Anda di halaman 1dari 16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi Pengambilan Sampel Kepiting Batu


Lokasi pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi yang berbeda yaitu
wilayah Tanjung Pasir, wilayah Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF) dan wilayah Muara
Idec Mamburungan.
4.1.1. Wilayah Tanjung Pasir
Lokasi pengambilan sampel kesatu berada pada wilayah Tanjung Pasir yang
letaknya didepan perusahaan PT. Sumber Kalimantan Abadi, dekat dengan
pemukiman penduduk nelayan dan akses keluar masuknya hasil perikanan
(tangkapan laut) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel diwilayah Tanjung Pasir


(Sumber dokumentasi pribadi 2020)
Berdasarkan habitat kepitig batu (Menippe mercenaria) umumnya
menghuni sub pasang surut, dibawah substrat keras dan sekitar bebatuan
yangmana pada lokasi Tanjung Pasir merupakan kawasan habitat kepiting batu
karena pada lokasi tersebut mengalami pasang surut dan adanya bebatuan
disekitaran lokasi tersebut.
4.1.2. Wilayah Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF)
Lokasi pengambilan sampel kedua berada pada wilayah Pelabuhan
Tengkayu 1 (SDF) yang letaknya dekat pemukiman penduduk, adanya
kegiatan bongkar muat barang serta akomodasi penyebrangan. Dapat dilihat
pada Gambar 8.
27

Gambar 8. Lokasi pengambilan sampel diwilayah Pelabuhan Tengkayu 1


(SDF)
(Sumber dokumentasi pribadi 2020)
Berdasarkan habitat kepitig batu (Menippe mercenaria) umumnya
menghuni sub pasang surut, dibawah substrat keras dan sekitar bebatuan
yangmana pada lokasi Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF) merupakan kawasan habitat
kepiting batu karena pada lokasi tersebut mengalami pasang surut dan adanya
bebatuan disekitaran lokasi tersebut.
4.1.3. Wilayah Muara Idec Mamburungan
Lokasi pengambilan sampel ketiga berada pada wilayah Muara Idec
Mamburungan yang letaknya jauh dari pemukiman warga, adanya kegiatan
perusahaan Idec (proses pembuatan triplek) dan didaerah ini masih banyak
terdapat ekosistem mangrove. Dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Lokasi pengambilan sampel diwilayah Muara Idec Mamburungan


(Sumber dokumentasi pribadi 2020)
28

Berdasarkan habitat kepitig batu (Menippe mercenaria) umumnya


menghuni sub pasang surut, dibawah substrat keras dan sekitar bebatuan
yangmana pada lokasi Muara Idec Mamburungan merupakan kawasan habitat
kepiting batu karena pada lokasi tersebut mengalami pasang surut disekitaran
lokasi tersebut.
Pengamatan yang dilakukan pada ketiga lokasi tersebut adanya keberadaan
kepiting batu (Menippe mercenaria). Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil survei
dengan warga yang tinggal dilokasi tersebut. Telah didapatkan hasil penangkapan
kepiting batu (Menippe mercenaria) di tiga stasiun yang berbeda, dapat dilihat
pada gambar 10-12.

Gambar 10. Hasil tangkapan di stasiun 1


(Sumber dokumentasi pribadi 2020)

Gambar 11. Hasil tangkapan di stasiun 2 Gambar 12. Hasil tangkapan di stasiun
3
(Sumber dokumentasi pribadi 2020) (Sumber dokumentasi pribadi 2020)

4.2. Kualitas Air


Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangbiakan suatu organisme biotik perairan. Oleh karena itu, gambaran
tentang biofisik perairan sangat penting untuk diketahui. Faktor lingkungan yang
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan suatu organisme biotik
perairan adalah faktor fisika, kimia dan biologi. Berikut hasil pengukuran dan
29
pengamatan kualitas air di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil rata-rata pengamatan kualitas air di lokasi penelitian


Lokasi
Variabel satuan
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec Mamburungan
Tengkayu 1 (SDF)
Suhu o
C 30 29 29
Salinitas %o 29 29 26
pH - 8,02 7,87 7,33
Kecerahan Cm 90 95 65
Kedalaman M 3,69 3,70 2,99
DO mg/L 6,47 5,41 4,36
Amonia mg/L 0,35 0,16 0,21
Fosfat mg/L 0,05 0,05 0,16
Nitrit mg/L 0,08 0,05 0,07

Hasil pengukuran dan pengujian kualitas air yang didapatkan pada masing-
masing lokasi penelitian yakni :

4.3. Parameter Fisika dan Kimia Air


4.3.1. Variabel suhu
Nilai Suhu merupakan salah satu parameter fisika perairan yang sangat
penting bagi keberadaan suatu organisme dan lingkungan karena dapat menunjang
kinerja metabolisme tubuh suatu organisme. Suhu akan mempengaruhi pernafasan
dan proses- proses oksidasi dimana akan menjadi 2 – 3 kali lebih cepat dengan
kenaikan suhu sebesar 10oC, sehingga ditentukan oleh kondisi iklim dan cuaca
saat pengamatan. Suhu yang diperoleh saat pengamatan menunjukkan tidak
terjadinya perubahan yang signifikan atau dengan kata lain suhu berada pada
kondisi normal yakni berkisar 28-32oC. Secara rinci kisaran suhu pada lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.
30

31.5 31 31
30.5 30
29.5 29
Suhu oC

28.5 28 28
U1
27.5
U2
26.5
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 (SDF) Mamburungan
Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 13. Parameter suhu (oC) perairan di lokasi pengamatan

Berdasarkan hasil pengukuran variabel suhu di lokasi penelitian pada


Gambar 13. menunjukkan bahwa kisaran suhu pada air tertinggi terdapat pada
lokasi Tanjung Pasir yaitu sebesar 30-31 oC, sedangkan nilai terendah terdapat
pada lokasi Muara Idec Mamburungan sebesar 28-29 oC. Perubahan suhu terjadi
akibat dari perubahan iklim harian, bahwa suhu pengukuran harian diperoleh
pada saat pagi hari dan sore didapatkan kisaran suhu di perairan yang menjadi
penelitian ini berkisar antara 29,25 ± 1,95 oC. Suhu terendah ditemukan pada saat
pagi hari, sedangkan suhu tinggi pada umumnya ditemukan pada saat sore hari.
Pada suhu harian diketahui terjadi pebedaan suhu pagi dan sore berkisar 1,75 ±
1,25 oC. Suhu juga sangat berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas di dalam air
termasuk oksigen, semakin tinggi suhu, semakin kecil larutan oksigen dalam air
dan akan menaikan karbondioksida, padahal kebutuhan oksigen bagi udang
semakin besar karena metabolisme semakin tinggi.
Tingginya nilai suhu di lokasi Tanjung Pasir diduga dapat dipengaruhi oleh
cuaca dan lokasi suatu wilayah. Pengambilan sampel dilakukan pada saat siang
hari, hal ini ada keterkaitan dengan suhu air yang bergantung pada radiasi sinar
matahari. Suhu air budidaya bergantung kepada radiasi sinar matahari dan suhu
udara. Dari kisaran nilai suhu di lokasi studi bila dibandingkan dengan baku mutu
kualitas air menurut (KEPMEN LH No.51, 2004) menunjukan bahwa kualitas
perairan masih dalam kisaran normal, baku mutu berkisar 28-30oC.
4.3.2. Salinitas
31

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam air tanah. parameter
ini termasuk dalam kimia perairan juga berperan penting dalam proses adapatasi
pada organisme yang berada di perairan. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh
nilai salinitas berkisar antara 25-30 mg/L. Secara rinci pengukuran salinitas pada
31 30 30
lokasi pengamatan
30 dapat dilihat pada Gambar 14.
29 28
28
Salinitas (%o)

27
27 26
26 25 U1
25
U2
24
23
22
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 (SDF) Mamburungan
Lokasi Pengamatan (Stasiun )

Gambar 14. Parameter salinitas (%o) perairan di lokasi pengamatan

Hasil pengukuran salinitas pada Gambar 14. menunjukan nilai variabel


salinitas pada lokasi pengamatan. Diketahui bahwa nilai tertinggi terdapat pada
lokasi tanjung Pasir dengan salinitas berkisar 25-30%o, sedangkan nilai terendah
terdapat pada lokasi Muara Idec Mamburungan dengan nilai 25-26% o. Perubahan
salinitas terjadi akibat dari perubahan iklim harian, bahwa pengukuran harian
diperoleh salinitas di dalam perairan didapatkan berkisar 20,5 ± 30,5 ppt.
Tingginya nilai kandungan salinitas diduga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
yang dimana lokasi ini berhadapan langsung dengan laut. Selain itu rendahnya
nilai kandungan salinitas diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lokasi yang
berada dikawasan muara sungai dimana diketahui muara merupakan tempat
pertemuan air sungai dan air laut sehingga nilai salinitas menjadi rendah.
Suyanto dan Mudjiman (2004) menyatakan bahwa salinitas sangat
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan organisme akuatik. Hasil dari pengujian
kadar salinitas nilainya fluktuatif, perubahan nilai dapat dipengaruhi oleh cuaca
harian. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyono (2011) yang menyatakan bahwa
kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar garam dalam
perairan. Dengan demikian, perubahan kadar garam yang mendadak dapat
menghambat pertumbuhan Kepiting batu dan menurunkan ketersediaan makanan
alami dalam perairan. Jika dibandingkan dengan baku mutu kualitas air untuk
biota menurut (KEPMEN-LH No. 51. 2004), nilai parameter salinitas yang
diukur di lokasi studi penelitian masih berada dalam ambang batas baku mutunya
adalah 33-34%o .
4.3.3. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk
menentukan kadar asam/basa dalam air. pH berpengaruh terhadap keberadaan
biota karena dapat menimbulkan racun apabila pH terlalu tinggi. Secara rinci
kisaran pH pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.
8.40 8.20 8.21
7.84
7.80 7.52
7.247.41
7.20
6.60
pH

U1
U2

Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 15. Parameter pH perairan di lokasi pengamatan

Hasil analisis pH pada Gambar 15. diatas menunjukan bahwa nilai tertinggi
terdapat pada lokasi Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF) dengan nilai variabel 7,52-8,21
sedangkan nilai terendah terdapat pada lokasi Muara Idec Mamburungan sebesar
7,24-7,41. Menurut (KEPMEN-LH No. 51, 2004) menetapkan baku mutu pH
untuk biota laut adalah 7,5-8,5. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang
dipersyaratkan, nilai pH pada setiap lokasi yang diukur masih berada dibawah
baku mutu yang ditetapkan
Derajat keasaman mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jasad renik (kecil) sebagai makanan udang dalam
tambak. Nilai pH pada kegiatan budidaya memiliki peranan penting karena
apabila pH rendah akan menyebabkan perairan asam atau kelebihan
karbondioksida, dan mengakibatkan gangguan fisiologis pada biota, sedangkan
pada pH tinggi menyebabkan perairan basa yang berakibat pada peningkatan daya
racun amonia (Effendi, 2003). Lebih lanjut pH air dapat di pengaruhi oleh sifat
dari tanahnya yang mengandung senyawa pirit (FeS2), menyebabkan air menjadi
sangat asam sampai pH mencapai 3,0-4,0. pH. HCl tersebut tentu saja akan
menyebabkan biota akan mati pada pH sangat asam yang disebabkan karena
meningkatnya benda-benda membusuk dari sisa-sisa pembusukan.
4.3.4. Kecerahan
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan
cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami
kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktivitas fotosintesa dan
produksi primer dalam suatu perairan. Faktor yang mempengaruhi kecerahan
adalah kejernihan yang sangat ditentukan partikel-partikel terlarut dalam lumpur.
Semakin banyak partikel terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan
atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi
makan dari organisme akuatik (Sembiring, 2008). Secara rinci kisaran kecerahan
dapat dilihat pada gambar 16.
180 165
160 150
140
120
Kecerahan (cm)

100
80 65
60
40
20
0

Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 16. Kecerahan perairan (cm) di lokasi pengamatan

Bedasarkan hasil analisis kecerahan dapat dilihat pada gambar 16.


menunjukkan nilai tertinggi pada lokasi Tanjung Pasir dan Pelabuhan Tengkayu 1
(SDF) sedangkan nilai terendah pada lokasi Muara Idec Mamburungan. Nilai
kecerahan yang rendah disebabkan oleh kondisi perairan keruh akibat banyaknya
padatan tersuspensi akibat limbah domestik dan aktivitas lain disekitar wilayah
tersebut sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan. Nilai
kecerahan yang baik untuk kehidupan organisme akuatik lebih besar dari 0,45 m.
Kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah (Akronomi
dan Subroto, 2002).
34

4.3.5. Kedalaman
Kedalaman merupakan parameter fisik yang menunjukkan ukuran
ketinggian air dari dasar perairan. Kedalaman sangat mempengaruhi suatu
organisme yang ada dalam perairan tersebut. Secara rinci kisaran kedalaman dapat
dilihat pada gambar 17.
4 3.69 3.70
2.99
3
Kedalaman (M)

2
1
0

Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 17. Kedalaman perairan (m) di lokasi pengamatan

Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman pada gambar 17. menunjukkan


nilai tertinggi pada lokasi Tanjung Pasir dan Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF) ,
sedangkan yang terendah pada lokasi Muara Idec Mamburungan. Dengan
bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena
proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak
digunakan untuk pernapasan dan oksidasi baan-bahan organik dan anorganik.
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Menurut Effendi
(2003), oksigen yang terlarut dalam perairan alami sangat bervariasi bergantung
pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Suhu umumnya
menurun sejalan dengan penambahan kedalaman, sebaliknya kelarutan oksigen
meningkat dengan penambahan kedalaman (Millero dan Shon, 1992). Kedalaman
berkaitan erat dengan distribusi dan migrasi kepiting. Pada umumnya kepiting
bermigrasi kearah yang lebih dalam ketika akan melakukan pemijahan. Menurut
(Brown dan Bert, 1993) menyatakan rentang kisaran lingkungan Menippe
mercenaria hidup di kedalaman 0-7 meter, sehingga untuk semua stasiun pada
pengambilan sampel kepiting masih normal.
35

4.3.6. Oksigen terlarut (DO)


Oksigen terlarut merupakan kandungan oksigen yang berada di dalam
perairan yang digunakan oleh organisme pada lingkungan perairan. Nilai ini
masih secara signifikan berada pada kondisi optimum. Oksigen digunakan untuk
melakukan fotosintesis bagi tumbuhan. Hasil uji laboratorium menunjukkan
kisaran nilai DO 5,28-7,66 mg/L. Secara rinci kisaran suhu pada lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18.

7.00 6.606.34
6.00 5.285.54
5.00 4.75
3.96
DO (mg/L)

4.00
3.00
2.00 U1
U2
1.00
0.00
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 (SDF) Mamburungan
Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 18. Parameter DO (mg/L) perairan di lokasi pengamatan

Berdasarkan hasil pengujian variabel DO pada Gambar 18. menunjukkan


nilai teringgi terdapat pada lokasi Tanjung Pasir sebesar 6,34-6,60 mg/L,
sedangkan nilai terendah terdapat di lokasi Muara Idec Mamburungan dengan
nilai 5,28-6,34 mg/L. Tingginya oksigen terlarut diduga karena pada saat siang
hari kondisi oksigen cenderung mengalami peningkatan karena adanya masukan
oksigen terlarut dari proses fotositesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Hal ini
sesuai pendapat Cahyono (2011) bahwa kondisi oksigen terlarut pada saat siang
hari lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi oksigen terlarut pada pagi hari.
Berdasarkan (KEPMEN LH No. 51, 2004) menetapkan oksigen terlarut
untuk biota laut adalah >5->6 mg/L. Jika dibandingkan dengan nilai DO disemua
stasiun yang terukur, nilai tesebut memenuhi bakumutu yang dipersyaratkan
artinya DO di perairan masih dalam kondisi menunjang bagi kehidupan biota.
4.3.7. Amonia (NH3)
36

Amonia (NH3) di perairan tambak berasal dari hasil samping metabolisme


hewan maupun hasil proses dekomposisi bahan organik oleh bakteria. Menurut
Cahyono (2011) amonia dapat berasal dari proses dekomposisi protein sisa-sisa
plankton mati, pengeluaran metabolisme organisme perairan dan bahan-bahan
organik yang telah terdapat di dalam perairan. Secara rinci nilai amonia pada
lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 19.

0.70
Amonia (mg/L)

0.60
0.60
0.50
0.40 0.33
0.30 0.24 U1
0.20 U2
0.10 0.08 0.09
0.10
0.00
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 (SDF) Mamburungan
Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 19. Parameter amonia (mg/L) perairan di lokasi pengamatan

Hasil analisis pada Gambar 19. diketahui bahwa nilai kadar amonia tertinggi
terdapat pada lokasi Tanjung Pasir sebesar 0,10-0,60 mg/L, sedangkan nilai kadar
amonia terendah berada pada lokasi Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF) sebesar 0,08-
0,24 mg/L. Tingginya amonia dapat mempengaruhi pertumbuhan dari organisme
di perairan tersebut. Terjadinya peningkatan konsentrasi diduga karena adanya
penumpukan bahan organik yang terjadi di dasar perairan dan berasal dari
pengeluaran metebolisme organisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyono,
(2011) menyatakan bahwa amonia dapat berasal dari dekomposisi protein sisa-sisa
plankton mati, pengeluaran metebolisme organisme perairan dan bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam perairan. Lebih lanjut Cahyono (2011) kandungan
amonia dalam air akan bertambah sejalan dengan kenaikan aktivitas organisme
dan suhu perairan.
Berdasarkan (KEPMEN LH, No. 51 2004) untuk menetapkan kadar amonia
untuk biota laut adalah 0,3 mg/L. Jika dibandingkan dengan nilai kadar amonia
disemua lokasi maka nilai tersebut melebihi baku mutu artinya kondisi dampak
yang ditimbulkan. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan pada perairan
tersebut.
37

4.3.8. Fosfat (PO4)


Fosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan
merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga dapat
mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Secara rinci hasil pengujian posfat
pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20.

0.30
0.27
0.25

0.20
Fosfat (mg/L)

0.15

0.10 U1
0.06 0.05 U2
0.05 0.040.05 0.03

0.00
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 (SDF) Mamburungan
Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 20. Parameter fosfat (mg/L) perairan di lokasi pengamatan

Hasil analisis pada Gambar 20. menunjukan nilai kadar fosfat tertinggi
terdapat pada lokasi Muara Idec Mamburungan dengan niali 0,05-0,27 mg/L
sedangkan nilai terendah terdapat pada lokasi Tanjung Pasir sebesar 0,04- 0,05
mg/L. Dari pengujian kadar fosfat mendapatkan hasil kurang dari batas toleransi
untuk budidaya yakni 0,01 mg/L (KEPMEN LH No.51, 2004). Terjadinya
perubahan fosfat diduga karena pangaruh banyaknya unsur hara dan sisa pakan
akibat dari pergantian air yang tidak sesuai pada perairan budidaya. Fosfat berasal
dari masukan bahan organik melalui darat berupa limbah industri maupun
domestik.
Ketersediaan unsur hara fosfat dalam air erat kaitanya dengan kandungan
unsur hara fosfat tanah. Fosfat merupakan senyawa yang terlarut di dalam badan
air atau perairan yang memiliki fungsi terhadap biota air misalnya pembentukan
protein dan proses fotosintesis. Dengan demikian, unsur fosfat dan nitrogen akan
meningkatkan produksi pakan alami di tambak. Nutrien merupakan zat yang dapat
mempengaruhi dan dibutuhkan oleh organisme perairan seperti fitoplankton,
terutama nitrat dan fosfat. Tinggi rendahnya kandungan nitrat dan fosfat di suatu
perairan dapat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton, sehingga nitrat dan fosfat
juga dapat mempengaruhi kandungan klorofil-a yang terkandung dalam
fitoplankton.
4.3.9. Nitrit (NO2)
Konsentrasi nitrit yang kecil bukan berarti tidak berbahaya terhadap
lingkungan perairan karena nitrit sangat beracun terhadap ikan dan spesies air
lainnya (Effendi, 2003). Berdasarkan hasil pengujian nitrit pada lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 21.
0.12
0.10
0.10 0.09
0.08 0.07
Nitrit (mg/L)

0.06
0.06
0.04
0.04 0.03 U1
0.02 U2

0.00
Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 (SDF) Mamburungan
Lokasi Pengamatan (Stasiun)

Gambar 21. Parameter nitrit (mg/L) perairan di lokasi pengamatan


Hasil analisis pada Gambar 21. menunjukkan bahwa kandungan nitrit
tertinggi terdapat pada lokasi Tanjung Pasir sebesar 0,06-0,10 mg/L, sedangkan
kandungan nitrit terendah terdapat pada lokasi Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF)
dengan nilai 0,03-0,07 mg/L. Hasil tersebut masih jauh dari baku mutu yaitu
<0,01 Mg/l menurut (KEPMEN LH No. 51, 2004) untuk budidaya suatu
organisme akuatik diperairan meningkatkan konsumsi oksigen dan menyebabkan
kematian organisme crustacea pada perairan tersebut. Tingginya nitrit diakibatkan
terjadi proses pembusukan atau fases maupun sisa pakan pada perairan.

4.4. Parameter Fisika dan Kimia Tanah


Sampel substrat diambil dari kedalaman 1-4 meter, menunjukkan kondisi
substrat didominasi oleh fraksi pasir diikuti oleh fraksi debu dan fraksi liat. Secara
rinci dapat dilihat pada tabel 8.
39

Tabel 8. Hasil pengamatan kualitas tanah


Bahan
Tekstur Sedimen pH Tanah
Organik
No Stasiun Deb Kelas
Pasir Liat Karbon
u Tekstur H2O KCl
% % Total
%
Tanjung Pasir Lempung
1 19,56 63,97 16,47 3,67 3,34 0,58
berdebu
Pelabuhan Lempung
2 Tengkayu 1 21,59 66,24 12,17 berdebu3,44 3,37 0,57
(SDF)
Muara Idec Liat
3 49,69 11,20 39,11 4,01 3,82 0,75
Mamburungan bepasir
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Univ. Borneo Tarakan 2019
Berdasarkan analisis pengamatan kualitas tanah di Laboratorium Ilmu
Tanah pada lokasi Tanjung Pasir dan Pelabuhan Tengkayu 1 (SDF) sama dengan
kelas teksturnya yaitu lempung berdebu, sedangkan Muara Idec Mamburungan
kelas teksturnya adalah liat bepasir. Hasil analisis menggunakan segitiga substrat
didominasi lempung berdebu dan liat bepasir. Kondisi substrat seperti ini
merupakan karakteristik umum di perairan dinyatakan oleh Dishidros TNI AL
(1994).

4.5. Karakter Morfometri Kepiting Batu (Menippe mercenaria)


Karakter morfometri merupakan salah satu ciri yang dapat digunakan
untuk mendeskripsikan suatu spesies organisme. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan di tiga stasiun yaitu lokasi Tanjung Pasir (ST 1), lokasi Pelabuhan
Tengkayu 1 (SDF) (ST 2) dan lokasi Muara Idec Mamburungan (ST 3), dari hasil
pengamatan di tiga stasiun tersebut didapatkan pasang tertinggi dan surut terendah
yang berbeda. Terkait lingkungan (Munasinghe dan Thusari, 2010) menjelaskan
bahwa lingkungan yang berbeda-beda didaerah tersebut cenderung berkorelasi
dengan tingkat keanekaragaman hayati.
Identifikasi pada Menippe mercenaria dilakukan menggunakan pustaka
Kathirvel dan Srinivasagam (1992), Keenan (1998). Identifikasi dilakukan dengan
mengukur pada setiap bagian tubuh kepiting batu yaitu pada lebar karapas,
40
panjang karapas, lebar karapas belakang maupun lebar abdomen. Untuk lebih
jelas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.
Hasil dari identifikasi dapat dijelaskan bahwa semakin besar ukuran
kepiting maka semakin besar juga ukuran setiap morfologi tubuhnya. Dari semua
kepiting yang tertangkap diambil 3 -5 ekor kepiting pada setiap ukuran (stasiun)
untuk dilakukan pengukuran morfometrinya dan mengetahui nilai identifikasi
morfometri kepiting batu (Menippe mercenaria) dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Identifikasi morfometri dari ketiga stasiun
Identifikasi
Stasiun
icw cl Pwc 8cw Fmsh Dfms Fw Cw Pl
A 5,13 3,95 1,58 5,38 0,03 0,50 0,40 2,87 5,78
B 5,64 4,48 2,02 6,35 0,04 0,28 0,55 3,76 6,43
C 3,14 3,25 1,32 4,32 0,02 0,33 2,29 4,53 2,62
Lanjutan
Identifikasi
Stasiun
dl pw Pd Ics ml 3pcl 3mpl 3ppl 3pdl
A 3,68 1,92 0,55 1,81 0,26 1,98 0,73 1,68 1.02
B 2,63 0,59 2,39 0,46 2,39 0,88 2,06 1,71 1,89
C 1,18 0,59 0,83 0,22 0,73 0,61 0,80 0,75 0,73
Lanjutan
Identifikasi
Stasiun
pm la Ta pan Par
A 1,07 0,19 1,63 0,93 0,93
B 0,48 1,75 3,41 1,32 1,05
C 0,13 1,04 2,06 0,39 0,39

Berdasarkan hasil pengamatan dari total keseluruhan kepiting yang didapat


menunjukkan bahwa ukuran lebar karapas dalam (ICW) tertinggi adalah 8,50 cm
dengan rata-rata 5,64. Sedangkan jarak antara duri median frontalis (DFMS)
sebagai karakteristik morfologis yang terkecil yang diukur, memiliki nilai
tertinggi 0,50 cm dengan rerata 0,28. Sehingga dari data tersebut pada lokasi
Pelabuhan Tengkayu 1 SDF (stasiun 2) yang memiliki nilai tertinggi
dibandingkan oleh lokasi Tanjung Pasir (stasiun 1) dan lokasi Muara Idec
Mamburungan (stasiun 3).

4.6. Karakter Meristik Kepiting Batu (Menippe mercenaria)


Karakter meristik berkaitan dengan perhitungan secara kuantitatif ciri-ciri
bagian tubuh kepiting misalnya jumlah dan ukuran duri. Meristik dapat digunakan
untuk menggambarkan keterangan-keterangan spesies, atau digunakan untuk
identifikasi spesies yang belum diketahui. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 10.

41

Tabel 10. Karakter meristik kepiting batu (Menippe mercenaria)


Stasiun
Perhitungan Tanjung Pasir Pelabuhan Muara Idec
Tengkayu 1 SDF Mamburungan
Jumlah (Ekor) 30 25 10
Rata-rata
Jumlah Duri 6 6 6
Bagian Tengah
Rata-rata Berat 94,15 112,42 87,92
Total (Gram)

Berdasarkan karakteristik meristik kepiting batu yang diperoleh dari tiga


stasiun berbeda yangmana pada stasiun 1 memperoleh jumlah yang banyak
dibandingkan oleh stasiun lain. Untuk rata-rata jumlah duri bagian tengah yaitu 6
untuk setiap stasiun pada kepiting batu, sedangkan rata-rata berat badan total
diperoleh nilai tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai 112,42. Dari hasil tersebut
bahwa kepiting yang diperoleh paling yaitu pada stasiun 2 yang diduga masih
banyak tersedia makanan seperti teritip, kerang dan tiram.

Anda mungkin juga menyukai