Anda di halaman 1dari 10

Lex Crimen Vol. II/No.

3/Juli/2013

TIDAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB Orang-orang ini mendapatkan perhatian


DALAM HUKUM PIDANA dalam hukum pidana, yaitu KUHPidana kita,
DAN PENGATURANNYA DI MASA karena merupakan kenyataan bahwa
MENDATANG1 mereka adakalanya juga melakukan suatu
Oleh : Andrey Elby Rorie2 perbuatan yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana, seperti membunuh
ABSTRAK dan mencuri.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Bagaimana perlakuan terhadap orang-
bagaimana jiwanya cacat dalam orang sedemikian dalam hukum pidana,
pertumbunuhan dan jiwanya terganggu dalam KUHPidana diatur pada Pasal 44.
karena penyakit mengakibatkan orangnya Pasal 44 KUHPidana, menurut terjemahan
tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan
hukum pidana dan bagaimana pengaturan Hukum Nasional Departemen Kehakiman,
hal tersebut di masa mendatang. Penulisan memberikan ketentuan yang sebagai
ini menggunakan metode kualitatif dapat berikut,
disimpulkan bahwa: 1. Keadaan jiwa cacat (1) Barang siapa melakukan perbuatan
dalam pertumbuhan yang dimaksudkan yang tidak dapat dipertanggungkan
oleh Pasal 44 ayat (1) KUHPidana adalah kepadanya karena jiwanya cacat dalam
keterbelakangan perkembangan sejak yang pertumbuhan atau terganggu karena
telah dibawa sejak lahir. 2. Dalam Pasal 34 penyakit, tidak dipidana.
RUU KUHPidana 1999/2000 tidak lagi (2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat
]Pµv l v ]•š]o Z ^‰ Œšµu µZ v i]Á vÇ dipertanggungkan kepada pelakunya
š š µ š ŒP vPPµ l Œ v ‰ vÇ l]š_U karena pertumbuhan jiwanya cacat
melainkan menyebut sebagai alasan untuk atau terganggu karena penyakit, maka
tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah hakim dapat memerintahkan supaya
: gangguan jiwa, penyakit jiwa dan retardasi orang itu di- masukkan ke rumah sakit
mental. jiwa, paling lama satu tahun sebagai
Kata kunci: Tidak mampu bertanggung waktu percobaan.
jawab. (3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku
bagi Mahkamah Agung, Pengadilan
PENDAHULUAN: Tinggi, dan Pengadilan Negeri. 3
A. Latar Belakang Penulisan Pasal 44 ayat (1) KUHPidana tersebut
Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari diatur salah satu dari apa yang dalam
dapat ditemukan orang-orang yang doktrin dinamakan alasan-alasan
keadaan jiwanya tidak normal. Orang- penghapus pidana (Bld.:
orang itu, apabila ketidaknormalan jiwanya strafuitsluitingsgronden). Seseorang yang
parah, dalam percakapan-sehari disebut keadaan psikhisnya sebagaimana yang
• P ] ^}Œ vP P]o _X /•š]o Z ]v] µl vo Z ditentukan dalam ayat ini - yaitu jiwanya
istilah hukum melainkan istilah dalam cacat dalam pertumbuhan atau terganggu
percakapan sehari-hari. Selain itu ada pula karena penyakit - , sekalipun ia telah
orang-orang yang dalam percakapan sehari- melakukan suatu perbuatan yang jelas-jelas
Z Œ] ]šµ š] l ]• µš • P ] ^}Œ vP P]o _ sudah mencocoki rumusan suatu ketentuan
tetapi jelas memiliki cacat mental, yang pidana, tidaklah dapat dipidana. Pasal 44
dalam percakapan sehari-hari umumnya ayat (2) KUHPidana diatur mengenai
dikatakan sebagai orang-}Œ vP ^] ]}š_X tindakan (Bld.: maatrege l) yang dapat
3
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum
1
Artikel Skprisi Nasional, Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
2
NIM 090711044 Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hal.30-31.

14
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

dikenakan oleh hakim berkenaan dengan pasal tersebut masih memenuhi kebutuhan
orang yang berada dalam keadaan untuk masa sekarang ini.
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 44 Pertanyaan ini penting untuk masa
ayat (1) KUHPidana. Selanjutnya, dalam sekarang, sebab Indonesia sedang dalam
Pasal 44 ayat (3) KUHPidana, ditentukan tahap untuk dapat memiliki suatu
pengadilan mana yang mempunyai KUHPidana Nasional guna menggantikan
wewenang yang ditentukan dalam ayat (2) KUHPidana peninggalan Pemerintah Hindia
Pasal 44 KUHPidana, yaitu wewenang untuk Belanda itu. Beberapa draft KUHPidana
memasukkan seorang terdakwa ke rumah telah disusun, terakhir yaitu Rancangan
sakit jiwa sebagai masa percobaan. Undang-undang tentang Kitab Undang-
Menurut ayat ini, yang memiliki wewenang undang Hukum Pidana 1999/2000.
tersebut hanyalah Mahkamah Agung, Bagaimana pengaturan mengenai pokok
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri tersebut dalam rancangan undang-undang
saja. Pengadilan-pengadilan lainnya, tidak ini perlu mendapatkan perhatian.
diberikan wewenang sedemikian.
Pasal 44 KUHPidana merupakan salah B. Perumusan Masalah
satu pasal yang perlu mendapatkan 1. Bagaimana jiwanya cacat dalam
perhatian karena di situ diatur mengenai pertumbunuhan dan jiwanya terganggu
orang-orang yang dapat dikatakan di satu karena penyakit mengakibatkan
pihak bernasib malang tetapi di lain pihak orangnya tidak dapat
telah melakukan suatu perbuatan yang dipertanggungjawabkan dalam hukum
melanggar kepentingan hukum orang lain. pidana?
Jadi, di dalamnya terkandung aspek 2. Bagaimana pengaturan hal tersebut di
kemanusiaan, yaitu perlunya perlakuan masa mendatang?
khusus terhadap orang-orang yang secara
umum dikatakan sebagai tidak normal E. Metode Penelitian
jiwanya, dan aspek penegakan hukum Penelitian ini merupakan bagian dari
pidana karena telah ada orang yang penelitian hukum kepustakaan yakni
dirugikan akibat perbuatannya. dengan cara meneliti bahan pustaka atau
Hal ini menimbulkan pertanyaan, dalam yang dinamakan penelitian hukum normatif
batas manakah seseorang dapat dikatakan
sebagai berada dalam keadaan tidak dapat PEMBAHASAN:
dipertanggungkan itu. Kata-l š ^i]Á vÇ A. Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan
š o u ‰ Œšµu µZ v_ v ^i]Á vÇ Karena Jiwanya Cacat dalam
terganggu l Œ v ‰ vÇ l]š_ merupakan Pertumbuhan dan Jiwanya Terganggu
kata-kata yang bersifat umum. Dari kata- Karena Penyakit
kata itu sendiri belum dapat ditentukan Teks resmi (bahasa Belanda) dari Pasal
ukuran untuk menentukan bahwa yang 44 ayat (1) KUHPidana menggunakan
bersangkutan memang tidak dapat istilah ^gebrekkige ontwikke ling of
dipertanggungjawabkan. ziekelijke storing zijner
Hal lainnya yang dapat dikemukakan verstande lijke vermogens_ U yang oleh
berkenaan dengan rumusan Pasal 44 ayat Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum
(1) KUHPidana ini, yaitu rumusan pasal Nasional telah diterjemahkan sebagai :
tersebut disusun ketika psikiatri (ilmu jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
penyakit jiwa) masih dalam tahap terganggu karena penyakit. Dengan
perkembangan. Dengan demikian menjadi demikian, bagian kalimat: jiwanya cacat
pertanyaan pula apakah ketentuan dalam dalam pertumbuhan merupakan

15
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

terjemahan dari ^P Πll]P keterlambatan pertumbuhan jiwa


}všÁ]ll o]vP Y Ì]iv Œ À Œ•š v o]il • • }Œ vP_X 5
vermogens_X Berikut ini akan dikemukakan pengertian
Perubahan istilah di negeri Belanda ini idiot dan imbesil dengan mengutip
tidak diikuti di Indonesia sampai sekarang pendapat ahli di bidang tersebut. Oleh
ini, di mana teks resmi Pasal 44 ayat (1) Kartini Kartono, orang-orang yang
K.U.H.P. Indonesia tetap menggunakan mempunyai kecerdasan yang terendah
istilah : verstandelijke vermogens. dibaginya atas :
Mengenai tetap digunakannya istilah - idiot;
^À Œ•š v o]il À Œu}P v•_ dalam - imbisil; dan
Pasal 44 KUHPidana, dikatakan oleh - debil.
Moeljatno, Perlu dinyatakan disini, bahwa Masing-masing golongan ini akan
dalam pasal 44 mengenai perkataan jiwa dijelaskan secara singkat untuk dapat
dalam bahasa Belanda dipakai kata dilihat perbedaannya. Mengenai keadaan
kekuatan akal (verstandelijke vermogens). idiot pada umumnya diberikan penjelasan
Dalam Swb Nederland verstandelijke oleh Kartini Kartono, I.Q.-nya (Intelegency
vermogens sudah diganti menjadi Quotient) kurang dari 25. Oleh karena
geestvermogens (kekuatan rohani = jiwa), cacad jasmani dan rokhaninya begitu berat,
sebab bukan akal saja yang penting tapi pada umumnya mereka tidak mampu
juga perasaan dan kehendak. Meskipun menjaga dirinya sendiri terhadap bahaya
strafwetboek Ned. Indie dahulu belum yang datangnya dari luar. Intellegensinya
mengikuti perobahan tersebut, tetapi tidak bisa berkembang; tidak bisa mengerti
dalam praktek telah dianggap seakan-akan dan tidak bisa diajar apa-apa. Mereka tidak
sudah ada perobahan. 4 memiliki instink-instink yang fundamentil
Berikut akan dilakukan pembahasan dan tidak mempunyai kemampuan untuk
satu-persatu terhadap keadaan jiwanya mempertahankan diri serta melindungi diri.
6
cacat dalam pertumbuhan dan jiwanya
terganggu karena penyakit yang membawa Seringkali diferensiasi atau perbedaan
akibat orangnya tidak dapat antara kelaim laki-laki dengan kelamin
dipertanggungjawabkan. perempuannya tidak jelas. Mereka ini
1. Tidak dapat dipertanggungkan karena mengalami defekt atau kwerusakan mental
jiwanya cacat dalam pertumbuhan. yang ekstrim. Mereka tidak mempunyai
Mengenai tidak dapat dipertanggungkan kemampuan untuk
karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan, menanggapi/menghayati stimulus; ada lack
dikatakan oleh Kanter dan Sianturi bahwa, of perception. Kadang-kadang mereka itu
^Ç vP ]u l•µ vP v l v i]Á Ç vP tidak bisa menerima rangsangan sinar,
cacat karena pertumbuhannya ialah rabaan atau bau, dan tidak punya ingatan.
seseorang yang sudah dewasa, tetapi Mereka harus dimandikan, harus diberi
perangainya seperti anak-anak. Keadaan pakaian, harus disuapi jika makan, seperti
• ‰ Œš] ]v] ]• µš • P ] ^ µvPµ_U layaknya seorang bayi. Sering mereka ini
setengah mateng atau idiootisme, ngompol dan buang kotoran dicelananya,
imbeciliteit, yang diakibatkan oleh dan sukar sekali diajari menjaga kebersihan
diri.

5
E.Y. Kanter, S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana
di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-
PTHM, Jakarta, 1982, hal. 258.
4 6
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Kartini Kartono, Psikologi Abnormal & Pathologi
Jakarta, cet.ke-2, 1984, hal.113. Seks, Alumni, Bandung, 1979, hal. 38.

16
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Mengenai keadaan imbesil (imbecilit y) melainkan hanya dapat digolongkan ke


diberikan penjelasan oleh Kartini Kartono dalam kurang mampu bertanggungjawab
I.Q.-nya 25-49. Mereka itu seperti kanak- (verminde rde
kanak yang berumur 36-83 bulan (3-7 toerekeningsvatbaarhe id ).
tahun). Ukuran tinggi dan bobot badannya Keadaan kurang mampu
kurang; sering badannya cacad atau bertanggungjawab ini tidaklah dapat
mengalami kelainan-kelainan (anomali). menjadi alasan untuk melepaskan seorang
Gerakan-gerakannya tidak stabil dan dari pidana seluruhnya. Keadaan ini hanya
lamban. Ekspresi mukanya kosong dan dapat digunakan oleh hakim sebagai dasar
ketolol-tololan. Kurang mempunyai daya pertimbangan berat ringannya pidana yang
tahan terhadap penyakit. dijatuhkan, yaitu dapat menjadi alasan
Perkembangannya baik jasmani maupun untuk pengurangan pidana.
rokhaninya sangat lambat. Kurang 2. Tidak Dapat Dipertanggungkan Karena
sambutan jika diajak berbicara. 40 % Jiwanya Terganggu Karena Penyakit
mereka ini menderita penyakit Oleh Kanter dan Sianturi diberikan
ayan/epilepsi. Pada umumnya mereka penjelasan bahwa, Y Ç vP ]u l•µ l v
tidak mampu mengemudikan dan dengan jiwa yang terganggu karena
mengurus diri sendiri. Namun demikian, penyakit, ialah yang jiwanya semula adalah
mereka masih dapat diajari untuk sehat, tetapi kemudian dihinggapi penyakit
menanggapi suatu bahaya; dan bisa diajari i]Á Ç vP • Œ]vP ]• µš • P ] ^P]o _ š µ
melindungi diri terhadap bahaya fisik ^‰ šZ}o}P]• Z Ì] lš š} •š v _X Seseorang
tersebut. Mereka bisa mengerjakan tugas mungkin dihinggapi oleh penyakit jiwa
yang sederhana di bawah pengawasan, secara terus menerus tetapi mungkin juga
misalnya : makan sendiri, minum, secara sementara (temporair) atau kumat-
berpakaian, mencuci dan mengelap piring. kumatan. Dalam hal ini gila kumat-
Ada defektivitas dalam kapasitas kumatan yang termasuk cakupan Pasal 44
edukasinya; dalam artian : mereka itu tidak adalah jika gilanga sedang kumat. 8
bisa diajar dalam sekolah konvensional. Jika jenis-jenis pidana telah ditempatkan
Dengan sendirinya mereka sangat dalam satu pasal, yaitu pasal 10 KUHPidana,
bergantung pada perlindungan dan maka jenis-jenis tindakan (maatregel)
pertolongan keluarga atau orang tuanya, tersebar dalam pasal-pasal KUHPidana,
karena mereka ini sama sekali tidak mampu misalnya : pemidanaan bersyarat yang
mencari mata pencarian sendiri.7 diatur dalam Pasal 14a t 14f KUHPidana.
Keadaan idiot dan imbesil, pada Jadi, jika hakim berpendapat bahwa
umumnya diakui sebagai termasuk ke terdakwa tidak dapat dipertanggungkan
dalam keadaan jiwanya cacat dalam Œ • ‰ Œ µ š vvÇ l Œ v ^i]Á vÇ š
pertumbuhan sebagaimana yang dimaksud o u ‰ Œšµu µZ v_ š µ ^š ŒP vPPµ
dalam Pasal 44 ayat (1) KUHPidana, l Œ v ‰ vÇ l]š_U u l Z l]u š] l }o Z
sehingga orang-orang demikian tidak dapat menjatuhkan pidana pidana (st raf).
dipidana. Keadaan debil, pada umumnya Tetapi sebagai tindakan (maatregel) untuk
tidak diakui sebagai suatu alasan mencegah bahaya bagi masyarakat maupun
penghapus pidana. Orang-orang yang orang itu sendiri, maka hakim dapat
tergolong debil tidak termasuk ke dalam memerintahkan untuk memasukkan yang
tidak mampu bertanggungjawab bersangkutan ke dalam rumah sakit jiwa
(ontoerekeningsvatbaarhe id ) selama-lamanya 1 (satu) tahun sebagai

7 8
Ibid., hal. 40-41. Kanter. Sianturi, Loc.cit.

17
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

waktu percobaan. Ayat (2) ini dimulai e. Hakim Pengadilan Negeri, bilamana
dengan kata-l š ^i]l š ŒvÇ š ‰ Œ µ š v dalam suatu perkara timbul persangkaan
itu tidak dapat dipertanggungkan kepada bahwa yang bersangkutan adalah
‰ o lµvÇ Y_X < š ^š ŒvÇ š _ penderita penyakit jiwa. 9
menunjukkan bahwa pembentuk undang- Berdasarkan huruf e Pasal 5 ayat (1) ini,
undang menghendaki bahwa hal tidak dengan berdasarkan persangkaan saja
dapat dipertanggungkan itu harus disertai bahwa yang bersangkutan adalah penderita
dengan bukti yang kuat. Hal tidak dapat penyakit jiwa, hakim dapat mengajukan
dipertanggungkan tersebut merupakan permohonan kepada rumah sakit jiwa
sesuatu yang diyakini oleh hakim untuk memasukkan terdakwa ke dalamnya.
berdasarkan alat-alat bukti yang ada. Tetapi yang lebih umum dilakukan oleh
Dengan demikian berarti harus ada hakim pidana adalah nanti memerintahkan
keterangan ahli atau visum et repe rtum seorang dimasukkan ke rumah sakit jiwa
mengenai hal tersebut. Suatu persangkaan jika terbukti berdasarkan alat bukti yang
oleh hakim semata-mata, tanpa keterangan sah bahwa terdakwa memang tidak dapat
ahli atau visum et repertum, belum dipertanggungkan karena pertumbuhan
memenuhi syarat yang dikehendaki oleh jiwanya cacat atau terganggu karena
Pasal 44 ayat (2) KUHPidana. penyakit.
Putusan yang menyatakan terdakwa Mengenai wewenang menahan seorang
tidak dapat dipertanggungkan karena di rumah sakit jiwa atas perintah hakim
pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu pidana yang hanya paling lama 1 (satu)
karena penyakit, hakim dapat pula tahun, sebenarnya dapat menimbulkan
memerintahkan agar terdakwa dimasukkan pertanyaan : apakah waktu itu cukup untuk
ke rumah sakit jiwa. Perintah untuk upaya mengobati yang bersangkutan dan
dimasukkan ke rumah sakit jiwa itu paling melindungi masyarakat. Tetapi ketentuan
lama 1 (satu) tahun sebagai waktu ini merupakan hal yang dapat dimaklumi
percobaan. Sebenarnya ada prosedur lain sebab perkiraan jangka waktu untuk upaya
di mana hakim dapat memasukkan seorang merawat dan mengobati seorang sakit jiwa
ke rumah sakit jiwa tanpa terlebih dahulu sudah merupakan bidang di luar
memutuskan bahwa terdakwa terbukti pengetahuan hakim yang bukan seorang
tidak dapat dipertanggungjawabkan. psikiater. Adalah sudah tepat bahwa
Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No.3 penentuan waktu percobaan itu paling
Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa lama 1 (satu) tahun. Dengan berdasarkan
(Lembaran Negara Tahun 1966 No.23, hasil pemeriksaan selama dalam waktu
Penjelasan dalam Tambahan Lembaran percobaan itu, psikiater lah yang lebih
Negara No.2805), dikatakan bahwa, Untuk berwenang untuk menentukan apakah
mendapatkan perawatan dan pengobatan terdakwa masih memerlukan perawatan
pada suatu tempat perawatan harus ada dan pengobatan lebih lanjut atau tidak.
permohonan dari salah seorang yang Jika kemudian ternyata menurut pendapat
tersebut di bawah ini : psikiater rumah sakit jiwa yang
a. si penderita, jika ia sudah dewasa. bersangkutan masih memerlukan
b. Suami/isteri atau seorang anggota perawatan dan pengobatan, maka hal itu
keluarga yang sudah dewasa. bukan lagi merupakan urusan hakim pidana
c. Wali dan/atau yang dapat dianggap yang telah memerintah memasukkan
sebagai wali si penderita. terdakwa ke rumah sakit jiwa sebagai
d. Kepala Polisi/Kepala Pamongpraja di waktu percobaan.
tempat tinggal atau di daerah di mana si
penderita ada. 9
Tan Pariaman, Op.cit., hal.228.

18
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

KUHPidana juga tidak membuat gangguan jiwa atau penyakit jiwa atau
ketentuan agar rumah sakit jiwa itu retardasi mental tidak dipidana dan
memberikan laporan tentang keadaan dapat dikenakan tindakan.
orang yang bersangkutan setelah selesai Pasal 39
waktu percobaannya. Dalam hal ini perlu Apabila si pembuat pada waktu
mendapat perhatian bahwa orang yang melakukan tindak pidana ternyata
melakukan tindak pidana tapi oleh hakim kurang dapat dipertanggung jawabkan
diperintahkan dimasukkan ke rumah sakit karena menderita gangguan jiwa atau
jiwa sebenarnya merupakan orang penyakit jiwa atau retardasi mental,
berbahaya bagi masyarakat. Tetapi maka hakim dapat mengurangi pidana
KUHPidana tidak mengatur pengawasan yang berlaku baginya atau mengenakan
lebih lanjut terhadap orang itu. tindakan kepadanya. 10
Menurut pendapat penulis, seharusnya Masalah perbedaan antara teks resmi
ada ketentuan bahwa hasil pemeriksaan yang menggunakan istilah verstandelijke
selama waktu percobaan tersebut vermogens dengan terjemahannya ke
disampaikan kepada pihak kepolisian yang dalam bahasa Indonesia yang lebih sering
menyidik perkara itu, jaksa penuntut umum diterjemahkan sebagai : jiwa, telah
yang menuntutnya dan hakim yang diselesaikan oleh Pasal 38 Naskah
menjatuhkan putusan. Ini karena polisi dan Rancangan. Pasal 38 Naskah Rancangan
jaksa, untuk kepentingan umum, telah menggunakan istilah jiwa. Tetapi, ini
mempunyai wewenang untuk mengajukan tidak berarti istilah akal tidak lagi
permintaan agar seseorang di masukkan ke mempunyai arti penting. Dalam Naskah
rumah sakit jiwa. Rancangan Penjelasan dapat ditemukan
keterangan bahwa,
B. Pengaturan Di Masa Mendatang Untuk dapat dikatakan bahwa seseorang
Indonesia sekarang ini masih dalam mampu bertanggungjawab yang
tahap mempersiapkan suatu rancangan menentukan adalah faktor akalnya.
Kitab undang-undang Hukum Pidana Akalnyalah yang dapat membeda-bedakan
Nasional untuk menggantikan KUHPidana antara perbuatan yang diperbolehkan dan
peninggalan masa Hindia Belanda. yang tidak diperbolehkan. Dalam hal tidak
Sebelum RUU tentang KUHPidana mampu bertanggungjawab, keadaan akal
1999/2000, telah ada Naskah Rancangan pembuat tidak normal, oleh karena akalnya
yang disusun oleh Panitia Penyusunan RUU memang tidak berfungsi normal. Tidak
KUHP 1991/1992 yang telah normalnya fungsi akal itu disebabkan
disempurnakan oleh Tim Kecil sampai karena perobahan pada fungsi jiwanya yang
dengan 13 Maret 1993. mengakibatkan gangguan pada kesehatan
Dalam Bab II (Tindak Pidana dan jiwanya. 11
Pertanggungjawaban Pidana) dari Buku
Kesatu (Ketentuan Umum) Naskah
Rancangan itu terdapat paragraf 9 yang 10
Panitia Penyusunan RUU KUHP 1991/1992,
berjudul Kemampuan Bertanggung Jawab. Naskah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum
Paragraf 9 ini memiliki dua pasal sebagai Pidana (Baru). Buku Kesatu t Buku Kedua,
Departemen Kehakiman, fotokopi, tanpa tahun,
berikut :
hal.10.
Pasal 38 11
Panitia Penyusunan RUU KUHP 1991/1992,
Barangsiapa melakukan tindak pidana Naskah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum
yang tidak dapat dipertanggung Pidana (Baru). Buku Kesatu t Buku Kedua
jawabkan kepadanya karena menderita (Penjelasan), Departemen Kehakiman, fotokopi,
tanpa tahun, hal.23.

19
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Perbedaan lain dengan Pasal 44 ayat (1) 1. karena retardasi mental maka fungsi
KUHPidana adalah bahwa Pasal 38 Naskah intelektual umum berada di bawah rata-
Rancangan tidak lagi menyebut tentang rata yang cukup berarti (I.Q. di bawah
lŒ]š Œ] ^‰ Œšµu µZ v i]Á vÇ š š u 70);
š ŒP vPPµ l Œ v ‰ vÇ l]š_X W vÇ µš v 2. retardasi mental berakibat atau
kriteria-kriteria ini dipandang terlalu berkaitan dengan kehendaknya dalam
membatasi dan tidak sesuai lagi dengan perilaku adaptif (tidak mampu untuk
perkembangan psikiatri. memenuhi norma berdikari dan
Naskah Rancangan hanya menyebut pokok- tanggungjawab sosial sesuai dengan usia
pokoknya saja, yaitu : dan lingkungan budaya).
3.
- gangguan jiwa; Retardasi mental mulai timbul di bawah
- penyakit jiwa; usia delapan tahun. 13
- retardasi mental. Apa yang dimaksudkan dengan retardasi
Sekalipun dalam Pasal 38 Naskah mental adalah sama halnya dengan
Rancangan diadakan perbedaan antara ^‰ Œšµu µZ v i]Á vÇ š_ o u W • o
gangguan jiwa dengan penyakit jiwa, tapi 44 ayat (1) KUHPidana
dalam Naskah Rancangan Penjelasan Hal yang perlu diperhatikan adalah
terhadap pasal ini tidak ada penegasan mengenai penentuan I.Q. dalam Naskah
tentang perbedaan antara kedua hal itu. Rancangan, yaitu disebutkan I.Q. di bawah
Dalam Naskah Rancangan Penjelasan hanya 70. Dalam pendapat-pendapat yang
diberikan keterangan bahwa, dikemukakan di bagian depan jelas bahwa
Yang dimaksud dengan gangguan jiwa sekarang ini pada umumnya mereka yang
atau penyakit jiwa yaitu sesuatu perubahan tergolong debil yang ber-I.Q. 50-70 tidaklah
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya termasuk ke dalam orang yang tidak dapat
gangguan pada kesehatan jiwa. dipertanggungjawabkan. Naskah
Melakukan tindak pidana yang tidak Rancangan bermaksud memasukkan
dapat dipertanggungjawabkan berarti : golongan debil ini sebagai orang yang tidak
a. tidak mampu untuk memaksudkan suatu dapat dipertanggungjawabkan.
tujuan yang sadar atau Apa yang dikemukakan dalam Naskah
b. tidak mampu untuk mengarahkan Rancangan terlalu berlebihan. Seperti
kemauannya, atau dikemukakan di bagian depan, umur
c. tidak mampu untuk memahami dan intelegensi debil adalah seperti anak-anak
menginsyafi tentang sifat melawan umur 7 t 16 tahun. Orang dengan
hukum dari tindakannya. 12 kecerdasan usia 15-16 tahun misalnya,
Jadi, tidaklah semua gangguan jiwa atau seharusnya sudah dapat
penyakit jiwa mengakibatkan seseorang dipertanggungjawabkan, sekalipun
tidak dapat dipidana. Hanya gangguan jiwa tanggungjawab yang dipikulnya tidaklah
dan penyakit jiwa yang memenuhi tiga harus persis sama dengan orang dewasa.
syarat yang disebutkan dalam Naskah Dengan demikian, terhadap golongan debil,
Rancangan Penjelasan di atas yang yaitu yang ber-I.Q. 50-70, dengan umur
membuat seseorang tidak dapat dipidana. intelegensi seperti anak-anak umur 7-16
Mengenai retardasi mental diberikan tahun seharusnya diadakan suatu
keterangan, pembedaan. Mereka yang sekalipun
Yang dimaksud dengan retardasi mental tergolong debil, tapi memili I.Q. yang
ialah suatu keadaan yang memenuhi tertinggi dalam golongan itu, yaitu
memenuhi tiga kriteria : mendekati 70, seharusnya lebih tepat

12 13
Ibid., hal. 24. Ibid.

20
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

digolongkan sebagai orang yang kurang Pasal 34 dan Pasal 35 ini dapat dikatakan
mampu bertanggungjawab. Pendapat telah disusun dengan tetap mengikuti Pasal
seperti ini dianut oleh para psikiatri 38 dan 39 dari Naskah Rancangan yang
sebagaimana yang telah dikutipkan di disusun oleh Panitia Penyusunan RUU
bagian depan. KUHP 1991/1992 yang telah
Mengenai kurang mampu disempurnakan oleh Tim Kecil sampai
bertanggungjawab yang diatur pada Pasal dengan 13 Maret 1993.
39 Naskah Rancangan, dalam Naskah Sedikit perbedaan adalah mengenai
Rancangan Penjelasan diberikan ‰ vi o • v š ŒZ ‰ ‰ vP Œš] v ^Œ š Œ •]
keterangan, u vš o_U ] u v ]l š l v ZÁ U
Yang dimaksudkan dengan kurang z vP ]u l•µ vP v ^Œ š Œ •]
mampu untuk mengarahkan kemauan u vš o_ lah suatu keadaan yang
dalam rangka pertanggungjawaban, ialah memenuhi kriteria sebagai berikut:
disabilitas mental pada seseorang untuk 1. fungsi intelektual umum berada di
mengarahkan kemauan atau kehendaknya bawah rata-rata yang cukup berarti;
dalam rangka pertanggung jawaban. Dalam 2. tidak mampu memenuhi norma
hal yang disebutkan dalam pasal di atas ini, berdikari dan tanggung jawab sosial
yaitu pembuat dinilai sebagai kurang sesuai dengan usia dan lingkungan
mampu untuk menginsyafi tentang sifat budaya; dan
melawan hukumnya perbuatan yang 3. mulai timbul di bawah usia 18 (delapan
dilakukan atau untuk berbuat berdasarkan belas) tahun.
keinsyafan itu dapat dipidana, tetapi Dalam penjelasan ini, berkenaan dengan
dikurangi namun hakim dapat juga hanya fungsi intelektual umum, tidak lagi
menjatuhkan tindakan berupa perawatan di ] všµul v µlµŒ v ^/XYX ] Á Z óì_X
rumah sakit jiwa, atau menyerahkan Mengenai tindakan yang dapat
pembuat kepada pemerintah untuk diambil dikenakan, Pasal 94 ayat (1) RUU
tindakan sesuai dengan ketentuan hukum KUHPidana 1999/2000 dikatakan bahwa
yang berlaku. 14 setiap orang yang memenuhi ketentuan
Dalam RUU KUHPidana 1999/2000, Pasal 34 dan pasal 35, dapat dikenakan
dapat ditemukan Pasal 34 dan 35 sebagai tindakan berupa :
berikut: a. perawatan di Rumah Sakit Jiwa;
Pasal 34 b. penyerahan kepada pemerintah; atau,
Setiap orang yang pada waktu melakukan c. penyerahan kepada seseorang.
tindak pidana menderita gangguan jiwa, Selanjutnya dalam Pasal 96 ayat (1)
penyakit jiwa atau retardasi mental, tidak Naskah Rancangan ditentukan bahwa
dapat dipertanggungjawabkan dan dijatuhi tindakan berupa perawatan di Rumah Sakit
pidana, tetapi dapat dikenakan tindakan. jiwa diputus oleh hakim setelah pembuat
Pasal 35 tindak pidana dilepas dari segala tuntutan
Setiap orang yang pada waktu melakukan hukum dan yang bersangkutan masih
tindak pidan akurang dapat dianggap berada dalam keadaan yang
dipertanggungjawabkan karena menderita berbahaya.
gangguan jiwa, penyakit jiwa, atau retardasi RUU KUHPidana 1999/2000 ini tidak lagi
mental, pidananya dapat dikurangi atau disebutkan tentang waktu percobaan yang
dikenakan tindakan.15 selama-lamanya 1 (satu) tahun. Dengan
demikian penempatan di Rumah Sakit Jiwa
14
Ibid.
15
Rancangan Undang-µv vP E}u}Œ Y d Zµv Y Departemen Hukum dan Perundang-undangan,
tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 1999-2000, hal.15.

21
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

adalah memang bukan lagi sebagai waktu keterbelakangan perkembangan sejak


percobaan tetapi untuk perawatan dan yang telah dibawa sejak lahir, di mana
pengobatan. Tetapi dalam RUU KUHPidana yang umumnya digolongkan di sini
1999/2000, sama halnya dengan adalah :
KUHPidana yang sekarang berlaku, juga a. golongan idiot yang I.Q.-nya kurang
tidak diatur mengenai pengawasan lebih dari 25;
lanjut terhadap orang yang dimasukkan ke b. golongan imbesil yang I.Q.-nya 25-
rumah sakit jiwa. 49.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Golongan debil, I.Q.-nya 50-70, yang
Pidana, dapat ditemukan Bab XIX tentang umur intelegensinya seperti anak umur
Pelaksanaan Putusan Pengadilan dan Bab 7-16 tahun, umumnya dianggap
XX tentang Pengawasan dan Pengamatan tergolong sebagai orang yang kurang
Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Dalam mampu bertanggung jawab
Pasal 270 yang terletak dalam Bab XIX (verminde rde
K.U.H.A.P. dikatakan bahwa pelaksanaan toerekeningsvatbaarhe id) , yang
putusan pengadilan yang telah dapat dijadikan dasar oleh hakim untuk
memperoleh kekuatan hukum tetap meringankan pidana.
dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu Keadaan jiwa terganggu karena
panitera mengirimkan salinan surat penyakit yang dimaksud dalam Pasal
putusan kepadanya. Pasal 270 ini berlaku 44 ayat (1) KUHPidana adalah keadaan
umum, termasuk juga pelaksanaan jiwa yang tergolong psikosa berat.
tindakan untuk memasukkan seseorang ke 2. Dalam Pasal 34 RUU KUHPidana
Rumah Sakit Jiwa. Tetapi pengawasan dan 1999/2000 tidak lagi digunakan istilah
pengamatan lebih lanjut yang diatur dalam ^‰ Œšµu µZ v i]Á vÇ š š µ
Bab XX KUHAP tersebut, terutama hanyalah š ŒP vPPµ l Œ v ‰ vÇ l]š_U u o ]vl v
berkenaan dengan pelaksanaan putusan menyebut sebagai alasan untuk tidak
pengadilan untuk memasukkan terpidana dapat dipertanggungjawabkan adalah :
ke dalam lembaga pemasyarakatan. Tidak gangguan jiwa, penyakit jiwa dan
disinggung secara tegas mengenai retardasi mental. Gangguan jiwa dan
pengawasan dan pengamatan terhadap penyakit jiwa dalam RUU KUHPidana
seorang yang dikenai tindakan untuk 1999/2000 ini dapat dibandingkan
dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa. dengan jiwa yang terganggu karena
Menurut penulis, dalam KUHPidana penyakit dalam Pasal 44 ayat (1)
Nasional mendatang perlu diadakan KUHPidana, sedangkan retardasi
ketentuan mengenai bagaimana mental dapat dibandingkan dengan
pengawasan terhadap orang yang pertumbuhan jiwanya cacat dalam
dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa itu. Jalan Pasal 44 ayat (1) KUHPidana RUU
lainnya, yaitu berupa penambahan pasal KUHPidana 1999/2000, berkenaan
dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara dengan orang yang dikenakan tindakan
Pidana, berkenaan dengan pengawasan dan (maatregel) berupa perawatan di
pengamatan terhadap seorang yang dikenai Rumah Sakit Jiwa, tidak lagi disebutkan
tindakan dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa. tentang waktu percobaan yang selama-
lamanya 1 (satu) tahun, tetapi, dalam
PENUTUP : RUU ini, sama halnya dengan
A. Kesimpulan KUHPidana yang sekarang berlaku,
1. Keadaan jiwa cacat dalam tidak diatur pengawasan lebih lanjut
pertumbuhan yang dimaksudkan oleh terhadap orang yang dimasukkan ke
Pasal 44 ayat (1) KUHPidana adalah rumah sakit jiwa.

22
Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Pariaman, H. Hasan Basri Saanin Dt. Tan.,


B. Saran Psikiater dan Pengadilan, Binacipta,
1. Di kalangan golongan debil, yaitu yang 1976.
ber-I.Q. 50-70, dengan umur intelegensi Poernomo, Bambang., Asas-asas Hukum
seperti anak-anak umur 7-16 tahun, Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta-
seharusnya diadakan suatu pembedaan. Surabaya-Semarang-Yogya-Bandung,
Mereka yang sekalipun tergolong debil, 1978.
tapi memili I.Q. yang tertinggi dalam Prodjodikoro, Wirjono., Tindak-tindak
golongan itu, yaitu mendekati 70, Pidana Tertentu di Indonesia, PT Eresco,
seharusnya lebih tepat digolongkan Jakarta-Bandung, cet.ke-2, 1974.
sebagai orang yang kurang mampu Rancangan Undang-µv vP E}u}Œ Y
bertanggungjawab saja, bukannya d Zµv Y š vš vP <]š hv vP-undang
sebagai orang yang tidak mampu Hukum Pidana, Departemen Hukum dan
bertanggungjawab sama sekali. Perundang-undangan, 1999-2000
2. Perlu diadakan ketentuan tentang Seno Adji, Oemar., Hukum (Acara) Pidana
pengawasan dan pengamatan seorang di Indonesia, Erlangga, Jakarta, cet.ke-2,
yang dikenai tindakan dimasukkan ke 1976.
Rumah Sakit jiwa, baik dimasukkan Soekanto,Soerjono., Pengantar Ilmu
ke dalam KUHPidana Nasional Hukum, UI Press, Jakarta, 1982.
mendatang atau berupa penambahan Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji,
pasal dalam Kitab Undang-undang Pengantar Hukum Normatif, Rajawali,
Hukum Acara Pidana. Jakarta, 1985.
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum
DAFTAR PUSTAKA Nasional, Kitab Undang-undang Hukum
Bemmelen, J.M. van,, Hukum Pidana 1. Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 1983.
Hukum Pidana Material Bagian Umum, Utrecht, E., Hukum Pidana I, Penerbitan
terjemahan Hasnan, Binacipta, 1984. Universitas, Bandung, cett.ke-2, 1962.
Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana, I, -------- , Hukum Pidana II, Penerbitan
kumpulan kuliah, Balai Lektur Universitas, Bandung, 1962.
Mahasiswa, tanpa tahun.
Kanter, E.Y., Sianturi, S.R., Asas-asas Hukum
Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1982.
Kartono, Kartini., Psikologi Abnormal &
Pathologi Seks, Alumni, Bandung, 1979.
Lamintang, P.A.F., Samosir, C.D., Hukum
Pidana Indonesia, Sinar Baru,
Bandung, 1983.
Moeljatno., Azas-azas Hukum Pidana, Bina
Aksara, Jakarta, cet.ke-2, 1984.
Panitia Penyusunan RUU KUHP 1991/1992,
Naskah Rancangan Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (Baru). Buku
Kesatu t Buku Kedua, Departemen
Kehakiman, fotokopi, tanpa tahun.

23

Anda mungkin juga menyukai