Abstract
Penelitian ini dilatar belakangi dari hasil wawancara dengan santri bagian
bahasa bahwa ada beberapa santri yang maharah kalamnya kurang antusias karena
santri merasa takut akan salah berbicara atau menggunakan bahasa yang tidak
sesuai dikarenakan jika menggunakan bahasa yang tidak sesuai maka akan
mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggarannya, dan minimnya pengetahuan
kosa kata juga akan membuat santri kurang antusias dalam maharah kalam. Oleh sebab
itu peneliti akan mengungkap; 1. Bagaimana usaha peningkatan maharah kalam
Bahasa Arab melalui metode atau teknik story telling bagi santri di Pondok Pesantren
modern 2. Bagaimana hasil yang dicapai santri dari metode atau teknik story telling dalam
peningkatan maharah kalam Bahasa Arab.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Informan penelitian ini
adalah santri, santri bagian bahasa, dan guru bagian bahasa diPondok Pesantren
Modern. Teknik yang digunakan dalam menentukan informan
penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu memiliki kriteria
tertentu yang dapat memperkuat alasan seseorang menjadi subjek penelitiannya.
Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi, dokumentasi.
Keabsahan datanya menggunakan Triangulasi, dan analisis datanya model
interaktif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa usaha peningkatan maharah kalam
Bahasa Arab melalui metode story telling bagi santri di Pondok Pesantren Modern
yaitu Pemberian kosa kata, al hikayah, islahul lughah, lomba drama. Kendala yang dihadapi
santri dalam peningkatan maharah kalam Bahasa Arab diantaranya minimnya pengetahuan
kosa kata, takut terkena sanksi, logat berbicara, solusinya meningkatkan dan memperbanyak
pengetahuan kosa kata baru serta rajin membawa kamus, melatih lidah dan melatih
bercerita menggunakan lahjah Arab. Adapun hasil dari metode story telling
dalam peningkatan maharah kalam bahasa yaitu berkembang dan meningkatnya
b
ahasa dan maharah kalam, bertambahnya kosa kata, pelafalan makhorijul huruf
yang sesuai, terampil berkomunikasi menggunakan Bahasa Arab, dan prestasi belajar
meningkat.
.Kata kunci : teknik story telling, pembelajaran bahasa arab.
1.Pendahuluan
Bahasa adalah kalimat atau kata yang digunakan oleh seseorang untuk menumpahkan
isi hati dan pikirannya terhadap lawan bicaranya. Bahasa merupakan alat utama bagi
manusia dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Menurut Gulayaini (1994) Bahasa
Arab merupakan kalimat atau kata yang digunakan oleh bangsa Arab dalam menyampaikan
gagasan, ide dan fikiran kepada orang lain.
Secara linguistik bahasa Arab bagi bangsa Indonesia merupakan bahasa asing,bukan
bahasa ibu. Pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing bagi pelajar Indonesia, pasti
berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia bagi mereka sebagai bahasa ibu. Darisinilah
bahasa asing baru dipelajarinya itu akan selalu dipengaruhi oleh struktur kata dan kalimat
bahasa ibu yang sudah mendominasi.
Terkait dengan bagaimana orang menilai belajar bahasa Arab, banyak sudut pandang
yang heterogen. Sebagian ada yang memandang bahasa Arab adalah bahasaagama, karena
bahasa arab dipandang sebagai alat untuk mempelajari dan memahami teks- teks yang
berbahasa Arab. Ada juga yang berpendapat bahwa belajar bahasa Arab adalah belajar
bahasa ilmu pengetahuan islam. Pandangan ini juga tidak salah, karena memang ilmu-ilmu
islam mayoritas referensinya berbahasa Arab. Dan ada pula yang berpandangan bahwa
belajar bahasa arab adalah belajar berbahasa. Pandangan ini lebih menitik beratkan pada
bagaimana orang belajar bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Perbedaan
sudut pandang ini, menyebabkan adanya perbedaan metode, strategi, teknik, bahan ajar,
media pembelajaran dan evaluasi pembelajaran bahasa Arab. Apabila, belajar bahasa Arab
tujuannya agar peserta didik dapat berkomunikasi atau bahasa arab sebagai alat komunikasi,
maka belajar bahasa Arab lebih menitik beratkan pada kosa kata dan praktik berbicara
dengan menggunakan bahasa Arab.1
.
2. Pembahasan
Maharah Al-Kalam atau keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan
gagasan pikiran kepada mitra bicara. Dalam pembelajaran Bahasa Arab, keterampilan ini
bertujuan agar siswa mampu berkomunikasi lisan secara baik dengan Bahasa Arab. Maharah
Al-Kalam (keterampilan berbicara/speaking skill) adalah kemampuan mengungkapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat,
keinginan, atau perasaan kepada mitra bicara. Dalam makna yang lebih luas, berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan
sejumlah otot tubuh manusia untuk menyampaikan pikiran dalam rangka memenuhi
kebutuhannya.5tersebut. Dengan kata lain, pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah
kemampuan mengelola komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran secara
efektif dan efisien. Artinya, pembelajaran akan berjalan optimal jika semua komponen
pembelajaran bersinergi dengan optimal. Komponen-komponen utama pembelajaran terdiri
atas guru (pendidik), siswa (peserta didik) dan sumber belajar.2
Storytelling terdiri dari dua kata, yaitu story (cerita) dan telling (penceritaan).
Singkatnya, storytelling adalah kegiatan menyampaikan cerita. Orang yang
melakukan storytelling disebut dengan storyteller (pencerita, pendongeng). Secara
tradisional, storytelling dilakukan secara lisan. Akan tetapi, storytelling juga bisa
dilakukan dengan bantuan beberapa alat dan media. Seperti misalnya: penulis yang
menggunakan media kertas atau buku atau bahkan blog untuk menuangkan ceritanya,
musisi yang menggunakan lagu untuk bercerita, bahkan para designer yang menggunakan
media pakaian untuk bercerita.
1
Nanang Kosim, “ Pembelajaran Bahasa Arab Melalui Daring;Problematika, Solusi, dan Harapan”
2
Acep Hermawan, Etologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset, 2009), Hal.135
Ada sebuah kaidah “al-lughotu hiya An-nuthqu” Bahasa adalah ucapan sehingga
dalam arti lain kemahiran berbicara merupakan hal yang amat penting dalam bahasa. Ia
berada pada posisi kedua setelah kemahiran istima’. Pendapat ini jelas mengindikasikan
bahwa kemahiran berbicara (kalām) mengisyaratkan bahwa seseorang memahami suatu
bahasa
Setiap materi ajar memiliki strateginya masing-masing. Contohnya, pada pelajaran
matematika siswa lebih sering diminta untuk mengerjakan latihan. Metode hafalan untuk
rumus matematika jarang sekali diterapkan oleh para guru. Sementara itu, pelajaran bahasa
lebih banyak mencakup aktivitas membaca, bercerita, permainan kata, dan menghafal
istilah baru. Meskipun metode latihan atau mengerjakan soal juga dipakai dalam pelajaran
bahasa, namun bobotnya lebih kecil dibandingkan pelajaran matematika.
Satu metode dengan metode lainnya saling mendukung dengan porsi masing-masing.
Disebabkan keberagaman karakter dan kecerdasan siswa, guru yang pandai berdongeng
berkaitan dengan materi ajarnya kemungkinan akan lebih disukai. Syaratnya, cerita itu
tidak keluar dari materi sehingga mengabaikan inti dari pelajarannya. Lantas, benarkah
bercerita itu asyik atau justru membosankan? Metode bercerita akan sangat membantu
siswa untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Siswa tanpa disadarinya sudah
mempraktikkan bahasa yang dia ketahui. Dibandingkan hanya dengan menghafalkan
setiap kosa kata, tentu akan lebih efektif jika kosa kata tersebut digunakan oleh siswa
semisal dalam cerita.
Kita bisa memperhatikan bahwa baik dalam pelajaran bahasa Inggris maupun bahasa
Indonesia selalu ada cerita. Sayangnya, seringkali cerita tersebut hanya sekadar dibaca
kemudian dilanjutkan dengan mengisi pertanyaan-pertanyaan yang ada. Sering pula siswa
hanya mengamati struktur kalimat dan mengesampingkan pesan dalam cerita tersebut.
Bukankah akan sangat baik apabila siswa mengulang untuk menceritakan cerita tersebut
dengan bahasanya sendiri? Strategi menceritakan kembali sebuah cerita ini telah
diterapkan oleh beberapa pesantren modern dalam pelajaran bahasa Arab.
Bercerita mungkin salah satu kegiatan yang menyenangkan, tapi bagi yang mendapat tugas
bercerita, kadangkala merupakan siksaan karena tidak punya gambaran apa yang akan
diceritakan. Oleh karena itu, guru hendaknya membantu siswa dalam menemukan topik
cerita.
Sebaliknya, mendengarkan cerita bisa juga menimbulkan kejenuhan apabila yang
bercerita itu tidak memperhatikan asas-asas keefektifan berbicara. Tugas guru adalah
membimbing siswa agar memperhatikan asas-asas tersebut. Kejemuan atau kejenuhan
juga bisa diatasi dengan variasi pokok cerita atau bentuknya. Diantara strategi bercerita
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran maharah kalam Bahasa arab adalah sebagai
berikut:
2. Strip Story
Teknik “Strip Story” dengan memakai media kepingan kertas mula-mula dicetuskan
oleh Prof. R.E. Gibson dalam majalah Tesol Quarterly (vol. 9, no. 2) yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Mary Ann dan John Boyd (1978) dalam TESOL
Newsletter dan dijelaskan dengan pengalaman langsung di lapangan oleh Carol Lamelin
(1979) di majalah yang sama. Teknik lewat media ini bertitik tolak dari suatu approach
yang mengutamakan aktivitas komunikasi yang sesungguhnya agar kelak siswa dapat
dengan mudah dan tidak sungkan untuk berkomunikasi dengan bahasa asing.
Berikut akan dikemukakan cara penggunaan dan pembuatan media potongan kertas
strip story, sebagai berikut:
a. Sebelum masuk kelas
1. Guru memilih suatu topic ceritera dalam Muthala’ah dan Mahfudzhat yang kira-
kira dapat dibagi rata kalimat-kalimatnya kepada siswa.
2. Kalimat-kalimat tersebut ditulis atau diketik dengan jelas dengan mengosongkan
ruang ekstra antara setiap kalimat dengan kalimat lain.
3. Lembaran kisah tersebut dipotong-potong dengan gunting menjadi berkeping
dengan satu kalimat buat satu kepingan/potong. (kalau siswanya banyak, maka topik
tersebut dapat ditulis berkali-kali pada lembaran yang lain kemudian siswa nantinya dibagi
perfirqoh. Setiap satu fierqoh dapat potongan yang materinya/topiknya sama dengan
firqoh lainnya).
b. Dalam kelas