Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vanilin termasuk gugus aldehida, eter dan fenol yang dapat membentuk

ikatan hidrogen intramolekul dan antarmolekul. Gugus fungsi yang paling mudah

bereaksi secara adisi pada senyawa vanilin disebut gugus aldehida. Karbonil dari

gugus aldehida menunjukkan muatan parsial positif pada atom karbon dan muatan

parsial negatif pada atom oksigen. Atom karbon yang kekurangan elektrofil dapat

bereaksi dengan nukleofil. Vanilin digunakan pada proses sintesis kalkon dengan

adanya bantuan katalis basa sebelum kalkon terbentuk (Khasanudin, 2018: 7-8).

Senyawa 1,5-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil) penta-1,4-dien-3-on dapat

diperoleh dari reaksi double kondensasi Claisen-Schmidt antara aseton dan vanilin.

Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt pertama akan menghasilkan senyawa 4-(4-

hidroksi-3-metoksifenil)but-3-en-2-on atau dikenal dengan senyawa vanililaseton.

Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt kedua akan menghasilkan senyawa 1,5-bis(4-

hidroksi-3-metoksifenil)penta-1,4-dien-3-on atau dikenal dengan senyawa


divanililaseton. Penggunaan katalis basa seperti NaOH akan menghasilkan suatu

garam produk. Hal ini disebabkan karena vanilin memiliki gugus fenoksi garam

produk akan direaksikan dengan suatu asam seperti HCl untuk membentuk produk

melalui reaksi penetralan. Oleh karena itu, kalkon dalam jumlah yang cukup serta

variasi struktur yang banyak maka hanya dapat dilakukan dengan sintesis di

laboratorium dengan menggunakan metode refluks, Vanilin digunakan pada proses

sintesis kalkon (Eryanti, 2010: 173).

1
Vanilin termasuk gugus aldehida, eter dan fenol yang dapat membentuk

ikatan hidrogen intramolekul dan antarmolekul. Gugus fungsi yang paling mudah

bereaksi secara adisi pada senyawa vanilin disebut gugus aldehida. Karbonil dari

gugus aldehida menunjukkan muatan parsial positif pada atom karbon dan muatan

parsial negatif pada atom oksigen. Atom karbon yang kekurangan elektrofil dapat

bereaksi dengan nukleofil. Vanilin digunakan pada proses sintesis kalkon dengan

adanya bantuan katalis basa sebelum kalkon terbentuk dan bantuanpelarut seprti
aseton (Khasanudin, 2018: 7-8).

Aston merupakan senyawa karbonil yang memiliki gugus fungsi keton (-CO).

aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2- propanon, propan-2-on,

dimetilformaldehida. Aseton dapat dibuat dari alkohol skunder dengan cara oksidasi.

Aseton adalah senyawa organik yang berupa cairan tidak berwarna dan mudah

terbakar (Lintang,dkk ., 2020: 2). ). Berdasarkan latar belakang di atas maka

dilakukan percobaan sintesis senyawa 1,5-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)penta-1,4-

dien-3-on untuk mengetahui proses sintesis senyawa 1,5-bis(4-hidroksi-3-

metoksifenil) penta-1,4-dien-3-on dari vanilin (C8H8O3) dan aseton (C3H6O3) dengan

menggunakan katalis natrium hidroksida (NaOH).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah bagaimana proses

sintesis senywa 1,5-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)penta-1,4-dien-3-on dari vanilin

(C8H8O3) dan aseton (C3H6O3) dengan menggunakan katalis natrium hidroksida

(NaOH)?

C. Tujuan Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengetahui proses senyawa

1,5-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil) penta-1,4-dien-3-on dari vanilin (C8H8O3) dan

aseton (C3H6O3) dengan menggunakan katalis natrium hidroksida (NaOH).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vanilin

Vanilin (C8H8O3) merupakan senyawa organoleptik yang dihasilkan secara

alami pada tanaman Vanilla planifolia. Vanilin memiliki nama kimia 4-hidroksi-3-

metoksi benzaldehida dan termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan gugus

fungsi aldehid, eter dan fenol. Sifat fisik dari vanillin yaitu berwarna putih, padat dan

larut dalam air. Massa molekul relatif, titik leleh dan titik didih vanillin berturut-turut

152,15 g/mol, 80°C-83°C dan 285°C. Sintesis vanilin secara kimia dapat dihasilkan

dari senyawa hidrokarbon seperti eugenol dan guaikol. Produksi tahunan vanilin

sinyesis diperkirakan telah mencapai 18.000 ton (Prabawati, dkk, 2012).

Gambar 2.1 Rumus Struktur Senyawa Vanilin


Aplikasi vanillin secara luas banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti

makanan, minuman, parfum dan industri farmasi. Vanillin digunakan berdasarkan


tipe atau sumber vanillin tersebut didapatkan. Vanillin yang dihasilkan dari tanaman

vanilla dan vanillin nature-identical atau merupakan hasil dari proses bioteknologi

banyak digunakan pada produk konsumsi seperti makanan, minuman dan obat-

obatan. Sedangkan vanillin hasil sintesis biasanya digunakan pada industri polimer

dan parfum. Berdasarkan data FAOSTAT pada tahun 2017, Madagaskar menempati

urutan pertama untuk produksi tanaman vanilla yaitu sebesar 3227 ton, diikuti oleh

Indonesia dengan total produksi sebesar 2402 ton (Risnandar, 2029: 62).

Menurut Rifai (2017: 4), sifat fisik dan kimia dari vanilin (MSDS Sigma

Aldrich) antara lain sebagai berikut:


Berat molekul : 152,15 g/mol

Bentuk : Padat

Warna : Putih

Titik leleh : 81-83°C

Titik didih : 170°C

Densitas : 1,056 g/cm3 pada 20°C

Kelarutan dalam air. : 10 g/L pada 25°C


B. Aseton

Aseton merupakan senyawa karbonil yang memiliki gugus fungsi keton.

Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on,

dimetilformaldehida dan ketopropana. Aseton dapat dibuat dari alkohol sekunder

dengan cara oksidasi. Aseton adalah senyawa organik yang berupa cairan tidak

berwarna dan mudah terbakar. Aseton merupakan senyawa keton yang paling

sederhana aseton larut dalam berbagai perbandingan air, etanol, dimetil eter dan lain-

lain. Aseton dibuat secara langsung maupun tidak langsung dari propena. Secara

umum melalui proses kumena, benzena di alkilasi dengan propena dan produk proses

kumena dioksidasi untuk menghasilkan fenol dan aseton (Prasetyo, 2018: 2).

Menurut Nurullah dan Rode, (2019: 15-16), sifat-sifat fisik dan kimia aseton
antara lain sebagai berikut:

Berat molekul : 60 g/mol

Titik didih : 56,53°C

Densitas : 0,79 g/cm3

Viskositas : 0,32 cP pada 20°C

Sifat kimia dari aseton sebagai yaitu merupakan reduktor yang lebih lemah

daripada aldehid. Dapat menghasilkan alkohol sekunder. Apabila dikondensasi


dengan asetilen membentuk 2 metil 3 butinediol, suatu intermediat untuk isoprena.

Apabila dengan hidrogen sianida dalam kondisi basa akan menghasilkan aseton

sianohidrin.

Aseton memiliki kegunaan yaitu sebagai solven untuk beberapa polimer,

industri farmasi dan kosmetik. Selain itu aseton juga dapat digunakan pada industri

cat, selulosa asetat, plastik, serat, kosmetik, karet, pernis, perekat, pembuatan minyak

pelumas, penyamakan kulit dan proses ekstraksi, juga sebagai bahan baku pembuatan
methyl isobutyl ketone, bisphenol a, methyl methacrylate, diaseton alkohol dan

produk lain. Selain itu, aseton juga dapat digunakan dalam produk rumah tangga,

termasuk kosmetik dan produk perawatan pribadi, dimana penggunaan yang paling

sering digunakan adalah formulasi penghapus cat kuku (Majid, 2019: 6).

C. Refluks

Refluks merupakan teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan

berbaliknya kondensat ke dalam sistem asalnya. Refluks adalah ekstraksi dengan

pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dan adanya pendingin balik. Ekstraksi dapat

berlangsung dengan efisien dan senyawa dalam sampel secara lebih efektif dapat

ditarik
oleh pelarut. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut yang digunakan akan

menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga

pelarut

yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke

dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung

(Susanti dan Fairus, 2016: 88).


Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan pemanasan dan mampu

mengekstraksi andrografolid yang merupakan senyawa tahan panas Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut dan waktu

ekstraksi. Jumlah pelarut menjadi faktor kritis dalam ekstraksi karena pada

prinsipnya volume pelarut harus mencukupi untuk melarutkan senyawa yang akan

diekstraksi. Rangkaian alat pada metode refluks yaitu statif dan klem yang berfungsi

untuk menyanggah kondensor agar tetap tegak yang dijepit oleh klem. Kondensor
berfungsi sebagai jalur eluen yang menjaga agar suhu tetap stabil. Termometer

befungsi untuk mengukur suhu sampel hingga konstan yang diletakkan di leher labu.

Labu leher tiga berfungsi sebagai wadah sampel. Evaporator stirer berfungsi sebagai

alat pemanasan dan pengaduk larutan yang berada dalam wadah (Parasu, dkk, 2021:

27).

Gambar 2.2 Refluks


(Sumber: Dokumentasi praktikum)
D. Kristalisasi dan Rekristalisasi

Kristalisasi merupakan peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat di

dalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan partikel

padat di dalam uap, seperti dalam pembentukan salju, sebagai pembekuan di dalam

lelehan cair. Kristalisasi juga merupakan proses pemisahan solid-liquid, karena pada

kristalisasi terjadi perpindahan massa solut dari larutan liquid ke padatan murni pada
fasa kristal. Prinsip kristalisasi umumnya terbentuk melalui dua tahap yaitu, nukleasi

atau pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal. Faktor pendorong untuk laju

nukleasi dan laju pertumbuhan kristal disebut supersaturasi (Pinalla, 2011: 126).

Menurut Fachry, dkk., (2008: 12-13), faktor-faktor yang mempengaruhi

kristalisasi yaitu sebagai berikut:

1. Temperatur

Pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi dikontrol oleh difusi (diffusion


controlled), sedangkan pada temperatur rendah dikontrol oleh surface integration.

2. Ukuran Kristal

Kecepatan pertumbuhan pada kristal yang berukuran kecil lebih tinggi

daripada kecepatan pertumbuhan pada kristal berukuran besar. Pada partikel

berukuran 200 µm-2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel berukuran lebih

besar mempunyai kecepatan terminal lebih besar pula. Oleh karena itu, pada

pertumbuhan yang dipengaruhi difusi, semakin besar partikel, semakin rendah

kecepatan pertumbuhannya.

3. Impurities

Impurities mempengaruhi pertumbuhan kristal dengan berbagai macam cara.

Impurities dapat merubah sifat larutan, merubah konsentrasi kesetimbangan dan


derajat supersaturasi, serat dapat pula merubah karakteristik lapisan adsorpsi pada

permukaan kristal. Impurities dapat teradsorpsi pada permukaan tertentu dari kristal

kemudian menghambat pertumbuhan dari permukaan itu. Impurities seperti inilah

yang menyebabkan morfologi kristal dapat berubah menjadi seperti jarum maupun

pipih seperti piringan.

4. Kelarutan
Kelarutan adalah kuantitas maksimal padatan yang dapat terkandung dalam

suatu larutan. Larutan yang tidak mampu melarutkan padatan lagi disebut sebagai

larutan jenuh.

5. Supersaturasi

Supersaturasi adalah keadaan dimana larutan mengandung konsentrasi

padatan terlarut yang lebih tinggi daripada konsentrasi kesetimbangan (jenuh).

Kristalisasi dapat terjadi hanya jika kondisi supersaturasi dapat dicapai. Kondisi
supersaturasi dapat dicapai dengan penurunan suhu, penguapan dan penambahan

komponen ketiga.

6. Aglomerasi

Perbesaran partikel tidak selalu disebabkan oleh pertumbuhan kristal.

Perbesaran partikel dapatjuga disebabkan oleh aglomerasi. Aglomerasi adalah

penggabungan partikel-partikel kristal. Aglomerasi merupakan proses yang bisa jadi

diharapkan dan bisa jadi juga tidak diharapkan dalam kristalisasi. Terkadang

aglomerasi dihindari dalam kristalisasi disebabkan struktur aglomerat lebih rapuh

daripada struktur kristal.

Rekristalisasi merupakan teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran

atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian

suatu zat padat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut

setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi

adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya,

karena konsentrasi total pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang

dimurnikan, dalam kondisi dingin, konsentrasi pengotor yang rendah tetap dalam

larutan sementara zat yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.setelah suatu


kristal endapan terbentuk, kemurnianya dapat ditingkatkan dengan cara endapan itu

disaring, dilarutkan ulang dan diendapkan ulang (Pinalla, 2011: 128).

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode yang digunakan untuk

analisis kualitatif campuran senyawa yang banyak digunakan. KLT adalah metode

konvensional selain kromatografi kertas. KLT memiliki kelebihan tertentu dari pada

kromatografi kertas yaitu fleksibilitas kecepatan dan sensitifitas yang lebih baik.
Kandungan air pada fase diam harus seminimal mungkin karena air dapat

menyebabkan komponen senyawa tidak melekat dan menghasilkan warna. Dapat

dilakukan lebih cepat dengan jumlah campuran lebih sedikit. Prinsip kerja pada KLT

yaitu komponen zat yang akan dipisahkan bergerak naik mengikuti fase gerak oleh

karena daya serap adsorben atau fase diam terhadap komponen zat tidak sama

sehingga komponen zat zat bergerak benda-benda berdasarkan tingkat kepolarannya

sehingga terjadi pemisahan (Nasyanka, dkk., 2020:78).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong

"kromatografi planar”. KLT adalah metode kromatografi yang paling sederhana yang

banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan

pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT. Optimasi metode

dan menggunakan instrumen komersial yang tersedia, pemisahan yang efisien dan

kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Kromatografi planar juga dapat digunakan

untuk pemisahan skala preparatif yaitu dengan menggunakan lempeng, peralatan dan

teknik khusus (Wulandari, 2011: 1).


Analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil sampel pada

salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal. Kemudian

sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam

fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di

dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran

komponen-komponen sampel bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda selama

pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan pengembangan
kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai jarak yang diinginkan, fase

diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng dikeringkan, dan zona yang

dihasilkan dideteksi secara langsung (visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV)

baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi penampak noda yang cocok

(Wulandari, 2011: 1-2).

F. FTIR

Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan salah satu instrumen yang

menggunakan prinsip spektroskopi. Spektroskopi adalah spektroskopi inframerah

yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil

spektrumnya. Spektroskopi inframerah berguna untuk identifikasi senyawa organik

karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak.
Selain itu, masing-masing kelompok fungsional menyerap sinar inframerah pada

frekuensi yang unik. Untuk mengetahui jenis-jenis gugus fungsi yang dapat

mengindikasikan komposisi umum dari suatu senyawa. Prinsip kerja FTIR adalah

adanya interaksi antara energi dengan materi yang mengidentifikasi senyawa,

mendeteksi gugus fungsi dan menganalisis campuran dan sampel yang dianalisis

(Silviyah, dkk., 2016: 2).


Metode spektroskopi  FTIR yaitu metode spektroskopi inframerah modern

yang dilengkapi dengan teknik transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis

hasil spektrumnya. Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi

absorbsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan

radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu materi

dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi

inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen


dipol selama bervibrasi. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer

Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah

menjadi komponen-komponen frekuensi (Silviyah, dkk., 2016: 2).

Gambar 2.3 Fourier Transformed Infrared (FTIR)


(Sumber: Dokumentasi Praktikum)
Fourier Transformed Infrared (FTIR) memiliki kegunaan untuk mendeteksi

gugus fungsi, mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran dari sampel

yang dianalisis tanpa merusak sampel. Daerah inframerah pada spektrum gelombang
elektromagnetik dimulai dari panjang gelombang 14000 cm-1hingga 10-1.

Berdasarkan panjang gelombang tersebut daerah inframerah dibagi menjadi tiga

daerah, yaitu IR dekat (14000-4000 cm-1) yang peka terhadap vibrasi overtone, IR

sedang (4000-400 cm-1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang

memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut, dan IR

jauh (400-10 cm-1) untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat

seperti senyawa anorganik (Sari, 2018: 31).


BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu Dan Tempat

Percobaan ini telah dilaksanakan pada Selasa, 31 Mei 2022 pada pukul

07.30-selesai WITA di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Fourier Transformed

Infrared (FTIR) varian nicolet iS10, Heating mantle analog, lemari asam, neraca

analitik, magnetic stirrer, kondensor, termometer, statif dan klem, labu leher tiga,

pipet ukur 10 mL, labu ukur 100 mL Erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 100 mL dan

500 mL, bulp, batang pengaduk, spatula, selang, botol semprot.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aluminium foil,

aseton (C3H6O), akuades (H2O), asam klorida (HCl), metanol (CH 3OH), natrium
hidroksida (NaOH), vanillin (C8H8O3) dan tissu.

C. Prosedur Kerja

Menimbang sebuk vanillin sebanyak 11,40 g (C8H8O3) dan dilarutkan ke

dalam 100 mL metanol (CH3OH). Lalu, menimbang padatan natrium hidroksida

(NaOH) sebanyak 60 g dan dilarutkan ke dalam 100 mL akuades (H2O). Setelah itu,

larutan natrium hidroksida hingga suhu ruang. Selanjutnya, merangkai alat refluks

dengan menyambungkan labu alas bulat leher tiga dengan kondensor. Masukkan

larutan vanilin ke dalam labu alas bulat leher tiga yang dilengkapi pengaduk magnet

dan termometer. Menambahkan 100 mL larutan NaOH dan 2,7 mL aseton (C3H6O),
sambil diaduk. Merefluks campuran selama 4 jam. Membuat larutan asam klorida

(HCl) 10% dalam 100 mL. Kemudian mengasamkan larutan sampai pH 3 yang diuji

dengan kertas lakmus. Menutup larutan tersebut dengan aluminium foil dan diamkan

selama 1 malam didalam lemari asam. Selanjutnya, menyaring larutan menggunakan

kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang bobot kosongnya. Lalu, menimbang

residu dan kertas saring tersebut.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

Tabel Pengamatan 4.1 Hasil Analisis Sintesis Kalkon


Nilai Perhitungan
Parameter Sampel
Massa (g) Volume (mL)
Vanilin 11,40 10,754
Metanol
NaOH 60,100 60
Asetofenon 6,873 8,7
HCl 180

2. Analisis Data
Diketahui: Massa Vanillin = 11,40 gram

Volume Aseton = 2,7 mL

Ditanyakan: % rendemen kalkon = ……. ?

Penyelesaian:
Massa Vanilin (gr)
Volume vanillin =
Massa Jenis (gr/mL)
11,40 gr
=
1,06 gr/mL
= 10,754 mL

Massa Aseton = Volume Aseton x Massa Jenis Aseton

= 2,7 mL x 0,784 g/cm3

= 2,1168 gram
Massa Vanilin (gr)
Mol C8H8O3 =
Mr Vanilin (gr/mol)
11,40 gr
=
152 gr/mol
= 0,075 mol

Massa Aseton (gr)


Mol C3H6 O =
Mr Aseton(gr/mol)
2,1168 gr
=
58 gr/mol
= 0,036 mol

C8H8O3 + C3H6O → C15H12O + H2O

Awal 0,075 mol 0,036 mol - -

Bereaksi 0,036 mol 0,036 mol 0,036 mol

Setimbang 0,0386 mol - 0,036 mol

Massa Kalkon Teori = 0,0386 mol x 208 g/mol

= 8,0288 gram

Massa Kalkon (gr)


Volume Kalkon secara Teori =
Massa Jenis (gr/mL)
8,0288 gr
=
1,07 gr/mL
= 7,5036 mL
Massa Kalkon (gr)
Volume Kalkon Percobaan =
Massa Jenis (gr/mL)
0,8001 gr
=
1,07 gr/mL
= 0,7477 mL

Maka bobot rendemen dari kalkon adalah sebagai berikut:

Volume Percobaan (mL)


% Bobot Rendemen = x 100%
Volume Teori (mL)
0,7477 mL
= x 100 %
7,5036 mL
= 0,09964 x 100%
= 9,964 %

B. Pembahasan

Kalkon merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang

dapat ditemukan pada beberapa jenis tumbuhan. Senyawa kalkon merupakan

prekursor untuk biosintesis flavonoid dan isoflavonoid. Bidang sintesis pada senyawa
kalkon telah banyak digunakan untuk membuat berbagai macam senyawa

heterosiklik. Umumnya sintesis senyawa kalkon dilakukan melalui reaksi kondensasi

Claisen Schmidt menggunakan turunan benzaldehid dan asetofenon. Reaksi

pembentukan senyawa kalkon dapat dipercepat dengan penambahan katalis asam

atau basa

(Dona, dkk., 2017: 10-11).

Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui proses sintesis kalkon

dari vanillin dan aseton dengan katalis Natrium Hidroksida (NaOH) dengan metode

ektraksi refluks. Pertama dilarutkan vanillin kedalam metanol yang bertujuan agar

mudah larut, Kemudian vanillin yang sudah dilarutkan ditutup menggunakan

alumininium foil karena metanol atau pelarut yang digunakan itu bersifat volatil,
kemudian NaOH dilarutkan kedalam akuades bertujuan untuk memudahkan larutnya

NaOH, NaOH didinginkan pada suhu ruang karena apabila NaOH direaksikan

dengan akuades akan menghasilkan panas.

Selanjutnya, larutan vanilin dimasukkan kedalam labu leher tiga yang

dilengkapi dengan termometer dan batang pengaduk magnet, batang pengaduk

magnet berfungsi untuk memanaskan dan mengaduk larutan hingga homogen,

termometer bertujuan untuk mengetahui suhu yang ada pada larutan, kemudian
penambahan katalis NaOH dan aseton lalu diaduk agar larutan menjadi homogen,

setelah rektan dan katalis dihomogenkan kemudian direfluks selama 4 jam yang

bertujuan untuk mengekstraksi dengan pelarut, pada refluks berlangsung. Ketika

suhu mencapai 65oC pemanasan dihentikan untuk menghindari terjadinya ledakan

yang ada pada labu leher tiga. Setelah itu larutan dimasukkan kedalam gelas kimia

yang dilakukan dilemari asam, kemudian dilakukan penambahan HCL, HCL ini

bersifat asam, lalu ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan didiamkan
selama 1 malam agar larutan tidak menguap, setelah didiamkan semalaman lalu

ditimbang menggunakan kertas saring yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada

kristal yang terbentuk atau tidak.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada percobaan ini yaitu kalkon dapat disintesis dari vanillin dan

aseton dengan menggunakan katalis NaOH dengan cara melarutkan vanillin dengan

metanol, lalu menambahkan NaOH dan aseton yang pelarutnya menggunakan

bantuan refluks dan dilanjutkan dengan penyaringan untuk mendapatkan senyawa

kalkon murni.

B. Saran

Saran pada percobaan ini adalah sebaiknya pada percobaan selanjutnya

menggunakan katalis basa barium hidroksida (Ba(OH2)) untuk mengetahui

perbandingannya dengan katalis basa natrium hidroksida (NaOH).


DAFTAR PUSTAKA

Dona, R. Zamri, A. Jasril. “Sintesis dan Uji Toksisitas Senyawa Analog Kalkon
Tersubtitusi”. Photon 5, no. 2 (2017): h. 9-14.
Eryanti, dkk.“Sintesis Turunan 2’-hidroksi Kalkon melalui Kondensasi Claisen
Schmidt dan Uji Aktivitasnya sebagai Antimikroba”. Natur Indonesia 12, no.
2, (2010): h. 223-227.
Fachry, dkk., “Pengaruh Waktu Kristalisasi dengan Proses Pendinginan terhadap
Pertumbuhan Kristal Amonium Sulfat dari Larutannya”. Teknik Kimia 15, no.
2 (2008): h. 9-16.
Majid, N. A. “Prarancangan Pabrik Aseton Proses Dehidrogenasi Isopropanol
Kapasitas 30.000 Ton/Tahun”. Skripsi. Semarang: Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang, 2019.
Nasyanka, dkk., Pengantar Fitokimia. Pasuruan: Qiara Media, 2020.
Nurullah, A. F. dan Rode, R. W. H. “Prarancangan Pabrik Isopropilamin dari
Hidrogenasi Aseton dan Amonia dengan Katalis Nikel dengan Kapasitas
10.000 Ton/Tahun”. Skripsi. Yogyakarta: Teknik Kimia Fakultas Teknologi
Industri Universitas Islam Indonesia, 2019.
Pinalla anita.”Kristalisasi ammonium perklorat (AP) dengan sistem pendinginan
terkontrol untuk menghasilkan Kristal berbentuk bulat”. Teknologi
dirgantara. 9, no. 2, (2011): h. 124-131
Parasu, dkk. “Pengaruh Waktu Ekstraksi pada Pektin Ampas dan Kulit Buah Melon
(Cucumis Melo L. var. Sky Rocket)” Rekayasa Bahan Alam dan Energi
Berkelanjutan 5, no. 2 (2021): h. 24-30.
Prabawati, dkk. “Sintesis Senyawa 1,4-Bis (2-Hidroksi-3-Metoksi-5-Formaldehid
Fenil)-Metil Piperazin dari Bahan Dasar Vanilin dan Uji Aktivitasnya
Sebagai Zat Antioksidan”. Kaunia 8, no 1 (2012): h. 30-43.
Prasetyo, dkk., “Potensi Kandungan Aseton dari Limbah Puntung Rokok”. Khazanah
10, no. 2 (2018): h. 1-6.
Ridlo. “Sintesis Senyawa Basa Schiff dari Vanilin dan Aminofenol Menggunakan
Metode Penggerusan dengan Katalis Jus Jeruk Nipis Serta Aplikasinya
Sebagai Inhibitor Korosi Terhadap Logam Besi”. Skripsi. Malang: Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Mulana Malik Ibrahim
Malang, 2019.
Rifai, Endah Fajriani. “Sintesis 4-(4ꞌ-Hidroksi-3ꞌ-Metoksifenil)-3,4-Dihidroksibutan
2-On Melalui Reaksi Oksidasi Senyawa Hasil Sintesis Antara Vanilin dan
Aseton”. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 2017.
Risnandar, A. I. Prabawati, S. Y. “Sintesis Senyawa Mentil Vanilat dari Vanilin
dan Aplikasinya sebagai Parfum”. Ilmu Kimia dan Terapan 3, no. 2 (2019): h.
61-69.
Silviyah, dkk., “Penggunaan Metode FT-IR (Fourier Transform Infra Red) Untuk
Mengidentifikasi Gugus Fungsi pada Proses Pembaluran Penderita Mioma”.
Berkala Fisika 1, no. 1 (2016): h. 1-28.
Susanti dan Fairus. “Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Refluks Terhadap
Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays L)”. Konversi, 5, no
2 (2016): h. 87-93.
Wulandari, Lestyo. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: Taman Kampus Presindo,
2011.

Anda mungkin juga menyukai