(EKI 211/A3)
ANALISIS KESENJANGAN
ANTARA PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN
Dosen Pengampu : Dr. Ni Nyoman Reni Suasih, S.IP., M.Si.
Oleh:
Kelompok 4
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunia-Nya yang telah diberikan hingga saat ini sehingga paper yang berjudul : “Analisis
Kesenjangan antara Pendidikan dan Pembangunan” dapat diselesaikan dengan tepat pada
waktunya.
Paper Ekonomi Pembangunan ini menjadi salah satu tugas dari mata kuliah Pembangunan
Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Paper ini dibuat dengan tujuan
mengulas dan mengkaji lebih lanjut mengenai Analisis Kesenjangan antara Pendidikan dan
Pembangunan
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Ibu Dr. Ni Nyoman Reni Suasih, S.IP., M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah
Ekonomi Pembangunan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang terlibat dalam penyusunan paper ini. Besar
harapan kami semoga dengan disusunnya paper Ekonomi Pembangunan ini dapat menambah
wawasan serta pengetahuan mengenai Analisis Kesenjangan antara Pendidikan dan
Pengangguran bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami selaku penyusun paper ini menerima kritik dan saran agar
paper ini dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian paper ini kami buat, akhir kata kami ucapkan
terima kasih.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Pendidikan dan Sumber Daya Manusia (SDM) ............................................................... 2
2.1.1 Konsep Sumber Daya Manusia ................................................................................. 2
2.1.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ......................................................... 2
2.1.3 Konsep Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................ 4
2.1.4 Pendidikan dan Pelatihan........................................................................................... 5
2.2 Pendidikan di Negara Berkembang .................................................................................. 6
2.2.1 Faktor-faktor Penyebab Permasalahan Pendidikan di Negara Berkembang ............. 6
2.2.2 Kebijakan Pendidikan di Negara Berkembang .......................................................... 8
2.3 Kesenjangan Pendidikan Gender dalam Pembangunan ................................................... 9
2.3.1 Konsep dan Kesenjangan Pendidikan Gender ........................................................... 9
2.3.2 Faktor Penyebab Kesenjangan Pendidikan Gender ................................................. 10
2.3.3 Kebijakan dan Strategi dalam Mengatasi Kesenjangan Pendidikan Gender ........... 11
BAB III STUDI KASUS ........................................................................................................ 12
3.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 12
3.2 Pembahasan .................................................................................................................... 13
3.3 Kesimpulan dan Saran .................................................................................................... 17
3.3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 17
3.3.2 Saran ........................................................................................................................ 18
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 19
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 19
4.2 Saran ............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu bagian penting bagi pembangunan suatu negara.
Pendidikan dianggap sangat penting terutama dalam pembentukan karakter serta penentu
kualitas sumber daya manusia (SDM). Saat ini tingkat pendidikan merupakan salah satu
indikator dalam menentukan serta menunjukkan kualitas penduduk di suatu negara.
Dalam pembangunan negara ini, pendidikan berhubungan langsung dengan
pembangunan politik serta pembangunan ekonomi. Seperti halnya di negara-negara maju,
pendidikan dianggap penting dalam usaha membangun negara. Dapat dilihat bahwa setiap
negara-negara yang saat ini telah menjadi negara maju, mengutamakan pendidikan dalam
usaha membangun negaranya. Maka tidak heran jika saat ini di negara-negara maju memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini karena ditunjang oleh kesadaran diri yang tinggi
dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan yang ditunjukkan dengan tingginya
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, pengembangan sistem pendidikan yang baik serta
anggaran pendidikan yang tinggi dari pemerintah, serta tersedianya sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai.
Lalu bagaimana dengan negara berkembang? Hampir semua negara berkembang
mengalami permasalahan di bidang pendidikan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.
Tidak terkonsep dengan baiknya visi dan misi serta sistem pembangunan di negara-negara
berkembang sering mengakibatkan pendidikan justru tertinggal. Tulisan ini bertujuan untuk
menganalisis bagaimana pendidikan yang merupakan pendukung pembangunan menjadi suatu
masalah yang menghambat pembangunan negara-negara berkembang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
4
perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan
pada masa yang akan datang.
2.1.4 Pendidikan dan Pelatihan
Menurut (Mangkuprawira, 2011:43) dalam (Awaluddin, 2021) hakikatnya
pendidikan merupakan salah satu kewajiban yang harus dilewati setiap orang dalam
kehidupannya. Keberhasilan pendidikan bukan saja dapat diketahui dari mutu individu
suatu negara, melainkan juga sangat terkait erat dengan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Tujuan pendidikan pada hakikatnya menyangkut hal-hal seperti :
1. Produktivitas kerja
Dengan pendidikan produktivitas kerja seseorang akan meningkat,
kualitas dan kuantitas akan semakin baik karena memperoleh technical
skill, dan managerial skill.
2. Mengurangi kerusakan barang, produksi, dan mesin-mesin. Mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan karier bagi setiap orang
3. Meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku.
4. Konseptual.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen- komponen
yang saling terkait secara fungsional bagi tercapainya pendidikan yang berkualitas.
Setidaknya terdapat empat komponen utama dalam pendidikan, yaitu: SDM, dana,
sarana, prasarana, dan kebijakan. Komponen SDM dapat dikatakan menjadi komponen
strategis, karena dengan SDM yang berkualitas dapat mendayagunakan komponen
lainnya, sehingga tercapai efektivitas dan efisiensi pendidikan. Di mana SDM yang
berkualitas dapat dicapai dengan pengembangan SDM.
Menurut (Hardjanto, 2000:70) dalam (Awaluddin, 2021), pelatihan adalah
bagian dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti
pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Sementara untuk
praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Pelatihan juga
merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang pegawai untuk
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, rinci dan
rutin. Pada setiap aktivitas pasti memiliki arah yang dituju, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Arah yang dituju merupakan rencana yang dinyatakan sebagai hasil
yang dicapai. Manfaat dan dampak yang diharapkan dari pelatihan harus dirumuskan
5
dengan jelas, tidak mengabaikan kesanggupan dan kemampuan instansi. Menurut
(Simamora, 2004:350) dalam (Awaluddin, 2021), manfaat pelatihan antara lain:
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas
2. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan
3. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan agar mencapai standar-
standar kinerja yang dapat diterima
4. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia
5. Mengurangi jumlah biaya dan kecelakaan
6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
6
1. Standardisasi Pendidikan
Standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal
terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas
pendidikan diukur oleh standar dan kompetensi di dalam berbagai versi,
demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan
standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional
Pendidikan (BSNP).
2. Efisiensi Pengajaran Di Negara Berkembang
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektivitas dari suatu tujuan
dengan proses yang lebih “murah”. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih
baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa
melupakan proses yang baik pula. Beberapa masalah efisiensi pengajaran adalah
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan,
mutu pengajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses
pendidikan. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia
yang lebih baik.
3. Efektifitas Pendidikan
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan
peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat
tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik
(dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
4. Rendahnya Kualitas
Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk
menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian
guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan
pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi,
pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin
kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
7
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang
rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan
Pendidikan Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat
terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat
untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Mahalnya Biaya Pendidikan
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah.
2.2.2 Kebijakan Pendidikan di Negara Berkembang
Kebijakan pendidikan di negara berkembang beragam tergantung pada keadaan
dan kondisi setiap negara tersebut. Berikut ini adalah beberapa contoh kebijakan
pendidikan di negara berkembang :
a) Program Wajib Belajar
Program Wajib Belajar adalah kebijakan yang mengharuskan anak-anak untuk
mengikuti pendidikan formal minimal selama beberapa tahun. Kebijakan ini bertujuan
untuk meningkatkan aksesibilitas dan partisipasi dalam pendidikan. Negara
berkembang sering kali menerapkan program ini untuk memastikan bahwa anak-anak
mendapatkan hak pendidikan mereka dan untuk mengurangi angka anak-anak yang
tidak sekolah. Dalam beberapa negara, Program Wajib Belajar mencakup periode
sekolah dasar atau dasar dan menengah.
b) Pendidikan Inklusif
Kebijakan Pendidikan Inklusif menekankan pada pendidikan yang inklusif bagi
semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau cacat. Kebijakan
ini bertujuan untuk menghilangkan segregasi dan diskriminasi dalam pendidikan, serta
memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan
berkembang. Dalam konteks negara berkembang, pendekatan inklusif mungkin
melibatkan penyediaan sumber daya dan dukungan tambahan bagi siswa dengan
kebutuhan khusus, pelatihan bagi guru, dan penyesuaian kurikulum agar dapat
memenuhi kebutuhan beragam siswa.
8
c) Pendidikan Teknologi dan Kewirausahaan
Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Kewirausahaan bertujuan untuk
mempersiapkan siswa dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan untuk
menghadapi tuntutan masyarakat yang semakin maju secara teknologi dan ekonomi.
Melalui kebijakan ini, negara berkembang berusaha untuk memperkenalkan atau
meningkatkan pembelajaran tentang teknologi, komputer, kewirausahaan, dan
keterampilan terkait lainnya di dalam kurikulum pendidikan mereka. Hal ini
dimaksudkan untuk membekali siswa dengan keterampilan digital, pemikiran kreatif,
kewirausahaan, dan kemampuan adaptasi yang diperlukan untuk sukses dalam dunia
kerja yang terus berkembang.
10
2. Faktor Ekonomi
Kesenjangan ekonomi dapat mempengaruhi akses pendidikan.
Keluarga miskin mungkin tidak mampu membayar biaya sekolah atau memilih
untuk memprioritaskan pendidikan anak laki-laki karena dianggap lebih
produktif dan dapat membantu menghasilkan pendapatan keluarga.
3. Faktor Politik
Di beberapa negara, konflik dan ketidakstabilan politik dapat
mempengaruhi pendidikan. Konflik dapat memaksa anak-anak terpaksa
berhenti sekolah atau melarikan diri dari daerah konflik.
2.3.3 Kebijakan dan Strategi dalam Mengatasi Kesenjangan Pendidikan Gender
Terdapat kebijakan dan program untuk meningkatkan kesetaraan gender di
negara berkembang, khususnya di Indonesia:
1. Adanya kebijakan untuk mewujudkan persamaan akses pendidikan yang
bermutu dan berwawasan gender bagi semua anak laki-laki dan perempuan.
2. Menurunkan tingkat buta huruf penduduk dewasa terutama penduduk
perempuan melalui peningkatan kinerja pendidikan pada setiap tingkat
pendidikan, melalui sekolah maupun luar sekolah.
3. Pendidikan kesetaraan dan pendidikan baca tulis fungsional bagi penduduk
dewasa.
4. Meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam mengelola dan
mempromosikan pendidikan yang berwawasan gender.
Adapun strategi dalam menjalankan kebijakan di atas, antara lain:
1. Penyediaan akses pendidikan yang bermutu secara merata bagi anak perempuan
dan laki-laki.
2. Penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa yang tidak
dapat mengikuti pendidikan sekolah.
3. Peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan untuk meningkatkan derajat
melek huruf, terutama penduduk perempuan.
4. Peningkatan koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka
mengarusutamakan pendidikan berwawasan gender.
5. Pengembangan kelembagaan institusi pendidikan baik ditingkat pusat maupun
daerah mengenai pendidikan berwawasan gender.
11
BAB III
STUDI KASUS
KONTRIBUSI PENDIDIKAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI : KASUS
PROVINSI ACEH
12
Pendidikan sebagai salah satu bagian penting dari pembentukan modal manusia
semakin mendapat perhatian dari peneliti dengan kajian empiris berbagai berbagai negara dan
antarnegara. Tapi penelitian untuk wilayah regional dalam suatu negara masih relatif lebih
sedikit. Penelitian ini menganalisis hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi
untuk kasus di Provinsi Aceh.
3.2 Pembahasan
Sumber Dana Pendidikan Aceh dan Alokasinya
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh (UUPA), yang kemudian dipertegas dalam Qanun Aceh Nomor 2/2008
dan Qanun Aceh Nomor 5/2008, dana pendidikan Aceh berasal dari dana otonomi khusus
sebesar 20% dan tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi sebesar 30%. Gambar 1
memperlihatkan sumber dana tersebut dan bagaimana dialokasikan antar penggunaan untuk
pendidikan dan sektor-sektor lain dan pembagian menurut jenjang pemerintahan di Aceh.
Selain itu juga terdapat ketentuan bahwa sebesar 20% dari total belanja dalam anggaran, baik
di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dialokasikan untuk pendidikan.
Sebagai konsekuensi, Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mempunyai
kapasitas fiskal yang besar untuk membangun pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan
kecenderungan ketersediaan dana pendidikan di tingkat provinsi. Tabel 1 menunjukkan bahwa,
kendati belum memenuhi ketentuan alokasi 20% dari anggaran, dana pendidikan yang tersedia
setiap tahun mencapai sekitar 1 triliun rupiah. Peningkatan signifikan dalam dana pendidikan
Aceh terjadi pada tahun 2002 ketika diberlakukannya Undang Undang 18 Tahun 2001, tentang
Otonomi Khusus Aceh di mana 30% TDBH Migas dialokasikan untuk pembangunan
pendidikan. Kemudian sejak 2008 yang merupakan tahun pertama diberlakukannya UUPA,
dana Otonomi Khusus mulai mengalir, di mana pendidikan merupakan satu di antara 6 sektor
yang menjadi target pendanaan. Karena produksi minyak dan gas bumi cenderung menurun,
maka bagian dari TDBH Migas diperkirakan akan menurun terus. Namun bagian dana otsus
cenderung meningkat karena penerimaan dalam negeri pemerintah Indonesia diperkirakan
meningkat, dengan demikian DAU juga diperkirakan terus meningkat.
13
Capaian Pendidikan Aceh
Angka Melek Huruf (AMH) di Aceh pada tahun 2012 mencapai 96,06 persen, di atas
rata-rata nasional 93,1 persen dan bahkan berada di atas target nasional yang ingin dicapai
setinggi 95,8 persen pada 2014.iv Akses (kesempatan belajar) di Aceh pada berbagai kelompok
usia sekolah secara umum sudah mencapai tingkat yang tinggi. Pada kelompok usia 7-12
Angka Partisipasi Sekolah (APS)v mencapai di atas 99 %, pada tahun 2011 pada kelompok
usia 13-15 di atas 94%, dan pada kelompok usia 16-18 mencapai di atas 72%. Pada kelompok
usia pendidikan tinggi partisipasi mencapai diatas 24% (tahun 2010). Dari sudut Angka
Partisipasi Kasar (APK), kecuali untuk jenjang pendidikan SMP dan sederajat, APK SD dan
sederajat masih berada di atas 100%. Ini menandakan masih adanya anak-anak usia di bawah
7 tahun yang sudah berada pada jenjang pendidikan dasar atau anak-anak di atas usia 12 yang
masih berada di bangku SD dan sederajat. Yang pertama dapat terjadi karena masih rendahnya
partisipasi pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Angka Partisipasi Kasar (APK)
penduduk usia 4-6 tahun di TK/RA di Aceh hanya 30% pada 2012.vi Angka Partisipasi Murni
(APM) untuk jenjang SD dan sederajat sudah mencapai di atas 92% pada 2011, yang hampir
setingkat dengan angka nasional 93% pada 2012. APM SMP dan sederajat bahkan mencapai
hampir 75%, lebih tinggi daripada angka nasional 60%. APM pendidikan tinggi yang mencapai
24% (2011)vii bahkan lebih tinggi dari angka nasional 15% (2012).
14
Masalah pendidikan di Aceh pada dasarnya terletak pada mutu. Hal ini tercermin
setidaknya pada dua aspek: mutu guru dan manajemen sekolah. Dua aspek ini adalah
determinan penting dalam proses belajar mengajar di tingkat sekolah. Mutu guru dapat
tercermin pada dua hal: kualifikasi dan kompetensi. Yang pertama dapat diindikasikan dari
persentase guru yang berkualifikasi minimal S1/D4. Persentase guru TK/RA berkualifikasi
minimal S1/D4 hanya berada pada angka 17,2% pada 2012.viii Persentase guru berkualifikasi
minimal S1/D4 pada SMD dan sederajat sudah mencapai di atas 80% dan pada SMA dan MA
di atas 90% pada 2012.ix Secara umum sebenarnya persentase guru berkualifikasi S1/D4
meningkat jauh dibandingkan pada tahun 2009.
Namun isu penting tentang guru adalah kompetensi mereka. Dari 8.846 orang guru dari
semua jenjang pendidikan (termasuk kepala sekolah) dan pengawas sekolah yang mengikuti
UKA pada 2012, sebanyak 76,49% diantaranya dinyatakan lulus dengan nilai kelulusan
(passing grade) 30,00 dan diwajibkan mengikuti PLPG. Peserta UKA yang tidak lulus
diwajibkan mengikuti Diklat Pasca UKA yang dilaksanakan oleh LPMP Provinsi Aceh. Peserta
yang lulus dalam Diklat Pasca UKA dapat mengikuti PLPG. x Dari sejumlah 17.701 orang
guru yang mengikuti UKG, untuk satuan pendidikan TK, nilai rerata tertinggi diperoleh
Kabupaten Simeulue sebesar 40,67 dan terendah diperoleh Kabupaten Pidie Jaya sebesar
30,44. Untuk satuan pendidikan SD, nilai rerata tertinggi diperoleh Kabupaten Simeulue
sebesar 44,42 dan terendah diperoleh Kabupaten Aceh Tenggara sebesar 33,63. Nilai rerata
tersebut masih dapat digolongkan sebagai angka yang relatif rendah.
Dari sudut manajemen sekolah di mana pencapaian 8 standar pendidikan nasional
diukur, hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang dilakukan oleh LPMP pada 2012 menunjukkan
bahwa dari 1.101 sekolah (yakni 30% dari total sekolah) yang dijadikan sampel dan belum
termasuk madrasah di bawah Kemenag, di tingkat SD nilai rata-rata tertinggi untuk standar isi
sebesar 1,46 dan terendah untuk standar pendidik dan tenaga kependidikan sebesar 0,89. Di
tingkat SMP, nilai rata-rata tertinggi untuk standar pembiayaan sebesar 1,53 dan terendah
15
untuk standar proses sebesar 1,29. Sementara di tingkat SMA, nilai rata-rata tertinggi untuk
standar isi dan standar pendidik dan tenaga kependidikan masing-masing sebesar 1,49 dan
terendah untuk standar proses sebesar 1,18 (lihat Tabel 3).
16
3.3 Kesimpulan dan Saran
3.3.1 Kesimpulan
Pendidikan Aceh mempunyai kecenderungan semakin tumbuh, baik dari dari
sudut kuantitas maupun kualitas. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka melek
huruf, angka partisipasi, dan rata-rata lama sekolah. Di samping itu, terdapat hubungan
positif antara kinerja pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana
diindikasikan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, dan
penurunan angka pengangguran.Walaupun akses pendidikan di Aceh secara relatif
sudah baik, tapi terdapat masalah dalam hal mutu pendidikan, terutama dalam aspek
mutu guru dan manajemen pengelolaan satuan pendidikan. Belanja pendidikan tidak
berhubungan langsung dengan kinerja pendidikan, tapi bagaimana pendidikan dikelola
mulai dari jenjang pengelolaan di tingkat provinsi dan kabupaten hingga tingkat sekolah
menentukan kualitas output pendidikan.
17
3.3.2 Saran
1. Fokus pada peningkatan mutu pendidikan: Meskipun angka melek huruf, angka
partisipasi, dan rata-rata lama sekolah sudah meningkat, tetap ada kebutuhan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini terutama berlaku untuk aspek mutu guru dan
manajemen pengelolaan satuan pendidikan. Pemerintah daerah dan lembaga
pendidikan harus memberikan perhatian khusus pada pelatihan dan pengembangan
profesionalisme guru serta perbaikan manajemen pendidikan.
2. Perbaiki sistem pengelolaan pendidikan: Penting untuk meningkatkan sistem
pengelolaan pendidikan di tingkat provinsi, kabupaten, dan sekolah. Pengawasan dan
pemantauan yang efektif harus dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan dan
program pendidikan diimplementasikan dengan baik dan tujuan pendidikan tercapai.
Transparansi dan akuntabilitas juga harus menjadi fokus dalam pengelolaan
pendidikan.
3. Dorong kolaborasi antara sektor pendidikan dan sektor ekonomi: Adanya
hubungan positif antara kinerja pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan
pentingnya kolaborasi antara sektor pendidikan dan sektor ekonomi. Pemerintah,
lembaga pendidikan, dan perusahaan harus bekerja sama untuk mengembangkan
program-program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja dan
menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan ekonomi.
4. Tingkatkan investasi dalam pendidikan: Meskipun belanja pendidikan tidak
berhubungan langsung dengan kinerja pendidikan, tetapi investasi yang cukup dalam
pendidikan tetap penting. Pemerintah harus mengalokasikan dana yang memadai untuk
infrastruktur pendidikan, pengembangan kurikulum, pelatihan guru, dan peningkatan
fasilitas pendidikan. Juga penting untuk memastikan penggunaan dana tersebut secara
efisien dan efektif.
5. Libatkan masyarakat dalam pendidikan: Melibatkan masyarakat secara aktif
dalam pendidikan dapat memberikan dukungan yang lebih luas dan memperkuat upaya
peningkatan pendidikan. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan
lembaga pendidikan, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat. Kolaborasi antara
sekolah, keluarga, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya dapat menciptakan
lingkungan yang mendukung pembelajaran yang baik.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. SDM merupakan investasi yang sangat berharga bagi sebuah organisasi yang perlu
dijaga. Untuk mencapai produktivitas yang maksimum, organisasi harus menjamin
dipilihnya tenaga kerja yang tepat dengan pekerjaan serta kondisi yang memungkinkan
mereka bekerja secara optimal.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen- komponen
yang saling terkait secara fungsional bagi tercapainya pendidikan yang berkualitas.
Setidaknya terdapat empat komponen utama dalam pendidikan, yaitu: SDM, dana,
sarana, prasarana, dan kebijakan. Komponen SDM dapat dikatakan menjadi komponen
strategis, karena dengan SDM yang berkualitas dapat mendayagunakan komponen
lainnya, sehingga tercapai efektivitas dan efisiensi pendidikan. Di mana SDM yang
berkualitas dapat dicapai dengan pengembangan SDM.
2. Hampir semua negara berkembang mengalami permasalahan di bidang pendidikan baik
dalam hal kualitas maupun kuantitas.Maka tidak heran jika saat ini kualitas SDM di
negara-negara maju tergolong rendah.Menurut Tilaar (2002), beberapa penyebab
rendahnya kualitas pendidikan di negara berkembang secara umum, yaitu:
a. Standardisasi pendidikan
b. Efisiensi pengajaran di negara berkembang
c. Efektifitas pendidikan
d. Rendahnya kualitas
e. Kurangnya pemerataan kesempatan
f. Mahalnya biaya pendidikan
3. Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat, berpresentasi juga dalam dunia pendidikan. Secara garis besar, fenomena
kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi,
antara lain:
a. Kurangnya partisipasi
b. Kurangnya keterwakilan
c. Perlakuan yang tidak adil
Adapun kebijakan dan strategi untuk mengatasi kesenjangan pendidikan gender
19
1) Adanya kebijakan untuk mewujudkan persamaan akses pendidikan yang
bermutu dan berwawasan gender bagi semua anak laki-laki dan perempuan.
2) Menurunkan tingkat buta huruf penduduk dewasa terutama penduduk
perempuan melalui peningkatan kinerja pendidikan pada setiap tingkat
pendidikan, melalui sekolah maupun luar sekolah.
3) Pendidikan kesetaraan dan pendidikan baca tulis fungsional bagi penduduk
dewasa.
4) Meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan dalam mengelola dan
mempromosikan pendidikan yang berwawasan gender.
4.2 Saran
Paper ini dibuat dari berbagai sumber yang kami dapatkan sejauh ini, penulisan paper
ini dapat membuat pembaca memahami mengenai “Analisis Kesenjangan antara Pendidikan
dan Pembangunan”.Tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam paper ini. Oleh karena
itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk menyempurnakan paper ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
21