Anda di halaman 1dari 25

Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

PEDAGANG KAKI LIMA PADA MASA KRISIS

Agus Joko Pitoyo*

Abstract
Based on a survey of 325 street vendors in Yogyakarta Special Region that was
conducted by the Population Studies Center of Gadjah Mada University, this study
would like to analyze the contribution of income and prospect of the informal sector
on household economy. It was found that earning in the informal sector constitutes
the source of household income. Most street vendors said that income in the informal
sector would help them improve on the household economic status. Working as a
street vendor is a good choice. It has a good prospect and can be developed in the
future.
This research has also shown that the informal sector is capable to survive in
the crisis. Caused by more flexibility, the number of people absorbed in the informal
sector are even able to earn higher incomes. This implies that providing access to
informal sector with such a high commitment of both government and non-
governmental institutions, it is one important policy in helping them have better
conditions in a economic household. Accordingly, it will in turn have an impact on
increasing the economic scale of the informal sector.

Pendahuluan
Modernisasi dan industrialisasi fasilitas pelayanan yang lebih
kota-kota besar dan menengah di mementingkan perkotaan (urban
Indonesia telah membawa dampak bias) turut pula menarik penduduk
terhadap pesatnya migrasi desa desa untuk melakukan mobilitas,
kota. Selain sebagai dampak dari baik mobilitas penduduk sirkuler
perkembangan kota, perpindahan maupun permanen (Todaro &
penduduk dari desa ke kota juga Stillkind, 1991: 10).
dapat dipandang sebagai indikator Akumulasi penduduk di kota-
keterbatasan kesempatan kerja, kota besar seperti halnya di
standar upah rendah, dan ke- Indonesia tersebut sering tidak
mandekan ekonomi perdesaan. diikuti dengan penyediaan ke-
Kebijakan pemerintah dalam mem- sempatan kerja formal yang luas.
bangun berbagai unit produksi dan Hal ini memosisikan penduduk

* Agus Joko Pitoyo, S.Si adalah asisten peneliti Pusat Penelitian Kependudukan,
Universitas Gadjah Mada dan staf pengajar di Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Populasi, 10(2), 1999 ISSN: 0853 - 0262


73
Agus Joko Pitoyo

yang tidak mampu berkompetisi di dalam suatu sistem ekonomi


sektor formal, seperti penduduk sampai saat ini agaknya masih terus
dengan tingkat pendidikan dan berkepanjangan. Pada satu sisi,
keterampilan yang rendah, cende- sektor informal diakui sebagai
rung masuk ke sektor informal. sektor yang menjadi bagian dari
Mereka bekerja seadanya, pada sistem ekonomi rakyat jelata
lapangan usaha apa saja, tentunya (lumpen proletariat economical system)
jenis pekerjaan yang tidak mem- karena mampu menjadi sektor
butuhkan keterampilan dan pen- penyangga (buffer zone) yang
didikan tinggi (Sethuraman, 1981; mampu menyerap jumlah tenaga
Mazumdar, 1984; Adams, 1995). kerja ketika kondisi ekonomi sulit/
McGee (1971) lebih jauh menjelas- krisis (Maldonado, 1995). Begitu
kan bahwa tingginya penduduk pula halnya dengan argumentasi
yang bekerja di sektor informal, yang dikemukakan oleh paham
terutama di kota-kota besar dan developmentalist, sektor informal
menengah, merupakan akibat dari memiliki kemampuan berkembang
urbanisasi semu (pseudo urbani- yang sama dengan sektor formal,
zation), yakni urbanisasi yang tidak bahkan mempunyai prospek yang
diikuti dengan perkembangan baik sehingga dapat meningkatkan
ekonomi (industrialization) dan pendapatan (Sethuraman, 1977;
kesempatan kerja. Masalah yang Hosier, 1987, Portes et.al., 1989).
muncul dari fenomena tersebut Dalam hal ini sektor informal tidak
adalah penganggur, setengah hanya berfungsi sebagai penyangga
penganggur, dan tenaga kerja yang kelebihan tenaga kerja yang tidak
tidak dimanfaatkan secara penuh. dapat terserap di sektor formal,
Hal ini tentu saja akan diikuti tetapi juga mempunyai peran yang
dengan meluasnya berbagai tinggi dalam peningkatan ekonomi
kegiatan usaha di sektor informal. (Souza & Tokman, 1976).
Setidak-tidaknya sebagai kegiatan Berbeda halnya dengan pen-
usaha alternatif agar di kota mereka dapat yang diungkapkan oleh
tetap dapat survive. paham kaum marginalist. Menurut-
Aktivitas ekonomi berskala kecil nya, sektor informal merupakan
seperti sektor informal merupakan sektor yang bukan saja meng-
kegiatan usaha yang adaptif hambat pembangunan ekonomi
terhadap kondisi ekonomi yang nasional, tetapi juga tidak dapat
buruk. Usaha di sektor informal berkembang. Prospek sektor
dapat bertahan karena biasanya informal yang rendah ditandai
menggunakan teknologi sederhana, dengan sifat usahanya yang tidak
bahan baku lokal, dan modal relatif terorganisasi, lokasi usaha tidak
kecil. Walaupun begitu, diskursus teratur, dan bahkan mengganggu
kedudukan sektor informal di ketertiban dan kenyamanan kota

74
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

(Benefield, 1975). Lebih lanjut kebutuhan sehari-hari yang sangat


diungkapkan bahwa beberapa dibutuhkan masyarakat. Kedua,
karakteristik yang marjinal tersebut teknologi yang digunakan relatif
tidak akan dapat dihilangkan sederhana sehingga harganya lebih
sehingga sektor ini tidak mungkin murah dibandingkan dengan
berkembang pada masa yang akan barang-barang yang disediakan
datang oleh toko-toko besar dan supermar-
Selain perdebatan di kalangan ket. Terlebih lagi pada masa krisis,
akademisi dan praktisi, pandangan masyarakat akan cenderung lebih
tentang prospek sektor informal berpikir pragmatis. Dalam hal ini
pada level nasional juga masih belanja pada pedagang kaki lima
bersifat dualistik. Perbincangan merupakan alternatif utama agar
seputar prospek dan perkem- mereka tetap survive.
bangannya pada sistem ekonomi Berdasarkan hasil data sensus
nasional dan bagaimana seharus- penduduk, memang secara relatif
nya pemerintah melakukan inter- pada periode 1980-1995 telah
vensi sering memunculkan argu- terjadi penurunan tenaga kerja di
mentasi yang bervariasi (Effendi, sektor informal, yaitu dari 69,8
1993: 77-78). Terutama pada masa persen pada tahun 1980 turun
Orde Baru, sektor informal seperti menjadi 62,9 persen pada tahun
pedagang kaki lima, merupakan 1995. Namun, angka ini tidak
sektor yang cenderung tersisih dari diikuti dengan penurunan jumlah
pembangunan. Arah pembangunan absolut tenaga kerja yang terserap
lebih difokuskan pada unit-unit di dalamnya, terbukti dengan
produksi skala besar. Konsep tricle adanya penambahan sekitar 15,5
down effect yang dikembangkan juta angkatan kerja yang terserap di
pada sistem kapitalis mengondisi- sektor informal dari tahun 1980
kan pedagang kaki lima secara sampai tahun 1995. Ini berarti
politis tidak mempunyai kekuatan bahwa setiap tahun rata-rata
(power). Akibatnya, sektor informal terdapat satu juta penambahan
berada pada kondisi bargaining tenaga kerja yang masuk ke sektor
position yang lemah, sehingga informal.
kedudukannya sering diabaikan Polemik tentang prospek sektor
oleh pemerintah dan bahkan informal yang terus berlangsung,
digusur. Pada sisi yang lain, secara disertai pesatnya penambahan
ekonomi pedagang kaki lima jumlah tenaga kerja yang masuk ke
mempunyai peran yang penting sektor tersebut, mengindikasikan
dalam masyarakat. Setidak-tidak- perlunya studi yang secara men-
nya terdapat dua keuntungan yang dalam menelaah perkembangan
diberikan. Pertama, komoditi yang dan prospek sektor informal.
diusahakan adalah barang-barang Terlebih dengan adanya krisis

75
Agus Joko Pitoyo

moneter yang terjadi sejak per- pendapatan rumah tangga, dan


tengahan tahun 1997, perkembang- diyakini oleh pelaku sebagai sektor
an dan prospek sektor informal andalan. Selain beberapa topik
lebih menarik lagi untuk dikaji. kajian tersebut, beberapa karak-
Tulisan ini berusaha mengkaji teristik internal dari pelaku yang
perkembangan dan prospek sektor diperkirakan mempengaruhi
informal, terutama pedagang kaki prospek usaha, seperti jenis kela-
lima yang beroperasi di Kotamadya min, umur, dan pendidikan juga
Yogyakarta. Dalam hal ini, sektor dianalisis
jasa-jasa kecil seperti tambal ban, Pada level daerah, telaah tentang
pangkas rambut, grafir, dan lain- prospek sektor informal dikaji
lain yang sesungguhnya termasuk melalui distribusi dan perkem-
pada kategori sektor informal tidak bangannya. Distribusi secara
dimasukkan sebagai bagian anali- menyeluruh populasi sektor
sis. Hal ini mengingat perbedaan informal yang terdapat di
usaha dan layanan yang diberikan Kotamadya Yogyakarta dilakukan
antara jenis usaha jasa dengan menurut lokasi usaha, waktu kerja,
pedagang kaki lima. dan jenis usaha. Berkaitan dengan
Pedagang kaki lima yang lokasi usaha, telah dibagi empat
dimaksud adalah mereka yang blok usaha tempat aktivitas sektor
berstatus sebagai pemilik usaha dan informal berlangsung dengan cara
bukan hanya pekerja (buruh), membagi wilayah Kotamadya
bekerja di sektor perdagangan pada Yogyakarta menjadi empat bagian,
bangunan usaha yang tidak yaitu blok utara bagian barat, utara
permanen. Pemilihan pemilik bagian timur, selatan bagian barat,
usaha bertujuan untuk menggali dan selatan bagian timur. Batas
kedalaman informasi seperti yang digunakan untuk pembagian
persepsi, prospek, permodalan, dan blok utara dan selatan adalah rel
manajemen usaha yang dilakukan. kereta api, sedangkan pembagian
Pembahasan tentang prospek blok timur dan blok barat ditentu-
dititikberatkan pada level rumah kan dengan membagi wilayah
tangga dan level daerah. Prospek Kotamadya Yogyakarta menjadi
pada level rumah tangga dilihat dua bagian berdasarkan peta
melalui peranannya terhadap administrasi. Selain untuk tujuan
kondisi ekonomi rumah tangga. mengetahui konsentrasi sektor
Diasumsikan bahwa sektor in- informal, pembagian blok usaha
formal akan tetap prospektif pada tersebut juga dimaksudkan untuk
masa mendatang apabila secara mempermudah listing/sensus
nyata memberikan kontribusi sektor informal.
terhadap status ekonomi rumah Perkembangan sektor informal
tangga, mampu dijadikan tumpuan di Kotamadya Yogyakarta dianali-

76
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

sis secara kualitatif. Hal ini secara pesat pada suatu wilayah
mengingat keterbatasan data dalam waktu tertentu diasumsikan
kuantitatif. Secara kasar dilakukan sebagai indikator bahwa sektor
analisis kuantitatif terhadap per- informal mempunyai prospek yang
kembangan pedagang kaki lima di baik.
Kotamadya Yogyakarta dengan Perkembangan sektor informal
cara membandingkan hasil sensus pada unit wilayah tentu saja tidak
dari Pusat Penelitian Kependuduk- berjalan secara otomatis. Usaha di
an (PPK) Universitas Gadjah Mada sektor ini tidak dapat terlepas dari
tahun 1998 dengan hasil sensus fleksibilitas daerah, unit-unit
yang dilakukan oleh Yayasan Dian ekonomi sekitar, konsentrasi per-
Desa tahun 1994. mukiman, pusat pelayanan dan
pendidikan, di samping kebijakan
Prospek Sektor Informal: dari pemerintah daerah yang
Tinjauan Teoretis bersangkutan. Dalam upaya men-
jelaskan prospek sektor informal
Secara mikro prospek sektor
melalui perkembangan usaha
informal dapat dianalisis melalui
secara regional, analisis tentang
peranannya terhadap ekonomi
pertumbuhan dan keterkaitannya
rumah tangga dan secara makro
dengan sektor lain menjadi bagian
dilihat melalui persebaran dan
yang penting.
perkembangannya pada unit
Pertumbuhan sektor informal
wilayah. Pada level rumah tangga,
secara pesat telah terjadi di berbagai
unit usaha di sektor informal akan
negara, baik di negara maju
dirasakan bermanfaat apabila
maupun negara sedang ber-
mampu memberikan dukungan
kembang (Portes et.al., 1989). Secara
terhadap ekonomi rumah tangga,
teoretis, pertumbuhan sektor
misalnya melalui penghasilan yang
informal tersebut dapat ditelaah
diperoleh, merupakan satu-satunya
dari berbagai pendekatan (Berger &
sumber pendapatan utama rumah
Buvinic, 1989) yaitu theory of excess
tangga atau berfungsi sebagai
labor supply, neo-marxist approach,
sumber pendapatan tambahan.
underground approach, and neo-liberal
Unit usaha di sektor informal
approach. Pendekatan pertama
dirasakan prospektif pada level
memandang sektor informal
rumah tangga apabila betul-betul
sebagai reaksi terhadap keter-
diyakini sebagai tumpuan penda-
batasan sektor formal di dalam
patan utama rumah tangga. Pada
menyerap tenaga kerja. Hal ini
unit wilayah, prospek tersebut
terjadi sebagai akibat pasar tenaga
dilihat melalui pertumbuhan unit
kerja yang tidak sempurna (imperfec
usahanya dari waktu ke waktu.
labor market) di sektor formal. Sektor
Pertambahan jumlah unit usaha
formal cenderung menggunakan

77
Agus Joko Pitoyo

tenaga kerja terampil dengan berskala besar tersebut selanjutnya


persyaratan keahlian tertentu, dikenal sebagai sektor formal.
padahal tenaga kerja yang ada tidak Persaingan ini akan memaksa
semuanya memenuhi persyaratan industri-industri besar melakukan
tersebut. Sebagai akibatnya, tenaga berbagai kegiatan informal agar
kerja yang tidak terserap pada tetap survive. Pada tahap berikut-
sektor formal sudah tentu akan nya akan muncul banyak aktivitas
mencari usaha alternatif lain yang informal, baik institusi maupun
lebih mudah. Pada tahap berikut- industri berskala menengah, yang
nya kelebihan tenaga kerja (excess mendukung industri besar dalam
labor supply) akan masuk ke sektor kompetisi ekonomi dunia.
informal. Pendekatan keempat dalam
Neo-Marxist approach meman- menjelaskan pertumbuhan sektor
dang bahwa tumbuhnya sektor informal adalah neo-liberal approach.
informal merupakan akibat dari Sektor informal muncul sebagai
paham kapitalisme yang dikem- akibat berbagai persyaratan
bangkan di negara-negara maju. birokratis dan administrasi yang
Paham ini menyebabkan adanya harus dipenuhi untuk menjadi
dua sistem ekonomi yang ber- sektor formal (Maldonado, 1995).
kembang, yaitu sistem ekonomi inti Akibatnya, banyak unit produksi
(core) dan sistem ekonomi pinggir- skala menengah dan kecil yang
an (peripheral). Sistem ekonomi yang tidak dapat memenuhi persyaratan
telah maju biasanya melakukan birokratis dan administrasi yang
eksploitasi terhadap kegiatan- ditentukan. Ketidakmampuan unit
kegiatan ekonomi yang masih produksi di dalam memenuhi
terbelakang. Mekanisme ini me- berbagai persyaratan dan aturan-
nyebabkan sistem ekonomi yang aturan untuk menjadi sektor formal
masih terbelakang tergantung pada mengondisikannya menggunakan
sistem ekonomi maju. Sebagai cara-cara tersendiri yang tidak
akibat dari mekanisme tersebut, sesuai dengan cara-cara di sektor
muncul sistem ekonomi kapitalis formal. Maka dari itu, disebutlah
yang berkedudukan sebagai sektor sektor baru yang menggunakan
formal dan sistem ekonomi mekanisme usaha sendiri ini
tradisional sebagai sektor informal. sebagai sektor informal.
Teori pertumbuhan sektor Senada dengan apa yang
informal yang ketiga adalah diungkapkan oleh Berger & Buvinic
underground approach. Menurut (1989), Castells & Portes (1989)
pendekatan ini, sektor informal menjelaskan lima sebab munculnya
tumbuh sebagai akibat kompetisi sektor informal (the genesis of
internasional di antara industri- informal economy). Pertama, sektor
industri besar dunia. Industri informal merupakan kegiatan

78
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

ekonomi individu yang muncul yang tidak dapat dipungkiri dalam


sebagai reaksi dari kegiatan suatu sistem ekonomi. Keberadaan
ekonomi skala besar dan terorgani- sektor formal di kota, misalnya
sasi. Kedua, sektor informal perkantoran atau industri, tidak
merupakan usaha ekonomi bebas urung akan diikuti dengan marak-
sebagai reaksi dari kegiatan nya berbagai sektor informal,
ekonomi pemerintah yang telah seperti pedagang kaki lima dan
dikenai pajak dan memiliki jaminan pelayanan jasa-jasa kecil. Beberapa
hukum di dalam usaha. Ketiga, analisis menunjukkan bahwa
sektor informal merupakan usaha keterkaitan sektor formal-informal
lokal yang tidak mampu berkompe- itu mempunyai hierarkis, biasanya
tisi secara nasional sebagai reaksi sektor informal berada pada posisi
dari adanya intervensi ekonomi subordinat (Gerry, 1978; Portes &
skala internasional. Unit-unit Walton, 1981, Portes et.al., 1989).
produksi dalam suatu negara yang Sektor informal sering dipandang
mempunyai tingkat kompetisi sebagai sistem ekonomi bayangan
rendah akan melakukan usaha (the shadow of economic production)
sendiri tanpa menggunakan cara- yang mempunyai posisi tawar-
cara atau mekanisme usaha yang menawar yang rendah (Nugroho,
dilakukan oleh sektor formal. 1987). Schmitz (1982) menambah-
Keempat, sektor informal merupa- kan bahwa subordinasi sektor
kan unit usaha bayangan (shadow of informal merupakan imbas dari
production) sebagai reaksi dari kelemahan sektor informal sendiri,
modernisasi dan industrialisasi. baik secara internal maupun
Mereka adalah unit-unit ekonomi eksternal. Secara internal, sektor
kecil yang tidak termasuk dalam informal mempunyai kelemahan
industri-industri yang telah dalam kualitas sumber daya
terorganisasi. Kelima, sektor in- manusia pekerja, manajemen,
formal merupakan kegiatan ekono- usaha, dan koordinasi. Secara
mi alternatif yang berskala kecil, eksternal, sektor informal ber-
manajemen individu dan tidak hadapan dengan hambatan
terorganisasi sebagai reaksi dari struktural, baik dalam bentuk
adanya krisis ekonomi. Krisis persaingan oleh sektor formal/
ekonomi menyebabkan unit-unit sektor pemerintah maupun
ekonomi yang tidak dapat bertahan penilaian dari berbagai institusi
pecah menjadi bagian-bagian kecil yang cenderung menyubordinasi-
yang bersifat informal. kan posisi sektor informal.
Apabila dikaji menurut keter- Secara teoretis kompleksitas
kaitan antarsektor, keterkaitan keterkaitan antarsektor di dalam
antara sektor informal dengan sektor informal dikategorikan oleh
sektor formal merupakan aspek El Shaks (1984) menjadi dua

79
Agus Joko Pitoyo

tipologi, yaitu pertama sektor berbagai aspek kehidupan masya-


informal yang aktivitas ekonomi- rakat, baik dalam hal ekonomi,
nya memberikan layanan penting teknologi, sosial, maupun politik.
kepada masyarakat kota, berfungsi Kesemuanya berada di dalam suatu
melengkapi (substitusi) sektor hubungan simbiosis mutualisme,
formal seperti pengusaha transpor- saling menunjang dan keduanya
tasi, pedagang makanan, warung saling memberikan keuntungan,
koboi, jasa kecil-kecilan, dan baik secara sosial maupun ekonomi
sebagainya. Kedua, tipologi sektor (Booth & McCawley, 1982).
informal dengan kegiatan ekonomi Paradigma konflik menjelaskan
yang bersifat marjinal, ilegal, dan keberadaan sektor informal melalui
cenderung bersifat personal. model dependensia. Sektor in-
Aktivitas ekonomi dari tipologi ini formal merupakan sektor yang
biasanya tanpa modal dan lebih selalu tergantung pada sektor
menekankan pada kekuatan fisik, formal. Dalam hal ini, kadang-
seperti pembantu rumah tangga, kadang terjadi eksploitasi yang
pengamen, pengemis, pemulung, dilakukan oleh sektor formal
dll. Selain dua tipologi yang terhadap sektor informal. Pada
dikembangkan oleh El Shaks (1984), perkembangan berikutnya, adanya
keterkaitan antarsektor pada sektor mekanisme substitusi dan fleksibili-
informal dapat dijelaskan dengan tas yang diperankan oleh sektor
menggunakan paradigma harmoni informal, menjadikan sektor ini
(normative order) dan paradigma mempunyai tingkat bertahan hidup
konflik (Cuff & Payne, 1979; yang tinggi dan dapat menjadi
Bottomore & Nisbet, 1978). sektor penyangga bagi tenaga kerja
Inti dari paradigma harmoni yang tidak dapat memasuki sektor
adalah keseimbangan sosial (social formal (Portes & Walton, 1981;
equilibrium) dari dua sistem yang Swasono, 1986; Hermanto, 1995).
nilainya berbeda. Model ini juga Kenyataan membuktikan bah-
sering disebut model dualistik wa sampai saat ini sektor informal
sosial, bahwa di dalam masyarakat dipandang mempunyai tingkat
transisi akan terbentuk dua sistem fleksibilitas dan kemampuan
sosial yang bersifat paradoks. survive yang lebih tinggi (Portes
Sistem sosial yang pertama meng- et.al, 1989; Julien, 1998). Namun,
gambarkan kondisi keterbelakang- banyak juga pembuat kebijakan
an atau tradisionalitas, sedangkan yang masih pesimis. Adanya
sistem sosial yang kedua me- asumsi pesimis ini sebenarnya
rupakan sistem yang telah maju berakar dari kendala internal dan
atau modern. Mekanisme dualistik eksternal yang masih melingkupi
antara sifat tradisional dan modern sektor informal. Beberapa studi
tersebut selalu termanifestasi dalam empiris menunjukkan bahwa

80
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

karakteristik internal dari tenaga terpadu terhadap peranan dan


kerja yang kurang berkualitas prospek sektor informal karena
merupakan faktor yang turut sampai saat ini pandangan
menghambat perkembangan sektor terhadap peranan dan prospeknya
informal (Hart, 1973; Moir & oleh pemerintah masih bersifat
Soetjipto, 1977; Mazumdar, 1981; ambivalen.
Sethuraman, 1981; Kerner, 1988;
Roberts, 1990). Keterbatasan Persebaran Sektor informal di
sumber daya tersebut mengharus- Kotamadya Yogyakarta
kan mereka melakukan aktivitas
Lokasi usaha merupakan
apa saja, terutama status pekerjaan
variabel yang cukup penting dalam
usaha sendiri seperti tukang becak,
analisis sektor informal. Lokasi
penjual keliling, pedagang kaki
usaha tidak hanya menunjukkan
lima, pengemis, pemulung, dll.
tempat aktivitas informal dilaku-
Kondisi ini secara eksternal
kan, tetapi lebih ke arah strategi
merugikan mereka karena pihak
untuk mendapatkan konsumen.
pemerintah maupun institusi
Tidaklah mengherankan apabila
tingkat lokal cenderung meman-
sektor informal cenderung ber-
dangnya sebagai sektor pengham-
lokasi di tempat-tempat strategis,
bat pembangunan dan tidak
misalnya di sepanjang jalan utama,
mempunyai bargaining position yang
dekat pasar, fasilitas layanan,
kuat (Manning et.al., 1987).
perkantoran, dan sebagainya.
Pada diskursus selanjutnya,
Berdasarkan hasil listing yang
melihat adanya mekanisme
dilakukan oleh Pusat Penelitian
substitusi dan fleksibilitas usaha di
Kependudukan (PPK) UGM
sektor informal, akan sangat
terlihat bahwa dari sejumlah sektor
memungkinkan sektor ini dapat
informal yang ada di Kotamadya
berkembang walaupun dalam
Yogyakarta, sebagian besar dari
kondisi krisis moneter seperti saat
unit usaha terkonsentrasi di pusat
ini. Bahkan, sektor informal dapat
kota, terutama di Jalan Malioboro
dijadikan sebagai sistem ekonomi
sebesar 987 (18,6 persen) dan Jalan
alternatif terhadap unit-unit
Ahmad Yani sebesar 1012 (19,2
produksi yang gagal di sektor
persen). Kedua jalan utama ini pula
formal (Sethuraman, 1977;
yang turut menentukan konsentrasi
Wallerstein, 1979, Roberts, 1989).
sektor informal yang berada di blok
Adalah sangat mungkin apabila
selatan bagian barat, yakni sebesar
sektor informal mempunyai ke-
59,2 persen dari total unit usaha di
mampuan berkembang yang sama
Kotamadya Yogyakarta. Selain me-
dengan yang dimiliki oleh sektor
rupakan jantung kota Yogyakarta,
formal (Souza & Tokman, 1976).
dengan Jalan Malioboro dan Jalan
Namun, perlu telaah yang lebih

81
Agus Joko Pitoyo

Ahmad Yani sebagai konsentrasi sebesar 21,2 persen dari total sektor
utama, perkembangan jumlah unit informal di Kotamadya Yogyakarta.
usaha secara historis juga di- Sebagian besar dari unit usaha
pengaruhi adanya beberapa terdapat di sepanjang jalan Laksda
bangunan bersejarah seperti Adisucipto dan Urip Sumoharjo
Keraton Yogyakarta dan Benteng (yang juga dikenal dengan Jalan
Vredeburg. Selain itu, konsentrasi Solo). Kedua jalan tersebut merupa-
unit usaha pada kedua jalan kan jalan utama yang menghu-
tersebut juga didukung oleh bungkan pusat-pusat ekonomi di
berbagai fasilitas layanan masyara- bagian utara. Berbagai pusat
kat Yogyakarta seperti pusat per- layanan masyarakat seperti rumah
tokoan, Malioboro Mall, perkantor- sakit, pusat pertokoan, gedung
an, Pasar Beringharjo, gedung bioskop, dll berderet di sepanjang
bioskop, alun-alun utara, dan lain- jalan Laksda Adisucipto dan Urip
lain. Tidak mengherankan apabila Sumoharjo. Selain itu, kedua jalan
secara keseluruhan Jalan Malioboro tersebut juga berdekatan dengan
dan Jalan Ahmad Yani menjadi institusi pendidikan di Yogyakarta
tempat usaha 63,7 persen dari total seperti Universitas Gadjah Mada,
unit usaha sektor informal di blok UNY (Universitas Negeri
selatan bagian barat. Yogyakarta), IAIN Sunan Kalijaga,
Selain blok selatan bagian barat, Universitas Sanata Dharma, dan
blok utara bagian timur juga Universitas Atmajaya. Hal ini
merupakan konsentrasi unit usaha tentunya akan memungkinkan
sektor informal di Kotamadya adanya konsumen dalam jumlah
Yogyakarta. Terdapat unit usaha yang cukup besar.

Tabel 1
Persebaran Sektor Informal menurut Blok dan Waktu Usaha

Waktu Usaha
Wilayah/Blok Siang Malam Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Utara Barat 276 10,8 252 9,2 528 10,1
Utara Timur 528 20,8 592 21,5 1.120 21,.2
Selatan Barat 1513 59,4 1625 58,9 3.138 58,9
Selatan Timur 227 9,0 288 10,4 515 9,8
Total 2544 100,0 2757 100,0 5.301 100.0
% (48,0) (52.0) (100,0)
Sumber: PPK-UGM, 1998

82
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

Unit usaha di sektor informal jagung rebus), buah-buahan, aneka


yang beraktivitas pada siang hari minuman dll; (2) kelompok tekstil,
dan malam hari secara keseluruhan pakaian dan kulit, termasuk di
hampir sama, dengan selisih dua dalamnya sandal, sepatu, ikat
persen, sedikit lebih banyak yang pinggang, pakaian jadi, kaos kaki,
berusaha pada malam hari. Unit handuk dll; (3) kebutuhan sehari-
usaha yang bekerja pada malam hari, termasuk di dalamnya beras,
hari biasanya berupa makanan dan gula, rokok, sabun, minyak (minyak
minuman. Pengamatan lapangan goreng, bensin, oli) dll; (4)
menunjukkan bahwa jenis usaha kelompok kertas dan plastik,
makanan minuman seperti pecel termasuk di dalamnya buku-buku,
lele, warung koboi, bakmi, dan koran, majalah, stiker, helm dll; (5)
warung makan lesehan memang kelompok jasa, termasuk di
banyak yang beroperasi pada dalamnya bengkel, servis (motor,
malam hari. Selain banyaknya sepeda, arloji, korek api), tambal
konsumen pada malam hari, seperti ban, sol sepatu, stempel, grafir,
pelajar/mahasiswa, biasanya pangkas rambut, afdruk foto,
mereka mendirikan tempat usaha peramal dll; (6) kelompok kerajin-
dengan cara tinggal menempati an, mainan dan aksesori, termasuk
saja, yang pada waktu siang tempat di dalamnya perkakas rumah
itu digunakan untuk aktivitas lain. tangga (piring, gelas, panci),
Selain itu, pekerja di sektor informal kerajinan (kayu, kain, gerabah),
juga banyak yang melakukan kerja barang-barang mainan, asesori
lain pada siang hari. (kaca mata, anting-anting, gelang,
Selain berdasarkan waktu kerja cincin), dll.
dan blok usaha, distribusi sektor Berdasarkan jenis usaha, kelom-
informal juga dapat dikaji menurut pok makanan, minuman, dan
jenis usahanya. Pembagian sektor kebutuhan sehari-hari merupakan
informal menurut jenis usaha kelompok yang dominan dimasuki
dilakukan dengan cara melihat oleh tenaga kerja. Hal ini cukup
komoditi yang dominan diusaha- beralasan karena baik kelompok
kan, dengan tujuan mengetahui makanan, minuman, maupun
jenis usaha apa yang dominan kebutuhan sehari-hari merupakan
diminati, menguntungkan, dan komoditi pokok yang diperlukan
prospektif untuk dikembangkan. oleh setiap individu. Banyaknya
Identifikasi sektor informal menu- konsumen ini juga didukung oleh
rut jenis usaha menghasilkan 6 kedudukan Yogyakarta sebagai
kategori, yaitu : (1) makanan dan kota pelajar, tempat konsentrasi
minuman, termasuk di dalamnya mahasiswa/pelajar. Selain itu,
makanan santap, piringan, makan- faktor yang berpengaruh terhadap
an jajan (gorengan, kue, kacang- menjamurnya jenis usaha makanan

83
Agus Joko Pitoyo

Tabel 2
Persebaran Sektor Informal menurut Jenis Usaha
Jenis Usaha Jumlah %
Makanan dan minuman 2.295 43,3
Tekstil, pakaian, kulit 734 13,8
Kebutuhan sehari-hari 744 14,0
Kertas & plastik 228 4,3
Kelompok jasa 655 12,4
Kerajinan, mainan, aksesoris 645 12,2
Total 5.301 100,0
Sumber: PPK-UGM, 1998

dan minuman adalah aspek dari lapangan karena penelitian


kemudahan di dalam memasuki- sebelumnya yang secara lengkap
nya, berikut kesederhanaan mengkaji berbagai aspek yang
teknologi yang digunakan. Berda- terkait dengan sektor informal
sarkan Tabel 2 juga dapat dilihat belum banyak dilakukan. Listing
bahwa jenis usaha tekstil, pakaian, terhadap sektor informal di
dan kulit persentasenya cukup Kotamadya Yogyakarta pernah
tinggi. Kebanyakan pekerja pada dilakukan oleh Yayasan Dian Desa
jenis usaha ini adalah pedagang pada tahun 1994, walaupun ada
pakaian yang beroperasi di sepan- sedikit perbedaan ruas jalan yang
jang Jalan Malioboro dan Ahmad diteliti dengan apa yang dilakukan
Yani. Konsentrasi jenis usaha tekstil, oleh Pusat Penelitian Kependuduk-
pakaian, dan kulit di kedua jalan an (PPK) UGM. Yayasan Dian Desa
tersebut juga terkait dengan melakukan listing terhadap 84 jalan
keramaian pejalan kaki yang ada, dengan memperoleh sebesar 3.334
selain juga banyak turis asing yang unit usaha sektor informal.
berbelanja tekstil dan batik untuk Konsentrasi sektor informal juga
cinderamata di negara asalnya. terletak di Jalan Malioboro sebesar
760 usaha dan Jalan A. Yani sebesar
Perkembangan Sektor Informal 388 usaha. Secara kasar perkem-
bangan sektor informal di
Informasi tentang perkembang-
Kotamadya Yogyakarta dapat
an sektor informal di Kotamadya
dilihat pada Tabel 3.
Yogyakarta tidak banyak diperoleh

84
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

Secara keseluruhan dari tahun terakhir ini, pertambahan jumlah


1994 sampai tahun 1998, jumlah pedagang kaki lima sangat pesat.
sektor informal yang ada di Lokasi di depan Benteng Vredeburg
Kotamadya Yogyakarta mengalami dan Kantor Pos Pusat Yogyakarta
peningkatan yang cukup berarti, yang dahulu tidak boleh digunakan
sebesar 1967 unit usaha. Rata-rata untuk berjualan sekarang penuh
pertambahan jumlah unit usahanya oleh pedagang. Tempat pember-
kurang lebih sekitar 500 unit setiap hentian bus sementara yang dahulu
tahun. Angka ini termasuk tinggi berada tepat di depan Kantor Bank
apabila dikaitkan dengan wilayah Indonesia, akibat penuh oleh
kotamadya yang sudah padat. pedagang kaki lima, sekarang
Pertambahan cukup tinggi terjadi di bergeser ke arah depan RS PKU
Jalan A.Yani, sekitar 150 unit usaha Muhammadiyah.
setiap tahun, relatif lebih besar Pertambahan jumlah unit usaha
daripada pertambahan jumlah unit sektor informal, terutama pedagang
usaha di Jalan Malioboro. Hal ini kaki lima, tampak jelas di sekitar
terkait dengan mengendurnya kampus baik Universitas Gadjah
peraturan yang sebelumnya tidak Mada maupun UNY. Beberapa
boleh berjualan di Jalan A. Yani, sumber menyebutkan bahwa
terutama bagian selatan. Dengan sekitar tahun 1992 jumlah
mengendurnya peraturan tersebut, pedagang kaki lima di sekitar
saat ini dapat dilihat bahwa di Jalan kampus tidak sebanyak saat ini.
A. Yani bagian selatan pun Dahulu trotoar yang ada di sekitar
dipenuhi pedagang kaki lima. kampus tidak boleh digunakan
Begitu pula dengan informasi yang untuk berdagang. Namun, pada
disampaikan oleh salah seorang saat ini usaha kaki lima hampir
pedagang kaki lima di kawasan memenuhi ruas kanan kiri Jalan
Malioboro. Sekitar tiga tahun Kaliurang dari sekitar Mirota

Tabel 3
Perkembangan Sektor Informal berdasarkan Dua Jalan Utama dan Total Populasi
Penelitian Dian Desa Penelitian PPK-UGM
1994 1998 Pertambahan
Lokasi Usaha unit usaha
Siang Malam Total Siang Malam Total (1994-1998)
(%) (%) (N) (%) (%) (N)
Jl. Malioboro 91,5 9,5 760 46,7 53,3 987 227
Jl. Ahmad Yani 92,7 7,3 338 43,8 56,2 1.012 664
Total di Kotamadya Yogyakarta 3.334 5.301 1967

Sumber: PPK-UGM, 1998 dan Dian Desa, 1994

85
Agus Joko Pitoyo

Kampus sampai ring road utara terkait dengan sektor informal


(Saraswati, 1998). seperti jenis kelamin, umur, dan
Namun, apabila menilik kemba- pendidikan (Manning, 1996;
li perbedaan hasil sensus yang Hidayat, 1978; Evers & Effendi,
dilakukan oleh PPK-UGM dengan 1992).
Yayasan Dian Desa, agaknya perlu Apabila dikaji berdasarkan jenis
berhati-hati di dalam menyikapi- kelamin pekerja, aktivitas peda-
nya. Perbedaan cakupan jumlah gang kaki lima lebih didominasi
unit usaha tersebut diperkirakan oleh jenis kelamin laki-laki di-
berkaitan dengan perbedaan bandingkan dengan perempuan.
konsep waktu kerja, terbukti Perbandingan pemilik usaha laki-
dengan perbedaan yang mencolok laki hampir dua kali dari pemilik
pada persentase sektor informal usaha perempuan. Hampir di setiap
yang bekerja siang dan malam jenis usaha, persentase pemilik
antara tahun 1994 dan 1998. Selain usaha laki-laki, kecuali pada jenis
itu, jumlah jalan yang digunakan kebutuhan sehari-hari selalu lebih
untuk listing juga berbeda, yakni tinggi. Hasil pengamatan di lapang-
sebesar 84 jalan untuk tahun 1994 an pun menunjukkan bahwa
dan hanya 77 jalan untuk tahun pemilik usaha dengan jenis kelamin
1998. Walaupun begitu, setidak- laki-laki lebih dominan. Dominasi
tidaknya secara kuantitatif dapat pedagang kaki lima laki-laki
diketahui bahwa dalam kurun terhadap perempuan agaknya tetap
waktu 4 tahun telah terjadi relevan apabila dikaji menurut
pertambahan jumlah unit usaha kedudukan laki-laki sebagai
sektor informal. pencari nafkah yang utama di
dalam rumah tangga. Sampai saat
Karakteristik Pelaku Pedagang ini, terutama pada masyarakat di
Kaki Lima Jawa, tetap diakui bahwa sebagian
besar laki-laki berkedudukan
Aspek internal dari pekerja
sebagai kepala rumah tangga.
merupakan faktor yang cukup
Dengan demikian, laki-lakilah yang
penting terhadap perkembangan
harus bekerja dan bertanggung
usaha di sektor informal. Unit
jawab dalam hal ekonomi. Selain
usaha akan berjalan dengan baik
itu, secara fisik pun laki-laki
apabila ditopang oleh kemampuan
cenderung lebih kuat dibandingkan
internal pelaku, baik kualitas
dengan perempuan sehingga dialah
produksi, kemampuan manajerial
yang lebih dominan di sektor
dan akses terhadap pengembangan
publik.
usaha. Beberapa studi empiris yang
Menyikapi rendahnya pemilik
pernah dilakukan menemukan
usaha perempuan dari laki-laki,
adanya karakteristik tertentu yang
agaknya perlu berhati-hati,

86
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

Tabel 4
Jenis Kelamin dan Jenis Usaha
Jenis Kelamin
Jenis Usaha
Laki-Laki Perempuan
Makanan dan minuman 57,4 47,1
Tekstil, pakaian dan kulit 9,3 5,0
Kebutuhan sehari-hari 17,6 38,0
Kelompok kertas dan plastik 7,4 5,8
Kelompok kerajinan, mainan dan aksesori 11,3 4,1
Total % 100,0 100,0
N (total=325) 204 121
% terhadap total N 62,8 37,2
Sumber: PPK-UGM, 1998

terutama pada pemilik usaha laki- nyata. Satu hal yang patut
laki yang berstatus kawin. Boleh diperhatikan adalah bahwa sektor
jadi usaha yang dilakukan informal, terutama pedagang kaki
sesungguhnya milik bersama-sama lima, mempunyai tingkat fleksibili-
atau bahkan milik perempuan. tas yang tinggi dalam memasuki-
Tingginya pemilik usaha dengan nya (Tabel 5). Secara keseluruhan
jenis kelamin laki-laki ini diperkira- tampak bahwa kemudahan dalam
kan juga terkait dengan budaya memasukinya merupakan faktor
pada masyarakat patriakhi yang penjelas distribusi pelaku pedagang
cenderung menempatkan laki-laki kaki lima pada setiap kelompok
sebagai kepala rumah tangga umur. Setiap tenaga kerja dapat
sehingga semua aset rumah tangga memasuki dan beraktivitas di
adalah milik suami. dalamnya tanpa memandang
Menurut umur, persentase unit faktor umur. Usaha pedagang kaki
usaha pedagang kaki lima semakin lima mampu menampung tenaga
meningkat sejalan dengan pening- kerja dari segala umur, baik anak-
katan kelompok umur, dengan anak, muda, maupun tua.
persebaran setiap kelompok umur Menurut pendidikan, lebih dari
yang hampir merata. Hubungan separo pelaku sektor informal
antara status usaha informal yang pedagang kaki lima berada pada
didominasi oleh penduduk umur tingkat pendidikan sekolah dasar.
pertengahan tidak tampak secara Rendahnya tingkat pendidikan

87
Agus Joko Pitoyo

Tabel 5
Alasan Memilih Pekerjaan

Alasan Menjadi Pedagang kaki lima


Jenis Usaha Mudah/
Menguntung- Tertarik/ Warisan
bisanya
kan coba-coba keluarga
hanya ini
Makanan dan minuman 49,1 50,0 67,0 41,2
Tekstil, pakaian, kulit 2,9 3,8 8,5 14,7
Kebutuhan sehari-hari 33,9 19,2 10,6 26,5
Kertas, plastik, koran 7,6 11,5 4,3 5,8
Kerajinan, mainan, aksesoris 6,5 15,5 9,6 11,8
Total % 100,0 100,0 100,0 100,0
N (total=325) 171 26 94 34
% terhadap total N 52,6 8,0 28,9 10,5
Sumber: PPK-UGM, 1998

pekerja ini mempertegas asumsi dikaitkan pula dengan keterbatasan


bahwa jenis usaha pedagang kaki kesempatan kerja yang terdapat di
lima tidak memerlukan persyaratan perkotaan. Idealnya, mereka yang
pendidikan formal yang tinggi berpendidikan relatif tinggi tidak
untuk memasukinya. Akibat seharusnya masuk ke sektor
teknologi yang digunakan relatif informal, namun karena keterbatas-
sederhana, tenaga kerja dengan an kesempatan kerja di sektor
tingkat pendidikan rendah atau formal, mereka terpaksa masuk ke
bahkan tidak tamat sekolah dasar sektor informal. Sebagian dari
pun dapat dengan mudah me- pekerja yang memberikan alasan
lakukannya. masuk ke sektor informal karena
Pelaku pedagang kaki lima pada coba-coba adalah mereka yang
tingkat pendidikan menengah dan berpendidikan relatif tinggi.
tinggi juga relatif tinggi, dengan
persentase yang hampir sama. Dampak Krisis terhadap
Semakin nyata bahwa usaha Pedagang Kaki Lima
pedagang kaki lima dapat dimasuki
Krisis yang terjadi sejak per-
penduduk dari jenjang pendidikan
tengahan tahun 1997 telah menam-
apa saja, baik pendidikan rendah
par hampir semua unit produksi
maupun tinggi. Hal ini dapat

88
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

Tabel 6
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Tingkat Pendidikan
Jenis Usaha
SD* SLTP SLTA+
Makanan dan minuman 48,0 51,2 40,8
Tekstil, pakaian, kulit 6,0 8,1 7,0
Kebutuhan sehari-hari 34,0 27,9 23,9
Kertas, plastik, koran 4,0 2,3 15,6
Kerajinan, mainan, aksesoris 8,0 10,5 12,7
Total persen 100,0 100,0 100,0
N (total = 325) 168 86 71
% terhadap total N 51,7 26,5 21,8
Sumber: Data Primer, PPK-UGM, 1998
* Termasuk di dalamnya yang tidak tamat SD

pada suasana yang penuh ke- ningkat, modal yang diperlukan


khawatiran dan ketidakpastian. untuk usaha pun turut meningkat.
Berbagai unit produksi skala besar Namun, disebabkan teknologi
yang diharapkan mampu memberi- sederhana, bahan baku lokal dan
kan tricle down effect kepada produk yang diusahakan dibutuh-
masyarakat dan unit usaha yang kan oleh orang banyak, lambat laun
berskala lebih rendah tidak dapat mereka menemukan mekanisme
bertahan dan bahkan menurunkan bertahan tersendiri terhadap krisis.
kegiatan produksinya. Fenomena Bahkan, resistensi sektor informal
pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dijadikan sebagai alternatif
dari perusahaan-perusahaan bers- usaha bagi sebagian tenaga kerja
kala besar merupakan hal yang dari sektor formal yang terpaksa
lumrah dan banyak terjadi. Jumlah kehilangan pekerjaan. Banyak
setengah penganggur dan pengang- selebritis di Jakarta yang membuka
guran terbuka meningkat tajam, kafe di kaki lima sekitar Monas dan
diperkirakan sekitar 80 sampai 100 Blok M (Kompas, 1998, 24 Agustus:
juta (Kompas, 1998, 1 September: 1) 17). Walaupun tidak untuk
Tidak terkecuali pedagang kaki membuat mereka menjadi kaya
lima, hembusan angin krisis juga raya, setidak-tidaknya sektor
mengguncang usaha mereka. informal dapat dijadikan sebagai
Harga bahan baku menjadi me- mekanisme untuk bertahan hidup.

89
Agus Joko Pitoyo

Sebagaimana yang diungkap- tangga sangat tinggi. Hal ini


kan dalam pendahuluan, prospek terbukti dengan besarnya sum-
pedagang kaki lima pada masa bangan penghasilan usaha peda-
krisis selain dilihat dari perkem- gang kaki lima, lebih dari separo
bangan secara regional, juga dapat total pendapatan rumah tangga,
dilihat dari level rumah tangga. yaitu rata-rata sebesar 64,3 persen.
Pada level rumah tangga, prospek Berkaitan dengan peranan
pedagang kaki lima dilihat melalui sektor informal dalam memper-
sumbangan penghasilan dari usaha tahankan ekonomi rumah tangga,
terhadap pendapatan rumah agaknya pada masa mendatang
tangga. Berdasarkan analisis dari sektor informal, terutama pedagang
325 sampel pedagang kaki lima kaki lima, masih prospektif sebagai
yang diambil, sebanyak 155 unit sektor pengganti (substitute) dari
usaha (47.7 persen) mengemukakan tenaga kerja yang tidak dapat
bahwa usaha pedagang kaki lima masuk ke sektor formal. Walaupun
merupakan satu-satunya sumber dalam kondisi krisis, sebagian besar
pendapatan rumah tangga (Tabel dari responden (76 persen) me-
7). Bagi responden yang tidak nyatakan bahwa untuk periode
hanya mengandalkan pada sektor yang akan datang, pedagang kaki
informal, yakni 169 unit usaha, lima merupakan usaha yang tetap
terlihat bahwa peranan sektor menjanjikan dan hanya 20,8 persen
informal terhadap ekonomi rumah yang menjawab kurang mengun-

Tabel 7
Sumber Pendapatan Utama

Sumber Pendapatan Selain Sektor Informal


Jenis Usaha
Tidak ada Bekerja Lainnya Bantuan saudara
Makanan dan minuman 56,2 56,9 46,4
Tekstil, pakaian, kulit 7,7 2,8 5,1
Kebutuhan sehari-hari 16,8 33,3 33,0
Kertas, plastik, koran 9,0 4,2 5,2
Kerajinan, mainan, aksesoris 10,3 2,8 10,3
Total % 100,0 100,0 100,0
N (total=325) 155 72 97
% terhadap total N 47,7 22,2 29,9

Sumber: PPK-UGM, 1998

90
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

tungkan (Tabel 8). Peran pedagang Sebesar 78,2 persen dari 325
kaki lima pada masa yang akan pedagang kaki lima mengungkap-
datang semakin nyata apabila dikaji kan bahwa krisis ekonomi saat ini
menurut rencana pindah kerja atau mengurangi jumlah pembeli, yang
tidak. Hanya 8 dari 325 pelaku pada akhirnya diikuti dengan
pedagang kaki lima yang mem- penurunan keuntungan. Sebesar
punyai keinginan untuk berganti 19,4 persen dari total responden
pekerjaan. Tampak bahwa peda- tidak merasakan pengaruh krisis
gang kaki lima merupakan terhadap keuntungan. Diperkira-
pekerjaan yang dijadikan sebagai kan usaha yang keuntungannya
tumpuan ekonomi, selain pekerjaan tidak dipengaruhi oleh krisis adalah
alternatif di saat krisis. usaha yang banyak dibutuhkan
Walaupun pada jangka panjang oleh konsumen dengan harga
prospek pedagang kaki lima cukup bahan baku yang relatif murah.
baik, keberadaan krisis ekonomi Selama krisis berlangsung, masya-
saat ini tetap dirasakan sebagai rakat akan lebih bersifat pragmatis.
hambatan yang cenderung me- Mereka akan mencari barang-
ngurangi keuntungan yang barang yang relatif lebih murah
diperoleh. Dapat dipahami bahwa sebagaimana yang dijajakan oleh
bahan baku yang lebih mahal akan pedagang kaki lima.
mempertinggi biaya produksi Apabila dikaji menurut keadaan
sehingga mengurangi persentase usaha satu tahun yang lalu, sebesar
keuntungan yang diperoleh. 69,8 persen dari 325 pedagang kaki

Tabel 8
Prospek Kelangsungan Usaha

Prospek usaha di saat krisis


Blok Usaha
Menguntungkan Sama saja Tidak Menguntungkan
Blok Utara-Barat 8,4 10,0 13,5
Blok Utara-Timur 21,4 30,0 20,8
Blok Selatan-Barat 60,6 30,0 59,7
Blok Selatan-Timur 9,6 30,0 6,0
Total % 100,0 100,0 100,0
N (total=325) 249 10 67
% terhadap total N 76,5 2,7 20,8
Sumber: PPK-UGM, 1998

91
Agus Joko Pitoyo

lima merasakan dampak nyata dari hanya mempunyai uang dalam


krisis ekonomi yang merugikan. jumlah terbatas.
Satu hal yang cukup menarik, Berdasarkan beberapa bukti
sebesar 8,3 persen unit usaha justru tersebut tampak nyata bahwa
diuntungkan dengan adanya krisis keberadaan krisis saat ini oleh
ekonomi. Berdasarkan hasil sebagian besar pedagang kaki lima
pengamatan lapangan, mereka itu dianggap sebagai kendala yang
adalah penjual angkringan yang mengurangi keuntungan. Namun,
relatif menjual dagangan dengan dalam jangka panjang usaha
harga murah. Akibat dagangan pedagang kaki lima tetap diyakini
yang relatif murah, sering dijadikan sebagai usaha yang tetap
alternatif bagi konsumen yang menjanjikan dari segi penghasilan.

Tabel 9
Pengaruh Krisis Terhadap Kegiatan Usaha
Pengaruh Krisis Terhadap Kegiatan Usaha Frekuensi %
Tidak berpengaruh 63 19,4
Pembeli, keuntungan berkurang 254 78,2
Keuntungan bertambah 4 1,2
Tidak tahu 4 1,2
Total 325 100,0
Sumber: Data Primer, PPK-UGM, 1998

Tabel 10
Keadaan Usaha Dibanding Setahun Lalu

Keadaan usaha Frekuensi %


Usaha belum ada satu tahun 16 4,9
Lebih baik 27 8,3
Biasa/sama saja 55 16,9
Lebih buruk 227 69,8
Jumlah 325 100,0
Sumber: Data Primer, PPK-UGM, 1998

92
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

Intervensi Pemerintah 1992, pemerintah melarang


Tampak nyata bahwa sebagian penggunaan kaki lima (trotoar)
besar dari pedagang kaki lima untuk berdagang karena meng-
optimis terhadap prospek yang ganggu ketertiban, kebersihan, dan
diperankan oleh aktivitas usaha- keamanan. Secara “normatif-
nya. Bekerja sebagai pedagang kaki legalitas” usaha pedagang kaki
lima telah menjadi bagian dari lima yang menghabiskan bagian
hidup mereka, sebagai pekerjaan trotoar jalan dipandang meng-
utama dan tumpuan pendapatan ganggu aktivitas pejalan kaki dan
rumah tangga. Namun, oleh menyimpang dari peraturan.
sebagian aparat pemerintah sektor Pada sisi yang lain, pemerintah
ini masih dipandang dengan pun mengakui bahwa keberadaan
sebelah mata, terbukti dengan pedagang kaki lima mempunyai
beberapa kejadian penggusuran kontribusi yang riil terhadap
dan pembersihan dengan dalih peningkatan kondisi sosial ekonomi
mengganggu ketertiban. Hal ini rumah tangga dan daerah. Sebagai
tidak lain merupakan akibat dari contoh, dalam kerangka otonomi
karakteristik usahanya yang masih daerah, aktivitas usaha pedagang
menyimpan beberapa kelemahan, kaki lima merupakan alternatif
seperti sumber daya internal pengembangan ekonomi rakyat
pengusaha yang relatif rendah dan yang akan mempertinggi pen-
eksistensi usahanya tidak legal. dapatan asli daerah. Hal ini dapat
Pada umumnya usaha peda- dilihat dari sumbangan pedagang
gang kaki lima memang bertempat kaki lima melalui retribusi luar
di trotoar jalan, bahkan sering pula pasar yang cenderung meningkat
menghabiskan ruang untuk pejalan dari waktu ke waktu.
kaki, padahal apabila ditilik dari Berdasarkan hasil diskusi
Undang-Undang Lalu Lintas, dengan bagian perekonomian
Undang-Undang No. 14 Tahun Kotamadya Yogyakarta terdapat

Tabel 11
Kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah

Penerimaan (juta rupiah)


Jenis Pendapatan
Daerah 1991/ 1992/ 1993/ 1994/ 1995/
1992 1993 1994 1995 1996
Pajak Pembangunan I 24,46 24,83 32,19 36,60 43,78
Retribusi Luar Pasar 88,22 96,23 221,43 225,14 232,01
Sumber: PPK UGM, 1998

93
Agus Joko Pitoyo

beberapa hal positif dari pedagang 4. tidak mengabaikan jam buka


kaki lima. Pertama, menciptakan dan tutup,
peluang kerja sebagai akibat 5. diseyogiakan untuk bergabung
fleksibilitas dan substitusi yang dengan institusi pembina dan
diperankan. Kedua, menum- koperasi, dan
buhkembangkan jiwa kewira- 6. dilarang memberikan harga
usahaan (entrepreneurship). Ketiga, yang tidak sesuai atau
meningkatkan kesejahteraan ma- mengabaikan standar harga
syarakat, terutama bagi pengusaha yang telah disepakati dengan
dan konsumen. Keempat, mendu- pedagang lain, dan lain-lain.
kung pariwisata, sebagai contoh Berkaitan dengan waktu usaha,
pedagang kaki lima di kawasan pemerintah tidak menghendaki
Malioboro. Kelima, pedagang kaki penggunaan trotoar untuk usaha
lima mempunyai keterkaitan input secara permanen. Untuk itu telah
dan output dari unit usaha yang ditentukan jadwal waktu sebagai
lebih besar, termasuk di dalamnya berikut:
sebagai media pemasaran produksi • waktu pagi dan siang
dari industri-industri lain. pukul 04.00—09.00 WIB dan
Mengkaji lebih lanjut peranan pukul 09.00—15.00 WIB
pedagang kaki lima dalam • waktu sore dan malam
pembangunan daerah, pemerintah pukul 15.00—21.00 WIB dan
Kotamadya Yogyakarta tidak secara pukul 21.00—04.00 WIB
keras melarang keberadaan pe- Pedagang kaki lima diharapkan
dagang kaki lima. Pemerintah memilih rentang waktu tersebut
mengupayakan beberapa bentuk sehingga tidak mengganggu
pembinaan dan pengembangan pejalan kaki dan menghindari
seperti halnya lokasi usaha, waktu pendirian unit usaha yang bersifat
usaha, pengelompokan jenis usaha, permanen.
koordinasi usaha dan sosialisasi Untuk memperkuat beberapa
peraturan. Beberapa peraturan peraturan tersebut, Walikotamadya
yang ditetapkan oleh pemerintah Kdh. Tingkat II Yogyakarta
antara lain meliputi: mengeluarkan Keputusan No. 311/
1. tidak diperkenankan menem- KD/1995 tentang pengaturan
pati penggal-penggal jalan yang pedagang kaki lima di wilayah
dilarang, Kotamadya Yogyakarta. Dalam hal
2. tidak meninggalkan peralatan ini Dinas Pekerjaan Umum diberi
dagang di tempat berjualan, wewenang dalam penentuan lokasi
3. membuang limbah dan sisa-sisa dan secara koordinatif dapat
dagangan tidak pada tem- bekerja sama dengan Dinas Tata
patnya, Kota, Dinas Kebersihan dan

94
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

Pertamanan, dan instansi terkait. Begitu pula pada unit rumah


Sosialisasi, pembinaan, dan tangga, usaha pedagang kaki lima
pengembangan pedagang kaki lima semakin dirasakan manfaatnya
di Kotamadya Yogyakarta dilaku- sebagai sumber pendapatan utama
kan oleh bagian perekonomian. rumah tangga. Walaupun disadari
Diharapkan dengan berbagai bahwa adanya krisis ekonomi telah
bentuk koordinasi itu, keberadaan berdampak pada penurunan
sektor informal di Kotamadya keuntungan, sebagian besar pelaku
Yogyakarta mampu memberikan pedagang kaki lima tetap akan
peranan terhadap perbaikan bertumpu pada usaha ini. Bekerja
ekonomi, baik pada level rumah sebagai pedagang kaki lima tetap
tangga maupun daerah. akan menjanjikan dari segi
pendapatan, walaupun tidak untuk
Kesimpulan tujuan membuat pelakunya kaya
raya, setidak-tidaknya mereka
Keberadaan sektor informal,
dapat survive pada masa krisis.
terutama pedagang kaki lima, di
Usaha pedagang kaki lima
Kotamadya Yogyakarta pada masa
merupakan salah satu aktivitas
yang akan datang agaknya tetap
yang akan tetap mempunyai
mempunyai prospek yang cukup
prospek pada masa mendatang.
menjanjikan. Secara regional telah
Untuk itu, segala kebijakan
terjadi pertambahan unit usaha
pembinaan dan pengembangan
pedagang kaki lima yang cen-
yang telah dicanangkan oleh
derung akan semakin meningkat.
pemerintah tidak hanya pada
Pemerintah pun telah memberikan
tataran formal, tetapi perlu adanya
beberapa bentuk peraturan dalam
implementasi secara riil.
rangka pembinaan dan pengem-
Pemerintah diharapkan dapat
bangan. Fleksibilitas usaha pe-
mengangkat mereka sebagai mitra
dagang kaki lima sangat memung-
kerja pembangunan sekaligus
kinkan berkembangnya usaha ini
memberikan keleluasaan untuk
dari waktu ke waktu. Bagi sebagian
berusaha. Secara legal diperlukan
masyarakat pedagang kaki lima
pula jaminan hukum bagi usaha
mampu menyediakan barang-
mereka agar tidak disewenang-
barang dengan harga yang relatif
wenangkan oleh pemerintah
lebih murah.
daerah atau bahkan digusur.

95
Agus Joko Pitoyo

Referensi

Berger, M., dan M. Buvinic, eds. El Shaks, Salah. 1984. “On city size
1989. Women’s venture assistance and the contribution of the
to the informal sector in Latin informal sector: some hypo-
America. West Hartfort, theses and research questions”,
Connecticut: Kumarin Press. Regional Development Dialogue,
Bienefield, M. 1975. “The informal 5(2): 67-81.
sector and peripheral capitalism: Evers, Hans Dieter dan Tadjuddin
the case of Tanzania”, Bulletin of Noer Effendi. 1992. Trade and
the Institute of Development informal sector policy in Central
Studies, 6(3): 53-75. Java, Yogyakarta: Population
Booth, Ane dan Peter McCawley. Studies Center, Gadjah Mada
1982. Ekonomi orde baru. Jakarta: University.
Lembaga Penelitian, Pendidikan Hart, Keith.1973. “Informal income
dan Penerangan Ekonomi dan opportunities and urban
Sosial. employment in Ghana”, Journal
Bottomore, Tom dan Robert Nisbet. of Modern African Studies, 11(1):
1978. A history of sociological 61-69.
analysis. New York: Basic Book. Hidayat. 1978. Pengembangan sektor
Breman, Jan. 1980. The informal informal dalam pembangunan
sector in research: theory and nasional: masalah dan prospek.
practice. Rotterdam: The Bandung: PPESM, Fakultas
Comparative Asian Studies Ekonomi, Universitas
Programme (CASP), University Padjadjaran.
of Rotterdam. Hosier, R.H. 1987. “The informal
Bromley, Ray dan Chris Gerry, ed. sector in Kenya: spatial variation
1979. Casual work and poverty in and development alternatives”,
third world cities. Chicester: John Journal of Developing Areas, Vol.
Wiley and Sons. 24:338-402.
Cuff, E.C., dan G.C.F. Payne. 1979. International Labour Organization.
Perspective in sociology. London: 1972. Employment, income and
George Allen & Ulwin. equality: a strategy for increasing
“Dua dari tiga penduduk Indonesia productive employment in Kenya.
miskin sekali”. 1998. Kompas, 1 Geneva.
September. “Kafe artis menjamur, kaki lima
Effendi, Tadjuddin Noer. 1993. menjerit”. 1998. Kompas, 24
Sumber daya manusia, peluang Agustus, hal: 17.
kerja dan kemiskinan. Yogya- Kerner, D.O. 1988. “Hard work and
karta: Tiara Wacana. informal sector trade in
Tanzania”, dalam Garcia Clark,

96
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis

ed. Traders versus the state: Portes, A.; Manuel Castells and
anthropological approaches to Lauren A. Benton.1989. The
unofficial economics. s.l.: informal economy: studies in
Westview Press. advanced and less developed
Manning, Chris; Tadjuddin Noer countries. Baltimore: The John
Effendi dan Tukiran, 1996. Hopkins University Press.
Struktur pekerjaan, sektor informal Roberts, Bryan R. 1989. “Employ-
dan kemiskinan di kota. ment structure, life cycle, and
Yogyakarta: Pusat Penelitian life chances: formal and informal
Kependudukan, Universitas sectors in Guadalajara”, dalam
Gadjah Mada. Alejandro Portes; Manuel
Mazumdar, Dipak. 1984. “The Castells and Lauren A. Benton,
urban informal sector”, World eds. The informal economy: studies
Development, 4(8): 655-679. in advanced and less developed
McGee, T.U. 1971. “Catalyst or countries. Baltimore: The John
concer? the role of cities in Asean Hopkins University Press.
society”, dalam Jacobson dan Sagir, Soeharso. 1986. “Sumbangan
Prakash, eds. Urbanization and sektor informal dalam penye-
national development. s.l.: s.n.. baran tenaga kerja”, makalah
Moir, Hazel dan Soetjipto Seminar Fakultas Ekonomi,
Wirosardjono. 1977. ”Sektor Universitas Islam Indonesia.
informal di Jakarta”, Widyapura, Yogyakarta.
1(9-10):49-70. Sethuraman, S.V. 1981. The urban
Portes, A., dan J. Walton. 1981. informal sector in developing
Labor, class and the international countries, employment, poverty
system. New York: Academic and environment. Geneva: Inter-
Press. national Labour Organization.
Portes, A., dan Manuel Sinclair, W. 1978. Urbanization and
Castells.1989. “World under- labor markets in developing
neath: origins, dynamics, and countries. New York: St. Martin’s.
effects of the informal econo- Souza, P.R., dan V.E. Tokman. 1976.
my”, dalam Alejandro Portes; “The urban informal sector in
Manuel Castells and Lauren A. Latin America”, International
Benton, eds. The informal Labor Review, (114): 138-148.
economy: studies in advanced and Swasono, Sri-Edi.1986. Studi
less developed countries. kebijakan pengembangan sektor
Baltimore: The John Hopkins informal. Jakarta: LSP dan IDS.
University Press.

97

Anda mungkin juga menyukai