Abstract
Based on a survey of 325 street vendors in Yogyakarta Special Region that was
conducted by the Population Studies Center of Gadjah Mada University, this study
would like to analyze the contribution of income and prospect of the informal sector
on household economy. It was found that earning in the informal sector constitutes
the source of household income. Most street vendors said that income in the informal
sector would help them improve on the household economic status. Working as a
street vendor is a good choice. It has a good prospect and can be developed in the
future.
This research has also shown that the informal sector is capable to survive in
the crisis. Caused by more flexibility, the number of people absorbed in the informal
sector are even able to earn higher incomes. This implies that providing access to
informal sector with such a high commitment of both government and non-
governmental institutions, it is one important policy in helping them have better
conditions in a economic household. Accordingly, it will in turn have an impact on
increasing the economic scale of the informal sector.
Pendahuluan
Modernisasi dan industrialisasi fasilitas pelayanan yang lebih
kota-kota besar dan menengah di mementingkan perkotaan (urban
Indonesia telah membawa dampak bias) turut pula menarik penduduk
terhadap pesatnya migrasi desa desa untuk melakukan mobilitas,
kota. Selain sebagai dampak dari baik mobilitas penduduk sirkuler
perkembangan kota, perpindahan maupun permanen (Todaro &
penduduk dari desa ke kota juga Stillkind, 1991: 10).
dapat dipandang sebagai indikator Akumulasi penduduk di kota-
keterbatasan kesempatan kerja, kota besar seperti halnya di
standar upah rendah, dan ke- Indonesia tersebut sering tidak
mandekan ekonomi perdesaan. diikuti dengan penyediaan ke-
Kebijakan pemerintah dalam mem- sempatan kerja formal yang luas.
bangun berbagai unit produksi dan Hal ini memosisikan penduduk
* Agus Joko Pitoyo, S.Si adalah asisten peneliti Pusat Penelitian Kependudukan,
Universitas Gadjah Mada dan staf pengajar di Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
74
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
75
Agus Joko Pitoyo
76
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
sis secara kualitatif. Hal ini secara pesat pada suatu wilayah
mengingat keterbatasan data dalam waktu tertentu diasumsikan
kuantitatif. Secara kasar dilakukan sebagai indikator bahwa sektor
analisis kuantitatif terhadap per- informal mempunyai prospek yang
kembangan pedagang kaki lima di baik.
Kotamadya Yogyakarta dengan Perkembangan sektor informal
cara membandingkan hasil sensus pada unit wilayah tentu saja tidak
dari Pusat Penelitian Kependuduk- berjalan secara otomatis. Usaha di
an (PPK) Universitas Gadjah Mada sektor ini tidak dapat terlepas dari
tahun 1998 dengan hasil sensus fleksibilitas daerah, unit-unit
yang dilakukan oleh Yayasan Dian ekonomi sekitar, konsentrasi per-
Desa tahun 1994. mukiman, pusat pelayanan dan
pendidikan, di samping kebijakan
Prospek Sektor Informal: dari pemerintah daerah yang
Tinjauan Teoretis bersangkutan. Dalam upaya men-
jelaskan prospek sektor informal
Secara mikro prospek sektor
melalui perkembangan usaha
informal dapat dianalisis melalui
secara regional, analisis tentang
peranannya terhadap ekonomi
pertumbuhan dan keterkaitannya
rumah tangga dan secara makro
dengan sektor lain menjadi bagian
dilihat melalui persebaran dan
yang penting.
perkembangannya pada unit
Pertumbuhan sektor informal
wilayah. Pada level rumah tangga,
secara pesat telah terjadi di berbagai
unit usaha di sektor informal akan
negara, baik di negara maju
dirasakan bermanfaat apabila
maupun negara sedang ber-
mampu memberikan dukungan
kembang (Portes et.al., 1989). Secara
terhadap ekonomi rumah tangga,
teoretis, pertumbuhan sektor
misalnya melalui penghasilan yang
informal tersebut dapat ditelaah
diperoleh, merupakan satu-satunya
dari berbagai pendekatan (Berger &
sumber pendapatan utama rumah
Buvinic, 1989) yaitu theory of excess
tangga atau berfungsi sebagai
labor supply, neo-marxist approach,
sumber pendapatan tambahan.
underground approach, and neo-liberal
Unit usaha di sektor informal
approach. Pendekatan pertama
dirasakan prospektif pada level
memandang sektor informal
rumah tangga apabila betul-betul
sebagai reaksi terhadap keter-
diyakini sebagai tumpuan penda-
batasan sektor formal di dalam
patan utama rumah tangga. Pada
menyerap tenaga kerja. Hal ini
unit wilayah, prospek tersebut
terjadi sebagai akibat pasar tenaga
dilihat melalui pertumbuhan unit
kerja yang tidak sempurna (imperfec
usahanya dari waktu ke waktu.
labor market) di sektor formal. Sektor
Pertambahan jumlah unit usaha
formal cenderung menggunakan
77
Agus Joko Pitoyo
78
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
79
Agus Joko Pitoyo
80
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
81
Agus Joko Pitoyo
Ahmad Yani sebagai konsentrasi sebesar 21,2 persen dari total sektor
utama, perkembangan jumlah unit informal di Kotamadya Yogyakarta.
usaha secara historis juga di- Sebagian besar dari unit usaha
pengaruhi adanya beberapa terdapat di sepanjang jalan Laksda
bangunan bersejarah seperti Adisucipto dan Urip Sumoharjo
Keraton Yogyakarta dan Benteng (yang juga dikenal dengan Jalan
Vredeburg. Selain itu, konsentrasi Solo). Kedua jalan tersebut merupa-
unit usaha pada kedua jalan kan jalan utama yang menghu-
tersebut juga didukung oleh bungkan pusat-pusat ekonomi di
berbagai fasilitas layanan masyara- bagian utara. Berbagai pusat
kat Yogyakarta seperti pusat per- layanan masyarakat seperti rumah
tokoan, Malioboro Mall, perkantor- sakit, pusat pertokoan, gedung
an, Pasar Beringharjo, gedung bioskop, dll berderet di sepanjang
bioskop, alun-alun utara, dan lain- jalan Laksda Adisucipto dan Urip
lain. Tidak mengherankan apabila Sumoharjo. Selain itu, kedua jalan
secara keseluruhan Jalan Malioboro tersebut juga berdekatan dengan
dan Jalan Ahmad Yani menjadi institusi pendidikan di Yogyakarta
tempat usaha 63,7 persen dari total seperti Universitas Gadjah Mada,
unit usaha sektor informal di blok UNY (Universitas Negeri
selatan bagian barat. Yogyakarta), IAIN Sunan Kalijaga,
Selain blok selatan bagian barat, Universitas Sanata Dharma, dan
blok utara bagian timur juga Universitas Atmajaya. Hal ini
merupakan konsentrasi unit usaha tentunya akan memungkinkan
sektor informal di Kotamadya adanya konsumen dalam jumlah
Yogyakarta. Terdapat unit usaha yang cukup besar.
Tabel 1
Persebaran Sektor Informal menurut Blok dan Waktu Usaha
Waktu Usaha
Wilayah/Blok Siang Malam Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Utara Barat 276 10,8 252 9,2 528 10,1
Utara Timur 528 20,8 592 21,5 1.120 21,.2
Selatan Barat 1513 59,4 1625 58,9 3.138 58,9
Selatan Timur 227 9,0 288 10,4 515 9,8
Total 2544 100,0 2757 100,0 5.301 100.0
% (48,0) (52.0) (100,0)
Sumber: PPK-UGM, 1998
82
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
83
Agus Joko Pitoyo
Tabel 2
Persebaran Sektor Informal menurut Jenis Usaha
Jenis Usaha Jumlah %
Makanan dan minuman 2.295 43,3
Tekstil, pakaian, kulit 734 13,8
Kebutuhan sehari-hari 744 14,0
Kertas & plastik 228 4,3
Kelompok jasa 655 12,4
Kerajinan, mainan, aksesoris 645 12,2
Total 5.301 100,0
Sumber: PPK-UGM, 1998
84
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
Tabel 3
Perkembangan Sektor Informal berdasarkan Dua Jalan Utama dan Total Populasi
Penelitian Dian Desa Penelitian PPK-UGM
1994 1998 Pertambahan
Lokasi Usaha unit usaha
Siang Malam Total Siang Malam Total (1994-1998)
(%) (%) (N) (%) (%) (N)
Jl. Malioboro 91,5 9,5 760 46,7 53,3 987 227
Jl. Ahmad Yani 92,7 7,3 338 43,8 56,2 1.012 664
Total di Kotamadya Yogyakarta 3.334 5.301 1967
85
Agus Joko Pitoyo
86
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
Tabel 4
Jenis Kelamin dan Jenis Usaha
Jenis Kelamin
Jenis Usaha
Laki-Laki Perempuan
Makanan dan minuman 57,4 47,1
Tekstil, pakaian dan kulit 9,3 5,0
Kebutuhan sehari-hari 17,6 38,0
Kelompok kertas dan plastik 7,4 5,8
Kelompok kerajinan, mainan dan aksesori 11,3 4,1
Total % 100,0 100,0
N (total=325) 204 121
% terhadap total N 62,8 37,2
Sumber: PPK-UGM, 1998
terutama pada pemilik usaha laki- nyata. Satu hal yang patut
laki yang berstatus kawin. Boleh diperhatikan adalah bahwa sektor
jadi usaha yang dilakukan informal, terutama pedagang kaki
sesungguhnya milik bersama-sama lima, mempunyai tingkat fleksibili-
atau bahkan milik perempuan. tas yang tinggi dalam memasuki-
Tingginya pemilik usaha dengan nya (Tabel 5). Secara keseluruhan
jenis kelamin laki-laki ini diperkira- tampak bahwa kemudahan dalam
kan juga terkait dengan budaya memasukinya merupakan faktor
pada masyarakat patriakhi yang penjelas distribusi pelaku pedagang
cenderung menempatkan laki-laki kaki lima pada setiap kelompok
sebagai kepala rumah tangga umur. Setiap tenaga kerja dapat
sehingga semua aset rumah tangga memasuki dan beraktivitas di
adalah milik suami. dalamnya tanpa memandang
Menurut umur, persentase unit faktor umur. Usaha pedagang kaki
usaha pedagang kaki lima semakin lima mampu menampung tenaga
meningkat sejalan dengan pening- kerja dari segala umur, baik anak-
katan kelompok umur, dengan anak, muda, maupun tua.
persebaran setiap kelompok umur Menurut pendidikan, lebih dari
yang hampir merata. Hubungan separo pelaku sektor informal
antara status usaha informal yang pedagang kaki lima berada pada
didominasi oleh penduduk umur tingkat pendidikan sekolah dasar.
pertengahan tidak tampak secara Rendahnya tingkat pendidikan
87
Agus Joko Pitoyo
Tabel 5
Alasan Memilih Pekerjaan
88
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
Tabel 6
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Tingkat Pendidikan
Jenis Usaha
SD* SLTP SLTA+
Makanan dan minuman 48,0 51,2 40,8
Tekstil, pakaian, kulit 6,0 8,1 7,0
Kebutuhan sehari-hari 34,0 27,9 23,9
Kertas, plastik, koran 4,0 2,3 15,6
Kerajinan, mainan, aksesoris 8,0 10,5 12,7
Total persen 100,0 100,0 100,0
N (total = 325) 168 86 71
% terhadap total N 51,7 26,5 21,8
Sumber: Data Primer, PPK-UGM, 1998
* Termasuk di dalamnya yang tidak tamat SD
89
Agus Joko Pitoyo
Tabel 7
Sumber Pendapatan Utama
90
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
tungkan (Tabel 8). Peran pedagang Sebesar 78,2 persen dari 325
kaki lima pada masa yang akan pedagang kaki lima mengungkap-
datang semakin nyata apabila dikaji kan bahwa krisis ekonomi saat ini
menurut rencana pindah kerja atau mengurangi jumlah pembeli, yang
tidak. Hanya 8 dari 325 pelaku pada akhirnya diikuti dengan
pedagang kaki lima yang mem- penurunan keuntungan. Sebesar
punyai keinginan untuk berganti 19,4 persen dari total responden
pekerjaan. Tampak bahwa peda- tidak merasakan pengaruh krisis
gang kaki lima merupakan terhadap keuntungan. Diperkira-
pekerjaan yang dijadikan sebagai kan usaha yang keuntungannya
tumpuan ekonomi, selain pekerjaan tidak dipengaruhi oleh krisis adalah
alternatif di saat krisis. usaha yang banyak dibutuhkan
Walaupun pada jangka panjang oleh konsumen dengan harga
prospek pedagang kaki lima cukup bahan baku yang relatif murah.
baik, keberadaan krisis ekonomi Selama krisis berlangsung, masya-
saat ini tetap dirasakan sebagai rakat akan lebih bersifat pragmatis.
hambatan yang cenderung me- Mereka akan mencari barang-
ngurangi keuntungan yang barang yang relatif lebih murah
diperoleh. Dapat dipahami bahwa sebagaimana yang dijajakan oleh
bahan baku yang lebih mahal akan pedagang kaki lima.
mempertinggi biaya produksi Apabila dikaji menurut keadaan
sehingga mengurangi persentase usaha satu tahun yang lalu, sebesar
keuntungan yang diperoleh. 69,8 persen dari 325 pedagang kaki
Tabel 8
Prospek Kelangsungan Usaha
91
Agus Joko Pitoyo
Tabel 9
Pengaruh Krisis Terhadap Kegiatan Usaha
Pengaruh Krisis Terhadap Kegiatan Usaha Frekuensi %
Tidak berpengaruh 63 19,4
Pembeli, keuntungan berkurang 254 78,2
Keuntungan bertambah 4 1,2
Tidak tahu 4 1,2
Total 325 100,0
Sumber: Data Primer, PPK-UGM, 1998
Tabel 10
Keadaan Usaha Dibanding Setahun Lalu
92
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
Tabel 11
Kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah
93
Agus Joko Pitoyo
94
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
95
Agus Joko Pitoyo
Referensi
Berger, M., dan M. Buvinic, eds. El Shaks, Salah. 1984. On city size
1989. Womens venture assistance and the contribution of the
to the informal sector in Latin informal sector: some hypo-
America. West Hartfort, theses and research questions,
Connecticut: Kumarin Press. Regional Development Dialogue,
Bienefield, M. 1975. The informal 5(2): 67-81.
sector and peripheral capitalism: Evers, Hans Dieter dan Tadjuddin
the case of Tanzania, Bulletin of Noer Effendi. 1992. Trade and
the Institute of Development informal sector policy in Central
Studies, 6(3): 53-75. Java, Yogyakarta: Population
Booth, Ane dan Peter McCawley. Studies Center, Gadjah Mada
1982. Ekonomi orde baru. Jakarta: University.
Lembaga Penelitian, Pendidikan Hart, Keith.1973. Informal income
dan Penerangan Ekonomi dan opportunities and urban
Sosial. employment in Ghana, Journal
Bottomore, Tom dan Robert Nisbet. of Modern African Studies, 11(1):
1978. A history of sociological 61-69.
analysis. New York: Basic Book. Hidayat. 1978. Pengembangan sektor
Breman, Jan. 1980. The informal informal dalam pembangunan
sector in research: theory and nasional: masalah dan prospek.
practice. Rotterdam: The Bandung: PPESM, Fakultas
Comparative Asian Studies Ekonomi, Universitas
Programme (CASP), University Padjadjaran.
of Rotterdam. Hosier, R.H. 1987. The informal
Bromley, Ray dan Chris Gerry, ed. sector in Kenya: spatial variation
1979. Casual work and poverty in and development alternatives,
third world cities. Chicester: John Journal of Developing Areas, Vol.
Wiley and Sons. 24:338-402.
Cuff, E.C., dan G.C.F. Payne. 1979. International Labour Organization.
Perspective in sociology. London: 1972. Employment, income and
George Allen & Ulwin. equality: a strategy for increasing
Dua dari tiga penduduk Indonesia productive employment in Kenya.
miskin sekali. 1998. Kompas, 1 Geneva.
September. Kafe artis menjamur, kaki lima
Effendi, Tadjuddin Noer. 1993. menjerit. 1998. Kompas, 24
Sumber daya manusia, peluang Agustus, hal: 17.
kerja dan kemiskinan. Yogya- Kerner, D.O. 1988. Hard work and
karta: Tiara Wacana. informal sector trade in
Tanzania, dalam Garcia Clark,
96
Pedagang Kaki Lima pada Masa Krisis
ed. Traders versus the state: Portes, A.; Manuel Castells and
anthropological approaches to Lauren A. Benton.1989. The
unofficial economics. s.l.: informal economy: studies in
Westview Press. advanced and less developed
Manning, Chris; Tadjuddin Noer countries. Baltimore: The John
Effendi dan Tukiran, 1996. Hopkins University Press.
Struktur pekerjaan, sektor informal Roberts, Bryan R. 1989. Employ-
dan kemiskinan di kota. ment structure, life cycle, and
Yogyakarta: Pusat Penelitian life chances: formal and informal
Kependudukan, Universitas sectors in Guadalajara, dalam
Gadjah Mada. Alejandro Portes; Manuel
Mazumdar, Dipak. 1984. The Castells and Lauren A. Benton,
urban informal sector, World eds. The informal economy: studies
Development, 4(8): 655-679. in advanced and less developed
McGee, T.U. 1971. Catalyst or countries. Baltimore: The John
concer? the role of cities in Asean Hopkins University Press.
society, dalam Jacobson dan Sagir, Soeharso. 1986. Sumbangan
Prakash, eds. Urbanization and sektor informal dalam penye-
national development. s.l.: s.n.. baran tenaga kerja, makalah
Moir, Hazel dan Soetjipto Seminar Fakultas Ekonomi,
Wirosardjono. 1977. Sektor Universitas Islam Indonesia.
informal di Jakarta, Widyapura, Yogyakarta.
1(9-10):49-70. Sethuraman, S.V. 1981. The urban
Portes, A., dan J. Walton. 1981. informal sector in developing
Labor, class and the international countries, employment, poverty
system. New York: Academic and environment. Geneva: Inter-
Press. national Labour Organization.
Portes, A., dan Manuel Sinclair, W. 1978. Urbanization and
Castells.1989. World under- labor markets in developing
neath: origins, dynamics, and countries. New York: St. Martins.
effects of the informal econo- Souza, P.R., dan V.E. Tokman. 1976.
my, dalam Alejandro Portes; The urban informal sector in
Manuel Castells and Lauren A. Latin America, International
Benton, eds. The informal Labor Review, (114): 138-148.
economy: studies in advanced and Swasono, Sri-Edi.1986. Studi
less developed countries. kebijakan pengembangan sektor
Baltimore: The John Hopkins informal. Jakarta: LSP dan IDS.
University Press.
97