Anda di halaman 1dari 3

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menguraikan dari bab ke bab maka penulis


menyimpulkan setiap pembahasan agar lebih mudah dipahami,
yakni sebagai berikut:

1. Hukuman mati masih diterapkan di Indonesia dan tertuang


dalam hukum positif Indonesia yaitu Pasal 10 KUHP dan
termasuk sebagai pidana pokok, hal tersebut juga didukung
dengan kualifikasi tindak pidana yang bisa diancam dengan
pidana mati, yaitu tindak pidana pembunuhan berencana
dalam Pasal 340 KUHP. Penerapan fungsi hukum dalam
pidana mati secara simbolis menjawab kegusaran moral yang
disebabkan kejahatan. Dengan cara ini, hukum menegaskan
dan menyusun kembali konsensus moral yang mengikat
seluruh anggota masyarakat. Sebagian penerapan hukuman
mati setidaknya tetap menjadi suatu usaha pembalasan. Dan
penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana mengandung banyak hikmah dan
dampak positif. Hikmahnya adalah menjaga ketertiban
masyarakat, bahwa hukuman mati menjadi pencegahan
kejahatan kepada masyarakat agar tidak terus terulang
kembali tindak pidana pembunuhan, sehingga akan
menurunnya tingkat kejahatan yang terjadi di masyarakat.
Kemudian dampak positif diterapkannya hukuman mati
adalah untuk warga negara itu sendiri menjadi aman,
sejahtera, dan pembangunan sistem hukum nasional.

71
72

2. Pemberian grasi terhadap pelaku tindak pidana merupakan


hak yang dimiliki oleh Presiden sebagai Kepala Negara (tidak
sebagai Kepala Pemerintahan-Eksekutif) untuk memberi
pengampunan kepada pelaku tindak pidana -seperti
kejahatan pembunuhan yang dilakukan secara berencana-,
upaya hukum grasi dapat diajukan apabila para pihak yang
berperkara merasa tidak puas dari suatu putusan. Grasi
merupakan hak terpidana untuk meminta pengampunan
kepada Presiden atas kejahatan yang dilakukan sebelumnya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas. maka saran yang


dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya dilakukan pembaharuan terhadap KUHP


terkhusus lagi mengenai pasal tentang pembunuhan
berencana, agar dicantumkan dalam pasal ataupun
penjelasannya tentang kualitas & kuantitas yang didasarkan
pada alternatif hukuman yang diberikan, yang menekankan
kepada kemaslahatan korban/ahli waris. Dalam artian,
bahwa pemberian hukuman yang pokok terhadap pelaku
tindak pidana pembunuhan berencana adalah sanksi pidana
mati. Namun dalam pemberian hukuman mati tersebut
dilibatkan ahli waris/keluarga korban dalam penjatuhan
hukumannya yang akhirnya, menjadi dasar pengambilan
putusan hakim kepada pelaku apakah pelaku diberikan
sanksi pidana mati atau diberikan pengampunan dari ahli
waris/ keluarga korban. Saran penulis, tatkala pihak ahli
waris/keluarga korban memaafkan, maka tak perlu
diberlakukan hukuman mati terhadap pelaku. Namun
sebagai gantinya, harus membayar denda yang besar kepada
73

ahli waris untuk keperluan kehidupan ahli waris/keluarga


korban. Denda yang besar tersebut diatur dalam
pembaharuan pasal yang baru terkait pembunuhan
berencana tersebut. Dengan demikian ahli waris tetap
memperoleh bagian (maslahat) walaupun dalam keadaan
duka atas meninggal anggota keluarganya. Inilah hakikat
keadilan.
2. Adanya pembinaan moral dan akhlak bangsa melalui
Pendidikan formal maupun non-formal terkait penerapan
sanksi pidana hukuman mati, sanksi moral, serta sanksi
sosial bagi para pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana.

Anda mungkin juga menyukai