Anda di halaman 1dari 23

KESEHATAN MENTAL

REGULASI EMOSI

Dosen Pengampu : Nani Barorah Nasution S.Psi., M.A., Ph.D

Kelompok 10
BK C Reguler 2021

Rachel Serafin R. [1213151022]

Cintya Zahara [1211151014]

Jessica Rahel Tampubolon [1213351031]

PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada ibu dosen
pengampu yang membimbing kami dalam menulis makalah kami dan teman teman kelompok
yang turut ikut serta dalam membuat makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Sehingga untuk kedepannya sanggup memperbaiki
bentuk maupun tingkatan isi makalah sehingga menjadi makalah yang memiliki wawasan yang
luas dan lebih baik.

Kemudian, kami kelompok menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan materi maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka
untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga
kami bisa melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.

Medan, Februari 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II.................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3
A. Pengertian regulasi Emosi .................................................................................... 3
B. Jenis Jenis Regulasi Emosi ................................................................................... 7
C. Aspek Aspek Regulasi Emosi ................................................................................ 9
D. Kemampuan regulasi yang baik ........................................................................... 9
E. Ketidakmampuan Meregulasi Emosi ................................................................. 14
F. Tanda tanda keadaan sejahterah ........................................................................... 16
G. Kasus Umum Regulasi Emosi ............................................................................. 18
BAB III .............................................................................................................................. 19
PENUTUP ......................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emosi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Emosi merupakan daya
terampuh yang dimiliki manusia sehingga dapat memberikan warna kepada kepribadian
seseorang. Namun, emosi dengan berjalannya waktu dan pengalaman sehari-hari akan
mengalami dinamika atau perubahan. Setiap manusia memiliki emosi, memberinya identitas
dan belajar adanya perubahan perasaan yang memengaruhi perilaku. Dalam berperilaku
manusia tidak lepas dari emosi yang membentuk perilaku tersebut. Bagaimana individu
mendefinisikan emosi, seberapa penting individu memandangnya, bagaimana individu
mengelolanya, merasakannya, menerimanya dan mengekspresikannya, setiap orang adalah
berbeda dan unik. Inidividu yang mampu memahami emosi yang dialami dan dirasakan akan
lebih mampu mengelola emosinya secara positif (Safaria dan Saputra, 2012, h.14).

Menurut Yusuf (dalam Zahara dan Fadhila, 2013) kematangan emosi adalah
kemampuan individu untuk bersikap toleran, mempunyai kontrol diri sendiri, merasa
nyaman, perasaan mau menerima dirinya dan orang lain, serta mampu menyatakan emosinya.
Salah satu kematangan emosi adalah bagaimana seseorang memiliki regulasi emosi yang
baik. Kemampuan individu dalam meregulasi emosi menjadi salah satu kekuatan dalam
menghadapi lingkungan dan membuat individu merasa diterima secara sosial. Kemampuan
individu dalam meregulasi emosi juga akan mendukung individu tersebut menyelesaikan
masalah-masalahnya. Regulasi emosi yang dimaksud fokus pada kemampuan individu dalam
penyesuaian diri mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan dalam kehidupan
seharihari melalui sikap dan perilakunya, seperti proses dalam beradaptasi dan merespon
terhadap lingkungan sosial disekitarnya. Berdasarkan hal ini, penulis membahas topik
mengenai “Regulasi Emosi”

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu regulasi emosi?
2. Apa itu kemampuan regulasi emosi yang baik dan ketidakmampuan meregulasi emosi?
3. Bagaimana tanda tanda keadaan sejahterah?
1
C. Tujuan
1. Regulasi emosi
2. Kemampuan regulasi yang baik dan ketidakmampuan beregulasi emosi
3. Tanda tanda keadaan sejahterah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian regulasi Emosi

a. Pengertian emosi

Emosi merupakan gambaran dari pikiran, perasaan dan atau gerakan fisik yang dapat

diasumsikan sebagai makna yang terasosiasi dan tersimbolkan sebagai gerakan mental individu

yang bersifat otomatis, berkembang dan berubah secara sadar. Beberapa pembahasan berikut,

mencoba memperjelas pengertian emosi secara detail melalui sifat dan proses terbentuknya

emosi, sebagaimana berikut;

1. Emosi bersifat selalu berkembang dan berubah dari pengalaman subjektif, perilaku dan

fisik (Mauss, Silvia, & Gross, 2008).

2. Emosi bersifat sadar dan otomatis (Strongman, 2003).

3. Emosi bersifat ekspresi otomatik baik berupa mimik, raut muka, vocal, maupun gerak

tubuh dalam merespon sesuatu. Respon emosi bersifat total tidak dibedakan berdasarkan

perasaan tertentu pada seseorang ataupun orang lain.

4. Proses emosi diawali dengan kondisi contagion-dyadic. Contagion adalah sebuah proses

emosi yang terjadi secara otomatik dan dibawah sadar yang dapat memengaruhi perilaku, dan

kecenderungan emosi tertentu. Sedangkan dyadic adalah proses interaksi yang menimbulkan

pengiriman dan penerimaan pesan emosi (Strongman, 2006).

5. Proses kejadian contagion ini berlangsung secara dyadic dengan siklus yang

berkelanjutan dan berkesinambungan (Hatfield, Cacioppo, dan Rapson, dalam Rampala. 2008).

3
Jenis dan pembagian emosi secara umum dapat dirinci sebagaimana berikut; marah,

kecemasan, ketakutan, senang, sedih, jijik, cemburu - iri, berani, cinta, dan malu. Menurut

McGilloway (2000) ada 5 katagori emosi awal yang melekat secara otomatis dalam sistem diri

seseorang, yaitu; perasaan takut, senang, netral, sedih dan marah. Lebih khusus, Strapparava,

Carlo & Rada Mihalcea (2007) melalui metode pengidentifikasian emosi dalam bentuk teks

(emosi tertulis), telah menemukan adanya enam dasar emosi, yaitu; marah, jijik, takut, nyaman,

sedih, dan terkejut. Sebenarnya, masih ada pembagian emosi yang bersifat memperbandingkan

dalam dua dimensi atau lebih, di antaranya adalah emosi positif (cinta dan nyaman) dan emosi

negatif (marah, sedih dan takut). Dikotomi pembagian ini sebenarnya juga beracuan pada

dimensi yang multiperspektif. Misalnya dalam perspektif emosi vs kognisi, pengalaman emosi

vs ungkapan emosi (Strongman, 2006), proses organisasi kognisi maupun tidak, secara pasif

maupun aktif, adaptif vs maladaptif, emosi sadar (conscious emotions) vs emosi tidak sadar

(unconscious emotions)

Menurut Plutchik (2002) bahwa suatu emosi dapat berproses secara dyadic dan berperan

secara intensif dan adaptif terhadap diri seseorang yang diistilahkan dengan roda emosi

Plutchik (Plutchik's Wheel of Emotions). Sebagai contoh adalah emosi takut dan berharap.

Takut merupakan emosi dasar yang berada diantara perasaan cemas dan terror. Rasa takut

(fear) dapat terjadi dikarenakan keinginan untuk mempertahankan diri (survival) secara fisik

(Strongman, 2006). Sedangkan perasaan berharap (hope) menurut Snyder (dalam Boniwell,

2009) merupakan bentuk perasaan optimistis yang mempresentasikan kemampuan diri dalam

memahami sesuatu yang diinginkan, memikirkan cara mencapainya, dan melakukannya secara

kontinue. Demikian juga dengan perasaan sedih, marah percaya, dan seterusnya.

b. Pengertian penyesuaian Emosi


Schneider (1964) berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah usaha individu untuk
berhasil mengatasi kebutuhan,ketegangan, konflik dan frustrasi yang dialami didalam dirinya.

4
Usaha individu tersebut bertujuan untuk memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara
tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan. Sedangkan menurut Calhoun
& Acocella (1990) penyesuaian diri merupakan interaksi yang berkelanjutan dengan diri
sendiri, yaitu apa yang telah ada pada diri setiap individu mengenai tubuh, perilaku, pemikiran,
serta perasaaan terhadap orang lain dan dengan lingkungan sekitar.
Mappiare (1982) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu usaha yang
dilakukan seorang individu agar dapat diterima suatu kelompok dengan cara mengikuti
kemauan kelompok tersebut. Begitupun menurut Haber dan Runyon (1984) menyatakan bahwa
penyesuaian diri merupakan proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku
individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuaiantara diri individu dan lingkungannya.
Hurlock (2008) menjelaskan bahwa penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu apabila
seseorang mampu menyesuaikan diri terhadaporang lain secara umum ataupun terhadap
kelompoknya, dan individu memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan
berarti individu diterima oleh kelompok atau lingkungannya.
Dengan kata lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap
lingkungannya. Berdasarkan definisi yang di paparkan diatas dapat disimpulkan dengan
keseluruhan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dan hasil individu menghadapi
berbagai situasi dalam lingkungan hidupnya dalam konsep psikologi juga dapat diamati secara
luas serta melibatkan reaksi individu terhadap tuntuan baik dari lingkungan luar maupun dari
dalam diri individu.

c. Pengertian regulasi emosi

Regulasi emosi adalah kapasitas untuk mengkontrol dan menyesuaikan emosi yang
timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang
tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang
berhubungan dengan emosi dan reaksi yang berhubungan dengan emosi (Shaffer, 2005).
Sementara itu, menurut Wilson (1999) regulasi emosi adalah kemampuan untuk menghalangi
perilaku tidak tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat
menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi,
dapat memusatkan perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku
yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian Gross dan Jhon (2003) mengatakan regulasi
emosi adalah kemampuan individu untuk menyadari atau tidak menyadari dalam mengatur
pikiran dan perilakunya dalam emosi yang berbeda, baik emosi yang positif maupun emosi

5
yang negatif. Adanya regulasi emosi yang baik akan membuat seseorang mampu berpikir
positif, menerima permasalahan, menyelesaikan masalah dan tidak terikat akan permasalahan
yang ada (Hoeksema, 2012).

Berdasarkan penjelasan dari beberapa tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa regulasi
emosi yaitu suatu strategi yang mencakup pikiran yang disadari dan tidak disadari untuk
mengkontrol dan menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk
mencapai suatu tujuan yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara
berpikir seseorang dan respon emosi serta dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan
kontrol atas emosi yang dirasakan.

Gross (1998) mengemukakan bahwa tujuan dari regulasi emosi sendiri bersifat spesifik
tergantung keadaan yang dialami seseorang. Sebagai contoh, pada suatu situasi seseorang
menahan emosi takutnya agar ketakutannya tersebut tidak dimanfaatkan orang lain. Dalam
situasi yang lain, seseorang dapat dengan sengaja menaikan rasa marahnya untuk membuat
orang lain merasa takut. Cukup sulit untuk mendeteksi tujuan dari regulasi emosi pada tiap
individu, namun satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa regulasi emosi berkaitan
dengan mengurangi dan menaikkan emosi negatif dan positif. Emosi positif dan emosi negatif
ini muncul ketika individu yang memiliki tujuan berinteraksi dengan lingkungannya dan orang
lain. Emosi positif muncul apabila individu dapat mencapai tujuannya dan emosi negatif
muncul bila individu mendapatkan halangan saat akan mencapai tujuannya. Hal yang termasuk
emosi positif diantaranya adalah senang dan gembira, sedangkan yang tergolong emosi negatif
diantaranya adalah marah, takut dan sedih.

Menurut Garnefski (2001) terdapat beberapa macam strategi-strategi untuk meregulasi


emosi, yaitu :

a. Self blame disini mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri. Beberapa penelitian
menemukan bahwa self blame berhubungan dengan depresi dan pengukuran kesehatan lainnya.

b. Blaming others mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain atas kejadian yang
menimpa dirinya.

c. Acceptance adalah mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas kejadian yang
menimpa dirinya. Acceptance merupakan strategi coping yang memiliki hubungan yang positif
dengan pengukuran keoptimisan dan self esteem dan memiliki hubungan yang negatif dengan
pengukuran kecemasan.

6
d. Refocus on planning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil
dalam menghadapi peristiwa negatif yang dialami. Perlu diperhatikan kalau dimensi ini hanya
pada tahap kognitif saja, tidak sampai kepelaksanaan. Refocusing on planning merupakan
strategi coping yang memiliki hubungan yang positif dengan pengukuran keoptimisan dan self
esteem dan memiliki hubungan yang negatif dengan pengukuran kecemasan.

B. Jenis Jenis Regulasi Emosi

Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi
emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu mengelola
kedua hal tersebut, dapat mengontrol meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiranpikiran
yang mengganggu dan mengurangi stress. Pada pendekatan perilaku menjelaskan bahwa
ekspresi emosi dapat dikurangi terutama pada ekspresi emosi negatif dengan melakukan
perubahan fisiologis (Gross & John, 2003).

Menurut Gross dan Thompson (2007) Strategi regulasi emosi terdiri dari dua macam, yaitu:

a. Cognitive reappraisal atau Antecedent Focused Cognitive reappraisal diartikan sebagai


cara yang digunakan individu untuk menafsirkan kembali pada situasi yang
membangkitkan emosi untuk mengubah dampak emosionalnya. Regulasi emosi yang
berfokus pada cognitive reappraisal menyangkut hal-hal yang individu lakukan
sebelum emosi tersebut diekspresikan. Cognitive reappraisal merupakan bentuk
perubahan kognitif yang digunakan oleh individu untuk mengubah cara berpikir
tentang situasi yang dapat berpotensi akan memunculkan emosi sehingga mampu
mengubah perubahan emosionalnya. Individu yang menggunakan strategi cognitive
reappraisal akan mengalami pengalaman emosi positif yang lebih besar dan lebih besar
pula mengekspresikan emosi positif.
b. Expressive suppression atau Response Focused Expressive suppression adalah bentuk
dari pengaturan respon dengan menghambat perilaku ekspresi emosi yang terus
menerus yaitu meliputi 11 ekspresi wajah, nada suara dan perilaku atau lebih
perubahan fisiologis. Expressive suppression hanya efektif untuk menghambat respon
emosi yang berlebihan, namun tidak membantu mengurangi emosi yang dirasakan.
Individu yang sering menggunakan expressive suppresion akan mengalami

7
pengalaman emosi negative dan lebih sering menunjukkan mengekspresikan emosi
negative sekaligus sering mengalami emosi negative.

Gross dan Thompson (2006) mengemukakan bahwa ada lima hal yang mempengaruhi
proses regulasi emosi pada individu diantaranya :

1. Situational selection, merupakan suatu tindakan dari proses regulasi dimana individu
memilih untuk mendekati atau menghindari situasisituasi tertentu dari dampak emosional
seseorang agar emosi yang di ekspresikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tujuannya
adalah untuk meminimalisir atau memaksimalkan ekspresi dari emosi yang dirasakan. Proses
ini termasuk ke dalam strategi cognitive reappraisal.

2. Situational modification, yaitu upaya seseorang untuk mengubah atau memodifikasi


situasi atau lingkungan setempat sehingga dapat mengubah dampak emosional. Regulasi emosi
yang dilakukan dengan memodifikasi situasi salah satunya dengan merubah suasana tegang
yang dirasa akan menstimulasi emosi negatif menjadi suasana yang lebih nyaman. Proses ini
termasuk ke dalam strategi cognitive reappraisal.

3. Attentional deployment, yaitu dilakukan dengna cara mengarahkan perhatiannya secara


fokus pada situasi tertentu untuk mempengaruhi emosinya dan dilakukan saat usaha regulasi
emosi dengan mengubah situasi tidak mungkin dilakukan. Proses ini termasuk ke dalam stategi
cognitive reappraisal.

4. Cognitive change adalah bentuk regulasi emosi yang dilakukan dengan merubah
pemahaman atau penilaian dari individu terhadap makna emosional, dengan mengubah cara
berpikir tentang situasi itu sendiri. Proses ini termasuk ke dalam stategi cognitive reappraisal.

5. Response modification merupakan regulasi emosi yang dilakukan karena emosi sudah
muncul dan mempengaruhi kognitif serta fisik dari individu. Biasanya proses ini merupakan
suatu usaha seseorang dalam membuat perubahan pada respon emosi yang berfokus untuk
mengatur fisiologis dan pengalaman emosi. Proses ini termasuk ke dalam stategi expressive
suppression. Dari lima tahapan proses regulasi emosi tersebut maka diketahui bahwa yang
termasuk dalam strategi cognitive reappraisal adalah situational selection, situational
modification, attentional deployment, dan cognitive change. Strategi expressive suppression
adalah proses regulasi emosi yang berfokus pada pengelolaan yang terjadi setelah respon
digeneralisasi.

8
C. Aspek Aspek Regulasi Emosi

Aspek-aspek kemampuan regulasi emosi menurut Thompson (dalam Gross, 1998) terdiri
dari:

a. Memonitor emosi (emotions monitoring) Memonitor emosi adalah kemampuan individu


untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri, seperti:
perasaan, pikiran, dan latar belakang dari tindakan. Aspek ini merupakan dasar dari seluruh
aspek lain. Artinya kesadaran diri akan membantu tercapainya aspekaspek yang lain.
Memonitor emosi membantu individu terhubung dengan emosi-emosi, pikiran-pikiran, dan
keterhubungan ini membuat individu mampu menamakan setiap emosi yang muncul.

b. Mengevaluasi emosi (emotions evaluating) Mengevaluasi emosi yaitu kemampuan


individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialami. Kemampuan
mengelola emosiemosi khususnya emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa,
dendam, dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam.
Hal ini mengakibatkan individu tidak mampu lagi berpikir rasional. Sebagai contoh ketika
individu mengalami perasaan kecewa dan benci, kemudian mampu menerima perasaan
tersebut apa adanya, tidak berusaha menolak, dan berusaha menyeimbangkan emosi tersebut
secara konstruktif.

c. Modifikasi emosi (emotions modifications) Modifikasi emosi yaitu kemampuan individu


untuk mengubah emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika
individu berada dalam keadaan putus asa, cemas, dan marah (Gross, 2006). Kemampuan ini
membuat individu mampu menumbuhkan optimisme dalam hidup. Kemampuan ini membuat
individu mampu bertahan dalam masalah yang membebani, mampu terus berjuang ketika
menghadapi hambatan yang besar, dan tidak mudah putus asa serta kehilangan harapan.

D. Kemampuan regulasi yang baik

1. Regulasi Emosi Yang Baik

Reivich dan Shatte (2002). mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk
tenang di bawah tekanan. Lebih lanjut Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan dua hal
penting yang terkait dengan regulasi emosi yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing),

9
individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini dapat membantu meredakan emosi
yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stres.

Individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi dapat mengelola keadaan dirinya
ketika sedang kesal sehingga dapat mengatasi suatu masalah yang sedang dihadapinya.
Individu yang memiliki regulasi emosi yang baik maka akan mampu megelola emosinya
sehingga dapat menahan diri untuk melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain atau
tindakan bullying.

Thompson, mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari proses intrinsik dan
ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor, mengevaluasi dan membatasi
respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi
emosi yang efektif meliputi kemampuan secara luas mengelola emosi sesuai dengan tuntutan
lingkungan.

Regulasi emosi atau pengendalian emosi terjadi pada situasi tertentu, terutama jika
emosi yang muncul lebih ringan. Hal ini berarti bahwa emosi yang muncul dapat diatur atau
dihentikan sebelum melakukan aksi. Menurut Liz Kessler, pengendalian emosi merupakan
belajar melakukan meditasi. Selain itu jika merasa tertekan atau gelisah, pusatkan perhatian
pada napasmu, terimalah apa yang saat ini kamu rasakan dan percayalah bahwa baik masalah
yang membuatmu stress maupun reaksi fisik atau emosimu itu tidak ada yang tidak akan
berakhir.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi merupakan


kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan yang dilakukan secara sadar ataupun tidak
sadar untuk mengontrol, menerima, mengendalikan suatu kegiatan, mengevaluasi serta
menyesuaikan emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu
tujuan, serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah kehilangan kontrol atas emosi yang
dirasakan.

- Menurut Gross, ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan
regulasi emosi seseorang yaitu :
a. Strategies to emotion regulation (strategies) yaitu keyakinan individu untuk dapat
mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang
dapat mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali
setelah merasakan emosi yang berlebihan.

10
b. Engaging in goal directed behavior (goals) yaitu kemampuan individu untuk tidak
terpengaruh oleh emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan
melakukan sesuatu dengan baik.
c. Control emotional responses (impulse) yaitu kemampuan individu untuk dapat
mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon
fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi
yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.
d. Acceptance of emotional response (acceptance) yaitu kemampuan individu untuk
menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu
merasakan emosi tersebut.

Dari aspek-aspek yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek regulasi
emosi merupakan kemampuan subjek untuk menyadari dan memahami, mengelola dan
memodifikasi emosi serta mampu mengatasi, mengontrol dan menerima emosi yang negatif
sehingga mampu untuk memotivasi diri dan tidak terpengaruh dan tetap dapat melakukan
sesuatu dengan baik.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Regulasi Emosi

Menurut Coon, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan regulasi emosi
seseorang, yaitu:

a. Usia
Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya usia seseorang dihubungkan dengan
adanya peningkatan kemampuan regulasi emosi, dimana semakin tinggi usia seseorang
semakin baik kemampuan regulasi emosinya. Sehingga dengan bertambahnya usia
seseorang menyebabkan ekspresi emosi semakin terkontrol. Dari penjelasan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwasanya lansia memiliki kemampuan regulasi emosi
yang semakin baik.

b. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam
mengekspresikan emosi baik verbal maupun ekspresi wajah sesuai dengan gendernya.
Perempuan lebih mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta

11
membuat mereka tampak lemah dan tidak berdaya. Sedangkan laki-laki lebih
mengekspresikan marah dan bangga untuk mempertahankan dan menunjukkan
dominasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa wanita lebih dapat melakukan regulasi
terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan laki-laki pada emosi takut, sedih dan
cemas.

c. Religiusitas
Setiap agama mengajarkan seseorang diajarkan untuk dapat mengontrol emosinya.
Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi
yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya
rendah.

d. Kepribadian
Orang yang memiliki kepribadian seperti moody, suka gelisah, sering merasa cemas,
panik, harga diri rendah, kurang dapat mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan
mengontrol emosi yang efektif terhadap stres akan menunjukkan tingkat regulasi emosi
yang rendah.

e. Pola Asuh
Beberapa cara yang dilakukan orang tua dalam mengasuh anak dapat membentuk
kemampuan anak untuk meregulasi emosinya. Di antaranya melalui pendekatan tidak
langsung dalam interaksi keluarga (antara anak dengan orang tua), teknik pengajaran
(teaching), dan pelatihan (coaching).

f. Budaya
Norma atau belief yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat
mempengaruhi cara individu menerima, menilai suatu pengalaman emosi, dan
menampilkan suatu respon emosi. Dalam hal regulasi emosi apa yang dianggap sesuai
atau culturally permissible dapat mempengaruhi cara seseorang berespon dalam
berinteraksi dengan orang lain dan dalam cara ia meregulasi emosi.

g. Tujuan dilakukannya regulasi emosi (Goals)


Merupakan apa yang individu yakini dapat mempengaruhi pengalaman, ekspresi emosi
dan respon fisiologis yang sesuai dengan situasi yang dialami.

h. Frekuensi individu melakukan regulasi emosi (Strategies)

12
Merupakan seberapa sering individu melakukan regulasi emosi dengan berbagai cara
yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan.

i. Kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi (Capabilities)


Jika sifat (trait) kepribadian yang dimiliki seseorang mengacu pada apa yang dapat
individu lakukan dalam meregulasi emosinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi regulasi emosi yaitu usia, jenis kelamin, kepribadian dan kognitif subjek, pola
asuh, budaya dan hubungan sosial khususnya dengan lingkungan ataupun di dalam keluarga,
faktor religiusiatas juga sangat mempengaruhi sehingga memahami tujuan dilakukannya
regulasi emosi untuk mencapai tujuan sehingga dapat membantu rasa penerimaan diri terhadap
masalah yang dimiliki.

4. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Regulasi Emosi

Menurut Hurlock, ada beberapa faktor yang mempengaruhi regulasi emosi. Faktor-faktor
tersebut adalah:

a. Usia
Menurut tugas perkembangannya usia remaja memiliki kemampuan kognitif dapat
melakukan penalaran analogis dan berpikir kreatif, sehingga mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk.

b. Kognitif
Bentuk informasi yang didapat mampu mengubah persepsi yang dimiliki, sehingga cara
berpikir berubah menjadi positif ketika mendapatkan informasi yang benar.

c. Hubungan sosial khususnya teman dan keluarga


Teman sebaya penting dalam perkembangan kemampuan regulasi emosi pada konteks
di luar rumah dan keluarga dalam konteks di dalam rumah.

d. Budaya
Budaya yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat mempengaruhi cara
individu menerima dan menilai suatu pengalaman emosi, dan menampilkan suatu
respon emosi.

13
E. Ketidakmampuan Meregulasi Emosi

Regulasi emosi telah secara luas didefinisikan sebagai proses dimana individu dapat
mengontrol dan mempengaruhi emosi yang mereka miliki, ketika mereka memilikinya, dan
bagaimana mereka mengalami dan mengungkapkan emosi mereka dengan baik. Saat individu
tidak dapat melakukan segala hal itu dengan baik, seorang individu akan disebut memiliki
disregulasi emosi yang mana hal ini berhubungan langsung dengan beberapa permasalahan
psikopatologis (Gratz & Roemer, 2004 ; Joormann & Tanovic, 2015; Velotti & Garofalo,
2015). Disregulasi emosi didefinisikan sebagai tidak menerima emosi yang ada saat ini,
mengalami kesulitan memodulasi respon emosional, keterbatasan tentang emosi yang
dirasakan saat itu, kurangnya strategi dalam meregulasi emosi, tidak mampu menjelaskan
emosi yang sedang dirasakan (Lavender, et.al., 2017).

Kesulitan dan ketidakmampuan individu untuk meregulasi emosinya secara efektif


umumnya dikenal dengan istilah disregulasi emosi (Gross, dalam Brandt et al., 2012). Gratz
dan Roemer (2004) mengatakan bahwa individu yang mengalami disregulasi emosi umumnya
akan mengalami kesulitan untuk merespons, memahami, mengatur serta menerima emosi yang
dirasakan secara efektif. Termasuk juga munculnya perilaku impulsif dan kesulitan mencari
cara mengatur emosi serta mencapai tujuan yang dimiliki. Adapun, disregulasi emosi dapat
disebabkan dari adanya pengalaman hidup negatif, seperti kekerasan serta ketika menjadi target
dan korban dari lingkungan mereka (Herts et al., 2012).

Kesulitan dalam pengaturan emosi yang dimaksud adalah saat seseorang sulit
menerima respon emosi yang ada, baik itu emosi negatif ataupun positif termasuk tidak
menerima respons emosional (tidak menerima). Seseorang juga dinilai memiliki masalah
disregulasi emosi saat kesulitan mengarahkan perilaku pada tujuan hal ini dimaksudkan saat
individu memiliki tujuan atau kegiatan tertentu namun ia tidak dapat tetap fokus pada tujuan
tersebut karena permasalahan emosional, kesulitan mengendalikan impuls, kurangnya
kesadaran emosional, akses terbatas ke strategi regulasi emosi cenderung mengungkapkan
emosi yang salah dan merugikan, dan kurangnya kejernihan emosional saat terjadi situasi atau
kejadian yang melibatkan emosi individu (Perez, et al., 2012).

Individu disebut memiliki permasalahan disregulasi emosi saat individu tidak bisa
mengontrol dan mempengaruhi emosi yang mereka miliki, serta kesulitan mengalami dan
mengungkapkan emosi mereka dengan baik, karena kedua hal tersebut berhubungan langsung

14
dengan beberapa permasalahan psikopatologis (Gratz & Roemer, 2004 ; Joormann & Tanovic,
2015; Velotti & Garofalo, 2015). Konstruk disregulasi emosi telah banyak digunakan untuk
menjelaskan beragam masalah psikopatologi. Sebagian besar teori tentang disregulasi emosi
diterapkan untuk depresi gangguan kecemasan umum, penyalahgunaan alkohol atau zat,
melukai diri sendiri, bunuh diri gangguan makan, dan gangguan kepribadian borderline (Velotti
& Garofalo, 2015 ; Young et al., 2019).

Gratz dan Roemer (2004) mendefinisikan regulasi emosi sebagai langkah dalam
melibatkan kesadaran dan kemandirian emosi, penerimaan emosi, kemampuan untuk 5
mengendalikan perilaku impulsif dan berperilaku sesuai dengan yang diinginkan sesuai tujuan
awal sebelum mengalami peristiwa atau situasi yang emosional, baik emosi negatif atau emosi
positif. Ketika seseorang mengalami emosi negatif ataupun positif yang berlebihan,
kemampuan yang dimiliki dalam meregulasi emosi, dapat menjadi strategi pengaturan emosi
yang sesuai situasi secara fleksibel untuk memodulasi respon emosional yang diinginkan untuk
memenuhi individu tujuan dan tuntutan situasional (Young et al., 2019; Luberto et al., 2013).

Teori disregulasi emosi semakin banyak diterapkan untuk gangguan anak dan remaja,
serta psikopatologi dewasa. Keterampilan pengaturan emosi berkembang secara substansial di
seluruh remaja, suatu periode yang ditandai oleh tantangan emosional dan mengembangkan
sirkuit saraf regulasi (Young et al., 2019). Masa remaja juga merupakan periode risiko untuk
timbulnya kecemasan dan gangguan depresi baru, psikopatologi yang telah lama terkait dengan
gangguan dalam regulasi emosi positif dan negatif (Marcjzak & Ancjzyak , 2019 ; Young et
al., 2019 ; Zinbarg et al., 2010 ; Burdick, 2014).

Disregulasi emosi memiliki dua komponen :

1. Kehilangan kendali atas kontrol emosi,


2. Emosi yang berubah dengan cepat, serta emosi tersebut di ekspresikan secara intens
dan tidak dimodifikasi.

Komponen disregulasi emosi tersebut muncul dari fakor intrinsik dalam hal ini biologis,
serta faktor eksterinsik dalam hal ini adalah pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang kacau
dan penuh dengan tekanan seperti pola pengasuhan yang bermasalah atau pelecehan seksual
pada masa kanak akan memunculkan trauma dan akan membawa pengaruh yang negatif serta
meningkatkan reaktivitas emosional dan akan memiliki resiko mengalami lebih tinggi
disregulasi emosi (Bradley et al., 2011). Pengalaman buruk pada kanak-kanak akan

15
meningkatkan emosional pada individu yang mengakibatkan hilangnya kontrol dan perubahan
emosi secara cepat seiring dengan berjalannya waktu.

Dimensi disregulasi emosi menurut Gratz dan Roemer (Gratz & Roemer, 2004)
terdapat beberapa dimensi yaitu

1. Awareness, Awareness dalam hal ini dapat dikatakan kurangnya kesadaran terhadap
kesulitan regulasi emosi, dalam hal ini individu sulit mengakui emosi yang
dirasakan atau individu tidak dapat memperhatikan bagiamana perasaannya,
2. Lack of Emotional Clarity, Kurang jelas terhadap respon emosional, pada clarity
dapat digambarkan mengenai bagaimana individu tidak dapat memahami emosinya
secara jelas.
3. Non Acceptance of Emotional Respon, dalam hal ini individu mengalami kesulitan
dalam menerima emosi negatif, sehingga individu seringkali menyangkal emosi
negatif yang sedang dihadapi.
4. Limities Accsess to Emotional Regulation Strategies, dalam hal ini yaitu terbatasnya
akses terhadap strategi regulasi emosi yang efektif, individu dalam hal ini
digambarkan ketika individu sedang dalam kondisi marah tidak dapat meregulasi
emosinya secara efektif.
5. Impulse Control Difficulties, kesulitan mengendalikan impulse ini dapat diartikan
individu kesulitan dalam mengendalikan perilakunya ketika mengalami emosi
negative
6. Difficult Enganging in Goals Directed, yaitu individu sulit dalam berkonsentrasi
menyelesaikan tugas ketika mengalami emosi negatif, seperti mengalami kesulitan
konsentrasi dalam menyelesaikan tugasnya.
7.

F. Tanda tanda keadaan sejahterah

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri (adjustment) yang dilakukan manusia sepanjang hayat. Pada dasarnya
manusia ingin mempertahankan eksistensinya, sejak lahir berusaha memenuhi kebutuhannya
yaitu kebutuhan fisik, psikis dan social.Sejak kecil individu belajar bertingkah laku, tingkah

16
laku yang berhasil dalam memenuhi kebutuhannya berarti dapat menyesuaikan diri dan
mengalami keseimbangan.

Orang yang mampu menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan sekitarnya dengan baik,
belum tentu bias dikatakan sebagai sehat secara mental. Kesehatan mental tidak hanya sekedar
dilihat dan diukur dari derajat penyesuaian diri yang tinggi saja, tapi masih ada

hal lain yang perlu diperhatikan, seperti misalnya nilai-nilai kebaikan yang dihidupi oleh orang
yang bersangkutan.

Meskipun penyesuaian diri belum dapat digunakan tolok ukur derajat kesehatan mental
seseorang, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa penyesuaian diri sampai tingkat tertentu
merupakan syarat mutlak bagi sehat tidaknya seseorang secara mental.

2. Tanda-Tanda Keadaan Sejahtera Dan Bahagia

Gail & Seehy (Haber & Runyon, 1984) pernah melakukan penelitian terhadap kurang
lebih 60.000 orang dewasa mengenai kebahagiaan. Hasil penelitian mereka menunjukkan
adanya sepuluh tanda-tanda orang yang bias disebut dalam keadaan sehat/bahagia. Kesepuluh
tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut :

1. Hidup mereka memiliki arti dan arah

2. Memiliki pengalaman transisi yang penting di masa dewasa dan dapat menangani transisi
tersebut dengan cara yang tidak seperti orang kebanyakan, lebih bersifat pribadi dan kreatif.

3. Jarang merasa diperlakukan secara tidak adil atau dikecewakan oleh kehidupan.

4. Mencapai beberapa tujuan hidup yang penting

5. Peduli dengan pertumbuhan dan perkembangan pribadi

6. Memiliki keadaan hubungan mencintai dengan yang dicintai secara mutualisme

7. Memiliki banyak teman

8. Orang yang menyenangkan dan bersemangat

9. Tidak melihat kritik sebagai serangan pribadi yang menurunkan harga diri

10. Tidak memiliki ketakutan-ketakutan yang umumnya dimiliki orang lain

17
Penelitian tersebut menemukan bahwa kebahagiaan hidup ternyata rata-rata dicapai
pada usia pertengahan 50-an bahkan pada usia lebih tua dari itu. Perlu dicatat bahwa penelitian
tersebut dilakukan sekitar tahun 1911. Bisa saja dengan perkembangan jaman seperti sekarang,
kebahagiaan tersebut bias didapat pada usia yang lebih muda.

G. Kasus Umum Regulasi Emosi

Masalah umum regulasi diri bisa dimulai lebih awal pada masa kecilnya seperti; seorang
bayi yang diabaikan. Seorang anak yang tidak merasa aman, atau yang tidak yakin apakah
kebutuhannya akan terpenuhi, mungkin mengalami kesulitan menenangkan dan mengatur
dirinya sendiri.

Kemudian, seorang anak, remaja, atau orang dewasa mungkin juga akan berjuang
dengan regulasi diri, baik karena kemampuan ini tidak berkembang selama masa kanak-
kanak, atau karena kurangnya strategi untuk mengelola perasaan yang sulit. Jika dibiarkan,
seiring waktu hal ini dapat menyebabkan masalah yang lebih serius seperti gangguan
kesehatan mental dan perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat terlarang.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Regulasi emosi adalah cara seseorang mengekspresikan dan mengendalikan emosinya saat
emosi tersebut dirasakan. Regulasi emosi seseorang dipengaruhi oleh keterampilannya
melakukan penalaran terhadap suatu peristiwa, menggambarkan, dan mempertimbangkan
sesuatu. Regulasi emosi melibatkan kesadaran yang mengontrol emosi negatif dan kemampuan
verbal yang baik sehingga dapat membantu seseorang untuk mengekspresikan emosi dengan
tepat. Regulasi emosi akan membantu seseorang untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan
sosialnya (Strongman dalam Halimah dan Hayati, 2015).

Gross (2014), menerangkan bahwa regulasi emosi adalah proses individu untuk emosi
seperti apa, saat emosi muncul, bagaimana mempengaruhi ekspresi pengalaman dan ekspresi
emosional. Secara sederhana, regulasi emosi merupakan proses pengelolaan individu dan
perubahan emosi diri atau orang lain. Dalam proses ini, melalui strategi dan mekanisme
tertentu, menyebabkan emosi dalam aktivitas fisiologis, pengalaman subjektif, ekspresi
perilaku dan sebagainya pada aspek yang memiliki perubahan tertentu. Dengan demikian,
regulasi emosi melibatkan proses perubahan periode laten emosi, waktu terjadinya, lamanya,
ekspresi perilaku, pengalaman psikologis, reaksi fisiologis dan sebagainya. Ini adalah proses
yang dinamis

19
DAFTAR PUSTAKA

Giovani, S. (2021). EFEKTIVITAS ART THERAPY METODE GANIM DALAM


MENURUNKAN TINGKAT DISREGULASI EMOSI PADA SISWA SMA YANG
MENJADI KORBAN BULLYING. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni ,
47-54.
Masfufa, A. A. (2020). PENGARUH PENINGKATAN MINDFULNESS SKILL TERHADAP
PENURUNAN DISREGULASI EMOSI PADA REMAJA. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Putri, A. R. (2021). Disregulasi Emosi pada Perempuan Dewasa Awal yang Melakukan Self
injury . Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 1-16.
Susanto, Agus.2014.MENGONTROL EMOSI MENJADI SENI.Jawa Timur:Globar Aksara
Pres

Siti Chairani Umasugi. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Religiusitas Dengan
Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad
Dahlan

Nicola Morgan (2014). Panduan Mengatasi Stres Bagi Remaja, Tangerang Selatan, Gemilan.

Nila Anggreiny, Wiwik Sulistyaningsih. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)


Untuk Meningkatkan Kemamluan RegulasjI Emosi Remaja Korban Kekerasan Seksual.

Moch. Hasyim Latief Rosyidi (2014). Regulasi emosi pada istri yang Tertular
HIV/AIDS, Skripsi, Universitas Islam Negeri sunan kalijaga, Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai