ACARA 9
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Annisa Fauzia Suciandari Putri 20/463715/TP/12993
Anissa Cahyadevi Dyanita 20/463714/TP/12992
Desti Syabila 20/456859/TP/12767
Fadhlan Al Fadhilah 20/456862/TP/12770
Finessa Meuthia Kamila 20/456444/TP/12739
Helmitama Hidayaturrohman 20/460659/TP/12869
Nabilah Khansa Mafudzah 20/456867/TP/12775
Najwa Vionuella 20/463739/TP/13017
Nur Mahmudah Luthfia 20/463741/TP/13019
Rikha Adristi Santoso 20/456454/TP/12749
Siska Nirmala 20/463751/TP/13029
Syavania Fandy 20/456459/TP/12754
Tsalitsa Khairunnisa 20/460678/TP/12888
Vanuel Mikhael 20/460679/TP/12889
I. Abstrak
Kopi (Coffea sp.) merupakan komoditas perkebunan dan industri tropis utama
yang diperdagangkan di seluruh dunia dengan kontribusi hampir setengah dari
total ekspor komoditas tropis. Meningkatnya minat konsumsi kopi di masyarakat
memunculkan ide bisnis baru berupa foodtruck.. Salah satu upaya untuk menjaga
kualitas rasa pada bubuk kopi yang digunakan adalah dengan melakukan coffe
cupping secara berkala. Acara 9 dalam Praktikum Uji Sensoris menggunakan 2
sampel kopi bubuk yaitu sampel A (Kopi Pulu-pulu) dan sampel B (Kopi The
Forbidden Fruit) masing-masing sampel sebanyak 5,5 gram serta alat-alat
pelaksanaan percobaan. Para panelis melakukan pengujian yaitu masing-masing
sampel dituang kedalam gelas selanjutnya melakukan pengujian fragrance/aroma,
flavor, aftertaste, acidity, body, balance, sweetness, uniformity, cleanliness,
overall, dan defects. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa
preferensi kelompok 8 jatuh pada sampel kopi Forbidden Fruit dengan alasan
balance yang lebih baik, acidity yang tidak terlalu dominan, aftertaste yang dapat
diterima, dan body yang lebih tebal.
Kata kunci: kopi, atribut kopi, coffee cupping, kopi Pulu-Pulu, kopi Forbidden
Fruit.
II. Latar Belakang
Kopi (Coffea sp.) merupakan komoditas perkebunan dan industri tropis utama
yang diperdagangkan di seluruh dunia dengan kontribusi hampir setengah dari
total ekspor komoditas tropis (Triyanti, 2016). Tren perdagangan kopi dunia
maupun dalam negeri pada saat ini, memperlihatkan bahwa permintaan terhadap
“Specialty Coffee” cenderung meningkat, karena kopi sudah menjadi bagian dari
gaya hidup masyarakat. Data permintaan pasar dunia dan domestik terhadap
komoditas kopi semakin meningkat. Produksi kopi dunia untuk jenis arabika
sebesar 60% dan sisanya 40% adalah kopi jenis robusta (FAO 2015). Di seluruh
dunia, kopi arabika lebih banyak dikonsumsi daripada kopi robusta (ITPC
Hamburg 2015). Sedangkan di Indonesia, produksi kopi robusta lebih tinggi
daripada kopi arabika. Namun, menurut Sriwanata et al., (2020) kopi arabika
memiliki citarasa yang lebih baik dan kafein yang lebih rendah daripada kopi
robusta sehingga lebih aman untuk dikonsumsi.
Peningkatan minat konsumsi kopi di masyarakat membuat munculnya
peluang usaha baru. Minuman kopi sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan
secara beriringan. Memiliki sebuah coffee shop membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, oleh karena itu beberapa pebisnis mulai menerapkan penjualannya
menggunakan truck yang di modifikasi ataupun motor. Perkembangan foodtruck
itu sendiri terjadi karena adanya tren positif yang berkembang cukup cepat di
berbagai negara dan hal ini tentu saja menjadi sebuah peluang bisnis yang cukup
menjanjikan, terutama bagi para pebisnis kuliner yang ada di Indonesia seperti di
Kota Jakarta, Bandung, dan kota-kota lainnya (Wijaya, 2019). Foodtruck
memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan salah satunya adalah supply listrik
yang terbatas, sehingga sebuah foodtruck tidak dapat menggunakan mesin
penggiling kopi dalam kedai nya, juga tidak dapat menggunakan peralatan lain
yang memakan daya besar. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
hal tersebut adalah dengan penggunaan kopi bubuk siap seduh.
Salah satu kopi yang terkenal dan sangat digandrungi saat ini adalah kopi
pulu-pulu dan forbidden fruit. Kopi pulu-pulu merupakan kopi berjenis arabika
yang berasal dari tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Sedangkan kopi forbidden fruit
merupakan kopi dengan kombinasi berbagai macam jenis kopi arabika dengan
berbagai macam teknik pasca panen. Kopi pulu-pulu memiliki ciri khas rasa yang
disukai golongan umur tertentu >40 tahun, hal tersebut disebabkan oleh kopi
pulu-pulu memiliki kecenderungan rasa yang pahit dengan tetap memiliki rasa
asam, body yang ringan serta aroma yang khas. Sedangkan kopi forbidden fruit
menawarkan sensasi rasa yang berbeda, dimana kopi ini menawarkan cita rasa
yang lebih asam dengan cenderung seperti buah, serta sangat cocok di
kombinasikan susu atau heavy cream. Kopi forbidden fruit menjadi pilihan yang
disukai konsumen ramaja 18-30 tahun, dimana minuman kopi juga di anggap
sebagai gaya hidup. Konsep food truck yang sangat mobile akan membantu
pemilik kedai kopi dapat memilih langsung siapa pelanggannya, dan konsep
“jemput bola” ini dirasa cukup efektif bagi pemilik kedai baru.
Setiap konsumen mempunyai ketertarikan terhadap kopi dengan citarasa
tertentu. Citarasa kopi selain ditentukan oleh jenis kopi dan proses produksi, juga
ditentukan oleh proses pengolahan kopi menjadi minuman siap saji. Menurut
Purnamayanti et al., (2017) 30% citarasa kopi yang dihasilkan ditentukan oleh
proses penyangraian, 60% ditentukan oleh jenis kopi dan 10% ditentukan oleh
barista. Proses pengolahan sekunder yaitu proses pengolahan biji kopi menjadi
kopi bubuk perlu dilakukan coffe cupping untuk mengetahui karakteristik kopi
bubuk tersebut hal merupakan salah satu upaya dalam memberikan nilai tambah
terhadap produk kopi (Purnamayamti et al. 2017). Coffee Cupping adalah metode
yang digunakan untuk mengevaluasi aroma dan rasa secara sistematis dan
berurutan. Coffee cupping dapat menggunakan metode yang dikembangkan oleh
SCAA (Specialty Coffee Association of America) dengan nilai atribut tertentu.
Metode coffee cupping yang dikembangkan oleh SCAA, penilaian dilakukan pada
10 atribut dengan poin maksimal tiap atribut adalah 10 sehingga total skor adalah
100. Total skor 100 sangat mudah untuk dipahami orang-orang baik di dalam
maupun di luar industri kopi (Folmer, 2017).
III. Metode Penelitian
Pada acara coffee cupping, para panelis akan diberikan 2 sampel kopi bubuk
yaitu sampel A (Kopi Pulu-pulu) dan sampel B (Kopi The Forbidden Fruit)
masing-masing sampel sebanyak 5,5 gram serta alat-alat pelaksanaan percobaan.
Para panelis melakukan pengujian yaitu masing-masing sampel dituang kedalam
gelas selanjutnya melakukan pengujian fragrance yaitu dengan cara sniffing dan
mencatat hasil fragrance yang dikenal pada borang. Selanjutnya, air yang sudah
dipanaskan hingga 93℃ dituangkan kedalam gelas sebanyak 100 mL ke dalam
masing-masing gelas. Dilakukan pendiaman selama 4 menit setelah penuangan air
kemudian dilakukan pengadukan sebanyak 3 kali disertai sniffing untuk
mengevaluasi aroma dari kopi lalu mencatat aroma yang dikenal pada borang.
Selanjutnya, pendiaman kopi selama 10 menit dan dilakukan penghilangan crust
coffee yang mengambang pada permukaan kopi dengan sendok dan dipisahkan
kedalam gelas kosong. Setelah 10 menit, kopi diambil sebanyak 1 sendok penuh
dengan menggunakan sendok cupping dan di sesap dengan cepat untuk
mengevaluasi flavor dan aftertaste kemudian hasil penilaian dituliskan pada
borang. Selanjutnya, melakukan penetralan mulut dengan air mineral setelah itu,
dilakukan sesap cepat kedua untuk menilai atribut acidity, body, dan balance
kemudian hasil penilaian dituliskan pada borang. Selanjutnya dilakukan
penetralan dengan air mineral terlebih dahulu sebelum berganti ke sampel lain
dan melakukan metode yang sama ketika mengevaluasi sampel selanjutnya.
Metode pengujian yang digunakan pada percobaan ini adalah metode coffee
cupping. Metode coffee cupping adalah metode yang ditetapkan dan diatur oleh
Specialty Coffee Association of America (SCAA) untuk menilai atribut dari kopi.
Metode coffee cupping dilakukan untuk menentukan atribut-atribut sensoris yaitu
fragrance/aroma, flavor, aftertaste, acidity, body, balance, sweetness, uniformity,
cleanliness, overall, dan defects. Penilaian atribut dilakukan dengan cara
mengambil sampel kopi satu sendok penuh dengan sendok cupping kemudian di
sesap cepat. Selanjutnya menentukan penilaian dengan cara scoring yaitu dengan
memberikan nilai untuk masing-masing atribut yang dihasilkan.
Prosedur dalam melakukan pengujian atribut dengan proses coffee cupping adalah
sebagai berikut :
1. Fragrance/Aroma
15 menit setelah sampel digiling, fragrance dari kopi kering dievaluasi
dengan cara sniffing bubuk kopi. Ketika kopi diseduh dengan air panas
bersuhu 93℃, kopi didiamkan selama 3 menit kemudian dilanjutkan dengan
pengadukan secara perlahan menggunakan sendok sebanyak 3 kali dan pada
saat bersamaan melakukan evaluasi terhadap aroma kopi dengan cara sniffing.
2. Flavor, Aftertaste, Acidity, Body, dan Balance
Setelah sampel kopi telah mencapai suhu 71℃ atau sekitar 8-10 menit sejak
penyeduhan, dilakukan penilaian sensoris terhadap larutan kopi untuk atribut
flavor dan aftertaste dengan sesapan secara cepat. Selanjutnya, dilakukan
penilaian untuk atribut acidity, body, dan balance pada sesapan berikutnya
setelah suhu kopi mencapai 60-71℃. Nilai dari atribut-atribut yang diuji
kemudian dicatat pada borang.
3. Sweetness, Uniformity, dan Cleanliness
Setelah suhu sampel kopi mencapai suhu ruang (37℃), dilakukan penilaian
terhadap atribut sweetness, uniformity, dan clean cup. Nilai dari atribut-atribut
yang diuji kemudian dicatat pada borang.
4. Scoring
Selanjutnya, hasil penilaian atribut dicatat dan dituliskan pada borang
penilaian. Berikut merupakan borang penilaian untuk coffe cupping sesuai
prosedur yang telah ditetapkan oleh SCAA (Specialty Coffee Association of
America).
(SCAA, 2015)
IV. Alat dan Bahan
Pada acara coffee cupping, panelis dibagi menjadi beberapa kelompok yang
setiap kelompoknya beranggotakan 3 orang. Alat yang dibutuhkan meliputi
sendok cupping (± 15mL) sejumlah 3 buah, gelas untuk menyeduh kopi sejumlah
2 buah, gelas untuk membuang crust dari kopi sejumlah 1 buah, gelas untuk
membilas sendok cupping sejumlah 3 buah, gelas berisi air penetral sejumlah 3
buah, teko yang berisi air panas bersuhu 93℃ sejumlah 1 buah, dan borang
sejumlah 3 buah. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel kopi
A (Toraja Pulu-pulu) dan sampel kopi B (The Forbidden Fruit) dengan gilingan
medium masing-masing sampel sebanyak 5,5 gram, air panas bersuhu 93℃
sebanyak 100 mL/gelas untuk menyeduh kopi, dan air mineral untuk menetralkan
mulut setelah mencicipi sampel.
V. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian coffee cupping yang telah dilakukan oleh
kelompok 8 terhadap sampel kopi Pulu-Pulu dan The Forbidden Fruit, maka
dihasilkan atribut dari kedua sampel kopi yaitu fragrance, aroma, flavor,
aftertaste, acidity, body, dan balance dengan rincian sebagai berikut :
Tabel atribut dua jenis kopi, Pulu-Pulu dan The Forbidden Fruit
Kopi Pulu-Pulu merupakan bagian dari sejarah Toraja sejak abad ke-16, yang
di distribusikan melalui Pelabuhan Suppa. Selain menghasilkan kopi yang khas,
menanam kopi merupakan tradisi bagi komunitas petani di desa kecil sapan, yang
terletak di wilayah Toraja Utara (Sulawesi Selatan). Varian kopi Toraja
utamanya yang berasal dari desa pulu-pulu memiliki karakter yang lembut,
aroma serta rasa buah khas jeruk nipis, jahe dan blackcurrant (Fikriyah, 2012).
Sedangkan kopi forbidden fruit merupakan kopi dengan menggabungkan
ebberapa jenis kopi dengan beberapa metode fermentasi, kopi ini akan
menghasilkan profil rasa yang lebih berbuah dibandingkan dengan kopi yang
diproses basah seperti honey coffee, yang dikeluarkan dari biji dan kemudian
dikeringkan. Secara keseluruhan, bagaimanapun, kopi forbidden fruit dikenal
karena rasa manisnya, dan juga memiliki rasa tajam dan bunga (Dipastena,
2022).
Setelah melakukan pengujian coffee cupping, kelompok 8 memiliki preferensi
kesukaan pada sampel kopi forbidden fruit (Sampel B) sebanyak 8 orang panelis
memilih kopi sampel B, sedangkan kopi sampel A hanya 6 orang panelis yang
menyukainya. Pemilihan sampel B didasari karena dinilai memiliki atribut
balance yang cukup baik acidity yang tidak terlalu dominan, aftertaste yang dapat
diterima, dan body yang lebih tebal.
VI. Kesimpulan
Pada acara coffee cupping yang dilakukan oleh kelompok 8, sebanyak 6 orang
panelis (Finessa, Fadhlan, Helmitama, Nabilah, Rikha dan Lutfiah) memilih
sampel kopi A (Pulu-Pulu). Dibandingkan dengan kopi B (Forbidden Fruit)
sebanyak 8 orang (Fauzia, Cahyadevi, Najwa, Syavania, Tsalitsa, Siska, Vanuel,
dan Desti). Dari data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa preferensi
kelompok 8 jatuh pada sampel kopi Forbidden Fruit dengan alasan balance yang
lebih baik, acidity yang tidak terlalu dominan, aftertaste yang dapat diterima, dan
body yang lebih tebal.