Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan progresif yang

berkelanjutan (sustained progressive change) untuk mempertahankan kepentingan

individu atau komunitas melalui pengembangan, intensifikasi dan penyesuaian

terhadap pemanfaatan sumber daya (Shaffer et al dalam anonim, 2004). Dalam hal

ini pembangunan berarti penigkatan kapasitas untuk bertindak (capacity to act),

berinovasi dan menghadapi keadaan yang berbeda (Leichtesein dan Lyons dalam

anonim, 2001). Pemanfaatan sumber daya alam, baik secara intensif maupun

ekstensif, tidak akan menimbulkan kerusakan hanya apabila persyaratan

pemanfaatan dan kekuatan-kekuatan alami sumber daya ala keduanya berlangsung

secara proposional satu sama lain. Dalam kenyataanya banyak bentuk-bentuk

pemanfaatan sumber daya alam yang mengabaikan azaz tersebut. Banyak

penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kesesuaian dengan kapasitas tapak

(site-unsuitable land use) atau banyak pula pemanfaatan berlebihan yang tidak

cocok (non adapted over exploitasion). Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan seperti

itu berpeluang besar terjadinya degradasi lahan atau sumber daya dan selanjutnya

menghasilkan lahan-lahan kritis.

Pengelolaan sumber daya alam yang telah menyebabkan terjadinya lahan

kritis salah satunya dari kegiatan pertambangan. Kawasan areal tambang timah

dan bahan galian lainya, sekarang ini telah menjadi lahan-lahan terbuka,


 
berlubang menganga dengan kandungan bahan organik yang rendah. Lahan-lahan

eks areal pertambangan timah, biji besi, pasir kwarsa dan lain-lain menjadi lahan

kritis yang tidak produktif. Kabupaten Belitung Timur merupakan salah satu

kabupaten di Indonesia yang meninggalkan lahan kritis akibat dari kegiatan

pertambangan timah.

Atas pertimbangan di atas maka Badan Lingkungan Hidup Daerah yang

merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Belitung Timur di bidang

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Badan Lingkungan Hidup Daerah mempunyai

tugas pokok merumuskan kebijakan dan melaksanakan kewenangan otonomi

daerah dalam bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Maka dari itu

Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Belitung Timur bekerja sama

dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada melakukan kajian ilmiah

terhadap kmungkinan memanfaatkan lahan kritis eks kegiatan pertambangan dan

lahan kritis dalam kawasan hutan (Anonim, 2009). Dalam upaya memberikan

contoh nyata pembenahan tapak rusak eks tambang maka perlu dilakukan

beberapa uji yang dirancang dalam skema demontrasi plot (demplot).

Pembangunan demplot ini diharapkan jadi rujukan pengembangan revegetasi

produktif eks tambang yang ada di kabupaten Belitung Timur.

Lahan reklamasi di Demplot sebelumnya merupakan hutan Negara yang

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan

menjadi bukan kawasan hutan atau disebut Areal Penggunaan Lain (APL).

Kawasan APL tersebut tidak ada kaitan dan ijin pertambangan maka dari itu

pertambangan yang terjadi dikawasan tersebut adalah tidak memiliki ijin atau liar.


 
Penambangan timah secara liar tersebut dilakukan oleh masyarakat dengan

menggunakan alat-alat berat (Konvensional). Lahan bekas tambang yang

dibiarkan menyebabkan terjadinya degradasi lahan atau sumber daya dan

selanjutnya menghasilkan lahan-lahan kritis. Lahan kritis yang dibiarkan tanpa

ada upaya pemulihan menyebabkan kesuburan tanah menurun, struktur tanahnya

rusak, penurunan tingkat keasaman (pH) dan suhu yang sangat ekstrim. Untuk itu

perlu dilakukan reklamasi untuk memperbaiki kondisi lahan yang kritis dan

mengkondisikan lahan menjadi cocok untuk ditanami.

Teknologi revegetasi ini menjadi penting dan mendesak untuk

diformulasikan karena sejalan dengan paradigma baru di era global yaitu tekno –

ekonomi, teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam

peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Implikasi paradigm ini adalah terjadinya

proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (

Resource Base Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan

(Knowledge Based Economy/KBE). Pada KBE kekuatan bangsa diukur dari

kemampuan iptek sebagai factor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan

enrgi untuk peningkatan daya saing.

Demplot Revegetasi Lahan Eks Tambang ini secara utuh dirancang dalam

rencana strategis Belitung Timur sebagai pusat pembelajaran rehabilitasi lahan

kritis pasca tambang. Oleh karena itu inisiasi pembangunan demplot meibatkan

partisipasi aktif para pihak (masyarakat/petani penggarap demplot, pemerinta

desa, Pemerintah Daerah, pihak legislatif/DPRD, penyuluh lapangan dan pihak-

pihak lain). Dengan harapan demplot ini akan menumbuh kembangkan sense of


 
belonging atas usaha bersama untuk membangun rehabilitasi produktif pasca

tambang di Belitung Timur.

Maksud dan tujuan pembangunan Demplot Revegetasi Lahan Eks

Tambang di Kabupaten Belitung Timur adaah sebagai berikut :

a. Merancang demplot Revegetasi Lahan Eks Tambang dengan membuat

beberapa model pertanaman agroforestri intensif berbasis MLP (multi player

production) sebagai percontohan bagi kegiatan reklamasi bekas tambang

untuk menigkatkan daya dukung kawasan hutan di Kabupaten Belitung Timur.

b. Membangun demplot Revegetasi Lahan Eks Tambang dengan menanam dan

mengidentifikasi jenis-jenis pohon potensial yang dapat diintroduksikan dalam

bentuk silvikultur MLP sebagai bagian dari kerangka pengembangan pola

pertanian kehutanan untuk meningkatkan produktivitas dan daya dukung

kawasan.

c. Menginisiasi keterlibatan masyarakat dalam demplot dengan meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam reklamasi lahan bekas tambang melalui

memberdayakan potensi masyarakat dengan pembentukan unit-unit kelola

reklamasi yang didasarkan atas kelembagaan yang berkembang di masyarakat,

serta penigkatan produktivitas usaha pertanian.

d. Mempersiapkan transfer teknologi, sistem pelatihan dan pembelajaran yang

dikemas dalam bentuk Pusat Informasi Agroklinik dan Pusat Pembelajaran

Reklamasi Lahan Bekas Tambang.

Sasaran dalam program ini adalah pemberdayaan masyarakat penambang sebagai

dasar pembentukan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat untuk peningkatan


 
daya dukung kawasan Belitung Timur yang bersifat lokal spesifik, produktif, dan

lestari.

1.2 Permasalahan

Adaptasi tumbuhan pada suatu tapak yang baru memerlukan suatu proses

fisiologis yang selanjutnya diekspresikan dalam bentuk pertumbuhan dan

kesehatan fisik. Bentuk pertumbuhan ditunjukan dalam bentuk perkembangan

fisik (dimensi) dan indikator proses (kesehatan tajuk).

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui seberapa besar persen hidup dan kesehatan tanaman pada

kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah dari beberapa parameter yang

diukur.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat diketahui

informasi atau data-data mengenai persen hidup dan kesehatan tanaman reklamasi

lahan bekas tambang timah di Demplot ( Demontrasi Plot ) Desa Lenggang

Kecamatan Gantung Kabupaten Belitung Timur. Untuk digunakan sebagai

pedoman dalam kegiatan reklamasi selanjutnya.


 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Timah

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam

termasuk sumber daya mineral logam. Kesadaran akan banyaknya mineral logam

ini mendorong bangsa Indonesia untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam

tersebut secara efisien. Dalam pemanfaatanya, tentu saja menggunakan berbagai

metode dan teknologi sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal dengan hasil

yang optimal dengan keuntungan yang besar, biaya produksi yang seminim

mungkin serta ramah lingkungan.

Pengolahan timah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat tidak lepas dari

peran reaksi kimia fisika. Pencucian maupun pemisahan pada timah merupakan

bagian dari proses yang melibatkan reaksi-reaksi kimia fisika.

Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki

symbol Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Unsur ini merupakan

logam miskin keperakan, dapat ditempa (malleable), tidak mudah teroksidasi

dalam udara sehingga tahan karat, dan digunakan untuk melapisi logam lainnya

untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari mineral cassiterite yang

terbentuk sebagai oksida.

Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang

rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan


 
listrik yang tinggi. Dalam keadaan normal (13 – 1600C), logam ini bersifat

mengkilap dan mudah dibentuk.

Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada

daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan

turmalin dan kuarsa timah, serta sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya

terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan koluvium.

Adapun Proses pengolahan mineral timah ini meliputi banyak proses,

yaitu:

• Washing atau Pencucian

• Pemisahan berdasarkan ukuran atau screening dan uji kadar

Pemisahan berdasarkan berat jenis.

• Pengolahan tailing.

• Proses pengeringan.

• Klasifikasi timah.

• Pemisahan mineral ikutan.

• Proses pre-smelting.

• Proses peleburan ( smelting ).

• Proses refining ( pemurnian ).

• Pyrorefining.

• Eutectic refining.

• Electrolitic refining.

• Pencetakan


 
Adapun manfaat timah dalam kehidupan sehari-hari yaitu digunakan

sebagai pelapis dalam kaleng kemasan makanan, digunakan dalam pembuatan

bola lampu, sampai pada penggunaan pada alat-alat olah raga.

2.2 Tambang Terbuka

2.2.1 Proses Penambangan

Cadangan mineral yang tersimpan di dalam tanah d Indonesia secara

ekonomis cocok untuk sistem penambangan terbuka (open pit mining system).

Proses penambanganya sendiri dilakukan berbeda-beda tergantung jenis mineral

yang ditambang. Penambangan timah, misalnya, diawali dengan penggalian

lapisan tanah untuk menemukan mineral timah pada lapisan tanah yang lebih

dalam. Galian tanah permukaan dionggokan di sekitar galian, untuk dikembalikan

lagi setelah penambangan berakhir. Pemisahan timah dari larutan tanah dilakukan

melalui penyaringan menggunakan air setempat tanpa penambahan bahan atau

senyawa lain. Penyaringan mekanis ini meninggalkan sisa saringan yang cukup

banyak (tailing disposal) dan biasanya terakumulasi dan menutup permukaan

suatu areal.

Penambangan timah di Kabupaten Belitung Timur telah dilakukan cukup

lama, mulai dari zaman pemerintahan kolonial Belanda. Sejak saat itu sampai

tahun 1980-an penambangan dilakukan pada skala industri oleh perusahaan

perambangan besar (dalam bentuk BUMN).

2.2.2 Tata Guna Lahan Pasca Tambang

Bentuk penggunaan lahan pasca tambang di Indonesia sebagian besar

belum diatur dengan baik. Undang-undang pertambangan No.11 tahun 1967 dan


 
aturan-aturan pertambangan dibawahnya baru mengatur tanggung jawab industri

tambang untuk memberikan kompensasi dan melakukan rehabilitasi pasca

penutupan tambang. Namun demikian status lahan pasca penambangan masih

belum secara jelas diatur dan ditetapkan, kecuali pengaturan bahwa areal pasca

tambang harus dikembalikan kepada pemerintah melalui Kementrian

Pertambangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status tataguna lahan

areal pasca tambang masih banyak yang tidak menentu termasuk bagi pemegang

hak penambang. Sebagian persepsi areal pasca tambag dimiliki oleh Pemerintah,

dan oleh karenanya tidak ada jaminan bagi pelaku penambangan untuk

mengklaim kepemilikan lahanya.

Konfigurasi permukaan berubah setelah penambangan di areal tersebut

dilakukan, dan penambangan timah meninggalkan penutupan sisa pengolahan

tambang (tailing disposal), onggokan tanah galian serta lubang-lubang besar

bekas galian berupa kolam-kolam yang cukup dalam. Kondisi areal pasca

tambang seperti itu terjadi oeh karena penutupan kembali (backfilling) lubang-

lubang bekas tambang yang merupakan salah satu persyaratan penutupan tambang

tidak populer bagi pelaku penambangan. Walaupun rehabilitasi areal pasca

penambangan harus dilakukan dari pandangan lingkungan, secara ekonomis dan

kultural kegiatan tersebut masih belum cukup berarti bagi kepentingan pelaku

penambangan, disamping kegiatan rehabilitasi bagi pemegang hak penambangan

berimplikasi terhadap investasi dan biaya produksi.


 
2.3 Prinsip-Prinsip Reklamasi Lahan

2.3.1 Terminologi

Penambangan terbuka, menghilangkan seluruh hutan atau tutupan vegetasi

di atasnya. Rehabilitasi lahan yang telah mengalami kerusakan mempunyai

pengertian yang luas, dan oleh karenanya perlu disampaikan batasan terminologi

yang lebih jelas. Istilah reboisasi pada dasarnya mempunyai makna rehabilitasi

yang mempunyai pengertian luas untuk setiap upaya mengembalikan elemen-

elemen struktur dan fungsi suatu sistem ekologi yang rusak walaupun tanpa harus

selengkap elemen struktur atau fungsi ekosistem aslinya (Bradshaw dalam

anonim, 1997). Jadi rehabilitasi misalnya dapat berupa penanaman tapak untuk

mencegah erosi dan bahkan seringkali digunakan secara informal untuk

pengertian membangun kembali habitat bagi satwa secara umum dan tidak

spesifik. Banyak istilah yang lebih khusus dirumuskan untuk tujuan yang lebih

khusus pula. Reklamasi, misalnya merupakan tindakan rehabilitasi pada tapak

yang mengalami kerusakan berat, biasanya tidak berupa pemulihan penuh.

Rehabilitasi juga dapat merupakan upaya memberikan fasilitas agar sistem

ekologi dapat memulihkan dirinya sendiri kembali pada kondisi awal (ecological

recovery). Apabila pemulihan tidak dimungkinkan karena tingginya tingkat

kerrusakan, maka upaya rehabilitasi dapat diarahkan untuk membangun kembali

ekosistem secara keseluruhan (recreation).

Rehabilitasi dengan ragam tindakanya tersebut semuanya mempunyai makna

pemulihan (restoration) artinya memulihkan ekosistem atau bagian ekosistem

kepada kondisi yang lebih alami. Perkembangan menuju arah lebih alami akan

10 
 
semakin dapat menyediakan ruang hidup bagi jasad-jasad yang terancam punah,

maupun manfaat lain ketika manusia terlibat di dalamnya. Secara praktis restorasi

adalah tindakan memanipulasi tapak untuk mengembangkan eksosistem awal

yang asli atau yang pernah ada sebelumnya. Upaya pemulihan secara lebih

spesifik diarahkan untuk memperbaiki struktur, fungsi, diversitas dan dinamika-

dinamika yang terjadi di dalam ekosistem yang dimaksud. Oleh karena upaya

mengembalikan sepenuhnya pada kondisi asli tidak mudah atau bahkan tidak

mungkin, maka restorasi dapat berupa pengembalian ekosistem kepada kondisi

seperti sebelum kerusakan terjadi. Jordan dkk., (1987) menyebutkan hal-hal yang

menyebabkan restorasi tidak dapat memulihkan ekosistem kepada kondisi asli

diantaranya adalah (1) keterbatasan metode yang tepat, (2) lamanya waktu yang

diperlukan, (3) faktor lingkungan yang selalu berubah dan (4) ketidak tahuan

kondisi ekosistem target dan sejarah perkembangan sebelumnya. Dari beberapa

pertimbangan diatas maka pemulihan lahan yang tepat untuk dilakukan adalah

mengkondisikan lahan bekas tambang menjadi lahan yang cocok untuk ditanami

atau disebut reklamasi.

2.3.2 Pendekatan Reklamasi

Laju perkembangan hutan dalam proses suksesi ditentukan oleh kondisi

tapak yang akan direklamasi dan keberadaan tapak beserta tutupan vegetasi yang

tidak rusak di dekatnya. Secara alami proses perkembangan hutan secara alami

pada tapak pasca tambang akan berlangsung dalam waktu yang sangat panjang.

Hutan atau vegetasi di sekitar tapak pada umumnya tidak berfungsi optimal

sebagai sumber biji untuk kolonisasi jenis-jenis pioneer karena luasnya

11 
 
pembukaan oleh penambangan atau kelangkaan kondisi tapak yang sangat tidak

mendukung pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan uraian di atas pendekatan yang dilakukan dalam upaya

reklamasi lahan pasca tambang timah dilakukan melalui :

a) Stabilisasi tapak, baik berupa penimbunan lubang-lubang (backfilling)

maupun pembentukan teras-teras hidup untuk mengendalikan erosi.

b) Akselerasi pembentukan tapak sampai pada batas dapat mendukung

pertumbuhan jensi-jenis pioneer. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui

pemilihan jenis pioneer dari kelompok legume dan yang banyak dan cepat

menghasilkan biomassa dan merupakan pilihan pertama;

c) Pilihan jenis tanaman yang diinginkan yang dapat cepat dapat memanfaatkan

perubahan tapak ketika tumbuhan pioneer telah berkembang dan dapat

memberikan manfaat ekonomis dan lingkungan bagi masyarakat di sekitar

areal reklamasi. Jenis-jenis tumbuhan pendukung (nurse trees) akan

mempercepat pembentukan tapak yang mendukung jenis tanaman akhir yang

diinginkan.

Pendekatan teknis tersebut tentu belum dapat menjamin keberhasilan

program reklamasi secara keseluruhan. Penyertaan masyarakat sekitar dalam

seluruh kegiatan mulai dari kesamaan persepsi awal, perumusan keputusan, dan

pelaksanaan program sangat diperlukan. Pendekatan masyarakat yang besifat

partisipatif ini akan ditempatkan sebagai kelengkapan dari pendekatan teknis.

Pendekatan yang sama dengan pendekatan masyarakat juga akan dilengkapi

dengan kesepakatan antar semua pemangku kepentingan dari berbagai intuisi dan

12 
 
pihak lainn. Skema berikut inii menggam
mbarkan priinsip silvikkultur reforestasi

bagaimanaa desain unntuk memppercepat proses suksessi, dan dallam waktu yang

bersamaann meningkaatkan stabiliitas lahan dan


d memperrcepat capaaian manfaaat dari

tumbuhann yang diingginkan.

Daalam skemaa desain silvvikultur (Gaambar 1.) teersebut sem


mua tipe veg
getasi

dibangun dalam renntang waktuu kegiatan reklamasi. Dengan bberjalanya waktu


w

rumput dan legume penutup lahan


l meng
ghasilkan pioneer-pion
p neer dan pohon
p

pendukungg (nurse treees) yang ceepat tumbuh


h., sementarra jenis tanaaman akhir yang

diinginkann tumbuh di
d bawahnyya. Kompatiibilitas mennjadi kriteriia penting untuk
u

pemilihann jenis dalam


m kombinasi tersebut.

 
 
1
100 Nurse
herbaceoous Trees crop trees
grassees legumees
Ground Cover (%)

75

50

25

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 12 13 14 15
Times
T (years)
Gambar 1. Skema Deesain Silvikuultur

2.4 Moonitoring Kessehatan


K n Tanaman

2.4.1 Moonitoring

Moonitoring adalah
a proses rutin pengumpullan data ddan penguk
kuran

kemajuan atas objekktif program


m, memantaau perubahaan, yang fokus pada proses
p

13
 
dan keluaran (output).

• Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan.

• Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang

diberikan.

Adaptasi tumbuhan pada suatu tapak yang baru memerlukan suatu proses

fisiologis yang selanjutnya diapresiasikan dalam bentuk pertumbuhan dan

kesehatan fisik. Monitoring adaptasi tumbuhan perlu dilakukan sebagai bentuk

evaluasi terhadap respon yang terbentuk. Respon tersebut dapat berbentuk

perkembangan fisik (dimensi) dan indikator proses (kesehatan tajuk pohon).

2.4.2 Kesehatan Tanaman

Pohon dalam hal ini tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila

tumbuhan tersebut dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan

potensi genetik terbaik yang dimilikinya. Fungsi-fungsi tersebut diantaranya

mencakup pembelahan, diferensiasi dan perkembangan sel yang normal,

penyerapan air dan mineral dari tanah dan mentranslokasikannya ke seluruh

bagian tumbuhan; fotosintesis dan translokasi hasil-hasil fotosintesis ke tempat-

tempat penggunaan dan penyimpanan persediaan makanan untuk reproduksi

(Yunasfi 2002).

Pertumbuhan dan hasil tumbuhan tersebut bergantung pada dua faktor

yaitu faktor dari dalam yaitu internal dan faktor dari luar yang sering kita sebut

eksternal. Faktor internal dapat dikatakan menjadi dasar kemampuan suatu

tanaman dapat tumbuh dan berkembang. Faktor ini dapat dikaitkan dengan

kemampuan genetiknya yang akan berpengaruh terhadap kemampuan tanaman

14 
 
tersebut untuk tumbuh dalam lingkungan tertentu (Daniel dalam anonim, 1987).

Faktor dari luar dapat dijabarkan yaitu ketersediaan hara dan air di dalam tanah

tempat tumbuhan tersebut tubuh, dan pada pemeliharaan dalam kisaran faktor-

faktor lingkungan tertentu, seperti suhu, kelembaban dan cahaya. Sesuatu yang

mempengaruhi kesehatan tumbuhan berkemungkinan besar akan mempengaruhi

pertumbuhan dan kemampuan produksinya.Dan akan dapat menurunkan

kegunaannya bagi manusia. Patogen tumbuhan, cuaca yang tidak menguntungkan,

gulma dan serangga hama adalah penyebab yanga sangat umum dalam

menurunkan pertumbuhan dan produksi tumbuhan. Oleh karena itu ilmu genetika

hutan dan fisiologi pohon bersama-sama membentuk landasan terpadu yang

penting bagi optimasi pertumbuhan tanaman yang sehat.

Dalam dunia pertanaman, tanah mempunyai peranan sebagai tempat tumbuh dan

berkembangnya akar tanaman, tempat persediaan udara bagi pernapasan akar,

tempat persediaan unsur-unsur makanan bagi tumbuhan, tempat persediaan air

bagi tumbuh-tumbuhan dan tempat berkembangnya mikro dan makroorganisme

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman.

Tanaman yang sehat ditunjukan dengan perkembangan fisik (dimensi) dan

indikator proses yang ditunjukan dari kesehatan tajuk pohon. Fisik pertumbuhan

diamati dalam bentuk tinggi (respon nutrisi), diameter (respon ruang dan

mieralisasi), panjang tajuk (interaksi ruang dan nutrisi). Dan indikator kesehatan

tajuk divisualisasikan dalam parameter kondisi tajuk, kerusakan tajuk,

pertumbuhan tajuk, bentuk tajuk, dan aspek garpu.

15 
 
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah kabupaten Belitung Timur Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Tepatnya pada lahan seluas ± 2 ha yang merupakan area

bekas penambangan timah oleh PT. Timah Di Desa Lenggang Kecamatan Gantung.

Lokasi penelitian disajikan dalam bentuk peta pada Lampiran. Lokasi penelitian

tersebut memang sudah ditetapkan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah yang

bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada untuk dilakukan

kegiatan reklamasi lahan pasca penambangan yang dilakukan pada tahun 2012 dan

kegiatan monitoring kesehatan tanaman pada bulan Mei 2013.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Tanaman umur 4 bulan tahun tanam 2012 yang ditanam di demplot reklamasi

pada bulan Januari 2012 di lahan bekas tambang timah Desa Lenggang Kecamatan

Gantung Kabupaten Belitung Timur. Lay out pertanaman dapat dilihat pada lampiran

1.

16 
 
3.2.2 Alat Penelitian

Blanko pengamatan monitoring kesehatan tanaman, alat tulis, pita meter,

jangka sorong, galah, kamera untuk dokumentasi.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan survei lokasi penelitian untuk mengetahui

kondisi lingkungan dan keadaan vegetasi secara umum. Selanjutnya penentuan titik

awal pengukuran untuk mempemudah pengambilan data seluruh tanaman yang ada di

petak penanaman reklamasi tahun 2012. Pengambilan data dilakukan dengan

mengamati kondisi fisik dan indikator kesehatan tanaman dengan mengukur dan

menilai kesehatan tanaman dengan beberapa indikator pengamatan.

3.4 Indikator Pengamatan

3.4.1 Fisik Pertumbuhan

a) Tinggi pohon diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh dalam

ukuran centimeter (cm).

b) Diameter batang diukur dalam bentuk diameter atau lilit batang dalam

centimeter (cm).

c) Panjang tajuk diukur mulai ujung titik tumbuh sampai tajuk segar paling

bawah dalam centimeter (cm).

17 
 
Panjang Tajuk
Tinggi Tanaman

Diameter

Gambar 2. Pengukuran Tinggi, Tajuk dan Diameter Tanaman

3.4.2 Kesehatan Tajuk

a) Kondisi tajuk pada saat diukur dalam bentuk skor (nominal) dengan

mengidentifikasi tajuk tertinggal <20% (1), 20-40% (2), 40-60% (3), 60-

80% (4), dan >80 (5).

b) Kerusakan tajuk yang terjadi diukur dengan mendeteksi tingkat kerusakan

tajuk dengan ketentuan jika terdapat kerusakan tajuk >80% (1), 60-80%

(2), 40-60 (3), 20-40 (4), dan <20% (5).

c) Aktivitas pertumbuhan tajuk diiidentifikasi berdasarkan ujung titik

tumbuh dalam kondisi dorman (1), sedang aktif tumbuh (2), dan mulai

mengalami dorman (3).

d) Bentuk pertumbuhan pohon diidentifikasi berdasarkan batang pohon

mengalami leaning atau roboh (1), mati pucuk (2), batang patah (3),

batang menggarpu (4), pohon berbatang tunggal yang tumbuh tegak (5).

18 
 
e) Batang garpu diidentifikasi berdasarkan kemunculanya di pangkal batang

dan permukaan tanah (1), muncul pada <25% tinggi batang (2), 25-50%

(3), 50-75% (4) dan >75% (5).

3.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mengguakan metode analisis

deskriptif kualitatif untuk mengetahui respon tumbuhan dalam beradaptasi pada

tempat tumbuhnya. Respon yang ditunjukan dengan perkembangan fisik (dimensi)

dan indikator proses (kesehatan tajuk pohon).

19 
 
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Kabupaten Belitung Timur merupakan salah satu prodesen utama bahan

galian tambang di Indonesia. Hasil bahan tambang, galian dan mineral yaitu timah,

pasir kuwarsa, kaolin, granit, batu gunung, tanah liat dan biji besi. Kabupaten

Belitung Timur berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003-Manggar

sebagai ibukota-yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Belitung dan bagian

dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Wilayah Kabupaten Belitung Timur terletak di Pulau Belitung dengan luas

17.967.93 km² yang terdiri dari luas daratan 2.506,90 km² atau 250.691 ha dan luas

wilayah laut 15.461,03 km². Kabupaten Belitung Timur terdiri dari tujuh kecamatan,

yakni Kecamatan Dendang, Gantung, Manggar, Kelapa Kampit, Damar, Simpang

Pesak dan Simpang Renggiang (Belitung Timur Dalam Angka 2009-2010).

Jumlah kecamatan di Kabupaten Belitung Timur mengalami perkembangan

dari 4 menjadi 7 kecamatan pada tahun 2009. Adapun jumlah desa juga berkembang

dari 30 menjadi 39 desa. Ibukota Kabupaten Belitung Timur adalah Manggar, yang

jaraknya 80 km dari Tanjung Pandan sebagai ibukota Kabupaten Belitung.

20 
 
Kabupaten Belitung Timur ini secara georafis terletak pada 107°45’ – 108°18’

Bujur Timur dan 02°30’ – 03°15’ Lintang Selatan. Secara administratif wilyah

Kabupaten Belitung Timur berbatasan langsung dengan Kaupaten Belitung di sebelah

barat, Selat Malaka di timur, Laut Cina Selatan di utara, dan Laut Jawa di selatanya.

Kabupaten Belitung Timur beriklim Tropis dengan variasi curah hujan antara 19.5

hingga 347.1 mm tiap bulan untuk tahun 2009, dengan curah hujan tertinggi pada

bulan September. Posisi Kabupaten Belitung Timur ditunjukan dalam peta dibawah

ini :

Gambar 3. Peta Kabupaten Belitung Timur

21 
 
4.2 Sebaran Penduduk dan Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Kabupaten Belitung Timur berdasarkan hasil sensus

penduduk bulan Mei tahun 2010 sebanyak 106.432 jiwa yang terdiri dari 55.361

orang laki – laki dan 51.071 orang perempuan, komposisi penduduk berdasarkan

jenis kelamin adalah 52% laki – laki dan 48% perempuan. Laju pertumbuhan

penduduk Kabupaten Belitung Timur selama sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar

2,75%. Apabila dilihat dari banyaknya penduduk per kecamatan pada tahun 2010

Kecamatan Manggar merupakan kecamatan yang penduduknya paling banyak yaitu

sebesar 33.353 jiwa dengan proporsi 31,34%. Kecamatan yang jumlah penduduknya

paling sedikit adalah Kecamatan Simpang Renggiang hanya sebanyak 3.185 orang

dengan proporsi 6,25% dari total penduduk Kabupaten Belitung Timur (Belitung

Timur dalam Angka, 2010).

Sumber ekonomi masyarakat berasal dari sektor pertanian dalam arti luas

(pertanian, pangan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan kegiatan pertambangan).

Komoditi yang ditanam di kebun rakyat adalah antara lain : karet, lada, cengkeh,

kopi, jambu mete, aren, dan kelapa. Komoditi perkebunan besar didominasi oleh

tanaman sawit yang dikelola oleh perusahaan swasta nasional dan asing. Petani lada

menempati jumlah terbesar yaitu 6.909 kepala keluarga (KK)., disusul dengan petani

kelapa sebanyak 2.108 KK, petani karet 1.389 KK. Petani kopi dan cengkeh tidak

terlalu banyak. Produksi karet rata – rata 0,52 ton/ha, lada 0,68 ton/ha, kopi 0,86

ton/ha, dan kelapa 1,31 ton/ha (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitung

Timur, 2008). Produktivitas perkebunan rakyat ini belum menggembirakan karena

22 
 
masih sangat kecil. Jika perkebunan rakyat akan dikembangkan maka perlu adanya

perbaikan pada pengguanaan bibit unggul karet, kopi, lada, dan lain – lain.

23 
 
24 
 

Anda mungkin juga menyukai