DI SUSUN OLEH:
MAHDA
RATRI WINDYAH SIWI
SISI RAHMAWATI
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023
A. Pendahuluan
Gagal ginjal akut (ARF) atau yang dikenal dengan Cedera Ginjal akut (AKI) adalah kondisi
klinis yang menunjukkan penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dan bisanya bersifat reversibel
yang diukur dengan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Pada gagal ginjal akut, penurunan fungsi ginjal terjadi secara tiba-tiba yang meliputi cedera dan
kehilangan fungsi.
Gagal ginjal akut sering terjadi pada pasien yang sedang dalam masa rawat inap di rumah sakit,
terutama pada pasien dengan penyakit kritis dan membutuhkan perawatan intensif. Sebagian
besar pasien cedera ginjal akut memiliki beberapa etiologi yang terjadi secara bersamaan seperti
sepsis, iskemia, dan nefrotoksisitas.
Seorang pasien juga bisa dicurigai mengalami gagal ginjal akut juga jika terjadi penurunan
produksi urin secara mendadak walaupun Kadar nitrogen urea darah (BUN) atau kreatinin darah
berada dalam kisaran normal. Kondisi ini dapat menyebabkan akumulasi air, natrium, produk
metabolisme lainnya dan gangguan elektrolit.
Tidak ada definisi mutlak yang dipakai untuk menggambarkan gagal ginjal akut. Menurut
kriteria KDIGO (Kidney Disease: Improving Global Outcome), gagal ginjal akut ditandai
dengan: Peningkatan kreatinin serum sebesar 0,3 mg/dL atau lebih dalam waktu 48 jam,
Peningkatan kreatinin serum menjadi 1,5 kali atau lebih dari standar normal dalam tujuh hari
sebelumnya, dan volume urin kurang dari 0,5 mL/kg/jam minimal selama 6 jam.
Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi AKI Prerenal, Penyakit ginjal akut intrinsik, dan
nefropati obstruktif post renal akut.
B. Epidemiologi
Definisi standar yang bervariasi pada gagal ginjal akut memiliki dampak yang besar terhadap
kejadian yang dilaporkan, signifikansi klinis, dan dampak yang sebenarnya. Hal ini
menyebabkan pelaporan Insiden bervariasi, tergantung pada definisi yang digunakan, populasi
pasien dan wilayah geografis yang diteliti.
Pada daerah perkotaan di negara berkembang, penyebab utama gagal ginjal akut adalah penyakit
yang didapat di rumah sakit seperti iskemia ginjal, sepsis, dan obat nefrotoksik.Sedangkan di
daerah pedesaan lebih sering disebabkan oleh penyakit yang didapat dari masyarakat seperti
diare, dehidrasi, penyakit menular, racun hewan, dan lain-lain.
Kurangnya pelaporan gagal ginjal akut di negara-negara berkembang juga merupakan masalah
besar baik terkait pemetaan dan penanganan dampaknya terhadap kesehatan secara keseluruhan .
Di negara maju prevalensi gagal ginjal akut semakin meningkat. Pada pasien rawat inap di
rumah sakit diperkirakan terjadi hingga 15% dan lebih sering terjadi pada pasien yang
mengalami penyakit kritis dengan prevalensinya diperkirakan mencapai 60%. Sedangkan gagal
ginjal akut di komunitas biasanya jarang terjadi, penelitian memperkirakan kejadiannya sebesar
4,3%.
Beberapa penelitian difokuskan pada populasi khusus seperti lansia dan anak-anak. Dalam
penelitian epidemiologi dengan skala besar baru-baru ini, kejadian gagal ginjal akut pada anak di
Amerika Serikat ditemukan terjadi pada 3,9 per 1000 pasien rawat inap.
Mayoritas kasus Gagal ginjal akut pada anak-anak adalah dampak sekunder akibat mekanisme
responsif volume cairan seperti diare, hipoperfusi ginjal setelah pembedahan, dan sekunder
akibat sepsis.
Kondisi lain seperti sindrom hemolitik uremik dan glomerulonefritis telah terbukti frekuensinya
meningkat di berbagai belahan dunia dengan efek yang bervariasi biasanya karena keterlambatan
rujukan anak ke rumah sakit.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa gagal ginjal akut pada lansia diatas 65 tahun
semakin meningkat dan ditemukan bahwa terdapat hubungan yang linear antara gagal ginjal akut
dan peningkatan usia lansia.
Hal ini sebagian disebabkan oleh perubahan anatomi dan fisiologis pada ginjal lansia dan
sebagian karena adanya berbagai penyakit penyerta seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular,
Gagal ginjal kronis (GGK) yang mungkin memerlukan prosedur atau pengobatan yang memicu
stres, mengubah hemodinamik ginjal atau bersifat nefrotoksik.
C. Penyebab
Terdapat banyak kemungkinan penyebab gagal ginjal akut, terutama terkait dengan masalah
oksigenasi dan nutrisi akibat gangguan mikrosirkulasi ke nefron dan peningkatan kebutuhan
energi karena stres seluler.
Secara umum, diagnosis dan pengelolaan gagal ginjal akut dikelompokan berdasarkan konsep
klasifikasi menjadi tiga kategori utama yaitu pre-renal, intrinsik dan post-renal.
Pada Gagal ginjal akut prerenal, hipoperfusi ginjal menyebabkan penurunan GFR tanpa
kerusakan parenkim ginjal sebagai respon adaptif terhadap berbagai kerusakan diluar ginjal.
Perfusi ginjal yang adekuat sangat mempengaruhi kemampuannya untuk mempertahankan GFR
normal.
Ginjal menerima sekitar 25% dari curah jantung, sehingga setiap kegagalan sirkulasi sistematis
volume darah atau kegagalan sirkulasi intrarenal dapat berdampak besar pada perfusi ginjal.
Pada gagal ginjal akut intrinsik (Intrarenal), penyebab dapat menjadi tantangan untuk dievaluasi
karena berbagai cedera yang dapat terjadi pada ginjal. Umumnya, empat struktur ginjal yang
terlibat termasuk tubulus, glomerulus, interstitium, dan pembuluh darah intrarenal.
Nekrosis tubular akut (ATN) adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk gagal ginjal akut
akibat kerusakan pada tubulus. Nekrosis tubular akut adalah jenis cedera ginjal intrinsik yang
paling umum terjadi.
Gagal ginjal akut akibat kerusakan glomerulus terjadi pada kasus glomerulonefritis akut (GNA)
yang parah.
Sedangkan gagal ginjal akut akibat dari kerusakan vaskuler terjadi karena cedera pada pembuluh
darah intrarenal menurunkan perfusi ginjal dan menyebabkan penurunan GFR sehingga akhirnya
terjadi nefritis interstisial akut akibat reaksi alergi terhadap berbagai obat atau infeksi.
Gagal Ginjal Akut Post Renal terjadi akibat obstruksi akut aliran urin yang meningkatkan
tekanan intra-tubular dan pada akhirnya menurunkan GFR. Selain itu, obstruksi saluran kemih
akut dapat menyebabkan gangguan aliran darah ginjal dan proses inflamasi yang juga
berkontribusi terhadap penurunan GFR.
Gagal Ginjal Akut Post renal dapat berkembang jika obstruksi area manapun pada saluran urin
setelah ginjal, mulai tubulus ginjal hingga uretra. Obstruksi urin dapat muncul dengan gejala
anuria, aliran urin intermiten (poliuria bergantian dengan oliguria), tetapi juga dapat muncul
berupa nokturia atau non oligurik.
Tabel Penyebab Gagal Ginjal Akut
Kategori Kelainan Kemungkinan Penyebab
GGA Pencetus
Perdarahan, Deplesi Volume, Kehilangan Cairan
Hipovolemia Ginjal (Over Diuresis), Luka bakar, peritonitis,
trauma otot
Gangguan Fungsi Gagal Jantung Kongestif, Infark Miokard Akut,
GGA Pre Jantung Emboli paru masif
Renal Vasodilatasi Obat Antihipertensi, Bateremia gram negatif, Sirosis,
Sistemik Anafilaksis
Peningkatan Anestesi, Bedah, Sindrom Hepatorenal, Obat
Resistensi NSAID, Obat yang menyebabkan vasokonstriksi
Pembuluh Darah ginjal
Iskemia Ginjal (Syok, Komplikasi pembedahan,
perdarahan, trauma, bakteremia, pankreatitis,
kehamilan)
Tubular Obat Nefrotoksik (Antibiotik, obat antineoplastik,
media kontras, pelarut organik, obat anestesi, logam
berat)
GGA Intra Toksin endogen (mioglobin, hemoglobin, asam urat)
Renal Glomerulonefritis akut pasca infeksi, lupus nefritis,
(Intrinsik) Glomerulus Glomerulonefritis IgA, Endokarditis Infektif,
Sindrom Goodpasture, Penyakit Wegnerer
Interstitium Infeksi bakteri dan Virus, Obat-obatan
Stenosis arteri ginjal bilateral, trombosis vena ginjal
bilateral, vaskulitis, hipertensi maligna, emboli
Vaskular
aterosklerotik atau trombotik, sindrom uremik
hemolitik, purpura trombositopenik trombotik
Hipertrofi prostat, pemasangan kateter yang tidak
Obstruksi
tepat, kanker kandung kemih, kanker prostat, kanker
GGA Post Ekstrarenal
serviks, Fibrosis retroperitoneal
Renal
Obstruksi Nefrolithiasis, gumpalan darah, Nekrosis Papiler
Intrarenal
D. Patofisiologi
Pada dasarnya Gagal Ginjal akut (GGA) atau Cedera Ginjal Akut (AKI) adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis yang terjadi ketika fungsi ginjal menurun
secara akut hingga terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, asam-basa, dan
penumpukan produk limbah metabolisme didalam tubuh.
Patofisiologi gagal ginjal akut bersifat multifaktorial dan kompleks. Penyebab paling umum dari
gagal ginjal akut adalah iskemia yang dapat terjadi akibat berbagai hal seperti yang tertuang di
tabel penyebab di atas.
Adaptasi fisiologis sebagai respons terhadap penurunan aliran darah dapat mengkompensasi
sampai tingkat tertentu, tetapi ketika pengiriman oksigen dan substrat metabolik menjadi tidak
memadai, maka akan terjadi cedera seluler yang menyebabkan disfungsi organ.
Ginjal sangat rentan terhadap cedera yang berhubungan dengan iskemia, mengakibatkan
vasokonstriksi, cedera endotel, dan aktivasi proses inflamasi.
Kerentanan ini dapat dijelaskan sebagian dari hubungan struktural antara tubulus ginjal dan
pembuluh darah di medula luar ginjal. Terjadinya iskemia akan diikuti penurunan aliran darah ke
struktur nefron dan sel-sel epitel tidak mampu mempertahankan ATP intraseluler yang memadai
untuk proses metabolisme.
Penipisan ATP ini menyebabkan cedera sel dan jika terus berlanjut dapat mengakibatkan
kematian sel melalui proses nekrosis atau apoptosis.
Selama cedera iskemik, semua segmen nefron dapat terkena tetapi sel tubulus proksimal adalah
yang paling sering mengalami cedera.
Selain itu, fungsi alami nefron adalah menyaring, memekatkan, dan menyerap kembali berbagai
zat dari lumen tubulus, dan konsentrasi zat ini dapat mencapai tingkat toksik bagi sel epitel di
sekitarnya.
Cedera ginjal akut juga sering terjadi pada kondisi sepsis. Pada kejadian sepsis, sirkulasi menjadi
hiperdinamik dan aliran darah berubah dan GFR turun dengan cepat.
Patofisiologi gagal ginjal akut pada sepsis sangat kompleks dan melibatkan peradangan,
disfungsi mikrovaskuler stres oksidatif dan amplifikasi cedera melalui sekresi sitokin oleh sel
tubular.
E. Tanda Dan Gejala
Saat ginjal berhenti berfungsi, produk limbah sisa metabolisme yang seharusnya disaring dari
darah mulai menumpuk, memicu berbagai gejala antara lain:
Gejala Umum
Beberapa gejala umum yang muncul pada pasien gagal ginjal akut seperti penurunan produksi
urin, mual, nafas pendek, dan edema akibat adanya retensi cairan.
Gejala khas pada gagal ginjal akut juga bisa timbul seperti kondisi ensefalopati uremik dimana
terjadi akumulasi urea, kreatinin, dan zat lain dalam darah yang memicu gangguan otak, dimana
kondisi ini tidak hanya mempengaruhi fungsi tubuh tapi juga mental.
Gejala lain berupa gangguan jantung, sirkulasi, dan tekanan darah yang terjadi akibat
ketidakseimbangan kadar kalium atau cairan.
Tanda dan gejala umum gagal ginjal akut antara lain meliputi:
Pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian, sebagian besar karena komplikasi sepsis,
gagal nafas, atau kegagalan multi organ.
Penyebab paling umum dari GGA prerenal yang juga dikenal sebagai azotemia prerenal adalah
dehidrasi berat, gagal jantung, dan sirosis hepatis. Semua kondisi ini dapat mengganggu aliran
darah ke ginjal.
Gejala yang timbul biasanya bervariasi sesuai penyebab yang mendasarinya, seperti:
Gejala dehidrasi parah seperti mata cekung, kulit kering, penurunan elastisitas kulit,
mulut dan mata kering, detak jantung cepat (takikardia), dan pusing atau hipotensi
ortostatik.
Gejala sirosis hati seperti asites, mata dan kulit menguning (jaundice), spider angioma,
urin berbau manis atau amonia, dan pembesaran pembuluh darah di permukaan perut
yang menjalar dari pusar (caput medusa).
Penyebab GGA Intrinsik yang paling umum adalah kerusakan ginjal yang berhubungan dengan
kondisi seperti glomerulonefritis, nekrosis tubular akut, dan nefritis interstisial akut. Gejala yang
muncul sesuai dengan penyebab GGA tersebut antara lain:
Nekrosis tubular akut (ATN) dapat bermanifestasi dengan gejala seperti nyeri otot yang
dalam dan terus-menerus, kejang otot, sensasi kesemutan (neuropati), edema, dan
kebingungan atau delirium.
Nefritis interstisial akut (AIN), pembengkakan jaringan di antara tubulus ginjal yang
sering disebabkan oleh reaksi obat atau penyakit autoimun dapat memunculkan gejala
demam, hematuria, edema, muntah, kebingungan, dan ruam jika berhubungan dengan
obat tertentu.
Penyebab GGA post Renal yang paling umum adalah obstruksi saluran kemih yang dapat
disebabkan oleh BPH, batu ginjal, batu kandung kemih, kanker. Gejala yang bisa muncul sesuai
kondisi antara lain:
Gejala hiperplasia prostat jinak (BPH) meliputi dribbling setelah buang air kecil,
nokturia, sering buang air kecil, perasaan tidak tuntas saat berkemih, urgensi, dan aliran
urin yang lemah.
Gejala batu ginjal dan kandung kemih mencakup nyeri perut bagian bawah atau panggul
yang intens, hematuria, urin keruh, disuria, kesulitan buang air kecil, dan nyeri atau
ketidaknyamanan pada testis atau penis pada pria.
Gejala kanker bisa berupa penurunan berat badan, hematuria, disuria, urgensi urin, aliran
urin yang lemah, ketidakmampuan untuk buang air kecil, nyeri punggung bawah di satu
sisi, dan nyeri tulang.
F. Pemeriksaan
Evaluasi gagal ginjal akut harus mencakup identifikasi menyeluruh terhadap semua
kemungkinan etiologi GGA, termasuk penyakit prerenal, intrarenal, dan postrenal. Waktu
timbulnya gagal ginjal dapat bermanfaat saat menangani pasien rawat inap.
Jika pemeriksaan laboratorium pasien dilakukan setiap hari dan kreatinin tiba-tiba mulai
meningkat, maka faktor pemicu biasanya dapat diidentifikasi lebih cepat. Sangat penting juga
untuk melacak pemeriksaan radiologis yang mungkin telah dilakukan dan adanya penggunaan
agen kontras.
Penting juga untuk meninjau daftar obat yang diterima pasien karena dapat berkontribusi
terhadap terjadinya gagal ginjal, oleh karena itu jika terjadi penurunan fungsi ginjal, dosis obat
tersebut perlu dimodifikasi.
Pemeriksaan fisik dengan teliti biasanya dapat membantu, misalnya adanya ruam obat dapat
menunjukkan nefritis interstisial akut sebagai etiologinya. Jari kaki sianotik dapat menunjukkan
adanya emboli pada pasien pasca kateterisasi jantung.
Semua pasien yang mengalami gagal ginjal akut (GGA) membutuhkan pemeriksaan lab dasar
termasuk pemeriksaan metabolik. Pada kondisi tertentu elektrolit urin dapat membantu untuk
mengidentifikasi etiologi GGA. Protein urin, osmolalitas urin, dan rasio albumin urin terhadap
kreatinin juga dapat menjadi petunjuk yang membantu dalam menentukan etiologi.
Pasien lansia tanpa etiologi yang jelas juga harus menjalani elektroforesis protein serum dan urin
(SPEP dan UPEP) untuk menyingkirkan gamopati monoklonal dan multiple myeloma.
Ultrasonografi ginjal dapat membantu jika penyebab obstruktif dicurigai. Namun, USG ginjal
rutin untuk setiap pasien dengan GGA tidak diperlukan.
CT non-kontras adalah modalitas pemeriksaan radiografi penting lainnya dan dapat digunakan
untuk mencari nefrolitiasis atau urolitiasis. Pemeriksaan sedimen urin juga dapat memberikan
petunjuk penting untuk etiologi, seperti gips coklat berlumpur yang terlihat pada nekrosis tubular
akut. Piuria steril adalah tanda nefritis interstisial akut yang paling sensitif.
Biopsi ginjal adalah pemeriksaan yang sangat baik tetapi jarang digunakan. Hal ini biasanya
diindikasikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat tanpa penyebab yang jelas
atau untuk mengetahui etiologi gagal ginjal yang tepat dalam keadaan di mana beberapa etiologi
dapat menjadi penyebab.
Penanda fungsi tubulus dapat dihitung untuk membantu membedakan penyebab prerenal,
intrarenal, dan postrenal seperti ekskresi fraksional natrium dan urea serta osmolalitas urin.
Namun sensitivitas semua penanda kurang representatif dan dipengaruhi oleh banyak obat.
Perhatian juga perlu diberikan pada gambaran klinis secara keseluruhan. Penting untuk menilai
status volume pasien untuk menyingkirkan kemungkinan sindrom kardiorenal atau hepatorenal.
Sindrom kardiorenal biasanya disebabkan oleh filtrasi glomerulus yang buruk karena kongesti
vena dan kurangnya aliran karena curah jantung yang buruk. Sindrom hepatorenal disebabkan
oleh perbedaan distribusi volume sirkulasi dengan vasodilatasi sistemik dan vasokonstriksi
splanknik yang menyebabkan pengalihan darah ke perifer dan kurangnya suplai darah ke ginjal.
G. Penatalaksanaan
Agar manajemen penatalaksanaan GGA bisa optimal, dibutuhkan kerjasama semua tim yang
terlibat dalam perawatan pasien. Setelah cedera gagal ginjal akut terjadi, manajemen
penatalaksanaan utama bersifat suportif.
Pasien dengan gagal ginjal akut harus dirawat di rumah sakit kecuali kondisinya ringan dan jelas
serta disebabkan oleh penyebab yang mudah disembuhkan.
Kunci penatalaksanaan adalah memastikan perfusi ginjal yang adekuat dengan mencapai dan
mempertahankan stabilitas hemodinamik dan menghindari hipovolemia.
Pada beberapa pasien, penilaian klinis status volume intravaskuler dan menghindari kelebihan
volume mungkin relatif sulit, dalam hal ini pengukuran tekanan vena sentral dalam perawatan
intensif dapat membantu.
Jika resusitasi cairan diperlukan karena penurunan volume intravaskular, larutan isotonik seperti
normal salin lebih direkomendasikan daripada larutan hiperonkotik seperti dekstran, pati
hidroksietil, dan albumin.
Pemeliharaan tekanan arteri rata-rata lebih tinggi dari 65 mmhg dan mungkin memerlukan
penggunaan vasopresor pada pasien dengan hipotensi persisten. Fungsi jantung dapat
dioptimalkan sesuai kebutuhan dengan inotrop positif, atau reduksi afterload dan preload.
Hiperkalemia berat didefinisikan sebagai kadar kalium 6,5 mEq per L (6,5 mmol per L) atau
lebih besar, atau kurang dari 6,5 mEq per L dengan perubahan elektrokardiografi khas
hiperkalemia misalnya gelombang T tinggi dan memuncak.
Pada hiperkalemia berat, 5 sampai 10 unit insulin reguler dan dekstrosa 50% yang diberikan
secara intravena dapat menggeser kalium keluar dari sirkulasi dan masuk ke dalam sel.
Kalsium glukonat (10 mL larutan 10% diinfuskan secara intravena selama lima menit) juga
digunakan untuk menstabilkan membran dan mengurangi risiko aritmia bila terdapat perubahan
elektrokardiografi yang menunjukkan hiperkalemia.
Pada pasien tanpa bukti elektrokardiografi hiperkalemia, kalsium glukonat tidak diperlukan,
tetapi natrium polistiren sulfonat (Kayexalate) dapat diberikan untuk menurunkan kadar kalium
secara bertahap, dan diuretik loop dapat digunakan pada pasien yang responsif terhadap diuretik.
Asupan makanan kalium harus dibatasi.
Indikasi utama penggunaan diuretik adalah manajemen kelebihan volume cairan. Diuretik loop
intravena diberikan secara bolus atau infus. Namun, penting untuk dicatat bahwa diuretik tidak
boleh digunakan untuk mencegah atau mengobati cedera ginjal akut tanpa adanya kelebihan
volume.
Jika memungkinkan, Semua obat yang berpotensi mempengaruhi fungsi ginjal dengan toksisitas
langsung atau dengan mekanisme hemodinamik harus dihentikan. Misalnya, metformin tidak
boleh diberikan kepada pasien diabetes melitus yang mengalami cedera ginjal akut.
Dosis obat esensial harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal dengan dosis yang lebih
rendah. Menghindari media kontras beryodium dan gadolinium penting, jika diperlukan
pencitraan maka pemeriksaan non kontras lebih direkomendasikan.
Terapi suportif seperti antibiotik, pemeliharaan nutrisi yang adekuat, ventilasi mekanis, kontrol
glikemik, dan manajemen anemia harus dilakukan berdasarkan kondisi pasien.
H. Asuhan Keperawatan
Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif, suara nafas tambahan)
Identifikasi penyebab hypervolemia
Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
PCWP, CO, CI) jika tersedia
Monitor intake dan output cairan
Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)
Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis: kadar protein dan albumin
meningkat)
Monitor kecepatan infus secara ketat
Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi ortostatik, hypovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)
Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
Batasi asupan cairan dan garam
Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat
Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi pemberian diuretic
Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT) jika perlu
Intervensi Keperawatan :
Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan Pereda, kualitas, lokasi,
radiasi, skala, durasi, dan frekuensi)
Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis: kalium, magnesium
serum)
Monitor enzim jantung (mis: CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I)
Monitor saturasi oksigen
Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis: skor TIMI, Killip, Crusade)
Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
Pasang akses intravena
Puasakan hingga bebas nyeri
Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stress
Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan
Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
Berikan dukungan emosional dan spiritual
Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis: mengedan saat BAB atau batuk)
Jelaskan Tindakan yang dijalani pasien
Ajarkan Teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
Kolaborasi pemberian antianginal (mis: nitrogliserin, beta blocker, calcium channel
blocker)
Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis: pelunak tinja,
antiemetik)
Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu
Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
Intervensi Keperawatan:
Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
Monitor intake dan output cairan
Hitung kebutuhan cairan
Berikan posisi modified Trendelenburg
Berikan asupan cairan oral
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah
Referensi :