1. Output
2. Akses
3. Cakupan
4. Bias
Bias merupakan suatu hal yang penting dievaluasi. Hal ini dilakukan untuk
menganalisis potensi terjadinya penyimpangan atau ketidaktepatan
implementasi kebijakan. Bias dapat berhubungan juga mengenai sasaran
dan sebagainya.
5. Ketepatan layanan
6. Akuntabilitas
Akuntabilitas menilai mengenai aspek pertanggungjawaban dalam suatu
implementasi kebijakan kesehatan. Dalam program imunisasi pada anak
sekolah dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), pihak Dinas
Kesehatan merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam terlaksananya
program tersebut. Meskipun demikian, dalam mendukung keberhasilan
program tidak menutup kemungkinan pihak lain seperti Dinas Pendidikan,
Tokoh masyarakat, Kepolisian, Kementrian Agama juga ikut membantu
dalam menyukseskan program tersebut. g. Kesesuaian program dengan
kebutuhan Dalam aspek ini perlu dilihat apakah kebijakan atau program
yang diimplementasikan telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau
tidak. Program yang kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
memerlukan perhatian dan tenaga yang ekstra dalam
pengimplementasiannya.
7. Outcome
1. Kebijakan baru
Kebijakan yang diserahkan maupun dikelola oleh unit yang lebih kecil
seringkali melibatkan lebih banyak orang. Semakin banyak yang terlibat,
rantai birokrasi akan semakin panjang dan memungkinkan terjadi distorsi
informasi. Salah satu conrohnya adalah kebijakan dalam pengelolaan dana
SILPA kapitasi pada puskesmas BLU yang menimbulkan kendala. Belum
jelasnya petunjuk teknis seringkali menjadi permasalahan dalam
pelaksanannya.
3. Kebijakan kontroversial
Menkes menjelaskan dari pagu tersebut, sumber dana terbesar berasal dari
Rupiah Murni (RM) anggarannya sebesar 82,42% atau Rp 69.47 triliun digunakan
untuk PBI sebesar 70,22% atau Rp 48,8 triliun, untuk gaji dan operasional sebesar
11% atau Rp. 7,3 triliun dan kegiatan tupoksi seperi pengadaan PMT, obat dan
vaksin, penempatan Nusantara Sehat, surveilans, serta pelaksanaan program
lainnya sebesar 19,27% atau Rp. 13,4 triliun.
Sementara itu, alokasi terbesar kedua yakni BLU sebesar 16,56% atau Rp.
13,96 triliun digunakan untuk peningkatan pelayanan RS dan Poltekkes, PLN
sebesar 0.53% atau Rp. 450 miliar digunakan untuk pembangunan RS vertikal di
Indonesia Timur serta PNBP sebesar 0,49% atau Rp. 409 miliar.