Anda di halaman 1dari 4

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


BALITBANG KEMENDIKBUD 2017
Policy Brief

PENDIDIKAN KEBHINEKAAN
DI SATUAN PENDIDIKAN

I
ndonesia merupakan negara yang
memiliki karakteristik penduduk sangat
beragam ditinjau dari suku, ras, agama,
budaya, dan bahasa. Keragamaman dan
perbedaan bukan untuk dipertentangkan,
tetapi harus dikelola supaya bisa hidup rukun
berdampingan dalam sebuah harmoni dan
kedamaian bersama. Keragaman merupakan
modal sosial dan potensi dalam membangun
bangsa, namun jika tidak bisa dikelola dengan
baik, maka potensi tersebut akan berubah
menjadi ancaman bagi keutuhan negara
kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sampai saat ini kita masih menyaksikan
beberapa sikap, tindakan, dan perilaku
masyarakat yang berpotensi mengancam
keutuhan NKRI, yakni: tindakan radikal,
kekerasan, dan intoleran yang menyebabkan
terjadinya konflik sosial, dominasi atau

http://litbang.kemdikbud.go.id
Pendidikan Kebhinekaan di Satuan Pendidikan

diskriminasi mayoritas terhadap minoritas secara gender, ras, suku, etnis, kelas/golongan
bahkan pemaksaan sehingga hak-hak mereka sosial.
terpinggirkan, dan kurangnya pemahaman
Implementasi model pembelajaran kebinekaan
terhadap nilai-nilai kebhinekaan/
di sekolah ditunjukkan dengan suasana kelas
multikultural dalam kehidupan masyarakat
yang dikembangkan mencerminkan: 1)
yang sangat plural.
keanggotaan kelompok belajar siswa lintas
Makna Kebhinekaan sektoral/kultur; 2) proses belajar memberikan
kesempatan kepada siswa dari berbagai
Kebhinekaan diberi pengertian/makna dengan
ras, suku, etnis untuk berinteraksi dengan
mengadaptasi konsep multikulturalisme,
mengurangi rasa ketakutan; 3) semua aturan
yaitu adanya kesediaan untuk menerima
kelas diputuskan secara bersama dan berlaku
kelompok lain secara sama sebagai kesatuan,
untuk semua.
tanpa mempedulikan perbedaan budaya,
etnik, jender, bahasa, ataupun agama. Seain itu, Implementasi model pembelajaran
Kebihnekaan dibatasi pada ruang lingkup kebinekaan di sekolah ditunjukkan pula oleh
keberagaman yang bersifat kodrati terutama peran guru dalam pembelajaran kebinekaan,
etnis, agama, dan budaya. Satuan pendidikan antara lain: 1) mendorong siswa belajar tentang
dalam lingkup pendidikan menengah. hal-hal yang terkait stereotype dan hubungan
lainnya yang dianggap bias serta dampak
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan
negatif yang dihasilkannya; 2) mendorong
Kebudayaan, Balitbang, Kemendikbud telah
siswa belajar berbagi nilai kebajikan dalam
melakukan penelitian kebijakan terkait
internal kelompok maupun antar-kelompok
pendidikan kebinekaan/multikultural untuk
seperti nilai kebajikan, keadilan, kebebasan,
membangun sebuah pemahaman dan sikap
perdamaian, kepedulian sosial dll.; 3) guru
toleransi dan menghargai terhadap perbedaan,
membantu siswa dalam berinteraksi secara
mendorong sikap adil dan tidak diskriminatif
efektif dengan siswa lain dari berbagai ras,
terhadap kelompok lain, dan kemauan untuk
suku, etnis dan agama; 4) guru menggunakan
bekerjasama di antara kelompok masyarakat
teknik dan pendekatan budaya yang beragam
dalam mewujudkan harmoni sosial. Penelitian
dalam menilai pengetahuan siswa dan
yang menggunakan pendekatan kualitatif ini
keterampilan sosialnya. Hal yang cukup
dilakukan observasi secara mendalam pada
dan harus mendapat perhatian dalam
dua lokasi yang memiliki kondisi penduduk
implementasi model pembelajaran kebinekaan
sangat plural namun dikenal memiliki tingkat
di sekolah adalah adanya pembelajaran
toleransi yang tinggi, yakni Kota Singkawang,
transformasi informasi dengan menggunakan
dan Kota Salatiga.
anggota masyarakat dan orang tua sebagai
sumber belajar.
Praktik-praktik baik Sekolah bercirikan agama (SMA Kristen)
penerapan pendidikan menerima siswa dari agama lain, serta
menyediakan ruang ibadah (Musholla)
kebhinekaan di sekolah bagi umat muslim; pada hari jum’at jam
belajar menyesuaikan (berakhir) sebelum
Hasil observasi mendalam pada dua lokasi waktu sholat Jum’at; memfasilitasi kegiatan
tersebut menggambarkan bahwa pada keagamaan dari beragam agama, aktualisasi
hakikatnya pembelajaran kebinekaan identik beragam budaya; sekolah tidak menunjukan
dengan pembelajaran multikulturalisme simbol-simbol keagamaan namun lebih
yaitu kebijakan dalam praktik pendidikan dominan simbol-simbol kebangsaan
dalam mengakui, menerima dan menegaskan (pahlawan, pulau-pulau, budaya daerah,
perbedaan dan persamaan manusia baik dsb); Di sekolah lain (SMA/SMK negeri)

2
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Kemendikbud

menyediakan guru agama yang sesuai dengan


agama muridnya, walaupun hanya satu murid
Rekomendasi yang
yang dilayani, serta menyediakan ruang diusulkan
khusus untuk belajar agama; Siswa yang
memimpin doa dilakukan secara bergantian, 1. Pembelajaran berbasis kebhinekaan/
tidak harus siswa muslim tapi bisa dilakukan multikultural yang terintegrasi dengan
secara bergantian; Di pojok pojok kelas ada semua mata pelajaran diperlukan dalam
pajangan pajangan, tulisan atau mading rangka menumbuhkan kesadaran kolektif
kebhinekaan; Setiap peringatan hari besar (collective awareness) terhadap persamaan
keagamaan, melibatkan seluruh siswa secara hak dan kewajiban; kebersamaan dan
lintas agama, bukan kegiatan ritualnya, tapi keterikatan (sense of solidarity); serta
dalam kegiatan kepanitiaannya; Aktualisasi rasa memiliki (sense of belonging) yang
keragaman budaya ditunjukan pada perayaan mendorong siswa untuk menerima
hari Kartini. kemajemukan; dan menunjukkan
perilaku penerimaan yang tingginya
terhadap kebhinekaan.
Hambatan penerapan 2. Penyajian pokok-pokok bahasan bernilai
pendidikan kebhinekaan budaya hendaknya bersifat kontekstual
dan authentic; menyajikan fakta dan data
di sekolah. yang menggambarkan kontribusi etnik,
agama, dan budaya; dan, menekankan
a) Di sekolah swasta, masih ada masalah
perlunya memelihara kebhinekaan
terkait penyediaan guru agama yang tidak
sebagai modal dasar pembangunan.
bisa dipenuhi oleh sekolah. Di sekolah
muslim hampir jarang ada siswa non 3. Forum guru diharapkan dapat
muslim, sebaliknya di sekolah kristen, ada menjalankan fungsinya sebagai
banyak siswa muslim yang sekolah disitu, pengembang kurikulum (curriculum
dan sekolah kristen tidak menyediakan developer) kreatif dan inovatif dalam
guru agama islam untuk siswa Islam; pembelajaran berbasis multikultural
berbasis keteladanan sikap dan perilaku
b) Materi kurikulum pengajaran agama
saling menghargai dan menghormati
lebih fokus kepada hubugan manusia
keanekaragaman budaya yang berbeda,
dengan tuhan, tapi hubungan manusia
namun dapat hidup berdampingan secara
dengan manusia masih kurang;
damai.
c) Tuntuan kurikulum yang sangat padat,
4. Kepala sekolah harus mendorong
apalagi menjelang pelaksanaan UN,
pengembangan pendidikan nilai-
menyebabkan pengembangan pendidikan
nilai multikultural seluas-luasnya;
kebhinekaan menjadi kurang mendapat
memberikan kesempatan kepada siswa
perhatian;
dan guru untuk melaksanakan kegiatan
d) Tidak semua Pemda memehami regulasi yang bernuansa etnik, agama, dan budaya
kebijakan dari Pusat, terkadang perangkat di sekolah secara period.
kebijakan dari Pusat belum lengkap,
di tingkat Pemda sudah harus jalan,
sehingga timbul ketidaksesuaian antara
Pusat dan Daerah;

3
Pendidikan Kebhinekaan di Satuan Pendidikan

5. Pemerintah daerah direkomendasikan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan;


membuat kebijakan yang proporsional yang memenuhi rasa keadilan; memelihara
kerukunan antar etnik, agama, dan budaya; dan, mengatisipasi setiap potensi perpecahan
di masyarakat.
6. Para siswa dari semua etnik dan suku bangsa hendaknya dibekali semangat bela negara
yang dapat menumbuhkan nasionalisme melalui berbagai kegiatan ektra kurikuler (latihan
kepemimpinan, pramuka, dan sebagainya).

Policy Brief ini merupakan hasil dari penelitian/ kajian yang dilakukan oleh Pusat
Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016,
untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Pusat Penelitian Kebijakan
Pendidikan dan Kebudayaan
Komplek Perkantoran Kemendikbud, Gedung E lantai 19,
Jalan Jendral Sudirman, Jakarta
4

Anda mungkin juga menyukai