Oleh :
FAKULTAS HUKUM
KUPANG
2022
i
DAFTAR ISI
ii
A. Latar belakang
Anak-anak cenderung memiliki emosi yang tidak stabil yang muncul dalam
berbagai bentuk. Pada fase ini perilaku anak menjadi sulit diduga dan menjadi lebih
tidak terkontrol. Bentuk-bentuk emosi yang nampak dalam masa anak-anak sampai
dengan remaja antara lain marah, malu, takut cemas, cemburu, iri hati, gembira, sedih
dan rasa ingin tahu. Anak yang mampu mengendalikan emosinya dapat mendatangkan
kebahagian, namun anak yang belum mampu mengeontrol emosinya dapat berakibat
kurangnya pengendalian diri yang baik. Hal ini dapat mengakibatkan seorang anak
dalam menghadapi masalahnya merasa tidak aman, tidak senang, khawatir, dan
kesepian.
Anak-anak memiliki emosi yang cenderung labil, hal ini dikarenakan perubahan
emosi selama masa awal kanak-kanak sampai dengan remaja biasanya terjadi lebih
cepat. Anak yang mampu menguasai emosi dapat membuatnya sanggup menggontrol
emosi dalam banyak situasi. Penguasaan emosi yang baik dapat mendatangkan
kebahagian yang biasa disebut kematangan emosi. Kematangan emosi dapat diartikan
suatu kesiapan dalam bertindak. Kematangan emosi anak yang baik dapat terbentuk
karena beberapa faktor, salah satunya faktor yang mempengaruhi yaitu dalam
pertama dan utama bagi anak, karena keluarga merupakan tempat anak untuk
1
menimbulkan harapan-harapan yang tidak realistik baik di pihak suami ataupun istri.
Hal ini tidak menutup kemungkinan perkawinan tersebut dapat mengalami kehancuran
atau perceraian.
Perceraian dapat diartikan sebagai berakhirnya hubungan suami istri karena ketidak
cocokan antara keduanya dan diputuskan oleh hukum. Perceraian merupakan peralihan
besar dalam penyesuaian dengan keadaan, anak akan mengalami reaksi emosi dan
perilaku karena kehilangan salah satu orangtuanya. Kata cerai bukan berarti hanya
menyangkut kedua belah pihak pasangan saja, yaitu ayah dan ibu.
mencakup; hak untuk kelangsungan hidup, hak untuk dilindungi, hak untuk diawasi
dan dibimbing tumbuh kembang optimalnya, dan hak partisipasi. 1 Sayangnya, tidak
banyak dari pasangan yang memperhatikan bagaimana dan apa yang sedang terjadi
pada anak ketika proses perceraian akan dan sedang berlangsung. Perceraian dijadikan
suatu alasan bagi orang tua untuk terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka
inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada
anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik
dari pada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan perkawinan yang
buruk. Pada saat inilah anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang
yang lebih besar untuk membantu mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa
sulit ini. Hubungan yang tidak rukun dengan orangtua akan lebih banyak menimbulkan
kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini akan cenderung menguasai kehidupan
anak.
1
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-Hak
Anak.
2
Berbagai macam kepedihan dirasakan anak korban perceraian seperti terluka,
bingung, marah, dan tidak aman. Sering pula mereka berkhayal akan rujuknya kedua
orangtua mereka. Realitanya diduga banyak anak dari keluarga yang bercerai memiliki
sikap bandel, nakal, pesimis, penakut, dan tidak konsentrasi dalam menerima pelajaran
di sekolah serta tidak percaya diri sehingga dalam bersosialisasi tidak dapat berjalan
dengan baik. Oleh karena itu keluarga merupakan bagian terpenting dalam
pembentukan kematangan emosi anak. hubungan yang baik dalam keluarga dapat
memberikan rasa aman dan percaya diri pada anak sehingga anak dapat menjalankan
tugas perkembangan masa remajanya dengan baik. Hubungan keluarga yang utuh di
asumsikan memberikan pengaruh yang besar terhadap kematangan emosi anak dalam
menghadapi berbagai macam kesulitan dalam bergaul dengan orang lain di luar rumah.
Sebagian besar anak-anak korban perceraian cenderung tidak dapat mengontrol emosi
dari orang tua mereka yang sudah bercerai, mengakibatkan keinginan untuk
melampiaskan rasa frustasi mereka dengan melakukan hal-hal yang berlawanan dengan
peraturan misalnya saja memberontak dan sebagainya. Anak menjadi merasa kurang
jarang pulang ke rumah, mabuk-mabukan, geng motor, judi, perusakan fasilitas umum,
sekolah.2
yang menjadi korban perceraian. Menurut Data Badan Peradilan Agama selama
periode 2020 hingga 2022 terus mengalami peningkatan hingga 54% yaitu sebanyak
447. 743 kasus dan berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan oleh calon peneliti
2
Haris Yuliaji, 2018, Dampak Perceraian Orang tua terhadap Kondisi Emosi Anak. hlm 5-6.
3
di Kelurahan Nun Baun Delha, Kota Kupang Provinsi NTT bahwa jumlah kasus anak
nakal dengan rentang usia 17-21 tahun dari tahun 2020 sampai 2022 adalah sebesar
185 kasus. Tingginya angka perceraian ini, secara tidak langsung menunjukan
Berdasarkan peningkatan kasus serta fakta yang telah dijelaskan diatas, maka calon
Terhadap Anak Yang Nakal di Kelurahan Nun Baun Delha Kota Kupang”.
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimanakah upaya orang tua dan pemerintah dalam mengatasi anak yang
menjadi nakal?
C. Keaslian Penulisan
Perceraian dan Pengaruhnya Terhadap Anak yang Nakal, calon peneliti menemukan
1. Mahyuni (2005), Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarabiyah dan Keguruan UIN Syarif
tuanya bercerai?
4
2. Taufikurahman, Hery Cahyono dan Maulana Akbar, (2015) Mahasiswa Prodi
a. Apa bentuk kenakalan anak (remaja) yang orang tuanya bercerai di Kota
Banjarmasin?
Kota Banjarmasin?
(2022)
Anak yang Nakal di Kelurahan Nun Baun Delha Kota Kupang, dengan rumusan
masalah:
a. Apakah pengaruh perceraian orang tua terhadap anak yang menjadi nakal?
Beberapa penelitian yang dijabarkan calon peneliti merupakan dua dari sekian
banyak tidak ditemukan kesamaan baik dalam judul maupun rumusan masalahnya. Dan
yang menjadi persamaan hanya pada objek penelitian yaitu Kenakalan Remaja.
5
remaja dan peran orang tua dalam mengatasi kenakalan remaja. Peneliti kedua mengkaji
mengenai bentuk kenakalan remaja, pengaruhnya terhadap perilaku remaja dan sikap
orang tua terhadap anak sebagai korban perceraian. Serta calon peneliti mengkaji
1. Tujuan
nakal.
2. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
bercerai.
6
2. Bagi masyarakat luas semoga dengan adanya penelitian ini dapat
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum
empiris. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada
2. Lokasi Penelitian
a. Data Primer
Jenis data ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari narasumber
b. Data Sekunder
Jenis data ini adalah data yang dijadikan penulis sebagai landasan teori dalam
memecahkan dan menjawab. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka berupa
yang berhubungan dengan objek penelitian yang akan dikaji oleh penulis.
c. Data Tersier
Jenis data ini adalah data yang diperoleh dari kamus, ensiklopedia dan undang-
undang.
7
4. Aspek yang diteliti
a. Perceraian dan pengaruhnya terhadap anak yang nakal.
b. Upaya orang tua dan pemerintah dalam mengatasi anak yang menjadi nakal
a. Populasi
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pihak yang berhubungan
dan dapat dimintai keterangan tentang masalah yang diteliti pada Kelurahan
b. Sampel
Pada penelitian ini besarnya populasi tidak dapat diketahui secara pasti,
yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sebagai sempel.
c. Responden
8
Total : 17 Orang
Tekni pengumpulan data yang digunakan dalam penelitinan ini terdiri dari 2 (dua)
cara yaitu :
a. Teknik Wawancara, yaitu untuk mendapatkan data yang lebih konkret, calon
kepada narasumber terkait dengan masalah yang diangkat oleh calon peneliti.
a. Pengolahan Data
sebagai berikut:
dan analisis.
b. Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer atau data sekunder akan dioleh dan
9
diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang simpulan atau hasil
penelitian penelitian yang dicapai. Data yang diolah kemudian disajikan secara
pemahaman jelas dan terarah yang diperoleh dari hasil penelitian nantinya.
10
F. Kerangka Berpikir
Solusi
11
a. Penjelasan Kerangka Berpikir :
Perceraian diartikan sebagai berakhirnya hubungan suami istri karena ketidakcocokan
antara keduanya dan diputuskan oleh hukum. Perceraian sendiri merupakan peralihan besar
dalam penyesuaian dengan keadaan, anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena
kehilangan salah satu orangtuanya. Perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak,
meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik dari pada
membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan perkawinan yang buruk. Pada
saat inilah anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang lebih besar
untuk membantu mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit ini. Hubungan
yang tidak rukun dengan orangtua akan lebih banyak menimbulkan kemarahan dan
Sebagian besar anak-anak korban perceraian cenderung tidak dapat mengontrol emosi dari
orangtua mereka yang sudah bercerai, mengakibatkan keinginan untuk melampiaskan rasa
frustasi mereka dengan melakukan hal-hal yang berlawanan dengan peraturan misalnya saja
memberontak dan sebagainya. Anak menjadi merasa kurang diperhatikan, misalnya jarang
pulang ke rumah, mabuk-mabukan, geng motor, judi, perusakan fasilitas umum, dsb.
Dalam penelitian ini calon peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai perceraian dan
pengaruhnya terhadap anak yang nakal serta upaya yang dilakukan orangtua dan pemerintah
dalam mengatasi kasus anak yang nakal di Kelurahan Nun Baun Delha. Calon peneliti
berharap dengan diadakan penelitian ini pada akhirnya akan membuahkan solusi yang baik
12
G. Tinjauan Pustaka
Perceraian berasal dari kata cerai, yang berarti pisah dan talak, kata cerai
berarti berpisah, sedang kata talak artinya sama dengan cerai. Kata mentalak
berarti menceraikan.
sebagai suami istri, dengan penjelasan perpisahan antara suami istri selagi kedua-
perceraian adalah salah satu sebab putusnya ikatan perkawinan dan perceraian itu
perceraian secara umum namun hanya pengertian perceraian dapat terjadi karena
talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Berdasarkan Pasal 117 KHI mengatur
pengertian talak bahwa talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan
agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara
putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan. Kemudian Ali
Afandi dalam Subekti mengatakan bahwa perceraian adalah salah satu sebab
3
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 38.
4
Kompilasi Hukum Islam. Pasal 117, Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131.
13
sama halnya dengan meninggalkan pihak lain tanpa izin dan alasan yang sah atau
adalah keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan.6
adalah sebagai masa transisi yang penuh kesulitan terutama jika dikaitkan dengan
perceraian sebagai suatu yang tidak patut, maka dalam proses penyesuaian
Perceraian dapat terjadi apabila pasangan suami isteri sudah tidak mampu
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa perceraian tidak selamanya menjadi hal buruk,
kadang perceraian memang jalan terbaik bila melihat dampak yang akan terjadi
pada anak maupun anggota keluarga lain apabila pernikahan tetap dilanjutkan.
5
Subekti, 1985, Pokok-pokok hukum perdata, Jakarta: Intermasa, hlm 42.
6
Dariyo, A. 2003. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia. hlm 160.
7
Badrus, 2003. Memahami Pola Pengasuhan Orangtua pada remaja. Jurnal Intelektual. I (II). hlm 45.
14
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa perceraian adalah
titik akhir dari berbagai konflik dalam perkawinan yang tidak dapat diselesaikan,
pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita ini jika terikat dalam suatu
Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum positif
di Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjaring atau
person under age), orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur
(minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga disebut sebagai anak yang
pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum
berumur 21 (dua puluh satu) tahun, seperti yang dinyatakan dalam pasal 330 yang
berbunyi belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.9
1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak, anak adalah setiap manusia yang
8
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 330.
9
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979. Pasal 1 angka 2.
15
berusia dibawah delapan belas tahun kecuali berdasarkan undang-undang lain
yang berlaku bagi anak-anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Pengadilan Anak dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan anak adalah orang yang
dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak adalah setiap manusia yang berusia
dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.12
seorang yang masih di bawah umur tertentu, yang belum dewasa dan belum
pernah kawin.
anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam Pasal 489 KUHP. Dalam Kamus
menyalahi secara ringan meliputi norma dan hukum yang berlaku dalam
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Pasal 1 angka 1
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 1 angka 5
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal angka 1.
16
masyarakat.
Kenakalan anak menunjuk pada suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan
norma-norma yang hidup di dalam masyarakat. Anak yang nakal itu disebut pula sebagai
anak cacat sosial. Para anak menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang
ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku anak dinilai oleh masyarakat sebagai suatu
Dalam segi hukum kenakalan anak digolongkan dalam dua kelompok yang
(1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-
undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum;
(2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
yang dilakukan oleh seorang anak dibawah umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin yang dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum yang
berlaku di suatu negara dan oleh masyarakat dirasakan serta ditafsirkan sebagai
dursila, kejahatan atau kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit
(patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu
13
Gunarsa, Psikologi Remaja. Gunung Mulya, Jakarta, 1988. Hal. 19.
14
Gultom, Maidin, 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung: Refika Aditama, hlm 67
17
bahwa deliquency selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan
ditinjau dari:
a. Menurut segi yuridis, yaitu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
Peradilan Pidana Anak istilah anak nakal tidak dikenal lagi tetapi digunakan istilah
dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
15
Kartini Kartono 2010, Psikologi Sosial, Penerbit Rajawali Jakarta. hlm 6.
16
Soedjono Dirdjosisworo, 1977, Ilmu Jiwa Kesehatan, Bandung: Karya Nusantara. hlm 20.
18
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Anonymous, 2015, Paduan Penulisan Skripsi Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana,
Kupang.
Badrus, 2003. Memahami Pola Pengasuhan Orangtua pada remaja. Jurnal Intelektual. I (II). hlm
45.
Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Kartini Kartono, 2010, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: Rajawali Pers.
Liza Agnesta Krisna, 2018, Hukum Perlindungan Anak: Panduan Memahami Anak Yang
Maidin Gulton, 2014, Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di
Djambatan.
Soekanto, Soerjono, 2012 Pengantar Penelitian Hukum . Jakarta : Universitas Indonesia : Press.
Willis, Sofyan S. 2008, Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja
Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Cetakan. 7. Jakarta :
19
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention
JURNAL
Dyah Ayu Retnowulan dan Hadi Warsito, 2013 “Penerapan strategi pengelolaan diri (self
Paramitha Dhutu Anindyajati, 2013, “Status Identitas Remaja Akhir: Hubungannya dengan Gaya
Pengasuhan Orang Tua dan Tingkat Kenakalan Remaja” Character, Vol. 01, No. 02.
20