas perbuatannya
alasan untuk pengurangan pidana semata- karena jiwanya terganggu karena penyakit.
mata. Selain bentuk gangguan kejiwaan ini, dalam
psikiatri (ilmu penyakit jiwa) dikenal juga
2. Jiwanya Terganggu Karena Penyakit bentuk gangguan kejiwaan yang pengidapnya
Kanter dan Sianturi menulis mengenai hal ini dalam kehidupan sehari-harinya kelihatan
bahwa, “yang dimaksudkan dengan jiwa yang normal saja. Mengenai hal ini oleh Satochid
terganggu karena penyakit, ialah yang jiwanya Kartanegara dalam kuliahnya dikatakan bahwa
semula adalah sehat, tetapi kemudian di dalam praktek dikenal beberapa jenis
dihinggapi penyakit jiwa yang sering disebut keadaan jiwa yang hanya sebagian dihinggapi
sebagai “gila” atau “pathologische penyakit jiwa, yaitu yang disebut “gedeeltelijke
ziektetoestand”.” 21 Selanjutnya dikemukakan ontoere-keningsvatbaarheid” (tidak dapat
bahwa, “seseorang mungkin dihinggapi oleh dipertanggungjawabkan sebagian). Jenis
penyakit jiwa secara terus menerus tetapi “sebagian tidak dapat dipertanggungjawabkan”
mungkin juga secara sementara (temporair) ini adalah misalnya :
atau kumat-kumatan. Dalam hal ini gila kumat- 1. Kleptomani : jiwa yang dihinggapi
kumatan yang termasuk cakupan Pasal 44 penyakit jiwa yang berupa perbuatan
adalah jika gilanya sedang kumat”. 22 mengambil barang orang lain, akan tetapi
Mengenai hal ini dikatakan oleh R. Soesilo orang yang dihinggapi penyakit tersebut
bahwa, “sakit berubah akalnya, ziekelijke tidak menginsyafi, bahwa ia melakukan
storing der verstandelijke vermogens, yang perbuatan yang terlarang, umpamanya
dapat masuk dalam pengertian ini misalnya: mengambil korek api. Di manapun ia
sakit gila, manie, hysterie, epilepsie, berada bila melihat korek api diambilnya
melancholie dam bermacam-macam penyakit sedang lain jenis barang diabaikan.
jiwa lain-lainnya”.23 Tetapi, R. Soesilo tidak Orang yang demikian itu dalam
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang perbuatan2 lainnya adalah normal.
jenis-jenis gangguan kejiwaan yang disebutnya 2. Pyromani : yaitu penyakit jiwa yang
itu. berupa kesukaan untuk melakukan
pembakaran, tanpa ada alasan sama
sekali. Juga orang demikian itu di dalam
20
hal-hal lainnya berjiwa sehat.
Tan Pariaman, Loc.cit.
21 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Loc.cit.
22 Ibid.
23 R. Soesilo, Op.cit., hlm. 61. 24 Ibid.

27
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

3. Nymphomani : orang laki2 yang Satochid Kartenagara menegaskan bahwa


dihinggapi penyakit jiwa ini, bila seorang psikopat tidak termasuk keadaan yang
berjumpa dengan orang wanita, suka tidak dapat dipertanggungjawabkan karena
berbuat tidak senonoh. Dalam hal2 lain jiwanya terganggu karena penyakit, dengan
ia normal.25 kata lain tidak termasuk alasan penghapus
Sudarto, sebagaimana dikutip oleh I Made pidana dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP.
Widnyana, mengemukakan adanya orang-orang Menurut Satochid Kartanegara berbeda
yang tidak mampu bertanggungjawab sebagian halnya dengan perkembangan di Negara
(gedeeltelijke ontoerekeningsvatbaarheid), Belanda yang dijelaskannya bahwa:
misalnya: Sebaliknya di Nederland, semenjak tahun
1. Kleptomanie, ialah penyakit jiwa yang 1925 telah diadakan peraturan2 yang mengatur
berujud dorongan yang kuat dan tak orang2 yang dihinggapi penyakit itu, yang
tertahan untuk mengambil barang orang disebut “psychopaten wet”.
lain, tetapi tak sadar bahwa Di Indonesia bila orang2 yang dihinggapi
perbuatannya terlarang. Biasanya barang penyakit demikian itu tidak dapat
yang dijadikan sasaran itu barang yang ditentukan bahwa mereka “mendapat
tidak ada nilainya sama sekali baginya. gangguan penyakit” atau “tumbuh tidak
Dalam keadaan biasa, jiwanya sehat. sempurna” jiwanya, mereka ini dapat
2. Pyromanie, ualah penyakit jiwa yang dihukum. 28
berupa kesukaan untuk melakukan
pembakaran tanpa alasan sama sekali. Tentang berlakunya undang-undang
3. Claustropobie, ialah penyakit jiwa yang psikopat (psychopaten wet) di Belanda tahun
berupa ketakutan untuk berada di ruang 1925, maka di sana terdapat keadaan yang baru
yang sempit. Penderitanya dalam seperti yang dikatakan oleh Tan Pariaman
keadaan tersebut, misal lalu memecah bahwa, “dengan Undang-undang psikopat
belah kaca jendela. terbukalah kemungkinan untuk menempatkan
4. Penyakit yang berupa perasaan orang-orang yang tidak jelas gila, tetapi
senantiasa dikejar-kejar/diuber-uber kemampuan kesanggupan jiwanya berkembang
(achtervolgingswaan) oleh musuh- dengan cacat, dalam suatu lembaga tertentu”.29
26
musuhnya. Jadi, di Belanda sejak tahun 1925 telah
dibuat undang-undang psikopat (psychopaten
Gangguan kejiwaan seperti yang wet) yang mengatur para psikopat. Dengan
dicontohkan di atas, yaitu kleptomani, demikian orang-orang yang berpenyakit jiwa
pyromani dan nymphomani tersebut, yang seperti kleptomani, pyromani dan nymphomani
dalam ilmu hukum pidana disebut tidak dapat di negeri Belanda dapat ditempatkan dallam
dipertanggungjawabkan sebagian (gedeeltelijke suatu lembaga tertentu. Perubahan di Belanda
ontoerekeningsvatbaarheid), dalam psikiatri itu tidak diikuti di Hindia Belanda, sehingga
disebut psikopati, sedangkan orang yang sampai sekarang di Indonesia para psikopat
mengidapnya disebut paikopat. karena tidak termasuk Pasal 44 ayat (1) KUHP,
Mengenai aspek hukum dari hal ini maka yang tersedia adalah hukuman pidana.
dikatakan oleh Satochid Kartanegara bahwa, Sebagai perbandingan dengan Belanda,
“Didalam KUHP Indonesia belum dikenal dalam Undang-Undang Psikopat
peraturan2 yang mengatur soal-soal tersebut di (Psychopatenwet), yang mulai berlaku 1
atas. Orang yang dihinggapi penyakit jiwa November 1928, ditentukan bahwa dalam hal
seperti diterangkan diatas, disebut terjadi perkembangan yang cacat atau
‘psychopaten’, yaitu orang yang ‘sebagian gangguan penyakit dari kekuatan mental pelaku
dapat dipertanggung jawabkan’.”27 Jadi, jika terjadi kejahatan atau dalam salah satu dari
pelanggaran berikut: mucikari, mengemis,
mengemis atau mabuk, hakim memiliki
25 Anonim, Op.cit., hlm. 260.
26
wewenang untuk:
I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana. Buku
Panduan Mahasiswa, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010, hlm.
153 28 Ibid., hlm. 260-261.
27 Anonim, Op.cit., hlm. 260. 29 Tan Pariaman, Op.cit., hlm. 83.

28
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

1. menyatakan bahwa terdakwa tidak dari pidana berdasarkan Pasal 44 ayat (1)
bertanggung jawab dan dan juga tidak dapat diperintahkan oleh
membebaskannya atau menetapkannya hakim pidana untuk dimasukkan ke
dirawat di rumah sakit jiwa; dalam rumah sakit jiwa paling lama satu
2. untuk menghukumnya sesuai dengan tahun sebagai waktu percobaan
aturan biasa; sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (2);
3. menghukumnya dengan aturan khusus melainkan yang dapat dijatuhkan oleh
seperti penempatan di penjara pidana hakim untuk psikopat sekarang ini adalah
khusus; putusan pidana, sekalipun dengan
4. untuk menyerahkannya pada Pemerintah keringanan pidana.
dalam ketiga hal tersebut.30
Dalam Undang-Undang Psikopat Belanda ini B. Saran
ada disebut terdakwa menderita 1. Ketentuan yang meniadakan pidana
perkembangan yang cacat atau gangguan karena gangguan kejiwaan berupa
penyakit dari kekuatan mental, tetapi tidak jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
dikatakan bahwa terdakwa tidak dapat terganggu karena penyakit, masih tetap
dipertanggungjawabkan karena hal tersebut. diperlukan dalam sistem hukum pidana
Jadi, yang dimaksud di sini adalah orang-orang Indonesia.
yang psikopat yaitu yang memiliki gangguan 2. Pasal 44 KUHP perlu diperbarui dengan
kejiwaaan tetapi tidak sepnuhnya tidak dapat mengatur juga para psikopat, di mana
dipertanggungjawabkan. Hal ini karena kepada hakim perlu diberi kebebasan
psikopat hanya dipandang sebagai kurang yang luas untuk menjatuhkan pidana
mampu bertanggungjawab. (straf) atau hanya mengenakan tindakan
Pasal 42 RUU KUHP telah membuka (maatregel).
kemungkinan untuk para psikopat di mana
diserahkan kepada hakim untuk menimbang DAFTAR PUSTAKA
dan memutuskan: 1) apakah kepada seorang Anonim, Hukum Pidana. Kumpulan Kuliah Prof
psikopat dijatuhi pidana tetapi dengan Satochid Kartanegara SH dan Pendapat-
pengurangan pidana, atau 2) mengenakannya pendapat Para Ahli Hukum Terkemuka,
tindakan. Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa,
Jakarta, tanpa tahun.
PENUTUP Bemmelen, J.M. van, Hukum Pidana 1. Hukum
A. Kesimpulan Pidana Material Bagian Umum,
1. Pengaturan Pasal 44 KUHP tentang terjemahan Hasnan dari Ons strafreht 1.
gangguan kejiwaan yaitu berkenaan Het materiele strafrcht algemeen deel,
dengan orang yang tidak dapat Binacipta, 1984.
dipertanggungjawabkan karena: 1) Hamzah, Andi, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka
jiwanya cacat dalam pertumbuhan, di Cipta, Jakarta, 2010.
mana yang umumnya dimasukkan di sini Kanter, E.Y., dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum
yakni golongan idiot dan golongan Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
imbesil; dan 2) jiwanya terganggu karena Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1982.
penyakit, di mana yang umumnya Kartono, Kartini, Psikologi Abnormal &
dimasukkan di sini yaitu orang-orang Pathologi Seks, Alumni, Bandung, 1979.
yang dipandang gila (skizofrenia). Lamintang, P.A.F. dan C.D. Samosir, Hukum
2. Psikopat dilihat dari sudut Pasal 44 KUHP Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
bukanlah termasuk yang dikecualikan 1983.
Lamintang, P.A.F. dan F.T. Lamintang, Dasar-
dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar
30 Psychopatenwet (1928): casussen van psychopaten Grafika, Jakarta, 2014.
(1931), https://mens-en- Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan
samenleving.infonu.nl/sociaal/49896-psychopatenwet-
Tertulis di Indonesia, Rajawali Pers,
1928-casussen-van-psychopaten-1931.html, diakses
12/8/2019
Jakarta, 2012

29
Lex Crimen Vol. VIII/No. 8/Ags/2019

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, cet.2, Wikipedia Bahasa Indonesia, “Psikopati”,


Bina Aksara, Jakarta, 1984. https://id.wikipedia.org/wiki/Psikopati,
Pariaman, H. Hasan Basri Saanin Dt. Tan, Dr., diakses tanggal 07/08/2019
Psikiater dan Pengadilan, Binacipta,
Jakarta, 1976. Peraturan Perundang-undangan:
Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Engelbrecht, W.A. dan E.M.L. Engelbrecht,
Ghalia Indonesia, Jakarta-Surabaya- Kitab2 Undang2, Undang2 dan
Semarang-Yogya-Bandung, 1978. Peraturan2 Serta Undang2 Dasar
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Sementara Republik Indonesia, A.W.
Pidana di Indonesia, cet.3, PT Eresco, Sijthoff’s Uitgeversmij N.V., Leiden, 1956.
Jakarta-Bandung, 1981
______, Tindak-tindak Pidana Tertentu di
Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Aditama,
Bandung, 2012.
Seno Adji, Oemar, Hukum (Acara) Pidana di
Indonesia, Erlangga, Jakarta, cet.ke-2,
1976.
Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut
Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta,
1983.
Soekanto, S. dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.16,
Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Soesilo, R., Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-
komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Politeia, Bogor, 1991.
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi
Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018.
Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta,
1983.
Utrecht, E., Hukum Pidana I, cet.2, Penerbitan
Universitas, Bandung, 1962.
Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana.
Buku Panduan Mahasiswa, Fikahati
Aneska, Jakarta, 2010

Sumber Lain:
Buku Kesatu RUU KUHP 25 Feb 2015
Penjelasan RUU KUHP 25 Fb 2015

Sumber Internet:
Psychopatenwet (1928): casussen van
psychopaten (1931), https://mens-en-
samenleving.infonu.nl/sociaal/49896-
psychopatenwet-1928-casussen-van-
psychopaten-1931.html, diakses
12/8/2019.

30

Anda mungkin juga menyukai