Anda di halaman 1dari 21

PEMBENTUKAN KARAKTER PADA SISWA SMA KCK

TEBING TINGGI

Disusun
o
l
e
h
Nama : Yoshua siahaan
Joshua janri saragih
Amelia sinaga
Romasta pardosi
M.e.bonita agape butar butar

SMA SWASTA KATOLIK CINTA KASIH TEBING TINGGI


YAYASAN DON BOSCO MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “PEMBENTUKAN KARAKTER PADA SISWA SMA KCK TEBING
TINGGI”. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih karena Karya Tulis Ilmiah
ini terwujud atas bimbingan dan pengarahan dari Ibu Trisnawati Daraita Gultom,
S.Pd.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini, masih memiliki banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pembaca.
Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terutama bagi penulis sendiri dan semua
pembacanya.

Tebing Tinggi, 27 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


A.Latar  Belakang............................................................................. 1
B.Rumusan Masalah......................................................................... 2
C.Tujuan Penelitian.......................................................................... 2
D. Manfaat Karya Ilmiah.................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 4
A.Konsep Pendidikan Karakter......................................................... 4
B.Staartegi dalam Pendidikan Karakter............................................. 7
C.Pendidikan Sejarah Sebagai Pendidikan karakter.......................... 8

BAB III METODE PENELITIAN............................................................


11
A.Pendekatan dan Jenis Penelitian.....................................................
11
B.Waktu dan Tempat Penelitian.........................................................
11
C.Subjek Dan Objek Penelitian..........................................................
12
D.Teknik Pengumpulan Data.............................................................
12
E.Pertanyaan.......................................................................................
12
F.Kehadiran Peneliti........................................................................... 12
G.Penyajian Data................................................................................
13

BAB IV PENUTUP........................................................................................
16
A.Kesimpulan.......................................................................................
16
B.Saran.................................................................................................
16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era sekarang kita mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi yang sangat pesat. Salah satu buktinya adalah adanya penemuan
internet yang mempengaruhi dalam berbagai aspek seperti kegiatan ekonomi,
kegiatan pendidikan, penyebaran informasi, dan lain – lain. Banyak kegiatan –
kegiatan yang telah dipermudah dengan adanya internet sehingga teknologi telah
mempermudah kehidupan manusia. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa
manusia adalah makhluk yang sangat istimewa dibandingkan dengan makhluk –
makhluk hidup lainnya. Meskipun menjadi makhluk yang istimewa karena
dianugerahi kemampuan berpikir sehingga maju dalam IPTEK, apakah manusia
pada era sekarang maju dalam hal berkarakter.
Bercermin pada peristiwa masa lalu yang diwarnai dengan beberapa
peristiwa perang seperti Perang Dunia I dan Perang Dunia II yang menimbulkan
banyak korban jiwa dan disintegrasi masyarakat dunia. Pada peristiwa perang,
terdapat banyak tindakan yang dilakukan tanpa dilandasi nilai moral seperti
penjatuhan bom atom yang dijatuhkan oleh pihak sekutu kepada pihak Jepang di
kota Hiroshima dan Nagasaki yang memakan banyak korban jiwa. Peristiwa
penjatuhan bom atom merupakan bukti bahwa manusia telah maju dalam
IPTEK tanpa melibatkan nilai karakter. Perihal persoalan karakter, bagaimana
karakter di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman suku, ras,
agama, dan kebudayaan. Hal ini membuat Indonesia rentan terjadinya
disintegrasi jika tidak ditanamkan salah satu nilai karakter yaitu toleransi.
Berdasarkan hal ini, pendidikan karakter diperlukan untuk menjaga integrasi
bangsa. Selain itu, ada banyak alasan mengapa pendidikan karakter merupakan
hal penting yang harus diimplementasikan. Pada Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 perihal tujuan pendidikan menyatakan bahwa pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
dengan tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Hal membuat pendidikan karakter
merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan selain pendidikan dalam hal
penanaman IPTEK.
Meskipun menjadi hal yang urgen, pendidikan karakter tidak
sepenuhnya terlaksana. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kasus – kasus
penyimpangan seperti kasus kekerasan, tindakan intoleran yang mengarah
pada disintegrasi, merajalelanya korupsi, dan kasus–kasus penyimpangan
lainnya sehingga pendidikan karakter tidak sepenuhnya terlaksana sesuai
harapan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Hal ini
menimbulkan pertanyaan yaitu nilai – nilai karakter apa yang harus ditanamkan
untuk mengurangi terjadinya lebih banyak kasus penyimpangan dan bagaimana
strateginya ?
Dibutuhkan inovasi dalam mengatasi permasalahan tersebut salah
satunya adalah memanfaatkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan karakter.
Menurut Susanto (2014: 28) pendidikan karakter menjadi relevan untuk setiap
bidang studi tidak terkecuali pendidikan sejarah. Sehingga bagaimana
pendidikan sejarah dapat menjadi sebagai pendidikan karakter ?

B. Rumusan Masalah

Dengan berbagai fenomena dan krisis karakter dapat di identifikasi


masalah sebagai berikut:
1. Masih banyaknya aksi kenakalan pelajar.
2. Masih banyaknya tindakan kriminalitas di kalangan pelajar.
3. Kurangnya kontrol orang tua dalam pembentukan karakter anak.
4. Menurunnya nilai–nilai budi pekerti.
5. Tingginya pengaruh lingkungan terhadap penurunan moral anak.
6. Kurangnya pengetahuan mengenai strategi dalam mebentuk karakter.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang


bagaimana proses dan hambatan implementasi pembentukan karakter peserta
didik di SMA KATOLIK CINTA KASIH TEBING TINGGI.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung


maupun tidak langsung antara lain:
1. Bagi Sekolah
Sebagai masukan guna memperbaiki nilai-nilai karakter yang ada
disekolah sehingga kualitas peserta didik meningkat.
2. Bagi Guru
Sebagai sumber informasi dan referensi dalam mengembangkan
strategi pembentukan karakter peserta didik.
3. Bagi Peserta Didik
Sebagai pengetahuan dan meningkatkan nilai–nilai karakter agar
menjadi generasi bangsa yang berbudi pekerti luhur, cinta tanah air
serta berkualitas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter

Istilah Karakter pada awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu


charassein yang artinya mengukir sehingga karakter seolah–olah menjadi hasil
sebuah ukiran dari nilai. Pengertian karakter menurut Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas, 2010) yaitu “watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues)
yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain,
dan sebagainya. Interaksi seseorang dengan orang lain.
Menumbuhkan karakter menurut Hasanah yang dikutip oleh Raharjo
(2010 : 230) adalah standar–standar batin yang terimplementasi dalam bentuk
kualitas diri. Nilai-nilai yang telah diinternalisasikan lalu diimplementasikan
sebagai kualitas diri. Di Indonesia, nilai–nilai dalam pendidikan karakter
dikembangkan berdasarkan dari berbagai sumber yaitu, agama, Pancasila, budaya,
dan tujuan pendidikan nasional (Hasan, 2012 : 85).
Landasan pertama yaitu agama, Indonesia memiliki masyarakat yang
beragama. Hal ini bisa diketahui melalui banyaknya rumah ibadah seperti masjid,
gereja, kelenteng, pura, dan lain– lain, selain itu kolom agama pada Kartu Tanda
Penduduk (KTP) sebagai bukti bahwa agama adalah sesuatu yang harus dianut di
Indonesia. Hal ini karena ajaran agama menjadi landasan bagi individu,
masyarakat, dan bangsa dalam berkehidupan. Perilaku pada individu,
masyarakat, dan bangsa harus sesuai dengan ajaran agama yang dianut sehingga
nilai – nilai pendidikan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai – nilai dan
kaidah yang berdasarkan agama.

Landasan kedua yaitu nilai – nilai Pancasila, prinsip kehidupan


kebangsaan dan kenegaraan yang diterapkan oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah Pancasila. Pancasila terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 dan dipaparkan dalam pasal – pasal yang terdapat pada UUD 1945.
Jadi, nilai – nilai Pancasila telah mengatur kehidupan masyarakat dalam
bernegara, ekonomi, kehidupan politik, hukum, sosial dan budaya yang
terkandung dalam pasal – pasal UUD 1945. Oleh karena itu masyarakat dalam
berkehidupan harus sesuai dengan nilai–nilai Pancasila.
Landasan ketiga yaitu nilai–nilai budaya, Indonesia dikenal sebagai
negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Masyarakat–masyarakat
Indonesia menjadikan nilai–nilai budaya sebagai landasan dalam menilai atau
memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi yang
dilakukan oleh anggota pada masyarakat.
Wawasan akan budaya menjadi hal yang penting dalam bersikap.
Dengan wawasan budaya yang luas disertai dengan pemaknaan yang dalam,
seseorang dapat menjadi pribadi yang lebih terbuka terhadap masyarakat
beserta kebudayaannya. Landasan keempat yaitu tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional adalah standar kualitas dan kompetensi yang
harus dipenuhi oleh warga. Nilai karakter yang terdapat pada tujuan
pendidikan nasional telah disesuaikan dengan nilai agama, Pancasila, dan budaya
sehingga tujuan pendidikan nasional bisa menjadi landasan dalam pendidikan
karakter. membentuk karakter pada seseorang diperlukan usaha untuk
menginternalisasikan kebajikan yaitu melalui melalui pendidikan karakter.
2. Pengertian Pendidikan Karakter

Sebelum mengenal apa itu pendidikan karakter, sebaiknya kita perlu


ketahui apa itu pendidikan dan apa itu karakter. Secara umum, pendidikan
adalah proses mendidik dengan tujuan untuk menanamkan nilai–nilai yang baik
dan mengasah kemampuan atau keterampilan orang yang di didik.
Berlandaskan pada Undang–Undang Dasar nomor 20 Tahun 2003 tentang adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Jika pendidikan pengertiannya adalah usaha untuk mewujudkan proses
pembelajaran sedangkan karakter adalah watak, tabiat, dan akhlak yang
dibentuk dari hasil internalisasi. Maka pendidikan karakter adalah usaha
menciptakan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan
watak, tabiat dan akhlak secara aktif dengan menanamkan kebajikan pada
peserta didik agar mendasari peserta didik dalam cara bersikap. Menurut Rizki
Afandi (2011 : 88) Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan dengan
penanaman nilai-nilai sesuai dengan budaya bangsa dengan komponen aspek
pengetahuan (cognitive), sikap perasaan (Affection Feeling), dan tindakan, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) baik untuk diri sendiri, masyarakat dan
bangsanya. Dalam pendidikan karakter, diperlukan adanya tentang
pengetahuan dalam mengetahui hal – hal yang baik maupun tidak. Hal–hal yang
baik dan buruk merupakan sesuatu yang relatif artinya dalam membedakan
hal yang baik maupun tidak tergantung pada landasan mendasar yang tertanam
pada diri seseorang. Akan tetapi anak–anak masih belum memiliki landasan
dasar dalam bersikap, mereka cenderung meniru perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh orang lain berdasarkan pengamatan mereka . Hal ini sesuai dengan
pendapat Bandhura bahwa menurut Bandura yang dikutip oleh Kard.S lalu
dikutip lagi oleh Fithri (2014 : 103) pada sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain.
Untuk itu dalam mendidik anak dalam hal karakter seorang pengajar seperti
orang tua atau guru sebaiknya memberikan contoh baik kepada anak dalam
berperilaku.

3. Tujuan Pendidikan Karakter


Tujuan dari penerapan pendidikan karakter adalah pembentukan karakter yang
sesuai dengan landasan dasar Pancasila yang terkandung pada UUD 1945.
Menurut Rachmach (Rachmah, 2013) pendidikan karakter yang diarahkan sesuai
nilai dan prinsip UUD 1945 dengan tujuan untuk membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, tertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang
Maha Esa. Selain itu, tujuan dari pendidikan karakter adalah menanamkan dan
menerapkan nilai-nilai karakter yang berdasarkan 18(delapan belas) nilai karakter
menurut kementerian pendidikan nasional(Kemdiknas) yaitu :Religius, Jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab (Kemdiknas , 2011). Nilai–nilai karakter tersebut
merupakan tanggung jawab kita semua (guru, orang tua, dan masyarakat) dalam
menanam dan membentuk karakter pada siswa.
Berdasarkan pernyataan diatas, karakter yang harus dibentuk melalui
pendidikan karakter yaitu menjadikan siswa :
a) Taat pada keyakinan (agama) masing – masing;
b) Memiliki jiwa nasionalis dan patriotis;
c) Memiliki sikap jujur, toleran, kreatif, bertanggung jawab, dan
adaptif pada perubahan sosial dan budaya;
d) Memiliki wawasan yang luas;
e) Memiliki jiwa yang peka terhadap lingkungan sekitar;
f) Memiliki sikap toleransi dan menjunjung tinggi persatuan.

4. Pentingnya Pendidikan dalam Membentuk Karakter

Pada pengertiannya pendidikan adalah tindakan yang disengaja atau


secara sadar dalam menciptakan proses pembelajaran yang efektif agar peserta
didik dapat mengasah kemampuannya, mendapatkan keterampilan baru, dan
menanamkan nilai karakter. Penanaman nilai karakter pada anak melalui
pendidikan harus dilakukan terus menerus selama adanya eksistensi manusia
didunia. Menurut Lickona dalam Sudrajat (2011 : 49) bahwa alasan pendidikan
karakter selalu diperlukan salah satunya adalah masih ada siswa yang tidak dapat
membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain. Berdasarkan
pernyataan ini siswa bersifat pasif dalam membentuk karakter pada diri mereka
sehingga mereka memerlukan bimbingan dari orang yang lebih dewasa seperti
guru, orang tua, dan masyarakat.

B.Strategi dalam Pendidikan Karakter

Salah satu strategi dalam membentuk karakter anak adalah dengan


memaksimalkan peran orang tua dalam membentuk karakter anak. Hal ini
dilakukan karena keluarga merupakan kelompok sosial primer yang penanggung
jawabnya adalah orang tua. Keterampilan dan karakter dipelajari oleh anak usia
dini diajarkan oleh orang tua.
Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Wulandari dan Muhammad
Kristiawan dalam meneliti tentang Strategi Sekolah Dalam Penguatan Pendidikan
Karakter Bagi Siswa Dengan Memaksimalkan Peran Orang Tua yang dilakukan
pada SMA KCK. Dalam penelitian ini pihak sekolah berupaya untuk
memaksimalkan peran orang tua dalam mendidik anaknya dalam hal karakter.
Strategi sekolah dalam menstimulasikan peran orang tua dalam memaksimalkan
pembentukan karakter pada siswa yaitu :
1. mengangkat nilai – nilai karakter sebagai bagian dari visi, misi, dan tujuan
lembaga serta berusaha mewujudkannya melalui kegiatan yang nyata.
2. membangun hubungan yang kuat dalam upaya penguatan nilai – nilai karakter
pada siswa.
3. menyiapkan pendidik yang berjiwa pendidik sehingga mereka dapat
mengutamakan tanggung jawab dalam kesuksesan pendidikan karakter pada
siswa.
4. mengondisikan sekolah yang dapat mendukung pendidikan karakter.

Berdasarkan hasil penelitian, dengan memaksimalkan peran orang tua,


terdapat perkembangan dalam perilaku siswa sebagai hasil maksimalnya peran
orang tua dalam mendidik karakter seperti siswa terbiasa mengucap salam kepada
sesama teman, guru, dan kepala sekolah, siswa memiliki sikap toleransi dan
menghargai perbedaan, siswa bersikap jujur, siswa bersikap sopan, dan
sebagainya. Berdasarkan penelitian membuktikan bahwa dengan
memaksimalkan peran orang tua sebagai strategi dalam mendidik karakter pada
siswa memberikan pengaruh yang efektif dalam membentuk karakter pada siswa.
Selain memaksimalkan peran orang tua dalam pendidikan karakter, strategi lain
dalam membentuk karakter pada siswa adalah mengintegrasikan nilai pendidikan
karakter ke dalam kurikulum. Menurut Hasan (2012 : 92) langkah – langkah
dalam mengintegrasikan nilai pendidikan karakter ke dalam kurikulum yaitu :

1. Memasukkan nilai terpilih dari pendidikan karakter keterampilan ke


dalam silabus pelajaran IPS dan sejarah;
2. Memasukkan nilai pendidikan karakter dalam Rencana Pelaksanaan;
Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru sejarah;
3. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP dengan memperhatikan proses
pembelajaran untuk penguasaan keterampilan dan internalisasi nilai;
4. Melaksanakan penilaian hasil belajar. Guru harus berinovasi dan kreatif dalam
merancang model pembelajaran yang bernilai karakter didalamnya. Hal ini
ditekankan agar pembentukan karakter dapat terjadi selama kegiatan
pembelajaran.

C.Pendidikan Sejarah Sebagai Pendidikan Karakter

Pada dasarnya setiap kegiatan pembelajaran dapat membentuk karakter


pada siswa, menurut Hamid (Hasan,2012 : 86) bahwa proses pengembangan
nilai–nilai budaya dan karakter bangsa dapat dilakukan melalui mata pelajaran,
kegiatan kurikuler, dan kegiatan ekstrakurikuler. Contohnya pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga dapat membentuk karakteristik compassion (rasa
terharu), fairness (berkeadilan), sport-personship (sikap sportif), dan Integrity
(integritas) (Harta, 2019: 2016). Nilai – nilai karakter ini bisa saja tertanam
asalkan guru dapat merancang model pembelajaran yang dapat melibatkan aspek
afektif pada siswa dalam pembelajaran. Bagaimana dengan pendidikan sejarah ?
Secara umum bahwa, sejarah merupakan peristiwa yang terjadi pada masa
lalu yang mempengaruhi masa sekarang atau masa depan yang sebagian
besar peristiwa melibatkan tokoh dan masyarakat sebagai penggerak dalam
suatu peristiwa.
Keberadaan tokoh atau masyarakat menjadi hal yang penting dalam
pendidikan karakter. Hal ini karena kita dapat meneladani perilaku tokoh atau
masyarakat yang pernah terlibat dalam suatu peristiwa dalam membentuk
karakter. Contohnya meneladani tokoh pejuang dalam perjuangan menghadapi
bangsa Barat dalam Perang Diponegoro. Nilai – nilai karakter yang dapat
diteladani dari perjuangan tersebut adalah semangat dalam menjaga tanah air
mereka dari penjajah. Peristiwa – peristiwa sejarah yang telah tercatat dapat
menjadi bahan evaluasi untuk masa depan sehingga bukan hanya pengetahuan
saja yang disampaikan tetapi nilai – nilainya harus ditanamkan pada siswa
untuk diterapkan dalam hidup mereka.
Untuk menanamkan nilai karakter melalui pendidikan sejarah,
diperlukan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang bukan
hanya dapat menambah pengetahuan dan keterampilan tetapi dapat
menstimulasikan keaktifan / berkarakter yang sesuai dengan karakter bangsa.
Guru harus menggunakan sumber dan media tepat untuk memenuhi tujuan
pembelajaran. Menurut Kamp dalam Susanto (2014 : 90) bahwa sumber dan
media belajar harus disiapkan untuk memenuhi tujuan belajar antara lain ;
memotivasi siswa, melibatkan siswa, menjelaskan dan menggambarkan, dan
memberikan kesempatan menganalisis sendiri kinerja individual. Sumber dan
media belajar yang menarik dapat memotivasi siswa untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran secara antusias.
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang dilatar belakangi oleh
motivasi yang kuat dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dan adanya
arahan dalam kegiatan belajar sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki
(Kiswoyowati, 2011 : 123). Menurut Kiswoyowati (2011) motivasi belajar
pada siswa menimbulkan ciri – ciri pada siswa dalam kegiatan belajar yaitu siswa
tersebut tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, lebih mandiri,
dapat mempertahankan pendapatnya, senang dan dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapinya. Jika sumber dan media dirancang menarik dan
dilaksanakan kegiatan belajar yang dapat memotivasi siswa, maka karakter
yang dibentuk selama kegiatan pembelajaran adalah tekun dan ulet dalam
melaksanakan tanggung jawab, mandiri, berani bertanggung jawab, tulus
dalam mempertahankan sesuatu yang menurut mereka penting, dan bisa
memecahkan masalah.
Model pembelajaran sejarah yang digunakan dalam pembentukan
karakter adalah model bukan hanya melatih dalam ranah kognitif dan
psikomotorik tetapi model ini ditekankan dapat melatih ranah afektif pada siswa.
Salah satu model pembelajaran yang disebutkan oleh Susanto (2014) yang dapat
digunakan untuk menanamkan nilai dan dipahami oleh siswa yaitu Model
Bermain Peran (Role Playing). Pada model ini, siswa memerankan tokoh – tokoh
yang terlibat pada peristiwa sejarah dalam bentuk sebuah drama. Menurut Susanto
(2014:109) bahwa tujuan dari model ini adalah siswa memahami nilai dan
memahami konteks peristiwa yang terjadi dalam sejarah. Penelitian tentang
model Bermain Peran (Role Playing) sebagai pendidikan karakter telah dilakukan
oleh Kiromim Baroroh (2011) terhadap mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi – Universitas Negeri Yogyakarta pada
mata kuliah Ekonomi Kerakyatan. Hasil dari penelitiannya yaitu terjadi
peningkatan pada nilai kreatif, kemampuan berkomunikasi, disiplin, dan kerja
keras. Penelitian ini membuktikan bahwa model Bermain Peran (Role Playing)
dapat meningkatkan atau menanamkan nilai karakter pada peserta didik. Jika
model ini diterapkan pada model pembelajaran sejarah diharapkan dapat
menjadikan siswa berkarakter bangsa.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini


berusaha memberikan fakta-fakta actual dan sifat populasi tertentu dengan sistematis dan
cermat.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Artinya data yang dikumpulkan
bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo, dan dokumen resmi lainnya.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah
yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah
(grounded theory) dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena
yang dihadapi.
Jadi, fokus penelitian ini adalah pembentukan karakter siswa SMA KCK TEBING
TINGGI. Dan pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan fenomenologi yang
berusaha memberikan fakta-fakta yang sebenarnya sesuai dengan obyek penelitian dan
laporan hasil penelitian yang sistematis dan cermat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan secara mendalam mengenai strategi guru PAK dalam membentuk
karakter siswa di SMA KCK TEBING TINGGI.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah SMA KCK yang terletak di Jl.
Pusara Pejuang No. 5 Tebing Tinggi. Berikut gambaran umum tentang objek
penelitian:
Identitas Sekolah
a. Nama Sekolah : SMA KCK Tebing Tinggi
b. Status Sekolah : Swasta Terakreditasi “A”
c. N S S : 104205630202
d. Alamat Sekolah : Jalan Pusara Pejuang No. 5
e. Kota/Kabupaten: Kota Tebing Tinggi
f. Waktu Belajar : Siang

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa laki-laki dan perempuan kelas 10-1
sedangkan objek penelitian ini adalah karakter pada siswa laki-laki dan
perempuan kelas 10-1 Sma Katolik Cinta Kasih Tebing Tinggi.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik Angket
Angket adalah suatu teknik penelitian untuk mengumpulkan data dengan
menggunakan kuesioner, yaitu suatu daftar yang berisi serangkaian pertanyaan
yang tertulis yang diajukan untuk mendapatkan data berupa jawaban tertulis dari
responden. Dengan menyebarkan kepada responden yang terpilih sebagai sampel.

E. Pertanyaan

1.Apakah orang tuamu pernah memberikan nasehat?


2.Apakah sering membantah atau melawan ketika orang tua mu memberikan
nasehat?
3.Apakah lingkungan sekitar mempengaruhi sikapmu?
4.Jika ada tawaran dari temanmu kamu langsung mengikutinya?
5.Apakah kamu pernah melanggar aturan yang sudah ditetapkan dirumah ataupun
disekolah?
6.Apa bila dimarahi orang tua saya diam saja?
7.Apakah teman sebayamu mempengaruhi kepribadian dan sikapmu?
8.Apakah kamu pernah melakukan kesalahan kepada temanmu dalam pergaulan
sehari hari?
9.Dalam menghadapi masalah apakah kamu melakukannya dengan perasaan
emosi?
10.Jika kamu salah apakah kamu langsung minta maaf?

F. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif ini sangat penting karena


peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Namun, kehadiran
peneliti disini merupakan instrumen penelitian, yaitu sebagai alat pengumpul data.
Karena dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat
melihat secara langsung fenomena di lapangan seperti “kedudukan peneliti dalam
penelitian kualitatif sangat rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor
hasil penelitiannya”.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat difahami bahwa dalam
penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti,
maka yang menjadi instrument adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya
yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrument.
Pelaksanaan penelitian ini menuntut kehadiran peneliti di lokasi
penelitian yaitu di SMA KCK Tebing Tinggi. Kehadiran peneliti di tempat
penelitian tersebut sangat diutamakan, karena pengumpulan data harus dilakukan
dalam situasi yang sesungguhnya. Selain instrumen utama dalam penelitian,
peneliti juga merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis,
penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Karena itu
peneliti berusaha sebaik mungkin dalam mengumpulkan dan menyeleksi data-data
yang relevan dan terjamin keabsahannya. Peneliti harus bertindak mengumpulkan
data yang sesungguhnya sesuai situasi dan data tersebut diperoleh dari hasil
pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti di SMA KCK
tersebut.

G. Penyajian Data

Dalam bab ini akan dikategorikan data-data yang diperoleh dari


lapangan yang berkaitan dengan karakter pada siswa. Data yang disajikan adalah
data yang diolah dari data mentah melalui angket yang disebarkan kepada siswa
yang ada di kelas 10-1. Angket yang disebarkan sebanyak 30 lembar dan kembali
30 lembar. Guna melihat sebaran jawaban responden terhadap cara belajar siswa
di sekolah tersebut, penulis terlebih dahulu mencari frekuensi jawaban dan
menentukan prosentase setiap item dengan rumus :

Setelah diperoleh frekuensi per item selanjutnya dicari rata-rata per aspek dari
presentase yang diperoleh dari setiap item.

Tabel 1
Presentase yang diperoleh
No Alternatif pertanyaan Iya Tidak

1 90% 10%
Apakah orang tuamu pernah memberikan nasehat?

2 30% 70%
Apakah sering membantah atau melawan ketika orang
tua mu memberikan nasehat?

3 26% 74%
Apakah lingkungan sekitar mempengaruhi sikapmu?

4 37% 67%
Jika ada tawaran dari temanmu kamu langsung
mengikutinya?

5 Apakah kamu pernah melanggar aturan yang sudah 6% 94%


ditetapkan dirumah ataupun disekolah?

6 Apa bila dimarahi orang tua saya diam saja? 60% 40%

7 Apakah teman sebayamu mempengaruhi kepribadian 23% 77%


dan sikapmu?

8 Apakah kamu pernah melakukan kesalahan kepada 13% 87%


temanmu dalam pergaulan sehari hari?

9 Dalam menghadapi masalah apakah kamu 23% 77%


melakukannya dengan perasaan emosi?

10 Jika kamu salah apakah kamu langsung minta maaf? 79% 61%

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibahas pada bab


sebelumnya, maka disimpulkan :

Pengertian karakter adalah watak atau perilaku yang diimplementasikan


berlandaskan pada nilai–nilai yang telah tertanam sedangkan pengertian
pendidikan karakter yaitu pendidikan karakter adalah usaha menciptakan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan watak, tabiat dan
akhlak secara aktif dengan menanamkan kebajikan pada peserta didik agar
mendasari peserta didik dalam cara bersikap. Tujuan dari pendidikan
karakter adalah pembentukan karakter yang sesuai dengan landasan dasar
Pancasila yang terkandung pada UUD 1945. karakter yang dibentuk yaitu (a)
Taat pada keyakinan (agama) masing–masing, (b) Memiliki jiwa nasionalis dan
patriotis, (c) Memiliki sikap jujur, toleran, kreatif, bertanggung jawab, dan
adaptif terhadap perubahan sosial dan budaya, (d) Memiliki wawasan yang luas,
dan (e) Memiliki jiwa yang peka terhadap lingkungan sekitar.

Terdapat dua strategi pendidikan karakter yang telah dijelaskan pada bab
sebelummnya yaitu dengan memaksimalkan peran orang tua pada peserta didik
dan mengintegrasikan nilai karakter dengan kurikulum.

Pendidikan sejarah bisa dijadikan sebagai pendidikan karakter. Model


pembelajaran yang diperlukan untuk mewujudkan hal ini adalah model yang
menekankan pada aspek afektif.

Berdasarkan data yang diperoleh dapat ditarik beberapa poin kesimpulan:

 Sebanyak 90% siswa diberikan nasehat oleh orang tua mereka,


sebaliknya 10% siswa tidak pernah diberikan nasehat oleh orang
tua mereka. Orang tua berperan besar dalam pengembangan
karakter anak melalui nasehat yang diberikan.
 Hanya 30% siswa sering membantah orang tua mereka dan
sebanyak 70% siswa yang jarang/tidak pernah melawan atau
membantah orang tua mereka. Berarti jumlah siswa yang jarang
atau tidak pernah membantah orang tuanya lebih banyak dari
mereka yang pernah membantah orang tuanya.
 Sebanyak 26% siswa mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar,
sebaliknya 74% siswa dapat mengendalikan diri untuk tidak
terpengaruh terhadap lingkungan sekitar.
 Hanya 37% siswa yang dapat dengan mudah menerima tawaran
dari teman, dan lebih banyak siswa yang tidak langsung menerima
tawaran dari teman yaitu sebanyak 64%.Tawaran dari teman juga
harus diseleksi baik atau buruknya.
 Hanya 6% dari siswa yang melanggar peraturan yang dibuat
disekolah maupun dirumah, lebih banyak siswa yang mematuhi
peraturan yang ada yaitu sebanyak 94%.
 60% dari siswa hanya akan diam saja ketika dimarahi oleh orang
tua mereka, sedangkan 40% siswa tidak hanya akan diam saja
ketika dimarahi oleh orang tua mereka.
 Teman sebaya memengaruhi sikap 23% siswa, dan 77% siswa
tidak tetpengaruh oleh teman sebaya nya.
 Sebanyak 89% siswa pernah melakukan kesalahan dalam
pergaulan sehari-hari, dan hanya 21% siswa yang tidak pernah
melakukan kesalahan dalam kehidupan sehari-hari.
 Hanya 23% siswa yang mengahadapi masalah dengan emosi,
sedangkan sebanyak 77% siswa tidak menghadapi masalah dengan
emosi. Berarti lebih banyak siswa yang dapat menghadapi masalah
dengan cara yang baik tanpa emosi.
 Sebanyak 60% siswa langsung meminta maaf ketika sudah
melakukan kesalahan, sebaliknya 40% siswa tidak langsung
meminta maaf ketika melakukan kesalahan.

B.Saran

Pendidikan karakter disekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari


pendidikan adalah didalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan
pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter
baik pada tahap selanjutnya. Namun, banyak orang tua yang lebih mementingkan
aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Karena itu, kondisi ini
dapat ditanggulangi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, R. (2011). Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS di


sekolah dasar. PEDAGOGIA: Jurnal Pendidikan, 1(1), 85-98.
Baroroh, K. (2011). Upaya meningkatkan nilai-nilai karakter peserta didik
melalui penerapan metode role playing. Jurnal Ekonomi dan pendidikan, 8(2).
Fithri, Rizma. (2014). BUKU PERKULIAHAN PSIKOLOGI BELAJAR. UIN
SUNAN AMPEL, SURABAYA.
Harta, L. I. (2019, May). Implementasi pendidikan karakter di Era 4.0 melalui
pendidikan jasmani dan olahraga di Sekolah. In Prosiding Seminar
Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan dan Sains (Vol. 1, No. 1).
Hasan, S. H. (2012). Pendidikan sejarah untuk memperkuat pendidikan
karakter. Paramita: Historical Studies Journal, 22(1).
Heri, S. (2014). Seputar Pembelajaran Sejarah; Isu, Gagasan Dan Strategi
Pembelajaran. Aswaja Pressindo.
Kemdiknas, T. P. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kemendiknas.
Kiswoyowati, A. (2011). Pengaruh motivasi belajar dan kegiatan belajar siswa
terhadap kecakapan hidup siswa. Portal Jurnal Universitas Pendidikan
Indonesia, 2(1), 12-16.
Rachmah, H. (2013). Nilai-nilai dalam pendidikan karakter bangsa yang
berasarkan Pancasila dan UUD 1945. E-Journal WIDYA Non-
Eksakta, 1(1).
Raharjo, S. B. (2010). Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan
Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.16(3), 229-238.
Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter? Jurnal Pendidikan
Karakter, 1(1).
Wulandari, Y dan Kristiawan M. (2017). Strategi Sekolah dalam Penguatan
Pendidikan Karakter Bagi Siswa dengan Memaksimalkan Peran Orang
Tua. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan),
2(2).

Anda mungkin juga menyukai