Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kelompok Agama Islam

Nama Anggota Kelompok:


 Dwi Putriani (8)
 Kenzye Junio Valerico (17)
 Lovy Dianing Sholekhah (18)
 Moh.Iqbal Angga Saputra (19)

Nabi Adam a.s

Biografi:

Adam adalah tokoh dalam Tanakh, Alkitab dan Al-Qur'an. Menurut keyakinan penciptaan tradisional dalam
agama Abrahamik, Adam dipandang sebagai manusia pertama dan leluhur semua manusia modern.
Kelahiran: Taman Eden
Anak: Kain, Set, Habel, Luluwa, Azura, Awan, Shehid ibn Jerr
Pasangan: Hawa
Cucu: Henokh, Enos, Noam
Cicit: Kenan, Irad, Mualeleth, Barakiel
Tempat pemakaman: Gua Makhpela; Bukit Golgota
Nama dalam bahasa asli: (he) ‫( ;אדם‬ar) ‫آدم‬

Kisah:

Nabi Adam A.S. adalah manusia pertama yang diturunkan Allah SWT ke bumi, bersama dengan istrinya
yang bernama Hawwa. Nabi Adam termasuk dalam 25 nabi yang disebutkan dalam Al Quran.

Menurut riwayat yang berbeda oleh para Ulama Islam yang berbeda, Nabi Adam hidup selama sekitar 1000
tahun setelah penciptaan. Nabi Adam disebutkan dalam Al Quran dalam beberapa ayat, di antaranya ayat 30-
38 Surat Al-Baqarah dan ayat 11-25 Surat Al Araaf. Anak-anak Adam dan Hawa terlahir kembar, yaitu
setiap bayi laki-laki dilahirkan bersama dengan bayi perempuan. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai kisah Nabi Adam, simak ulasan berikut yang disadur dari Southmetroic.

Kisah Nabi Adam pertama adalah penciptaan-Nya. Allah SWT menceritakan kepada para malaikat tentang
penciptaan Nabi Adam sebagai manusia dan akan menjadi khalifah Allah yang bertugas untuk
memakmurkan bumi. Allah SWT telah menyebutkan hal ini dalam Al Quran.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui"." (QS. Al Baqarah: 30)

Pernyataan yang diucapkan para malaikat itu bukanlah suatu bentuk perselisihan dengan keputusan Allah
SWT, atau karena iri pada Nabi Adam atau sebagai pemikiran keliru. Allah SWT telah menggambarkan
Malaikat sebagai makhluk yang tidak mendahului-Nya dalam berbicara, artinya mereka tidak meminta
apapun kepada Allah SWT tanpa izin-Nya.

Ketika Allah SWT memberi tahu mereka bahwa Dia akan menciptakan makhluk di bumi dan mereka
memiliki pengetahuan, satu-satunya kekhawatiran malaikat adalah bahwa makhluk ini (manusia) akan
melakukan kerusakan di bumi.

Kisah Nabi Adam berikutnya adalah diciptakan langsung dari tangan Allah dari tanah dan ruhnya langsung
ditiupkan oleh Yang Maha Kuasa sendiri. Selain itu, Nabi Adam AS juga dibekali dengan akal yang
membuatnya mampu mempelajari, mengamati, dan memahami sesuatu. Hal yang sama terlihat dari ayat-ayat
Al Quran berikut ini:

“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para
malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (QS. Al
Baqarah: 31)

“Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al Baqarah: 32)

Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam)
menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu
sembunyikan?” (QS. Al Baqarah: 33)

Allah menyatakan keutamaan Nabi Adam AS di atas para malaikat, karena Dia mengajarkan kepada Adam,
daripada mereka, nama-nama/ilmu segala sesuatu, yaitu nama-nama yang digunakan manusia, seperti
binatang, langit, bumi, darat, laut, termasuk nama-nama spesies lainnya.

Ini terjadi setelah malaikat bersujud kepada Nabi Adam. Diskusi ini berlanjut untuk menunjukkan
pentingnya posisi Nabi Adam, dan tidak ada pengetahuan malaikat tentang penciptaan Khalifah ketika
mereka bertanya tentang hal itu. Ini menunjukkan keunggulan Nabi Adam atas Malaikat dalam ilmu.

Allah menerima doa mereka dan memberikan pengampunan-Nya kepada mereka. Sebagaimana disebutkan
dalam Al Quran yang artinya, “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun
menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 37)

Ibn Asakar melaporkan bahwa kisah Nabi Adam menangis selama 60 tahun karena kehilangan surga dan 70
tahun karena kesalahannya. Allah menerima taubat mereka karena ikhlas tetapi juga menjauhkan mereka dari
berkah surga. Baik Nabi Adam dan Hawa meninggalkan surga dan turun ke bumi.

Allah mengatakan kepada mereka bahwa bumi akan menjadi wilayah dan asal mereka di mana mereka akan
hidup dan mati. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran:

Allah berfirman, "Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan
kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai
waktu yang telah ditentukan." Allah berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari
bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS. Al Arraf 7:24-25)

Hikmah:

 Nabi Adam AS, bersama Siti Hawa, dengan berani dan ikhlas mengakui dosa dan kesalahan yang
dilakukan kepada Allah SWT. Sebagai akibatnya, mereka bersedia menerima apapun hukuman dari
Yang Masa Kuasa. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi anak-anak bahwa mengakui kesalahan
yang telah dilakukan bukanlah hal yang buruk.

 Kita harus bisa menahan hawa nafsu apa pun itu dan mengingat larangan yang sudah diperingatkan.

 Hendaknya manusia selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah SWT


Pelajaran terpenting dalam kisah Nabi Adam adalah bahwa Allah SWT pada dasarnya memberikan
kebebasan kepada manusia sebagai makhluknya dalam berbagai hal. Namun, kebebasan ini juga
diiringi dengan batasan berupa larangan – larangan yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Pada Nabi Adam alaihissalam, larangan tersebut adalah larangan untuk mendekati sebuah pohon
tertentu. Selain pohon tersebut, maka Nabi Adam dan juga Hawa, isterinya, dibebaskan untuk
memakan buah – buahan apa saja yang ada di surga.

 Waspada terhadap hambatan dari Iblis dan para pengikutnya


Dalam surat Al-A'raf ayat 19, Allah menjelaskan mengenai perintah untuk tinggal di surga dan
larangan yang ada. Kemudian di surat Thahaa ayat 117, Allah menjelaskan mengenai hambatan yang
akan dihadapi oleh Nabi Adam dan isterinya, yaitu permusuhan dan godaan dari Iblis.

Dalam merayu manusia, Iblis tidak hanya bekerja sendiri, dia memiliki banyak pembantu. Termasuk
juga dari bangsa manusia. Adanya Iblis ini akan membuat manusia lupa diri dan terpedaya mengikuti
jejak Iblis yang membangkang dari perintah Allah. Akan tetapi, petunjuk tersebut tidak akan
berpengaruh kepada orang yang memegang teguh agama Allah.

 Mengambil sikap yang tepat saat terjerumus ke dalam kemaksiatan


Kisah Nabi Adam dan Hawa pada dasarnya menjadi contoh bagi semua manusia, khususnya orang –
orang yang beriman. Bahwa melakukan kesalahan dan dosa adalah sesuatu yang pasti dapat terjadi
dan manusiawi. Namun, apa yang dilakukan setelah itu lah yang menjadi penting.

Ketika Adam dan Hawa menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan, maka mereka
langsung menangguhkan kembali dan mengakui kesalahan mereka serta memohon ampunan dari
Allah SWT. Berbeda dengan Iblis yang justru meneruskan perbuatannya yang salah, bahkan
mendebat Allah SWT pun menolak perintah-Nya.

 Menyadari kalau pertolongan Allah selalu menaungi hamba-hambaNya


.Pada dasarnya, Allah tidak pernah meninggalkan para hamba-Nya sekalipun. Penjagaan dan kasih
sayang Allah senantiasa menaungi hamba – hamba-Nya, terkhusus kepada hamba yang beriman.
Yaitu yang menjalankan perintah Allah, dan berjalan di atas ajaran-Nya. Kepada orang – orang ini,
Allah akan senantian memberikan berkah dan rahmat.

Akan tetapi, jika orang tersebut menjauh dari kitabullah dan wahyu, serta hilang ketaatan serta
ketaqwaan dalam diri orang tersebut, maka hilang pula keamanan dari Allah. Bahkan orang tersebut
bisa jadi akan mendapatkan kesulitan, kelaparan, dan juga ketakutan.

 Nabi Adam alaihissalam telah disiapkan menjadi penduduk bumi sejak awal penciptaannya
Terakhir, perlu disadari bahwa diturunkannya Nabi Adam dan Hawa ke bumi bukanlah disebabkan
karena kesalahan Nabi Adam dan Hawa pada masa itu. Namun, memang sejak awal Nabi Adam dan
isterinya sudah Allah berkehendak untuk tinggal di bumi dan menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini
tertulis dalam surat Al-baqarah ayat 30.

Keberadaan Nabi Adam dan Hawa di surga adalah sesuatu yang sifatnya sementara. Sekaligus
sebagai bekal sebelum Nabi Adam dan isterinya turun ke bumi dan menjadi khalifah. Turunnya Nabi
Adam dan Hawa ke bumi bukanlah suatu bentuk hukuman dari Allah atau kehinaan dan pengusiran
dari surga. Melawan, Allah menurunkan Nabi Adam dan isterinya ke bumi dengan disertai rahmat
dan pertolongan Allah kepada mereka.

Nabi Idris a.s


Biografi:

Idris (bahasa Arab: ‫إدريس‬, translit. Idrīs) adalah tokoh yang namanya disebut dalam Al-Qur'an. Dalam daftar
25 nabi dalam Islam, nama Idris biasanya ditempatkan di urutan kedua, setelah Adam dan sebelum Nuh.

Nabi
Idris
‫إدريس‬
'alaihissalam
Idris, prophet (calligraphic, transparent background).png
Kaligrafi Idris 'alaihis-salam (keselamatan atasnya)
Nama lain
Henokh (?)
Akhnukh
Gelar
Nabi
'alaihis-salam (keselamatan atasnya)
Pendahulu
Adam
Pengganti
Nuh

Kisah:

Kisah Nabi Idris 'Alaihissalam merupakan kisah yang sarat akan tanggung jawab bagi kaum muslimin.
Sebagai manusia pilihan, Ia telah diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk merasakan kematian, melihat
surga, dan melihat neraka. Pengalaman yang pastinya akan membuat merinding.

Nabi Idris adalah keturunan ke enam dari Nabi Adam as. Dia adalah putra dari Qabil dan Iqlima (putra dan
putri Nabi Adam as).

Saat itu, Allah memerintahkan Nabi Idris untuk mengajak seluruh manusia agar berjalan di jalan kebenaran.
Saat itu dia adalah manusia pertama yang menerima wahyu lewat Malaikat Jibril ketika dirinya berusia 82
tahun.

Berikut ini kisah Nabi Idris mengenai kematian dan saat pertama kali melihat surga telah dirangkum dari
berbagai sumber.

Kisah Nabi Idris Mengenai Kematian


Suatu ketika, Malaikat maut Izroil yang sudah bersahabat lama dengan Nabi Idris meminta izin kepada Allah
untuk turun ke bumi untuk bertamu dengan Nabi Idris. Dia merasa sangat rindu untuk bertemu dengan Nabi
Idris. Dan Allah pun mengizinkannya.

Malam itu, Nabi Idris kedatangan seorang pria yang membawa banyak sekali buah-buahan. Tentu saja dia
adalah Malaikat Izroil yang menyamar. Nabi Idris tidak mengetahuinya.
Nabi Idris kemudian menawarkan makanan itu kepada Izroil namun ditolaknya. Akhirnya mereka
berbincang-bincang dan keluar berjalan-jalan melihat pemandangan sekitar.

Percakapan Nabi Idris dan Maaikat Izroil


Tak terasa sudah empat hari mereka bersama. Karena sudah akrab, Nabi Idris mulai curiga dengan gerak
gerik sang tamu. Dengan rasa penasaran yang tinggi akhirnya Nabi Idris pun bertanya.

Nabi Idris: Ya Tuanku. Siapa sebenarnya Anda?

Malaikat Izroil: Maaf Ya Nabi Allah, Saya sebenarnya adalah Izroil.

Nabi Idris: Malaikat Izroil? Kau kah itu? Sang Pencabut Nyawa?

Malaikat Izroil : Benar, ya Idris.

Nabi Idris: Sudah empat hari Engkau bersamaku. Apakah Engkau juga menunaikan tugasmu dalam
mencabut nyawa makhluk-makhluk di dunia ini?
Malaikat Izroil: Wahai Idris, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh
makhluk-makhluk itu seperti hidangan di hadapanku, aku ambil mereka seperti seseorang sedang menyuap-
nyuap makanan.

Nabi Idris: Wahai Malaikat Izroil. Lantas apa maksud kedatanganmu yang lalu? Apakah engkau ingin
mencabut nyawaku?

Malaikat Izroil: Bukan Idris. Saya datang memang untuk mengunjungimu, karena saya rindu dan Allah
mengizinkan saya.

Nabi Idris: Wahai Izroil. Saya punya satu permintaan dan tolong kabulkan. Tolong cabut nyawa Saya. Dan
minta izin kepada Allah untuk mengembalikan nyawa Saya. Saya hanya ingin merasakan sakaratul maut
yang dikatakan banyak orang sangat dahsyat.

Malaikat Izroil: Sebenarnya saya tidak mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan izin Allah.

Malaikan Izroil Mencabut Nyawa Nabi Idris


Kemudian Allah mengabulkan permintaan Sang Nabi. Dan Malaikat Izroil mencabut nyawa Nabi Idris saat
itu juga. Malaikat Izroil menangis melihat sahabatnya merasakan sakit. Setelah mati, Allah menghidupkan
kembali Nabi Idris.

Setelah hidup Nabi Idris menangis sejadi-jadinya. Dia tidak bisa membayangkan jika manusia-manusia lain
mengalami sakaratul maut dengan kedahsyatan yang sama. Nabi Idris tidak tega jika ada umatnya harus
sengsara di ujung hidup dan mati. Sejak saat itu, Nabi Idris makin giat mengajak umatnya untuk senantiasa
berbuat kebaikan dan jujur untuk hal-hal kebenaran

Nabi Idris Takjub dengan Pesona Surga


Tujuan kedua, Malaikat Izroil mengantarkan Nabi Idris ke surga. Di sana, reaksi Nabi Idris pun sama,
dikeluarkan pingsan! Tapi bukan karena takut, melainkan takjub dengan pesona dan keindahan semua yang
ada di surga.

Dilihatnya sungai-sungai yang airnya begitu bening seperti kaca. Sementara itu di pinggir sungai terdapat
pohon-pohon yang bagian batangnya terbuat dari pucuk dan emas. Lalu ada juga istana-istana untuk para
penghuni surga. Di setiap penjuru ada pohon yang menghasilkan buah-buahan, buahnya pun begitu segar,
ranum dan harum.

Setelah puas berkeliling, Malaikat Izroil mengajak Nabi Idris pulang ke bumi. Namun Nabi Idris enggan
pulang dan ingin tetap berada di surga.

"Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah dihisab oleh Allah, baru tuan bisa
menghuni surga bersama para Nabi dan orang beriman lainnya," ujar Malaikat Izroil.

Kemudian Nabi Idris menjawab, “Saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti.”

Hikmah:

Adapun hikmah dari kisah Nabi Idris diceritakan bahwa, pertama, manusia dianjurkan untuk selalu belajar,
baik dari pengetahuan yang sudah ada, eksplorasi sendiri, seperti keterampilan menjahit dan menulis maupun
dari pengetahuan yang berdasar pada pengamatan, yakni astronomi.

Nabi Nuh a.s

Biografi:

Nuh[a] adalah seorang tokoh besar dan seorang nabi dalam agama Abrahamik. Ia juga merupakan tokoh
utama pada kisah banjir besar yang ditemukan dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh.
Nama dalam bahasa asli
(he) ‫נ ֹ ַח‬

Kelahiran: Mesopotamia

Pekerjaan:Petani

Tanggal perayaan: 18 November

Karya terkenal: Sefer HaRazim (en)

Pasangan nikah: Naama

Anak:
Sem
Ham
Yafet
Sceafa (en)
Okeanos
Tethis
Kanʿān (en)
Bith (mythology) (en)

Ayah:Lamekh

Kisah:

Dakwah nabi Nuh kepada umatnya

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia.
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar
(kiamat).” (QS. Al A’raaf: 59)

Nabi Nuh AS berdakwah siang dan malam, namun kaumnya tak juga mau menerima kehadirannya sebagai
pesuruh Allah SWT. Hingga akhirnya, ia memohon kepada Allah agar kaumnya yang suka membangkang itu
diberikan pelajaran agar mereka mau menyembah Allah. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT. Ia
diperintahkan untuk membuat sebuah kapal sebagai persiapan bila siksa Allah telah datang berupa banjir. Di
dalam kapal tersebut, nantinya diikut sertakan pula semua spesies binatang secara berpasang-pasangan.

Membuat bahtera

Bersama para pengikutnya, Nuh mengumpulkan paku dan menebang kayu besar dari pohon yang ia tanam
selama 40 tahun. Melalui wahyu-Nya, Allah membimbing Nuh membuat bahtera yang kuat untuk
menghadapi serangan topan dan banjir. Bahtera Nuh dianggap merupakan alat angkutan laut pertama di
dunia. Pada saat itu kaum nabi Nuh banyak yang mencemoohnya karena pembuatan perahu dilakuakn di atas
bukit, umumnya pembuatan perahu dilakukan daerah yang dekat dengan air seperti pantai atau danau.

Sesuai dengan wahyu Allah. Nabi Nuh mengajak kaumnya memasuki kapal yang telah selesai dibuat. Nabi
Nuh juga rnembawa berbagai pasang binatang (hanya binatang yang biasa ada di wilayah sekitar) dalam
kapalnya itu. Tidak berapa lama sesudah Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman memasuki kapal maka
langit yang tadinya cerah berubah menjadi hitam. Mendung tampak tebal sekali diiringi angin kencang yang
mulai berhembusan. Bersamaan dengan turunnya hujan lebat, air dari dalam bumi memancar pula ke
permukaan. Hujan pun turun dengan lebatnya. Belum pernah ada hujan turun selebat itu. Bagaikan
dicurahkan dari atas langit. Rumah-rumah mulai terendam air, angin kencang dan badai menambah
kepanikan semua orang.

Nuh pun berkata, “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya
Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Huud: 41)

Dari kejauhan Nabi Nuh melihat salah seorang putranya yaitu Kan'an sedang berlari-lari menuju puncak
gunung. Nabi Nuh memanggil anaknya itu. “Wahai anakku! Naiklah bersama kami dan janganlah kamu
berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud : 42)
Tetapi anaknya menolak ajakannya dan berkata, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memeliharaku dari banjir besar!”

Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi pada hari ini dari azab Allah selain Allah Yang Maha
Penyayang.”

"Gelombang pn menjadi penghalang antara keduanya; maka anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.” (QS. Huud : 43)

Kan'an dengan sombongnya terus berlari. Ia tak menghiraukan panggilan dari ayahnya sendiri. Ia mengira
banjir itu hanya bencana alam biasa yang akan segera reda, maka ia terus berlari mendaki puncak gunung.
Pada akhirnya kan'an pun tenggelam ke dalam lautan tanpa sempat bertaubat.

Ketika diketahui oleh Nuh ‘alaihissalam anaknya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, Nuh
‘alaihissalam berkata:n: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji
Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” (QS. Huud : 45)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu,
sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu
tidak mengetahui nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-
orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Huud : 46)

Nuh pun berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau
sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak memberikan ampun kepadaku, serta
menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud : 47)

Setelah banjir telah reda, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar (berlabuh) di sebuah bukit yang tinggi (al-
Judy). Peristiwa ini secara lengkap terdapat dalam Alquran Surah Nuh ayat 1-28 dan Hud (11) ayat 25-33,
40-48, dan 89. Cerita serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya dalam Alquran.

Setelah Nabi Nuh dan para pengikutnya turun dan melepaskan hewan-hewan yang diangkutnya, maka
mulailah Beliau dan para pengikutnya menjalani hidup yang baru, Beliau berdakwah kepada kaum mukmin
dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama, Beliau banyak melakukan dzikrullah, shalat dan
berpuasa hingga Beliau wafat dan menghadap Allah ‘Azza wa Jalla.

Hikmah:

Hikmah dari kisah Nabi Nuh as

Nabi Nuh selalu memyampaikan dakwahnya dengan santun. Meski sudah berdakwah selama 950 tahun, Nabi
Nuh tetap selalu bersyukur dan tak gentar menghadapi kezaliman kaumnya. Nuh tetap berupaya untuk
menyadarkan mereka bahkan sampai menjelang air bah datang. Kita dapat mutiara hikmah tentang belajar
bahwa kesabaran akan mengantarkan kita kepada kebaikan. dan Allahlah yang bisa menolong manusia dari
segala hal yang menimpa. Pikiran manusia yang merasa bisa segalanya kadangkala membuatnya angkuh dan
merasa tidak memerlukan Allah. Kisah Kan’an yang berpikir dapat selamat jika mendaki gunung merupakan
salah satu bentuk keangkuhannya terhadap pertolongan Allah.

Pada sisi lain, kaum lemah dan miskin yang beriman tetap yakin akan kebesaran Allah meski mereka diolok-
olok oleh golongan atas yang justru membangkang pada-Nya. Kaum Nabi Nuh tidak menjadi musyrik
meskipun tidak memiliki harta. Pada akhirnya, bukanlah harta yang dapat menolong melainkan ketakwaan
diri kepada Yang Maha Esa.

Para pembangkang yang menganggap dirinya benar, pada akhirnya tidak terselamatkan ketika azab banjir
besar datang. Harta yang mereka kumpulkan tidak dapat menolongnya bahkan ikut tenggelam. Meski
memiliki hubungan keluarga seperti istri Nabi Nuh, semua tidak ada gunanya selama tidak beriman kepada
Allah.

Apakah orang-orang tersebut kerabat atau saudara dekat, jika tidak sama-sama mendekatkan diri kepada
Allah, Allah hanya akan menolong yang dihatinya ada rasa takut kepada Allah. Hikmah dari kisah Nabi Nuh
dalam cerita di atas harus selalu menjadi pengingat akan kebesaran Allah dan semakin mendekatkan diri
pada Tuhan Semesta Alam.

Anda mungkin juga menyukai