menyimpulkan setiap pembahasan agar lebih mudah dipahami, yakni sebagai berikut:
1. Hukuman mati masih diterapkan di Indonesia dan tertuang
dalam hukum positif Indonesia yaitu Pasal 10 KUHP dan termasuk sebagai pidana pokok, hal tersebut juga didukung dengan kualifikasi tindak pidana yang bisa diancam dengan pidana mati, yaitu tindak pidana pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP. Penerapan fungsi hukum dalam pidana mati secara simbolis menjawab kegusaran moral yang disebabkan kejahatan. Dengan cara ini, hukum menegaskan dan menyusun kembali konsensus moral yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Sebagian penerapan hukuman mati setidaknya tetap menjadi suatu usaha pembalasan. Dan penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana mengandung banyak hikmah dan dampak positif. Hikmahnya adalah menjaga ketertiban masyarakat, bahwa hukuman mati menjadi pencegahan kejahatan kepada masyarakat agar tidak terus terulang kembali tindak pidana pembunuhan, sehingga akan menurunnya tingkat kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kemudian dampak positif diterapkannya hukuman mati adalah untuk warga negara itu sendiri menjadi aman, sejahtera, dan pembangunan sistem hukum nasional.
71 72
2. Pemberian grasi terhadap pelaku tindak pidana merupakan
hak yang dimiliki oleh Presiden sebagai Kepala Negara (tidak sebagai Kepala Pemerintahan-Eksekutif) untuk memberi pengampunan kepada pelaku tindak pidana -seperti kejahatan pembunuhan yang dilakukan secara berencana-, upaya hukum grasi dapat diajukan apabila para pihak yang berperkara merasa tidak puas dari suatu putusan. Grasi merupakan hak terpidana untuk meminta pengampunan kepada Presiden atas kejahatan yang dilakukan sebelumnya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas. maka saran yang
dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya dilakukan pembaharuan terhadap KUHP
terkhusus lagi mengenai pasal tentang pembunuhan berencana, agar dicantumkan dalam pasal ataupun penjelasannya tentang kualitas & kuantitas yang didasarkan pada alternatif hukuman yang diberikan, yang menekankan kepada kemaslahatan korban/ahli waris. Dalam artian, bahwa pemberian hukuman yang pokok terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah sanksi pidana mati. Namun dalam pemberian hukuman mati tersebut dilibatkan ahli waris/keluarga korban dalam penjatuhan hukumannya yang akhirnya, menjadi dasar pengambilan putusan hakim kepada pelaku apakah pelaku diberikan sanksi pidana mati atau diberikan pengampunan dari ahli waris/ keluarga korban. Saran penulis, tatkala pihak ahli waris/keluarga korban memaafkan, maka tak perlu diberlakukan hukuman mati terhadap pelaku. Namun sebagai gantinya, harus membayar denda yang besar kepada 73
ahli waris untuk keperluan kehidupan ahli waris/keluarga
korban. Denda yang besar tersebut diatur dalam pembaharuan pasal yang baru terkait pembunuhan berencana tersebut. Dengan demikian ahli waris tetap memperoleh bagian (maslahat) walaupun dalam keadaan duka atas meninggal anggota keluarganya. Inilah hakikat keadilan. 2. Adanya pembinaan moral dan akhlak bangsa melalui Pendidikan formal maupun non-formal terkait penerapan sanksi pidana hukuman mati, sanksi moral, serta sanksi sosial bagi para pelaku tindak pidana pembunuhan berencana.