Anda di halaman 1dari 8

Nama : Farni Gafar

NIM : A1M122041
Kelas :A
Analisis Novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode
dengan Teori Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan yang menjadi awalan dalam
proses analisis karya fiksi. pendekatan ini memandang dan memahami karya sastra dari segi
struktur karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading
(membaca karya secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, hubungannya dengan realitas,
maupun pembaca). Analisis difokuskan pada unsur-unsur intrinsik karya sastra. Dalam hal ini
setiap unsur dianalisis dalam hubungannya dengan unsur-unsur lainnya.

Berikut ini adalah unsur-unsur intrinsik dalam novel “Di Bawah Bayang-Bayang
Ode”:

1. Tokoh dan Penokohan

a. Tokoh

• Imam
• Amalia Ode
• Yanti
• La Ode Halimu
• Ibu Amalia Ode
• Ayah Amalia Ode
• Paman Amalia Ode
• Ayah Imam
• Ibu Imam
• Ria
• Wa Nona
• Wati
• Wa Ode Siti
• La Iru
• La Biru
• La Diman
• Pak Idiah
• Nenek Amalia Ode
• Anastasia
• Sinta Riani
• Robin
• Kakek (di pelabuhan)
• Kakek (di kapal)
• La Ngkorodo
b. Penokohan

• Imam : Pintar, kritis, berjiwa bebas, pantang menyerah


• Amalia Ode : setia, keras kepala, pemberani, kritis
• Yanti : baik hati, jujur, cerdas, setia kawan
• La Ode Halimu : penuh nafsu, egois, keras kepala, sombong
• Ibu Amalia Ode : egois, tamak, sombong, pemaksa
• Ayah Amalia Ode : penyayang
• Paman Amalia Ode : kejam, egois
• Ayah imam : baik, bijaksana
• Ibu Imam : baik, bijaksana, keras kepala
• Wa Ode Siti : penurut, baik, berempati
• La Ngkorodo : berwibawa
• Nenek Amalia Ode : baik, bijaksana
• Anastasia : berjiwa bebas, berani, cerdas, kritis
• Sinta Riani : baik
• Kakek (di pelabuhan) : bijaksana, berpikiran terbuka
• Kakek (di kapal) : berkharisma, bijaksana
• La Iru : bandel
• La Biru : bandel
• La Diman : tukang lapor

2. Latar/Setting

a. Latar Waktu

• Pagi hari
• Siang hari
• Malam hari
• Subuh

b. Latar Suasana

• Menegangkan
• Mengharukan
• Sedih
• Kecewa
• Romantis
• Gelisah
• Bahagia

c. Latar Tempat
• Wanci
• Rumah Imam
• Pelabuhan Mandati
• Rumah Amalia
• Togo
• Warung Bakso
• Wangi-Wangi
• Rumah Yanti
• Watu Kapala
• Teluk Kendari
• Gunung Tindoi
• Pelabuhan Lasalimu
• Pelabuhan Murhum Bau-Bau
• Kapal Lambelu
• Kendari
• UHO
• Kantin Fakultas
• Pantai Batu Gong
• Rumah Sakit Provin

3. Alur/Plot - Campuran

4. Tema - Adat Budaya

5. Sudut pandang - Orang ketiga serba tahu

6. Gaya bahasa

a. Gaya bahasa penegasan

1. Inversi (gaya bahasa berupa susunan kalimat terbalik antara subjek dan
predikat), contoh :
 Teringat ia saat ini bercerita tentang masa-masa kecilnya (hal. 39)
 Terbayang Lia pada pemandangan indah waktu itu (hal. 116)
 Azan maghrib pun menganlunlah dari masjid (hal. 155)

2. Retoris (gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan


jawaban), contoh :
 Imam, apakah kau tega melihat Ibumu dipermalukan? (hal. 19)
 Aku telah melahirkanmu dengan darah dan air mata. Apakah kau
akan menjadi Malin Kundang? (hal. 120)
 Mengapa orang-orang itu tidak pernah merdeka, apakah mereka
tidak punya akal? (hal.186)
3. Repetisi (gaya bahasa dengan mengulang-ulang kata atau kelompok kata),
contoh :
 Demikianlah kenangan, yang apabila diingat dari rantau, akan
melahirkan kerinduan. Kerinduan pada teman-teman, kerinduan
pada kampung yang mengeja kehidupan masa kecil, Kerinduan
pada kampung yang gelap, Kerinduan pada kampung yang
mengajarkan kehidupan dan persahabatan (hal. 3)
 Apakah aku harus membohongi hati nuraniku? Apakah aku harus
mengalah? Bukankah adat hanyalah buatan manusia? Bukankah itu
hanyalah ego para bangsawan? (hal. 18)

 Mereka adalah anak-anak yang hanya dapat meminta, merekalah


bangsa Buton itu. Merekalah kelam itu. Merekalah sejarah itu.
Merekalah yang lenyap dalam kegelapan karena ketakutan
berkepanjangan. Merekalah yang menjadi kelam dalam sejarahnya
sendiri. (hal.188)

4. Enomerasio (gaya bahasa yang menyebutkan beberapa Peristiwa saling


berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan), contoh :
 Ketika sore beranjak petang, matahari telah hampir menyapu pucuk
pohon kelapa di bagian barat, suara nelayan terdengar sibuk
memperbaiki sampan, bercampur dengan teriakan anak-anak yang
sedang mandi (hal. 3)

 Apalagi kini, pun masa mendatang, alam tidak bersahabat lagi.


Kelak, tembakau dan sayur-mayur tidak akan bisa menjadi sumber
penghasilan. Semmentara tanah keluarga kian hari kian berkurang,
sebab anggota keluarga terus bertambah, sedangkan tanah warisan
tidak pernah bertambah (hal. 7)

 Penjual berkeliaran menawarkan dagangannya ada yang menjual


makanan, ada yang menjual kacang-kacangan, ada yang menjual
tikar plastik dan ada juga pengantar yang bertangi-tangisan.
Suasana kapal Lambelu menjadi sempit pada tiap-tiap pelabuhan
(hal. 183)

5. Paralelisme-Anafora (gaya bahasa pengulangan kelompok kata pada


bagian awal puisi atau lagu), contoh :
 Yinda-yindamo arata somanamo karo
Yinda-yindamo karo somanamo lipo
Yinda-yindamo lipu somanamo syara
Yinda-yindamo suara somanamo agama sadaada (hal. 174)

6. Tautologi (gaya bahasa dengan pengulangan kata, kelompok kata atau


sinonimnya), contoh :
 Tidak! Tidak Bu, apapun yang terjadi ibu harus datang melamar
(hal. 18)
 Pergilah, Nak. Pergilah ke sekolah (hal. 62)
 Tidak, aku tidur di sini. Tidak dengar apa-apa (hal. 144)

7. Koreksio (gaya bahasa yang mengoreksi kata-kata yang dianggap salah


dengan kata-kata pembetulannya), contoh :
 Masih berlanjut ‘kan? Maksud Ibu, apakah betul kau mencintai
dia? (hal. 15)
8. Elipsis (gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips/kalimat tidak
lengkap), contoh :
 Ke mana? (hal. 84)
 Jangan, Pak! (hal. 148)
 Mengapa (hal. 149)

9. Interupsi (gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok kata yang
disisipkan untuk menjelaskan sesuatu)
 Kalau sudah selesai silakan duduk di meja hiasmu, matahari sudah
tinggi (hal. 162)
 Konsep individualisme Buton melebur dalam kepentingan
bersama, untuk mencapai tujuan bersama bagi kepentingan-
kepentingan individu yang ada di dalamnya (hal. 173)
 Sebenarnya tuduhan bahwa Buton basis PKI itu, bermula dari
orang-orang menafsirkan kalimat itu (hal. 178)

10. Ekslamasio (gaya bahasa yang menggunakan kata seru, yang termasuk
dalam kata seru diantaranya yaitu ah, aduh, amboi, astaga, awas, oh, wah),
contoh :
 Buton, oh, Buton (hal. 17)
 Oh, yang itukah yang selalu kau ceritakan itu (hal. 70)
 Oh, begitu. Kalau hanya itu aku coba, Kak (hal. 83)

b. Gaya bahasa perbandingan

1. Tropen (gaya bahasa yang menggunakan kata atau istilah lain dengan
makna sejajar), contoh :
 Yanti mengomel seakan menumpahkan seluruh kejengkelannya
pada adat dan budayanya yang memihak pada laki-laki (hal. 91)
 Lia pesan agar aku tak memindah tangan kan surat ini pada orang
lain (hal. 191)
 Mata gadis itu merayapi halaman kampus yang luas, dengan
pepohonan yang rindang (hal. 201)

2. Personifikasi (gaya bahasa yang menggambarkan benda mati seolah-olah


hidup atau bernyawa), contoh :
 Sementara pasir putih menunggu sangat gelombang dengan sabar,
menunggu dengan setia (hal. 1)
 Matahari telah hampir menyapu pucuk-pucuk pohon kelapa di
bagian Barat (hal. 3)
 Gumpalan awan mendekat ke arah matahari, perlahan bergerak
menyelimuti (hal. 33)

3. Simile (gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembanding), contoh :


 Semua kenangan masa lalu itu, seperti berputar-putar dalam
ingatannya (hal.39)
 Ia seperti bidadari di mata imam sore itu (hal. 69)
 Ia semakin cantik. Wajahnya seperti purnama (hal.189)

4. Hiperbola (gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan),


contoh :
 Dua bola mata Lia terbakar dengan benci (hal. 35)
 Seolah jiwanya yang hilang setahun yang lalu telah lahir kembali
dalam bayangan perempuan yang baru ditemuinya itu (hal. 68)
 Mendengar penolakan itu, ibunya terasa seperti disambar petir (hal.
43)

5. Metafora (gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok kata


dengan arti bukan sesungguhnya untuk membandingkan suatu benda
dengan benda lainnya), contoh :
 Buton tidak mengenal darah biru dan putra mahkota, Nak. (hal. 21)

6. Antonomasia (gaya bahasa yang menggunakan kata/sebutan tertentu untuk


menggantikan nama orang atau sebaliknya), contoh :
 Sementara lelaki gemuk pendek itu, mengikutinya dari belakang
(hal.38)
 Perempuan Bugis yang memberinya cinta yang tulus (hal.198)
 Termasuk mahasiswa yang berjenggot itu (hal.241)

7. Alusio (gaya bahasa yang menggunakan ungkapan, peribahasa atau


sampiran pantun secara lazim), contoh :
 Mendengar pertanyaan itu, Imam menjadi bingung, anak ingusan
mau melamar. (hal.75)
 Kembali mata-mata di kantin itu menangkap lukisan terindah yang
dikirim tuhan

c. Gaya bahasa pertentangan

1. Paradoks (gaya bahasa yang mengandung 2 pernyataan saling


bertentangan, tetapi mengandung kebenaran), contoh :
 Senyum dan tawa selalu menghiasi bibir dan wajahnya tetapi
hatinya masih dihantui oleh permintaan Amalia Ode kemarin (hal.
155)
 Hari itu begitu indah di mata keluarga dan teman-teman La Ode
Halimu dan keluarga besar Amalia Ode tetapi tidak seperti itu yang
dirasakan oleh La Ode Halimu dan Amalia Ode. (hal. 164)

2. Okupasi (gaya bahasa yang mengandung pertentangan tetapi diberi


penjelasan), contoh :
 Pernikahan bukan soal halal dan haramnya hubungan badan, tetapi
soal pengalihan tanggung jawab (hal. 13)
 Pernah Lia hampir nekat meminum obat nyamuk untuk mengakhiri
hidupnya. Tapi perempuan cantik mungil itu datang dalam
mimpinya lagi (hal. 154)
 Walaupun kita tidak bersama dalam hidup ini, tetapi jiwa kita tak
akan terpisahkan (hal. 160)

3. Anakronisme (Gaya bahasa yang pernyataannya tidak sesuai dengan


peristiwa), contoh :
 Entahlah, yang jelas sebuah bangsa dan peradabannya telah
terbunuh (hal. 171)
 Kalau selama 30 tahun lebih leluhur tidak berdaya hanya karena
trauma berkepanjangan, maka siang ini telah meretas sebuah
harapan (hal. 171)

d. Gaya bahasa sindiran

1. Sarkasme (gaya bahasa sindiran yang sangat kasar), contoh :


 Bangsatlah, kau! Adat jadi pembenaran kekolotanmu ya? (hal.37)
 Dasar, Laki-laki playboy kelas kecoak (hal. 205)
 Laki-laki yang tidak tahu diuntung! Sudah miskin mau mata
keranjang lagi (hal. 206)

2. Sinisme (gaya bahasa sindiran yang agak kasar), contoh :


 Sejak kapan kami menerima orang kecil seperti kalian? (hal.18)
 Bercermin dulu baru datang ke sini (hal.19)
 Kau sama sekali buta tentang cinta, sama dengan ibuku, keluargaku
dan keluarga kita (hal. 36)

3. Ironi (gaya bahasan sindiran yang halus), contoh :


 Atau kau tidak bisa bersaing di kampusmu, Mam? (hal.29)
 Jangan pula menawar barang yang sudah dipunyai orang lain
(hal.30)
 Cepat! Jangan lagi kau mengintip begitu, seperti kucing saja
(hal.42)
7. Amanat
Pesan atau amanat yang dapat di ambil dari Novel Di bawah Bayang-Bayang Ode
antara lain sebagai berikut :

 Sesuatu yang diawali dengan paksaan tidak akan pernah berakhir dengan baik
 Sejatinya, gelar adalah sesuatu yang didapat melalui prestasi dan bukan warisan
 Sebagai orang tua, tidak seharusnya kita memaksakan ego kita pada anak, apalagi jika
itu menyangkut masa depan anak
 Cinta dan kebahagiaan bukanlah hal yang bisa dibeli dengan uang
 Ibu yang baik adalah ibu yang memiliki sifat keibuan, memahami tentang dirinya
sendiri dan kewanitaannya. Ibu yang baik bukan ibu yang menyiksa anaknya apalagi
sampai memaksakan kehendaknya
 Cinta yang sesungguhnya akan melahirkan pengorbanan yang besar
 Pendidikan sangat penting untuk setiap orang baik itu laki-laki ataupun perempuan
sekalipun
 Seharusnya anak-anak di Buton tidak hanya diajarkan tentang pengetahuan umum
tetapi juga ditanamkan dan dibekali dengan falsafah Buton sejak dini

Anda mungkin juga menyukai