Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agrostologi

Disusun oleh:
Kelompok 1
Kelas B

SARFINA NADILAH PUTRI 200110160037


ABDUL QOWI 200110160038
MUHAMAD MUSA A 200110160168
MAULIA INDRIANA G 200110160171
DESI NUR HARYATI 200110160219
AZIS AL AFGHANI 200110160222
GELAR ABI FADILLAH 200110160230
SULTHANIC DARIS H 200110160263

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan anugrah kepada
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah “Reklamasi Lahan Bekas Tambang”
ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Sholawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, yaitu Nabi Muhammad
S.A.W kepada keluarga-Nya, sahabat-Nya, serta umatnya hingga akhir zaman.
Kami ucapkan terimakasih juga kepada dosen Agrostologi, Bapak Dr.Ir.
Heryawan Kemal Mustafa, M Sc., yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai reklamasi lahan bekas tambang, dan
juga bagaimana cara menangani masalah tersebut. Kami pun menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang
kurang berkenan.

Jatinangor, November 2017

Penyusun

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Reklamasi lahan bekas tambang merupakan kegiatan yang tidak dapat

dipisahkan dengan kegiatan penambangan dan menjadi kunci untuk menjaga

kelestarian lingkungan pertambangan. Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang

harus dirancang bersamaan dengan kegiatan penambangan itu sendiri. Reklamasi

lahan bekas tambang saat ini lebih sering ditujukan untuk tujuan revegetasi

dengan tanaman-tanaman kehutanan. Hal ini terjadi karena status lahan tambang

umumnya berada pada kawasan-kawasan hutan. Lokasi tambang yang lahannya

berada di luar kawasan hutan, reklamasi dapat dilakukan untuk tujuan non-

kehutanan, seperti perkebunan, tanaman hortikultura, ekowisata, permukiman,

lahan basah, dll.

Demi mencapai tujuan kegiatan penutupan lahan bekas tambang yang

berbeda-beda, perencanaan penutupan tambang harus disesuaikan dengan tujuan

akhir penggunaan lahan bekas tambang. Namun karena berbagai faktor, reklamasi

lahan bekas tambang yang lokasinya di luar kawasan hutan saat ini pun seringkali

diarahkan untuk revegetasi dengan tanaman kehutanan. Oleh sebab itu, berbagai

hal yang dapat menghambat keberhasilan reklamasi (baca: revegetasi) perlu

diketahui dan diantisipasi sejak awal.

Pertambangan merupakan salah satu sektor yang dapat menghasilkan

devisa besar bagi negara. Tercatat bahwa pada tahun 2007, penerimaan Negara

perpajakan umum dari sektor pertambangan mencapai Rp24.000 miliar

(www.esdm.go.id). Tetapi selain devisa, industri pertambangan (terutama dengan

metode pertambangan terbuka) telah menghasilkan dampak ikutan berupa

kerusakan lingkungan yang sangat parah terutama pada hutan hujan tropika yang

merupakan dominasi lapisan penutup dari permukaan bentang lahan yang


ditambang.

Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian

lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.Upaya tersebut dapat

ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak. Dengan rehabilitasi

tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga

dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi semula. Dan

salah satu cara yang dapat dilakuakan adalah dengan melakukan reklamasi lahan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor keberhasilan revegtasi lahan bekas tambang.

2. Bagaimana aspek penataan lansekap.

3. Bagaimana aspek kesuburan media tanam.

4. Bagaimana cara menanggulangi lahan bekas tambang agar tidak terjadi

erosi.

5. Apa saja tanaman yang dapat di tanam pada lahan bekas tambang.

6. Bagaimana perawatan dan penanaman tanaman.

1.3. Tujuan

1. Mengetahui faktor keberhasilan revegtasi lahan bekas tambang.

2. Mengetahui aspek penataan lansekap.

3. Mengetahui aspek kesuburan media tanam.

4. Mengetahui cara menanggulangi lahan bekas tambang agar tidak terjadi

erosi.

5. Mengetahui tanaman yang dapat di tanam pada lahan bekas tambang.

6. Mengetahui perawatan dan penanaman tanaman.


II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Lahan

Lahan adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat aliran atau interaksi

input dan output dari komponen inorganik maupun organik (Nugroho dan Dahuri,

2004). Dalam keadaan demikian, lahan adalah aset yang memberikan manfaat

bagi manusia seperti ditampilkan oleh ciri-cirinya dibagi menjadi dua yaitu:

1) Manfaat langsung (use value) diperlihatkan misalnya sebagai dasar hunian

atau pendukung kegiatan – kegiatan ekonomi.

2) Manfaat tidak langsung (non-use value) dapat diduga dari unsur hara,

mirkoorganisme, biodiversity, nilai-nilai sosial, atau nilai – nilai lahan yang

dapat diwariskan.

Lahan merupakan suatu daerah permukaan di daratan bumi yang ciri-

cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap

maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah,

geologi, hidrologi, dan populasi tumbuhan-hewan serta hasil kegiatan manusia

dari masa lampau sampai masa kini, sejauh tanda-tanda tersebut memberikan

pengaruh murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa

yang akan datang.

1.2. Pertambangan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pertambangan adalah sebagian atau

seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan


mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi

kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan

dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral

atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,

studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,

pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang timah. Izin Usaha

Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan

usaha pertambangan. Sedangkan Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya

disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di

wilayah izin usaha pertambangan khusus. Wilayah Pertambangan, yang

selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan atau

batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang

merupakan bagian dari tata ruang nasional.

1.3. Kegiatan Lahan Bekas Penambangan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Kegiatan bekas penambangan

adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau

seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam

dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.

Kegiatan pertambangan mempunyai karakteristik lahan yang khas dibandingkan

dengan karakteristik kegiatan lainnya, terutama menyangkut sifat, jenis dan

lokasinya. Kegiatan pertambangan melibatkan eksploitasi sumberdaya alam yang

tidak dapat diperbaharui dan sering ditemukan pada lokasi- lokasi yang terpencil.
Selain itu, pembangunan membutuhkan investasi yang besar terutama untuk

membangun fasilitas infrastruktur. Karakeristik yang penting lainnya bahwa

jumlah cadangan sumberdaya alam tidak dapat diketahui dengan pasti, pasar dan

harga sumberdaya mineral menyebabkan industri pertambangan dioperasikan

pada tingkat resiko yang tinggi baik dari segi aspek fisik, perdagangan, social

ekonomi maupun aspek politik.

Kegiatan penambangan terdapat dua jenis yaitu (Sitorus, 2000):

1) Penambangan permukaan (surface/ shallow mining), meliputi tambang

terbuka, penambangan dalam jalur dan penambangan hidrolik.

2) Penambangan dalam (subsurfarce/ deep mining). Kegiatan penambangan

terbuka (open mining) dapat mengakibatkan gangguan seperti:

a. Menimbulkan lubang besar pada tanah.

b. Penurunan muka tanah atau terbentuknya cekungan pada sisa bahan

galian yang dikembalikan kedalam lubang galian.

c. Bahan galian tambang apabila di tumpuk atau disimpan pada stock fliling

dapat mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci

ke daerah hilir.

d. Mengganggu proses penanaman kembali reklamasi pada galian tambang

yang ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat

bahan beracun, kurang bahan organik/humus atau unsur hara telah

tercuci.
III

PEMBAHASAN

3.1. Faktor Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang

Keberhasilan revegetasi pada lahan bekas tambang sangat ditentukan oleh

banyak hal, diantaranya adalah:

1) Aspek penataan lansekap,

2) Kesuburan media tanam, dan

3) Penanaman dan perawatan tanaman.

Penataan lansekap sangat berkaitan dengan aspek konservasi tanah dan air serta

rencana penggunaan lahan bekas tambang. Sementara itu dalam kesuburan media

sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tidak kalah

penting adalah aspek penanaman dan perawatan tanaman. Dalam aspek ini akan

dibahas bagaimana memilih spesies tanaman, cara menanam, dan merawat

tanaman.

3.2. Aspek Penataan Lansekap


Dibandingkan dengan kegiatan revegetasi secara keseluruhan, biaya paling

besar yang perlu dikeluarkan dalam reklamasi lahan bekas tambang adalah pada

saat kegiatan penataan lansekap.Pada tahap ini ribuan metrik ton bahan tailing

atau over burden dipindahkan untuk memperoleh bentuk akhir lansekap yang

diinginkan. Pada prinsipnya dalam penataan lansekap harus dapat menjaga

konservasi tanah dan air dan membuat bentuk lahan sesuai dengan tujuan

reklamasi tambang. Jika lahan akan diperuntukkan bagi tanaman kehutanan, maka

bentuk lansekap perlu didesain mirip dengan bentuk alami sebelum penambangan.

Penggunaan lahan untuk tanaman perkebunan dan hortikultura perlu ditata agar
sesuai dengan bentuk yang sesuai dengan sifat tanamannya. Tanaman hortikultura

umumnya memerlukan lahan yang lebih datar. Untuk penggunaan

perumahan,maka perlu didesain alokasi lahan untuk rumah, jalan, taman, dll.

Pada penutupan tambang, kegiatan yang sering menjadi momok

perusahaan tambang adalah menutup lubang tambang (pit). Sampai saat ini

perusahaan tambang diwajibkan menutup seluruh lubang tambang. Namun karena

ketiadaan bahan, pada akhir masa tambang akan tetap tersisa lubang-lubang

tambang. Lubang tambang initidak perlu dipaksakan untuk ditutup karena dapat

berfungsi sebagai reservoir air. Di beberapa daerah lahan bekas tambang, lubang

tambang yang dipenuhi air menjadi sumber air minum bagi satwa liar. Bahkan di

luar negeri lubang bekas tambang menjadi tempat rekreasi yang sangat menarik.

Pada tahap penataan lansekap, maka erosi tanah seringkali menjadi

ancaman pertama dalam keberhasilan revegetasi. Beberapa hal perlu diperhatikan

untuk mengatasi erosi tanah adalah lereng dan penggunaan mulsa.

Kemiringan dan Panjang Lereng

Erosi tanah terjadi apabila pada saat hujan turun terjadi aliran permukaan

(run off water) yang menggerus permukaan tanah. Untuk mengurangierosi tanah,

maka energi aliran permukaan harus diminimalkandengan mendesain lereng

selandai dan sependek mungkin.Caranyayaitu membuat guludan pada ereng landai

dan panjang, atau membuat teras (bench) pada sisi lereng pendek tetapi

curam.Erosi sering terjadi pada pinggir saluran airsehingga perlu dilakukan

penguatan pada sisi saluran air dengan berbagai ahan alami,seperti batu, kerikil,

patok-patok kayu,maupun bahan sintetis seperti geotextile, plastik, beton, dll.

Mulsa (Penutup Permukaan Tanah)


Erosi juga dapat dikurangi dengan penggunaan bahan penutup tanah

mulsa). Mulsa akan mengurangi energi pukulan butir-butir air hujan yang jatuh

pada permukaan tanah yang apat enghancurkan partikel-partikel tanah menjadi

ukuran yang lebih halus. Partikel tanah yang halus elanjutnya akan menutupi pori

tanah, sehingga menurunkan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Turunnya laju

infiltrasi akan meningkatkan aliran permukaan yang mengakibatkan terjadinya

erosi.

Jerami padi, janjang kosong buah sawit, jerami alang-alang dan berbagai

tanaman kacangan dapat imanfaatkan sebagai mulsa. Penggunaan tanaman

kacang-kacangan sebagai mulsa memerlukan perawatan ecara berkala karena

dapat mengganggu tanaman utama. Meskipun demikian mulsa tanaman kacangan

tetap lebih baik karena akan menambah kadar bahan organik tanah dan N melalui

bintil akar.

3.3. Aspek Kesuburan Media Tanam

Kesuburan tanah dapat dilihat dari beberapa indikator kualitas tanaha

secara fisik, kimia dan biologis. Kesuburan tanah secara fisik yaitu dapat dilihat

dari kestabilan agregat, textur tanah,struktur tanah, kedalaman tanah, daya pegang

air, tata udara/porositas untuk oksigen, permeabilitas tanah dan berat jenis tanah.

Indikator kualitas tanah secara kimia yaitu reaksi tanan (asam-basa), ketersediaan

unsur hara, koloid tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kejenuhan basa (KB)

dankandungan ion-ion toksik. Sedangkan kualitas tanah secara biologis dapat

dilihat dari mikroba sintetikyang ada (Rozobium dan mikroba tanah), Mikroba

parasitik, makro fauna (Larva kumbang, cacing,homogenitas tanah), makro flora

(jamur) dan bahan organik tanah.


Beberapa hal yaitu di dalam ekosistem, hubungan tanah, tanaman, hara

dan air merupakan bagian yang paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air

dari dalam tanah untuk dipergunakan dalam proses-proses metabolisme dalam

tubuhnya. Sebaliknya, tanaman memberikan masukan bahan organik melalui

serasah yang tertimbun di permukaan tanah berupa daun dan ranting serta

cabangyang rontok. Bagian akar tanaman memberikan masukan bahan organik

melalui akar-akar dantudung akar yang mati serta dari eksudasi akar (Kurniatun

Hairiah, Sri Rahayu Utami, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk, 2015).

Pengembalian kesuburan tanah akan terbentuk secara alami memerlukan

waktu yang lama, ratusan bahkan ribuan tahun sedangkan proses penambangan

dilakukan dengan cepat dan dengan cepatpula menyisakan kerusakan tanah.

Keberadaan sapi sebagai salah satu komponen fauna penghasil bahan organik

dapat mempercepat pengembalian kesuburan tanah yang rusak akibat kegiatan

penambangan.

3.4. Cara Menanggulangi Lahan Bekas Tambang

Kejadian erosi merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas

pertambanganbatubara melainkan dampak dari pembersihan lahan untuk bukaan

tambang dan pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan

sarana dan prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman karyawan.

Dampak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan batubara

terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup

(sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup akan

merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah

yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari
lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat

pengupasan tanah tersebut.

Menurut (Direktorat Jenderal Mineral batubara dan Panas Bumi Energi

dan Sumber Daya Mineral, 2008), pemulihan lahan bekas tambang untuk

memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan sasaran akhir

dari reklamasi adalah terciptanya bekas tambang yang kondisinya aman, stabil

dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan

peruntukannya.

Vegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas

tambang, vegetasi mencakup establishment komunitas tumbuhan asli secara

berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran pemukiman, perbaikan

biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan ini secara langsung

menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar,

biodiversitas, produktivitas dan kualitas air.

Tanaman penutup tanah jenis legume dan rumput dapat mengendalikan

erosi dan aliran permukaan. Hasil pangkasan dapat digunakan sebagai mulsa

untuk mengurangi evaporasi, menghambat naiknya garam-garam kepermukaan

tanah, dan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman legume yang dapat

digunakan salah satunya adalah sentrosema (Centrosema Pubescens).

3.5. Tanaman yang Dapat Ditanam pada Lahan Bekas Tambang

1) Rumput, seperti rumput Signal (Brachiaria decumbens), dan

jenis Paspalum notatum (rumput bahia) dan vetiver zizonoides (rumput

vetiver), karena kedua jenis rumput ini mempunyai kemampuan redemisi

tanah yang tercemar oleh bahan beracun.


2) Jenis leguminosa, centro (Centrosema pubescents), puero (Pueraria

javanica), kalopo (Calopogonium muconoides), orok-orok (Crotalaria

juncea), kacang babi (Tephrosea vogeltii).

Jenis-jenis leguminosa ini merupakan sumber bahan organik tanah yang

berasal dari daun, ranting dan cabang, batang, buah dan akar yang mati. Selain

itu, perakaran leguminosa dapat membangun mikoriza, yaitu suatu asosiasi antara

akar dan fungi arbuskular yang dapat menyumbangkan P bagi tanaman. Ditinjau

dari kepentingan peternakan, jenis-jenis tanaman ini menghasilkan bahan kering

yang relatif tinggi serta nutrien yang baik, sehingga dapat meningkatkan kapasitas

tampung ternak.

Salah satu contoh legum yaitu Centrosema pubescens yang merupakan

tanaman tahan dalam keadaan kering, dan dapat hidup dibawah naungan serta

lahan yang tergenang air. Ciri-cirinya, yaitu:

a. Batang agak berbulu dan panjang dapat mencapai 5 m.

b. Berdaun tiga pada tangkainya

c. Daun berbentuk elips agak kasar dan berbulu lembut pada kedua

permukaanya

d. Bunga berbentuk kupu-kupu berwarna violet keputih-putihan

e. Buah polong panjang mencapai 9-17 cm berwarna hijau pada waktu muda

setelah tua berubah warna menjadi kecoklat-coklatan tiap buah berisi 12–

20 biji yang berwarna coklat.

3.6. Perawatan dan Penanaman Tanaman Sentrosema

Centrosema biasanya ditanam secara campuran dengan tanaman rumput.

Hal ini karena tanaman legum dapat memberikan unsur hara kedalam tanah
terutama unsur nitrogen sehingga nitrogen dalam tanah selalu tersedia dan dapat

dipergunakan oleh tanaman rumput untuk meningkatkan pertumbuhan dan

produksinya, untuk meningkatkan kualitas padang alam dicarikan cara

permasalahan yaitu dengan mengintroduksi jenis rumput unggul maupun jenis

leguminosa unggul yang dapat meningkat dan memenuhi

kebutuhan hijauan pakan ternak sepanjang tahun baik kuantitas dan kualitasnya

serta waktu yang tepat dalam pemotongan hijauan pakan.

Tanaman Centrosema pubescens relatif tahan terhadap kekeringan, hama

dan penyakit serta mudah tumbuh pada berbagai tipe tanah, drainase yang jelek,

dan perkebunan. Sentrosema termasuk tanaman legum yang

mudah berbunga, berbiji serta dapat dipakai sebagai tanaman campuran dengan

berbagai jenis tanaman rumput maupun sebagai tanaman sisipan pada padang

penggembalaan. Tanaman Sentrosema juga dapat meningkatkan kualitas hijauan

terutama pada kandungan protein.


IV

KESIMPULAN

1. Faktor keberhasilan evegetasi lahan bekas tambang

Keberhasilan revegetasi pada lahan bekas tambang sangat ditentukan oleh

banyak hal, diantaranya adalah aspek penataan lansekap, kesuburan media

tanam, dan penanaman dan perawatan tanaman.

2. Aspek penataan lansekap

Pada tahap penataan lansekap, erosi tanah seringkali menjadi ancaman

pertama dalam keberhasilan revegetasi. Beberapa hal perlu diperhatikan

untuk mengatasi erosi tanah adalah lereng dan penggunaan mulsa.

3. Aspek kesuburan media tanam

Kesuburan tanah dapat dilihat dari beberapa indikator kualitas tanaha

secara fisik, kimia dan biologis.

4. Cara menanggulangi lahan bekas tambang

Cara menanggulanginya dengan cara vegetasi. Pemulihan ini secara

langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa

liar, biodiversitas, produktivitas dan kualitas air.

5. Tanaman yang dapat ditanam pada lahan bekas tambang

Tanaman legume yang dapat digunakan salah satunya adalah sentrosema

(Centrosema Pubescens).

6. Perawatan dan penanaman sentrosema

Sentrosema biasanya ditanam secara campuran dengan tanaman rumput.

Tanaman Centrosema pubescens relatif tahan terhadap kekeringan, hama


dan penyakit serta mudah tumbuh pada berbagai tipe tanah, drainase yang

jelek, dan perkebunan.


DAFTAR PUSTAKA

ejurnal.litbang.pertanian.go.id

Hairiah, Kurniatu, dkk. 2015. Agroforestri.Panduan Praktikum Lapangan.

Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.

http://www.academia.edu/4353993/Reklamasi_dan_Pengelolaan_Lahan_Bekas_T

ambang. Diakses pada tanggal 23 November 2017 pukul 20.00 WIB

https://www.academia.edu/4354009/Meningkatkan_Keberhasilan_Reklamasi_Lah

an_Bekas_Tambang Diakses pada tanggal 23 November 2017 pukul 21.15

WIB

http://www.agrobisnisinfo.com/2015/08/legume-cp-centrosema-pubescens-

hijauan.html

http://pakan.ditjenpkh.pertanian.go.id/index.php/blog/read/kegiatan/lahan-

pasca-tambang

http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/10616/mengenal-

lebih-dalam-tanaman-centrosema-pubescens Diakses pada tanggal 23


November 2017 pukul 22.00 WIB

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/699/jbptunikompp-gdl-dwisatriah-34933-8-

11uniko-i.pdf Diakses pada tanggal 23 November 2017 pukul 20.00 WIB

http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62634/1/ART2009_ISK.pdf

Diakses pada tanggal 23 November 2017 pukul 22.30 WIB

Nugroho, I. Dan Rochimin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif

Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta : LP3ES.

Rahmawaty, 2002.Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anda mungkin juga menyukai