Anda di halaman 1dari 4

SUBYEK DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

A. Subyek Delik Korupsi


1. Manusia
2. Korporasi
3. Pegawai Negeri
4. Setiap orang
Ad.1 Manusia
Manusia berarti dia adalah orang laki-laki dan perempuan bukan subyek
binatang.
- Manusia mempunyai budaya binatang tidak
- Manusia makhluk berpikir binatang instink
- Manusia dirumuskan kata : Hij atau barang siapa atau setiap orang juga
ibu (RS 341.342 KUHP).
Dalam memori penjelasan pasal 59 KUHP dikatakan suatu strafbaarfeit
hanya dapat diwujudkan oleh manusia.
Ad.2 Korporasi
Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Pasal 1 ayat 1 UU
No. 31/99.
Pertama :
Kumpulan orang yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
Contoh : Organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang politik seperti
partai politik.
Kedua :
Kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan
badan hukum.
Contoh : Yayasan, Koperasi
Kumpulan dari harta benda atau kekayaan yang disisihkan untuk tujuan
tertentu baik untuk kepentingan sosial maupun mencari keuntungan.

Hukum Pidana Korupsi Arief Dwi Atmoko,SH,MH.

Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

Ad.3 Pegawai Negeri


Pengertian pegawai negeri pada umumnya ialah orang yang bekerja pada
pemerintah.
Karena pasal : KUHP diangkat kedalam undang-undang No. 31 tahun 1949,
maka pengertian pegawai negeri diperluas menjadi:
a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang tentang
kepegawaian.
b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksudkan dalam KUHP.
c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
(BUMN, BUMD).
d. Orang yang menerima gaji atau upah dari koperasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah.
e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi yang mempergunakan
modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Jadi yang obyek
penderita delik korporasi itu meliputi keuangan negara, keuangan
daerah, atau masyarakat.
Ad.4 Setiap Orang
Yang dimaksud setiap orang adalah divisi orang perseorangan (individu)
atau termasuk korporasi:
Bagi Moeljatno : ungkapan tersebut diatas berarti orang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana), kalau dia tidak melakukan delik,
tetapi meskipun dia melakukan delik, tidak selalu di pidana.
Dengan demikian ternyata untuk adanya kesalahan terdakwa harus:
1. Melakukan delik
2. Usia dewasa, karena mampu bertanggungjawab
3. Terdapat kesengajaan atau kealpaan
4. Tidak ada alasan pemaaf
B. Mampu Bertanggungjawab
Mampu bertanggungjawab dijelaskan sebagai keadaan batin orang normal, yang
sehat.
Dalam KUHP tidak ada batasan tentang mampu bertanggungjawab yang ada
dalam KUHP ialah sebaliknya, pengertian negatifnya yakin tidak dapat
dipertanggungjawabkan yang disebut pasal 44 KUHP.

Hukum Pidana Korupsi Arief Dwi Atmoko,SH,MH.

Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab, terdakwa harus:


- Mampu membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang
sesuai dengan Hukum dan yang melawan hukum.
- Mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan
buruknya perbuatan tadi.
Yang pertama : faktor akal (intelektual faktor) yaitu dapat membeda-bedakan
antara perbuatan yang dibolehkan atau tidak.
Yang kedua : faktor perasaan atau kehendak yaitu dapat menyesuaikan perbuatan
tadi dengan keinsyafan terdapat perbuatan yang dibolehkan atau tidak.
Dari beberapa pakar masalah kemampuan bertanggungjawab dapat ditarik
kesimpulan:
1. Pertanggungjawaban Pidana atau kesalahan dalam arti luas mempunyai 3
bidang:
* Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan
* Hubungan batin orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya.
- Perbuatan yang ada kesengajaan
- Perbuatan yang ada Alpa, lalai, kurang hati-hati.
- Tidak ada alasan menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi
pembuat.
2. Kesalahan dalam arti sempit :
- Kesengajaan
- Kealpaan
C. Cara menentukan suatu keadaan Tidak mampu bertanggungjawab
Ada beberapa metode untuk menentukan suatu keadaan tidak mampu
bertanggungjawab pada seseorang, sehingga dia tidak di pidana.
A) Methode Biologis
Methode biologis yaitu suatu cara dengan mengurai atau meninjau jiwa
seseorang. Seorang psychiater telah menyatakan seseorang sakit gila dengan
sendirinya orang tersebut tidak dipidana.
B) Methode Psychologis
Methode psychologis yaitu dengan cara menunjukkan hubungan keadaan jiwa
abnormal dengan perbuatannya.

Hukum Pidana Korupsi Arief Dwi Atmoko,SH,MH.

Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

Methode ini yang dipentingkan adalah akibat penyakit jiwa terhadap


perbuatannya. Sehingga dapat dikatakan tidak mampu bertanggungjawab dan
tidak dipidana.
C) Methode Gabungan
Methode gabungan dari kedua cara tersebut, yakni methode Biologis dan
methode Psychologis, dengan menunjukkan disamping menyatakan keadaan
jiwa oleh sebab keadaan jiwa itu, kemudian dinilai dengan perbuatannya untuk
dinyatakan tidak mampu bertanggungjawab.
Dalam KUHP dianut methode gabungan, sebab dirumuskan secara diskriptif,
yaitu dengan rumusan akibatnya saja, sedang sebabnya tidak dirumuskan secara
normatif (pasal 44 KUHP).
Dalam praktek harus dibuktikan terlebih dulu Tingkat epnyakit ingatan
apakah orang yang dihinggapi jiwa seperti itu:
- Dapat mengerti akan nilai perbuatannya, hingga dapat mengerti akan nilai
akibat perbuatannya.
- Dapat menentukan kehendak terhadap perbuatan yang dilakukan.
- Dapat menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan itu adalah perbuatan yang
dilarang.
Jika ketiga syarat tersebut tidak dipenuhi, maka baru ditentukan bahwa dia tidak
dapat dipidana.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan:
1. Pertanggungjawaban pidana dalam arti luas:
- Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan.
- Hubungan batin orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya.
- Tidak ada alasan menghapuskan pertanggungjawaban pidana si pembuat.
2. Pertanggungjawaban pidana dalam arti sempit:
- Kesengajaan (dolus)
- Kealpaan (colpus)
KUHP dalam penjelasan menyinggung bahwa setiap orang dianggap
mempunyai jiwa atau batin yang sehat, sehingga setiap orang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya, kecuali ada keraguan baru
dibuktikan.

Hukum Pidana Korupsi Arief Dwi Atmoko,SH,MH.

Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

Anda mungkin juga menyukai