Anda di halaman 1dari 6

KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG MEREBAKNYA

PENYAKIT MENULAR DI INDONESIA


Disajikan untuk memenuhi tugas matakuliah Kebijkan Publik

Dosen : Asmungi Rahardjo

OLEH

TRI SETIADI ISMAIL (H)

ROCKY MARSIANO PURBA (H)

GHINA AF RIDHA (H)

ADITYA MAHARDHIKA (G)

BERNY JOFRANTZ METWAAN (G)

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


KAMPUS SUMATERA BARAT
BUKIT TINGGI
TAHUN 2018
PENDAHULUAN

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sampai November 2018, ada 95 Kab/kota


dari 20 provinsi melaporkan kasus Difteri. Sementara pada kurun waktu Oktober-November
2017, Kemenkes mencatat ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya kejadian luar biasa
(KLB) difteri di wilayah kabupaten/kotanya. Kesebelas provinsi itu, yakni Aceh, Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.

Pada dasarnya penyakit menular difteri menjadi wabah dan merebak di Indonesia
karena beberapa alasan berikut, yaitu :

1. Banyak orang tua yang kurang peka terhadap efek yang ditimbulkan oleh
imunisasi DPT terhadap anak seperti suhu badan anak menjadi panas.
2. Lingkungan padat dan jumlah anggota penghuni rumah yang banyak ikut
menyebabkan pola penularan difteri lebih cepat.
3. Berita vaksin palsu yang merebak pada Juni 2016 walau telah ditangani oleh
Kementerian Kesehatan dengan cara vaksinasi ulang di daerah beredarnya vaksin
palsu masih mempengaruhi pandangan sebagian masyarakat terhadap fungsi
vaksin.
4. Pendidikan orang tua yang rendah sangat mempengaruhi perilaku dan tingkat
pengetahuan mereka tentang cara hidup sehat dan bersih serta manfaat pemberian
imunisasi bagi anaknya.
5. Kurangnya gaya hidup sehat dan bersih yang ditanamkan di sekolah membuat
banyak anak sekolah tertular difteri.
6. Adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa vaksin itu haram walau hal
tersebut telah diklarifikasi oleh pemerintah melalui Majelis Ulama Indonesia.
7. Adanya pandangan bahwa kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap
tubuh individu. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup sehat,
sehingga tidak perlu imunisasi.

1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan


yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah. Perumusan
masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memadukan pandangan-pandangan yang
bertentangan dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Terkait kebijakan
dari masalah pengangguran, masalah ini mendapat prioritas dalam agenda publik dan
juga digolongkan pada karekateristik masalah yang saling
bergantung (interdependence). Masalah saling bergantung menurut William N Dunn
(1995;94) yaitu masalah kebijakan dalam satu bidang seringkali mempengaruhi
masalah kebijakan lainnya. Maka dari itu ada berbagai pertanyaan yang kiranya dapat
menemukan persoalan serta mencari solusi atau alternatif terhadap masalah tersebut,
Berikut yang menjadi pokok-pokok masalah terkait merebaknya penyakit difteri di
Indonesia :
1. Apa penyebab merebaknya penyakit menular difteri di Indonesia?
2. Bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut?
3. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan kebijakan serta implementasi dari
kebijakan tersebut?
4. Apa tujuan atau target yang diharapkan dari kebijakan yang dibuat untuk
mengatasi masalah tersebut?
Berdasarkan beberapa pertanyaan diatas maka dapat dijabarkan bahwa isu ini
telah menjadi proritas dalam agenda kebijakan pemerintah karena memenuhi
beberapa kriteria berdasarkan Kimber (1974); Salesbury (1976); Sanbach (1980);
Hogwood dan Gunn (1986).
2. Formulasi Kebijakan
Dalam tahapan ini masalah yang telah menjadi prioritas berusaha untuk
didefinisikan serta dicarikan solusi atau alternatif kebijakan melalui pembahasan oleh
para pembuat kebijakan. Alternatif kebijakan diharapkan dapat menguji masa depan
yang maju dan mengestimasi akibat dari kebijakan yang diusulkan serta mengenali
kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan.
Selanjutnya menurut Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung
masyarakat melakukan vaksinasi antara lain kemampuan individu untuk mendapatkan
dan menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor
pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000).
Untuk mengatasi masalah publik terkait merebaknya penyakit difteri yang
membuat terjadinya masalah lain yang saling bergantung hingga berujung kepada
kematian, maka para pembuat kebijakan/stake holder mengambil alternatif melalui
pembahasan yang panjang, yaitu :
1. Pengentasan jumlah korban yang terjangkit penyakit difteri
2. Sosialisasi bahaya penyakit difteri
3. Upaya pencegahan timbulnya penyakit difteri di masyarakat dengan cara
vaksinasi sejak dini (balita)
4. Sanksi bagi masyarakat yang tidak mengikuti program vaksinasi

Alternatif kebijakan ini diambil karena disebabkan :


1. Banyak masyarakat yang tidak perduli dengan dirinya sendiri
2. Banyak masyarakat yang anti vaksinasi
3. Peran upaya pemerintah yang masih lemah dalam peningkatan akses terhadap
kesehatan
4. Di sekolah-sekolah hanya memberikan pelajaran formal tanpa adanya
penekanan tentang penyakit yang sudah menjadi wabah yang pada akhirnya
menimbulkan korban yang terus menerus bertambah tanpa disadari.

Sebagai akibat dari alternatif kebijakan ini, yaitu :


1. Kementerian Kesehatan menyebutkan penyebaran difteri menurun pada akhir
tahun 2018 ini, karena program vaksinasi sebagai respon penyebaran difteri
atau Outbreak Response Immunization (ORI).
2. Penambahan kasus dalam satu bulan terakhir terus menurun di beberapa
provinsi yang dinilai terjangkit agak parah, dengan persentasi sekitar lima
kasus per hari yang sebelumnya tinggi yaitu di atas 10-20 kasus per harinya.

Adapun kendala-kendala yang nanti akan memperhambat implementasi


kebijakan ini menurut analisis kelompok yaitu :
1. Masyarakat yang kurang mengetahui jika bahaya penyakit difteri dapat
berisiko pada kematian.
2. Pemerintah yang kurang berpartisipasi terhadap jalannya kebijakan dan
kemungkinan-kemungkinan penghambat yang akan timbul
3. Upaya pemerintah yang masih minim terkait upaya pencegahan setelah
adanya pengentasan agar wabah tersebut tidak muncul lagi terutama di
lingkungan sekolah, asrama bahkan pesantren (Boarding School)
3. Rekomendasi (Adopsi) / Legitimasi Kebijakan
Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa
mendatang yang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini membantu
pengambil kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.
Pemantauan menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Ini membantu
pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan (policy
implementation).
Kelompok akan menguraikan manfaat terkait alternatif kebijakan yang
diharapkan dari hilangnya wabah penyakit menular difteri yang pada dasarnya
bertujuan agar terhindarnya kita dari kemungkinan terjadinya komplikasi pada
kesehatan kita yaitu :
1. Saluran napas yang tertutup
2. Kerusakan otot jantung (miokarditis)
3. Kerusakan saraf (polineuropati)
4. Kehilangan kemampuan bergerak (lumpuh)
5. Infeksi paru-paru (gagal napas atau pneumonia)

4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)


Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali
menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara
terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor
yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.

5. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan


tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang
benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap
penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak hanya
menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan;
tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali
masalah.
Evaluasi terhadap implementasi khususnya selama ini alternatif kebijakan
masih terukur membawa dampak positif terhadap Negara dan masyarakat. Tingkat
resistensi dinilai kurang, tinggal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait
alternatif kebijakan untuk mengatasi prioritas masalah publik yaitu, pertama; terus
melakukan kegiatan pemetaan daerah-daerah yang sudah terjangkit wabah agar
penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai