PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vanilin termasuk gugus aldehida, eter dan fenol yang dapat membentuk
ikatan hidrogen intramolekul dan antarmolekul. Gugus fungsi yang paling mudah
bereaksi secara adisi pada senyawa vanilin disebut gugus aldehida. Karbonil dari
gugus aldehida menunjukkan muatan parsial positif pada atom karbon dan muatan
parsial negatif pada atom oksigen. Atom karbon yang kekurangan elektrofil dapat
bereaksi dengan nukleofil. Vanilin digunakan pada proses sintesis kalkon dengan
adanya bantuan katalis basa sebelum kalkon terbentuk (Khasanudin, 2018: 7-8).
diperoleh dari reaksi double kondensasi Claisen-Schmidt antara aseton dan vanilin.
garam produk. Hal ini disebabkan karena vanilin memiliki gugus fenoksi garam
produk akan direaksikan dengan suatu asam seperti HCl untuk membentuk produk
melalui reaksi penetralan. Oleh karena itu, kalkon dalam jumlah yang cukup serta
variasi struktur yang banyak maka hanya dapat dilakukan dengan sintesis di
1
Vanilin termasuk gugus aldehida, eter dan fenol yang dapat membentuk
ikatan hidrogen intramolekul dan antarmolekul. Gugus fungsi yang paling mudah
bereaksi secara adisi pada senyawa vanilin disebut gugus aldehida. Karbonil dari
gugus aldehida menunjukkan muatan parsial positif pada atom karbon dan muatan
parsial negatif pada atom oksigen. Atom karbon yang kekurangan elektrofil dapat
bereaksi dengan nukleofil. Vanilin digunakan pada proses sintesis kalkon dengan
adanya bantuan katalis basa sebelum kalkon terbentuk dan bantuanpelarut seprti
aseton (Khasanudin, 2018: 7-8).
Aston merupakan senyawa karbonil yang memiliki gugus fungsi keton (-CO).
dimetilformaldehida. Aseton dapat dibuat dari alkohol skunder dengan cara oksidasi.
Aseton adalah senyawa organik yang berupa cairan tidak berwarna dan mudah
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah bagaimana proses
(NaOH)?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengetahui proses senyawa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vanilin
alami pada tanaman Vanilla planifolia. Vanilin memiliki nama kimia 4-hidroksi-3-
metoksi benzaldehida dan termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan gugus
fungsi aldehid, eter dan fenol. Sifat fisik dari vanillin yaitu berwarna putih, padat dan
larut dalam air. Massa molekul relatif, titik leleh dan titik didih vanillin berturut-turut
152,15 g/mol, 80°C-83°C dan 285°C. Sintesis vanilin secara kimia dapat dihasilkan
dari senyawa hidrokarbon seperti eugenol dan guaikol. Produksi tahunan vanilin
vanilla dan vanillin nature-identical atau merupakan hasil dari proses bioteknologi
banyak digunakan pada produk konsumsi seperti makanan, minuman dan obat-
obatan. Sedangkan vanillin hasil sintesis biasanya digunakan pada industri polimer
dan parfum. Berdasarkan data FAOSTAT pada tahun 2017, Madagaskar menempati
urutan pertama untuk produksi tanaman vanilla yaitu sebesar 3227 ton, diikuti oleh
Indonesia dengan total produksi sebesar 2402 ton (Risnandar, 2029: 62).
Menurut Rifai (2017: 4), sifat fisik dan kimia dari vanilin (MSDS Sigma
Bentuk : Padat
Warna : Putih
dengan cara oksidasi. Aseton adalah senyawa organik yang berupa cairan tidak
berwarna dan mudah terbakar. Aseton merupakan senyawa keton yang paling
sederhana aseton larut dalam berbagai perbandingan air, etanol, dimetil eter dan lain-
lain. Aseton dibuat secara langsung maupun tidak langsung dari propena. Secara
umum melalui proses kumena, benzena di alkilasi dengan propena dan produk proses
kumena dioksidasi untuk menghasilkan fenol dan aseton (Prasetyo, 2018: 2).
Menurut Nurullah dan Rode, (2019: 15-16), sifat-sifat fisik dan kimia aseton
antara lain sebagai berikut:
Sifat kimia dari aseton sebagai yaitu merupakan reduktor yang lebih lemah
Apabila dengan hidrogen sianida dalam kondisi basa akan menghasilkan aseton
sianohidrin.
industri farmasi dan kosmetik. Selain itu aseton juga dapat digunakan pada industri
cat, selulosa asetat, plastik, serat, kosmetik, karet, pernis, perekat, pembuatan minyak
pelumas, penyamakan kulit dan proses ekstraksi, juga sebagai bahan baku pembuatan
methyl isobutyl ketone, bisphenol a, methyl methacrylate, diaseton alkohol dan
produk lain. Selain itu, aseton juga dapat digunakan dalam produk rumah tangga,
termasuk kosmetik dan produk perawatan pribadi, dimana penggunaan yang paling
sering digunakan adalah formulasi penghapus cat kuku (Majid, 2019: 6).
C. Refluks
pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dan adanya pendingin balik. Ekstraksi dapat
berlangsung dengan efisien dan senyawa dalam sampel secara lebih efektif dapat
ditarik
oleh pelarut. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga
pelarut
yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke
dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung
yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut dan waktu
ekstraksi. Jumlah pelarut menjadi faktor kritis dalam ekstraksi karena pada
prinsipnya volume pelarut harus mencukupi untuk melarutkan senyawa yang akan
diekstraksi. Rangkaian alat pada metode refluks yaitu statif dan klem yang berfungsi
untuk menyanggah kondensor agar tetap tegak yang dijepit oleh klem. Kondensor
berfungsi sebagai jalur eluen yang menjaga agar suhu tetap stabil. Termometer
befungsi untuk mengukur suhu sampel hingga konstan yang diletakkan di leher labu.
Labu leher tiga berfungsi sebagai wadah sampel. Evaporator stirer berfungsi sebagai
alat pemanasan dan pengaduk larutan yang berada dalam wadah (Parasu, dkk, 2021:
27).
dalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan partikel
padat di dalam uap, seperti dalam pembentukan salju, sebagai pembekuan di dalam
lelehan cair. Kristalisasi juga merupakan proses pemisahan solid-liquid, karena pada
kristalisasi terjadi perpindahan massa solut dari larutan liquid ke padatan murni pada
fasa kristal. Prinsip kristalisasi umumnya terbentuk melalui dua tahap yaitu, nukleasi
atau pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal. Faktor pendorong untuk laju
nukleasi dan laju pertumbuhan kristal disebut supersaturasi (Pinalla, 2011: 126).
1. Temperatur
2. Ukuran Kristal
berukuran 200 µm-2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel berukuran lebih
besar mempunyai kecepatan terminal lebih besar pula. Oleh karena itu, pada
kecepatan pertumbuhannya.
3. Impurities
permukaan kristal. Impurities dapat teradsorpsi pada permukaan tertentu dari kristal
yang menyebabkan morfologi kristal dapat berubah menjadi seperti jarum maupun
4. Kelarutan
Kelarutan adalah kuantitas maksimal padatan yang dapat terkandung dalam
suatu larutan. Larutan yang tidak mampu melarutkan padatan lagi disebut sebagai
larutan jenuh.
5. Supersaturasi
Kristalisasi dapat terjadi hanya jika kondisi supersaturasi dapat dicapai. Kondisi
supersaturasi dapat dicapai dengan penurunan suhu, penguapan dan penambahan
komponen ketiga.
6. Aglomerasi
diharapkan dan bisa jadi juga tidak diharapkan dalam kristalisasi. Terkadang
atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian
suatu zat padat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi
adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya,
karena konsentrasi total pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang
dimurnikan, dalam kondisi dingin, konsentrasi pengotor yang rendah tetap dalam
analisis kualitatif campuran senyawa yang banyak digunakan. KLT adalah metode
konvensional selain kromatografi kertas. KLT memiliki kelebihan tertentu dari pada
kromatografi kertas yaitu fleksibilitas kecepatan dan sensitifitas yang lebih baik.
Kandungan air pada fase diam harus seminimal mungkin karena air dapat
dilakukan lebih cepat dengan jumlah campuran lebih sedikit. Prinsip kerja pada KLT
yaitu komponen zat yang akan dipisahkan bergerak naik mengikuti fase gerak oleh
karena daya serap adsorben atau fase diam terhadap komponen zat tidak sama
"kromatografi planar”. KLT adalah metode kromatografi yang paling sederhana yang
pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT. Optimasi metode
dan menggunakan instrumen komersial yang tersedia, pemisahan yang efisien dan
kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Kromatografi planar juga dapat digunakan
untuk pemisahan skala preparatif yaitu dengan menggunakan lempeng, peralatan dan
salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona awal. Kemudian
sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal dicelupkan ke dalam
fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) di
dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih dengan benar, campuran
pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini disebut dengan pengembangan
kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak sampai jarak yang diinginkan, fase
diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam lempeng dikeringkan, dan zona yang
dihasilkan dideteksi secara langsung (visual) atau di bawah sinar ultraviolet (UV)
baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi penampak noda yang cocok
F. FTIR
yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil
karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak.
Selain itu, masing-masing kelompok fungsional menyerap sinar inframerah pada
frekuensi yang unik. Untuk mengetahui jenis-jenis gugus fungsi yang dapat
mengindikasikan komposisi umum dari suatu senyawa. Prinsip kerja FTIR adalah
mendeteksi gugus fungsi dan menganalisis campuran dan sampel yang dianalisis
radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu materi
dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi
yang dianalisis tanpa merusak sampel. Daerah inframerah pada spektrum gelombang
elektromagnetik dimulai dari panjang gelombang 14000 cm-1hingga 10-1.
daerah, yaitu IR dekat (14000-4000 cm-1) yang peka terhadap vibrasi overtone, IR
sedang (4000-400 cm-1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang
jauh (400-10 cm-1) untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat
Percobaan ini telah dilaksanakan pada Selasa, 31 Mei 2022 pada pukul
1. Alat
Infrared (FTIR) varian nicolet iS10, Heating mantle analog, lemari asam, neraca
analitik, magnetic stirrer, kondensor, termometer, statif dan klem, labu leher tiga,
pipet ukur 10 mL, labu ukur 100 mL Erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 100 mL dan
2. Bahan
aseton (C3H6O), akuades (H2O), asam klorida (HCl), metanol (CH 3OH), natrium
hidroksida (NaOH), vanillin (C8H8O3) dan tissu.
C. Prosedur Kerja
(NaOH) sebanyak 60 g dan dilarutkan ke dalam 100 mL akuades (H2O). Setelah itu,
larutan natrium hidroksida hingga suhu ruang. Selanjutnya, merangkai alat refluks
dengan menyambungkan labu alas bulat leher tiga dengan kondensor. Masukkan
larutan vanilin ke dalam labu alas bulat leher tiga yang dilengkapi pengaduk magnet
dan termometer. Menambahkan 100 mL larutan NaOH dan 2,7 mL aseton (C3H6O),
sambil diaduk. Merefluks campuran selama 4 jam. Membuat larutan asam klorida
(HCl) 10% dalam 100 mL. Kemudian mengasamkan larutan sampai pH 3 yang diuji
dengan kertas lakmus. Menutup larutan tersebut dengan aluminium foil dan diamkan
kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang bobot kosongnya. Lalu, menimbang
A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
2. Analisis Data
Diketahui: Massa Vanillin = 11,40 gram
Penyelesaian:
Massa Vanilin (gr)
Volume vanillin =
Massa Jenis (gr/mL)
11,40 gr
=
1,06 gr/mL
= 10,754 mL
= 2,1168 gram
Massa Vanilin (gr)
Mol C8H8O3 =
Mr Vanilin (gr/mol)
11,40 gr
=
152 gr/mol
= 0,075 mol
= 8,0288 gram
B. Pembahasan
prekursor untuk biosintesis flavonoid dan isoflavonoid. Bidang sintesis pada senyawa
kalkon telah banyak digunakan untuk membuat berbagai macam senyawa
atau basa
dari vanillin dan aseton dengan katalis Natrium Hidroksida (NaOH) dengan metode
ektraksi refluks. Pertama dilarutkan vanillin kedalam metanol yang bertujuan agar
alumininium foil karena metanol atau pelarut yang digunakan itu bersifat volatil,
kemudian NaOH dilarutkan kedalam akuades bertujuan untuk memudahkan larutnya
NaOH, NaOH didinginkan pada suhu ruang karena apabila NaOH direaksikan
termometer bertujuan untuk mengetahui suhu yang ada pada larutan, kemudian
penambahan katalis NaOH dan aseton lalu diaduk agar larutan menjadi homogen,
setelah rektan dan katalis dihomogenkan kemudian direfluks selama 4 jam yang
yang ada pada labu leher tiga. Setelah itu larutan dimasukkan kedalam gelas kimia
yang dilakukan dilemari asam, kemudian dilakukan penambahan HCL, HCL ini
bersifat asam, lalu ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan didiamkan
selama 1 malam agar larutan tidak menguap, setelah didiamkan semalaman lalu
ditimbang menggunakan kertas saring yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini yaitu kalkon dapat disintesis dari vanillin dan
aseton dengan menggunakan katalis NaOH dengan cara melarutkan vanillin dengan
kalkon murni.
B. Saran
Dona, R. Zamri, A. Jasril. “Sintesis dan Uji Toksisitas Senyawa Analog Kalkon
Tersubtitusi”. Photon 5, no. 2 (2017): h. 9-14.
Eryanti, dkk.“Sintesis Turunan 2’-hidroksi Kalkon melalui Kondensasi Claisen
Schmidt dan Uji Aktivitasnya sebagai Antimikroba”. Natur Indonesia 12, no.
2, (2010): h. 223-227.
Fachry, dkk., “Pengaruh Waktu Kristalisasi dengan Proses Pendinginan terhadap
Pertumbuhan Kristal Amonium Sulfat dari Larutannya”. Teknik Kimia 15, no.
2 (2008): h. 9-16.
Majid, N. A. “Prarancangan Pabrik Aseton Proses Dehidrogenasi Isopropanol
Kapasitas 30.000 Ton/Tahun”. Skripsi. Semarang: Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang, 2019.
Nasyanka, dkk., Pengantar Fitokimia. Pasuruan: Qiara Media, 2020.
Nurullah, A. F. dan Rode, R. W. H. “Prarancangan Pabrik Isopropilamin dari
Hidrogenasi Aseton dan Amonia dengan Katalis Nikel dengan Kapasitas
10.000 Ton/Tahun”. Skripsi. Yogyakarta: Teknik Kimia Fakultas Teknologi
Industri Universitas Islam Indonesia, 2019.
Pinalla anita.”Kristalisasi ammonium perklorat (AP) dengan sistem pendinginan
terkontrol untuk menghasilkan Kristal berbentuk bulat”. Teknologi
dirgantara. 9, no. 2, (2011): h. 124-131
Parasu, dkk. “Pengaruh Waktu Ekstraksi pada Pektin Ampas dan Kulit Buah Melon
(Cucumis Melo L. var. Sky Rocket)” Rekayasa Bahan Alam dan Energi
Berkelanjutan 5, no. 2 (2021): h. 24-30.
Prabawati, dkk. “Sintesis Senyawa 1,4-Bis (2-Hidroksi-3-Metoksi-5-Formaldehid
Fenil)-Metil Piperazin dari Bahan Dasar Vanilin dan Uji Aktivitasnya
Sebagai Zat Antioksidan”. Kaunia 8, no 1 (2012): h. 30-43.
Prasetyo, dkk., “Potensi Kandungan Aseton dari Limbah Puntung Rokok”. Khazanah
10, no. 2 (2018): h. 1-6.
Ridlo. “Sintesis Senyawa Basa Schiff dari Vanilin dan Aminofenol Menggunakan
Metode Penggerusan dengan Katalis Jus Jeruk Nipis Serta Aplikasinya
Sebagai Inhibitor Korosi Terhadap Logam Besi”. Skripsi. Malang: Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Mulana Malik Ibrahim
Malang, 2019.
Rifai, Endah Fajriani. “Sintesis 4-(4ꞌ-Hidroksi-3ꞌ-Metoksifenil)-3,4-Dihidroksibutan
2-On Melalui Reaksi Oksidasi Senyawa Hasil Sintesis Antara Vanilin dan
Aseton”. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 2017.
Risnandar, A. I. Prabawati, S. Y. “Sintesis Senyawa Mentil Vanilat dari Vanilin
dan Aplikasinya sebagai Parfum”. Ilmu Kimia dan Terapan 3, no. 2 (2019): h.
61-69.
Silviyah, dkk., “Penggunaan Metode FT-IR (Fourier Transform Infra Red) Untuk
Mengidentifikasi Gugus Fungsi pada Proses Pembaluran Penderita Mioma”.
Berkala Fisika 1, no. 1 (2016): h. 1-28.
Susanti dan Fairus. “Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Refluks Terhadap
Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays L)”. Konversi, 5, no
2 (2016): h. 87-93.
Wulandari, Lestyo. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: Taman Kampus Presindo,
2011.