TUGAS AKHIR
DiajukanUntukMemenuhiSebagianSyarat-Syarat
DalamMemperolehGelarSarjanaTeknik
PadaJurusanTeknikSipil
Oleh :
IVAN ROLLY
2010210021
Oleh :
Ivan Rolly
2010210021
No. BP : 2010210021
Ivan Rolly
ABSTRAK
Batu bata adalah bahan bangunan yang telah lama di kenal dan pakai masyarakat baik di pedesaan maupun
di perkotaan yang berfungsi untuk bahan bangunan kontruksi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pabrik batu
bata yang di bangun oleh masyarakat untuk memproduksi batu bata. Penggunaan batu bata banyak di gunakan
untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding pada bangunan perumahan, bagunan gedung, pagar, saluran dan
pondasi. Batu bata umumnya dalam kontruksi bangunan memiliki fungsi sebagai bahan non-struktural, di
samping sebagai fungsi struktural.
Untuk meningkatkan khualitas bata itu sendiri (material dasar lempung atau tanah liat yang di gunakan)
atau bahan penambahan dengan bahan lain. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan mencampur material
dasar batu bata dengan abu cangkang sawit.
Pada uji kuat tekan batu bata dengan persentase 0% - 5% - 15% - 25% mengalami peningkatan.
Peningkatan tertinggi terjadi pada penambahan abu cangkang sawit 25% dengan kenaikan sebesar 58,91 atau
48,60% dari nilai kuat tekan batu bata tanpa campuran.Sedangkan uji Kuat lentur batu bata dengan persentase 0%
- 5% - 15% - 25%. didapat hasil yang paling baik dengan campuran 5% dengan kenaikan sebesar, 5,67 atau 126%
dari kuat lentur bahan tidak tanpa campuran.
Kata Kunci : tanah lempung atau tanah lanau , abu cangkang sawit, stabilisasi, sifat-sifat fisis, sifat-sifat
mekanis.
ABSTRACT
The bricks are the building materials that have long been known and community life both in
rural and urban areas that serve for building material construction, it can be seen from the many
brick factory to be built by the community to produce bricks. The use of bricks in use for civil
engineering applications such as walls in residential buildings, building buildings, fences, channels and
foundations. The bricks are generally in the construction of the building has a function as a non-
structural materials, as well as a structural function.
To improve khualitas brick itself (the basic material of loam or clay is used) or the addition of
materials with other materials. One method used is to mix the base material ash bricks with palm
shells.
In the brick compressive strength test with a percentage of 0% - 5% - 15% - 25% increase. The
highest increase occurred in the addition of 25% ash palm shells with a gain of 58.91 or 48.60% of the
compressive strength of bricks without mixture. While testing the bending strength of brick with a
percentage of 0% - 5% - 15% - 25%. obtained the best results with a mixture of 5% with the increase,
5.67 or 126% of the bending strength of materials is not without mixture.
Assalamu’alaikum wr,wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan
judul “Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan Dan Kuat Lentur Batu
Bata”sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program S-1 Teknik Sipil Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan rasa syukur
dan terimakasih kepada :
1. Bapak Herman ST.MT selaku dosen Pembimbing
2. Ibu Maidiawati, Dr. Eng selakudosenpenguji
3. IbuMulyatiST.MTselakudosenpenguji
4. Ibu Maidiawati, Dr. Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Padang
5. Bapak Herman ST.MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi Padang
6. SeluruhstafpengajartekniksipilInstitutTeknologi Padang yang memberikan
pengetahuan dibidang teknik sipil
7. Teristimewa kepada kedua orang tuadankeluargatercintayang telah
memberikanbimbingandandoaselamaini, memotifasi, mendidik dan memberi
dukungan moril dan materil
8. Rekan-rekan jurusan teknik sipil angkatan 2010,2011,2012,2013Institut Teknologi
Padang
Akhir kata penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan dari Tugas Akhir ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian maupun pembahasannya. Oleh
karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap semoga Tugas Akhir
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umunya.
i
Semoga apa yang kita kerjakan hari ini merupakan kunci keberhasilan pada hari
yang akan datang.
Wassalamu’alaikum wr,wb
Ivan Rolly
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
1.6 Sistematika Penulisan Laporan.................................................................... 3
iii
2.2.11 Perencanaan Benda Uji..................................................................... 31
2.2.12 Pembakaran Benda Uji ..................................................................... 31
2.2.13 Kekuatan Tekan Bata........................................................................ 32
iv
3.13.2 Langkah Kerja .................................................................................. 54
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 67
5.2 Saran ............................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 3.6 Alat-Alatuji Kadar Air Tanah ................................................................... 39
Gambar 3.7 Alat-Alatujiberatjenistanah ....................................................................... 40
Gambar 3.8 Proses uji berat uji tanah ........................................................................... 41
Gambar 3.9 Alat –alat uji batas cair tanah.................................................................... 42
Gambar3.10 .Tanah lolosSaringan No.40... ..................................................................... 43
Gambar 3.11 Proses uji batas cair................................................................................... 44
Gambar 3.12 Plat kaca .................................................................................................... 45
Gambar 3.13 Penggilingantanahberdiameter 3 mm ....................................................... 46
Gambar 3.14 Alat- alat uji batas susut............................................................................ 47
Gambar 3.15 Proses uji batas susut ................................................................................ 48
Gambar 3.16 Alat – alat uji distribusi ukur butiran tanah .............................................. 49
Gambar 3.17 Proses Uji Distribusi Ukuran Tanah ......................................................... 51
Gambar 3.18 Alat – Alat uji pemadatan ......................................................................... 52
Gambar 3.19 Pengeluaransampel ................................................................................... 53
Gambar 3.20 Cara pembuatan batu bata......................................................................... 54
Gambar 3.21 Bata kering ................................................................................................ 55
Gambar 3.22 Alat UTM Kuat Tekan (Universal Testing Machine)............................... 55
Gambar 3.23 Alat UTM Kuat Lentur (Universal Testing Machine) .............................. 55
Gambar 3.24 Tungku pembakaran batu bata .................................................................. 56
Gambar 4.1 GrafikPengaruhpersentasedan lama perawatantanahdicampur
denganabuserbukkayuterhadapbutiran yang lolossaringan no 200........... 61
Gambar 4.2 Grafikpengaruhpersentaseabucangkangsawitterhadapnilai
gravitasikhusus (Gs).................................................................................. 61
Gambar 4.3 Pengaruhpersentaseabucangkangsawitterhadapnilaibatas-batas
konsistensitanah ........................................................................................ 62
Gambar 4.4 Grafikpengaruhpersentaseabucangkangsawitterhadapnilaiberat
volumekeringmaksimum (MMD)............................................................. 64
Gambar 4.5 Grafikpengaruhabucangkangsawitterhadapnilaikadar air
optimum (OMC) ....................................................................................... 64
Gambar 4.6 Grafik kuat tekan dan kuat lentur batu bata .............................................. 65
vii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Salah satu alternatif yang dicoba yaitu dengan menggunakan sebagai jenis bahan tambah
atau penganti yang mampu memberikan kontruksi pada kekuatan bata. Dalam penambahan
abu cangkang sawit ini di harapkan agar bisa meningkatkan kekuatan bata dan kuat lentur batu
bata. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Pengaruh Abu Cangkang Sawit terhadap Kuat
Tekan dan Lentur Batu Bata.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh abu boyler terhadap sifat fisis dan sifat tekan
(kuat tekan)batu bata.
2. Untuk mendapatkan qualytas campuran abu boyler (pembakaran hasil cangkang sawit)
yang lebih bagus
1.4 Manfaat
Dari penelitian ini dapat di peroleh informasi bahwa abu hasil pembakaran cangkang
sawit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif campuran dalam pembuatan batu bata merah.
2
g. Pembuatanbatubatatanpatekanan padacetakandanpembakarannyadi adakan di tungku
yang ada di Labor Mesin ITP, pengujianterdiridariujifisistanah pembuat batu bata dan
ujikuattekan dengan ujilentur batu bata, kadar air yang di gunakan pada kepadatan
0,85% γd pada sisi basa optimum.
h. PengujianKuat tekan di lakukan di laboratorium Teknik Sipil dan lentur di labotorium
Teknik Mesin.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
terdapat kandungan pasir lebih baik digunakan sebagai bahan pembuatan bata merah.
Tanah yang berpasir akan lebih menguntungkan karena mengurangi penyusutan pada saat
pengeringan dan pembakaran. Tanah liat yang terlalu plastis dapat menimbulkan banyak
penyusutan dan perubahan bentuk, maka perlu ditambah dengan pasir (Guntur, 2012).
Bata merah memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Satu diantara kekurangan
bata merah adalah memiliki bobot yang berat sehingga membebani struktur yang
menopangnya dan menimbulkan beban yang cukup besar pada struktur bangunan
(Dewanto, 2012).
Beton yang di hasilkan dengan menggunakan cangkang sawit sebagai penganti
agregat halus tidak bisa mencapai mutu yang di rencanakan Ka 250 ( 25 mpa ) dan tidak
bisa campuran beton normal, semakin banyak campuran cangkang sawit sebagai penganti
agregat halus maka maka kuat betonnya rendah, kuat tekan beton tertinggi terjadi pada
umur 7 hari. Persentase kuat tekan beton rata-rata yang di hasilkan cangkang sawit 30%
15.427 Mpa, cangkang sawit 40% 14.353 Mpa, cangkang sawit 50% 8.484 Mpa bila di
bandingan dengan mutu rencanakan (25Mpa) mempunyai penurunan masing-masing 59%,
55%, 33% terhadap beton rencana. (Zulfitna fatma, 2014)
Dari hasil perbandingan timperatur atau sintering. 950oc, 1000oc, 1020oc maka
kekuatan bata yang mempengaruhi standar SNI yaitu pada suhu 1020oc dengan
perbandingan 1:1/2. (Huda, Miftahul : 2012)
5
Permukaan spesifik berhubungan terbalik dengan ukuran butir tanah (Bowles,
1986), sehingga tanah berbutir halus mempunyai permukaan spesifik lebih besar.
Permukaan specific merupakan faktor utama dalam tanah sehubungan dengan
perubahan volumenya dan pengaruh-pengaruh tarikan permukaan dari air pada
pertemuan partikel-partikel (Gambar 2.1).
Dengan jumlah partikel yang banyak serta berukuran kecil, pengaruh komulatif
dari tarikan permukaan lapisan air yang mempersatukan butir-butir tanah akan menjadi
besar.Umumnya partikel-partikel tanah lempung mempunyai muatan listrik negatif
(anion). Dalam suatu kristal yang ideal, muatan-muatan positif dan negatif seimbang,
akan tetapi akibat subsitusi isomorf dan kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi
muatan negatif pada permukaan partikel lempung. Untuk mengimbangi muatan
negatif, partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam yang ada
didalam air pori. Hal ini disebut pertukaran ion-ion. Kation-kation dapat disusun
dalam urutan kekuatan daya tarik menariknya seperti berikut:
Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mempengaruhi ion
Ca2+, Ca2+ dapat mengganti Na+ begitu seterusnya, proses ini disebut dengan
pertukaran kation, contoh:
6
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah
pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering.
Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu
air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung disekitar
partikel (Gambar 2.2)
Molekul air merupakan molekul yang dipolar yaitu atom hydrogen tidak
tersusun simetri disekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.3a). Hal ini berarti bahwa
satu molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada
ujung yang berlawanan atau dipolar (Gambar 2.3b).
7
c) Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air yaitu dengan ikatan hidrogen antara
oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekul-molekul air.
Air yang tertarik secara elektris berada disekitar partikel lempung diesbut air
lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis dari tanah lempung adalah akibat
eksistensi dari lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal kaolinite dan
montmorillonite seperti pada (Gambar 2.5).
Air lapisan ganda pada bagian paling dalam yang sangat kuat melekat pada
partikel lempung disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineral-
mineral lempung dengan air serapan, memberikan bentuk dasar dari susunan tanah.
Tiap-tiap partikel saling terikat satu sama lain lewat lapisan air serapan. Maka adanya
ion-ion yang berbeda, material organic, beda konsentrasi dan lain-lainnya akan
berpengaruh besar pada sifat tanah.
Jadi, ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan
sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi dan distribusi kation-kationyang berfungsi untuk mengimbangkan
8
muatannya, Olphen (1951) dalam penyelidikannya pada montmorillonitedan Samson
(1954) dalam penyelidikannya pada kaolinite, menemukan bahwa jumlah dan
distribusi muatan residu jaringan mineral bergantung pada pH air. Dalam lingkungan
pH yang rendah, ujung partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif dan
selanjutnya dapat menghasilkan gaya tarik ujung kepermukaan antara partikel yang
berdekatan, gaya tarik ini menimbulkan sifat kohesif.
dengan :
Ws= berat butiran tanah (gram)
Ww = berat air (gram)
= …………………........…………...………………………..(2.3)
dengan :
Gs = gravitas khusus
γ s = berat volume butiran padat (gr/cm³)
γ w = berat volume air (gr/cm³)
Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 sampai 2,75. Nilai berat jenis
Gs = 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-tanah tak berkohesi. Sedang untuk tanah
kohesif tak organic berkisar diantara 2,68 sampai 2,72. Nilai-nilai gravitas khusus
berbagai jenis tanah dapat dilihat pada (Tabel 2.1)
9
Tabel 2.1 Gravitas khusus tanah (Hardiyatmo, 2002)
Macam tanah Gravitas khusus
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau anorganik 2,65 – 2,68
Lanau organic 2,58 – 2,65
Lempung anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80
Besarnya gravitas khusus mineral – mineral lempung dapat dilihat pada (Tabel 2.2)
2.2.4Batas Konsistensi
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah plastisitasnya.
Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung,Plastisitas adalah
kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk padavolume yang konstan
tanpa retak-retak atau remuk. Bergantung pada kadar air, tanah dapat berbentuk cair,
plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air
tertentu disebut konsistensi. Konsistensi bergantung pada gaya tarik antara partikel
mineral lempung. Sembarang pengurangan kadar air menghasilkan berkurangnya tebal
lapisan kation yang menyebabkan bertambahnya gara tarik partikel. Bila tanah dalam
kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antar partikel akan sedemikian hingga
10
partikel bebas menggelincir antara satu dengan yang lain, dengan kohesi yang tetap
terpelihara. Pengurangan kadar air menghasilkan pengurangan volume tanah.
Atterberg (1911) dalam Hardiyatmo (2002), memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar air tanah. Batas-batas tersebut adalah batas
cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit).
Kadar air
Gambar 2.6 Batas-batas Atterberg (Das,1985)
1. Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Dalam teknik tanah batas
cair ini didefinisikan secara kasar sebagai kadar air dimana 25 kali pukulan oleh
alat batas cair akan menutup celah (groove) standar yang dibuat pada lempengan
tanah sepanjang 12,7 mm.
Cassagrande (1948) dalam Hardiyatmo, (2002) telah menentukan uji dari batas
cair, gambar sketmatis pada (Gambar2.7)
11
Contoh tanah dimasukkan dalam cawan, tinggi contoh sekitar 8 mm. Alat
pembuat alur (grooving tool) dikerukan tepat ditengah cawan diketuk-ketukan
pada landasan dengan tinggi jatuh 1 cm.
Karena sulitnya mengatur kadar air untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm
pada 25 kali pukulan, maka percobaan dilakukan beberapa kali dengan kadar air
yang bervariasi. Kemudian, hubungan kadar air dan jumlah pukulan
digambarkan dalam grafik semi logaritmik untuk menentukan kadar air pada 25
kali pukulan (Gambar 2.8)
2. Batas plastis (plastic limit) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah
plastis dan semi padat, merupakan persentase kadar air dari tanah tersebut
apabila digulung dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak.
3. Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah
semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air dari tanah tersebut apabila
dilakukan pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan
volume tanah.
Batas susut ini sangat penting bagi tanah yang mengalami perubahan volume
sedikit air yang dibutuhkan untuk dapat merubah volume (Bowles, 1986), atau
dengan kata lain, semakin kecil batas susut, semakin sensitive terhadap
perubahan volume.
Pemeriksaan batas susut dilaksanakan di laboratorium dengan cawan porselen
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi pelumas
dan diisi dengan tanah jenuh sempurna. Kemudian dikeringkan dalam oven.
Volume ditentukan dengan mencelupkannya kedalam air raksa. Batas susut
dinyatakan dalam persamaan :
12
Batas susut dinyatakan dalam persamaan :
( m1 m 2 ) (v1 v 2 ).
SL = { w
} 100% …………..……..……………(2.4)
m2 m2
dengan :
m1 = Berat tanah basah dalam cawan percobaan (g)
m2 = Bert tanah kering dalam oven (g)
v1 = Volume tanah basah dalam cawan (cm 3)
v2 = Volume tanah kering dalam oven (cm 3)
w= Berat volume air (g/cm 3)
Hubungan variasi kadar air dan volume total pada kedudukan batas cair, batas
plastis dan batas susut tersaji dalam (Gambar 2.9)
4. Indeks plastisitas (plasticity index) merupakan interval kadar air dimana tanah
masih bersifat plastis. Oleh karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat
keplastisan tanah. Apabila tanah mempunyai indeks plastisitas yang tinggi maka
tanah mengandung banyak butiran lempung. Jika indeks plastisitas rendah,
seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air berakibat tanah menjadi kering.
Indeks plastisitas dapat dihitung dengan persamaan
PI = LL – PL ………………………………………....………………(2.5)
13
Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dan kohesi dapat dilihat
pada (Tabel 2.3)
Tabel 2.3 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah menurut atterberg 1911
(dalam Hardiyatmo, 2002)
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non plastis Pasir Non kohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian
7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
wN PL wN PL
LI = ………………………….....…………… (2.6)
LL PL PI
dengan :
Wn = Kadar air dilapangan
14
kadar air bertambah dari PL menuju LL, maka LI bertambah dari 0 sampai 1.
lapisan tanah asli dengan wN > LI, akan mempunyai LL > 1. Tapi jika wN
kurang dari PL, LI akan negative.
2.2.5Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah system pemilihan tanah-tanah kedalam kelompok
ataupun sub-kelompok yang menunjukan kelakuan atau sifat yang diperoleh dari
analisis saringan dan uji sedimentasi serta plastisitas. Tanah dapat diklasifikasikan
secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan tanah kohesif atau sebagai tanah berbutir
kasar dan tanah berbutir halus. Istilah ini terlalu umum, disamping itu klasifikasi
tersebut tidak cukup lengkap untuk menentukan apakah tanah itu secara teknis bisa
digunakan untuk memikul beban konstruksi atau tidak.
Sejumlah klasifikasi telah digunakan, kebanyakan klasifikasi tanah
menggunakan indeks tipe pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh
karakteristik tanah. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan kelompok
klasifikasi. Umumnya, klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh
dari analisis saringan (uji sedimentasi) dan plastisitas. Sistem klasifikasi yang banyak
digunakan dalam geoteknik adalah Unified Soil Clasification System (USCS) dan
system American Association of State Highway and Transportation Officials
(AASHTO)
15
Sumber : Bowles, 1989
Gambar 2.10 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
dimana :
W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).
16
Gambar 2.12 Grafik plastisitas Cassagrande
a) Garis A pada umumnya memisahkan material seperti tanah liat (clay) dari material
tanah gambut (silty), dan organik dari non-organik.
b) Garis U menyatakan batas teratas untuk tanah pada umumnya.
Catatan : Jika batas pengukuran tanah berada di kiri garis U, maka perlu
dilakukan pengecekan ulang. (Holtz and Kovacs, 1981).
17
dengan :
GI = indeks kelompok (group index)
F = persen butiran lolos saringan no. 200 (0,075 mm)
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas
Gambar 2.13 Klasfikasi tanah untuk tanah dasar jalan raya, AASHTO
18
terhadap berat kumulatif tanah dihitung. Contoh nomor-nomor saringan dan
diameter lubang dari stándar Amerika dapat dilihat dalam (Tabel 2.5)
3 6,35
4 4,75
6 3,35
8 2,36
10 2,00
16 1,18
20 0,85
30 0,60
40 0,42
50 0,30
60 0,25
70 0,21
100 0,15
140 0,106
200 0,075
270 0,053
Sumber :Hardiyatmo,2000
v= ……………………………………….…….......................…(2.8)
dengan :
v = Kecepatan, sama dengan jarak/waktu ( L/t )
γw = Berat volumen air (g/cm³)
γs = Berat volumen butiran padat (g/cm³)
μ = Kekentalan air absolut (g.det/cm²)
D = Diameter butiran tanah (mm)
19
Pada uji hidrometer, tanah benda uji sebelumnya harus dibebaskan dari zat
organik, kemudian tanah dilarutkan ke dalam air destilasi yang dicampuri dengan
vahan pendeflokulasi (deflocculating agent) yang dapat berupa sodium
hexametaphosphate agar partikel-partikel menjadi bagian yang terpisah satu dengan
yang lain. Kemudian, larutan suspensi ditempatkan pada tabung hidrometer. Dalam
uji hidrometer, contoh tanah yang digunakan beratnya kira-kira 50 gram kering
oven. Diameter silinder adalah 2,5 in (63,5 mm), tinggi 18 in (457,2 mm) dan
volumenya 1000 ml (Gambar 2.14). Ketika hidrometer dimasukkan dalam larutan
suspensi (pada waktu t dihitung dari permulaan sedimentasi), hidrometer yang
berada pada kedalaman L (Gambar 2.14). Berat jenis suspensi akan merupakan
fungsi dari jumlah partikel tanah yang ada per volume satuan suspensi pada
kedalaman L tersebut. Pada waktu t tersebut, partikel-partikel tanah dalam suspensi
pada kedalaman L akan berdiameter lebih kecil dari D. Partikel yang lebih besar
akan mengendap di luar zone pengukuran. Hidrometer dirancang untuk
memberikan jumlah tanah (dalam gram) yang masih terdapat dalam suspensi dan
dikalibrasi untuk tanah yang lain, maka perlu dikoreksi. Dari uji hidrometer,
distribusi ukuran butir tanah digambarkan dalam bentuk kurva semi logaritmik.
Ordinat grafik merupakan persen berat butiran yang lebih kecil daripada ukuran
butiran yang diberikan dalam absis.
20
Untuk tanah yang terdiri dari campuran butiran halus dan kasar, gabungan
antara análisis saringan dan sedimentasi dapat digunakan. Dari hasil penggambaran
kurva yang diperoleh, tanah berbutir kasar digolongkan sebagai gradasi baik bila
tidak ada kelebihan butiran pada sembarang ukurannya dan tidak ada yang kurang
pada ukuran butiran sedang. Umumnya tanah bergradasi baik jika distribusi ukuran
butirannya tersebar meluas (pada ukuran butirannya). Tanah berbutir kasar
digambarkan sebagai bergradasi buruk, bila jumlah berat butiran sebagian besar
mengelompok di dalam batas interval diameter butir yang sempit (disebut gradasi
seragam). Tanah juga termasuk bergradasi buruk, jika butiran besar maupun kecil
ada, tapi dengan pembagian butiran yang relatif rendah pada ukuran sedang
(Gambar 2.15).
( )
Cc = = koefisien gradasi …...….…………………….....(2.10)
( )( )
21
Tanah bergradasi baik jika mempunyai koefisien gradasi 1<Cc<3 dengan
Cu>4 untuk kerikil dan Cu>6 untuk pasir, selanjutnya tanah disebut bergradasi
sangat baik, bila Cu>15.
2.2.7Pemadatan (Compaction)
Tanah, selain berfungsi sebagai pendukung pondasi bangunan, juga digunakan
sebagai bahan timbunan seperti tanggul, bendungan, dan jalan. Jika tanah di lapangan
membutuhkan perbaikan guna mendukung bangunan diatasnya, ataupun karena
digunakan sebagai bahan timbunan, maka pemadatan sering dilakukan. Maksud
pemadatan tanah antara lain :
a) Mempertinggi kuat geser tanah
b) Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas)
c) Mengurangi permeabilitas
d) Mengurangi perubahan volume sabagai akibat perubahan kadar air, dan lain-
lainnya.
Maksud tersebut dapat tercapai dengan pemilihan tanah bahan timbunan, cara
memadatan, pemilihan mesin pemadat serta jumlah lintasan yang sesuai, tingkat
kepadatan tanah diukur dari nilai berat volume tanah (γd).
Tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan
lapangan.Inimampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan
volume sesudah dipadatkan.
Tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan
kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan perubahan volume. Tanah lanau
sangat sulit dipadatkan dalam keadaan basah karena permeabilitasnya rendah.
Pemadatan tanah lempung secara benar akan memberikan kuat geser yang tinggi,
sedangkan stabilitas terhadap kembang susut tergantung dari jenis kandungan
mineralnya.
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang
dipadatkan (γd). Bila air ditambahkan kepada tanah yang dipadatkan, air tersebut akan
berfungsi sebagai pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air,
partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeser satu sama lain
dan membentuk kedudukan yang lebih rapat atau padat.
Bila kadar air ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang
sama, maka berat butiran tanah per satuan volume juga meningkat secara bertahap
22
pula. Setelah mancapai kadar air tertentu adanya penambahan kadar air justru
cenderung menurunkan berat volume kering tanah. Hal ini disebabkan karena air
mengisi rongga pori yang sebelumnya diisi oleh butiran padat dari tanah. Kadar air
pada saat nilai berat volume kering mencapai maksimum disebut kadar air optimum
(Wopt). Berat volume kering tanah maksimum secara teoritis didapat bila pada porei-
pori tanah sudah tidak ada udaranya lagi, yaitu pada saat derajat kejenuhan tanah sama
dengan 100%. Tetapi dalam praktek hal ini sulit tercapai.
Jenis tanah (distribusi ukuran butiran), bentuk butiran tanah, gravitas khusus,
dan jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada tanah mempunyai pengaruh
besar terhadap harga berat volume kering maksimum dan kadar air optimum dari tanah
tersebut, disamping kadar airdan usaha yang diberikan oleh alat
penumbukannya.Karakteristik kepadatan tanah dapat dilihatdari pengujian standar
laboratorium yang disebut uji Proctor.
23
Gambar 2.17 Kurva hubungan kadar air dan berat volume kering (Hardiyatmo, 2002)
Hubungan berat volume kering (γd) dengan berat volume basah (γb) dan kadar air
(w) dinyatakan dengan persamaan :
b
…………………………..………......…………………(2.11)
1 w
d
dengan :
b = berat volume tanah basah (gr/cm³)
Gs w
zav ………………………………........................................(2.12)
1 wGs
Gs w
zav ……….…………………………………………............(2.13)
1 e
24
Berat Volume kering kering (γd) setelah pemadatan pada kadar air w dengan
kadar udara (air content), A (A = Va/V= Vudara/V total) dapat dihitung dengan
persamaan :
Gs 1 - A w
d ………..…………………………………………....(2.14)
1 wGs
R.R. Proctor menurut Krebs & Walker (1971), menyatakan bahwa ukuran
kepadatan tanah adalah berat isi keringnya (γdry ), yaitu perbandingan antara berat
butiran tanah dibandingkan dengan volumenya. Dengan demikian dalam suatu
volume tertentu semakin besar rongga, akan semakin kecil volume butiran dan
semakin kecil harga kepadatan keringnya demikian sebaliknya.
Harga kepadatan kering yang dapat dicapai oleh suatu jenis tanah dipengaruhi
oleh 4 variabel yaitu :
1. Berat isi kering ( kepadatan kering ) (∂d)
2. Kadar air pada saat pemadatan (ω)
3. Daya pemadatan ( compactive effort ) ( C.E )
4. Jenis tanah
Jadi besarnya kepadatan kering tergantung dari jenis tanah meskipun tanah
dipadatkan dengan daya pemadatan dan metode yang sama, harga kepadatan kering
yang diperoleh akan berbeda bila jenis tanahnya berbeda.
Pada Gambar 2.10 digambarkan Grafik hubungan antara kadar air dan
kepadatan kering untuk berbagai jenis tanah dengan nilai Plasticity Index (PI) nol
sampai dengan 40, dalam hal ini jenis tanah diwakili dengan harga Liquid Limit
dan Plasticity Index.
Dalam gambar tersebut terlihat bahwa semakin rendah harga PI (Plasticity
Index) atau semakin tinggi kadar pasir, maka semakin tinggi harga kepadatan
kering dan semakin rendah Optimim Moisture Content (OMC).
25
Sumber : (Krebs & Walker, 1971 dalam Mc Rae, 1959)
Gambar 2.18 Grafik hubungan antara kadar air dan kepadatan keringberdasarkan
gradasi
Pada Gambar 2.19 ditunjukkan hubungan antara kadar air dan kepadatan
kering satu jenis tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan (CE) yang
berbeda, yaitu dengan jumlah lapisan 5, berat hammer 10 lb dan tinggi jatuh 18
inchi tetapi jumlah tumbukannya berbeda yaitu masing-masing 12 kali, 26 kali dan
55 kali tumbukan (Mc Rae, 1959) atau rinciannya sebagai berikut:
Gambar 2.19Hubungan antara kadar air dan kepadatan kering dengan variasi
Daya Pemadatan
Dari grafik tersebut terlihat bahwa semakin banyak jumlah tumbukan semakin
tinggi kepadatan kering dan semakin rendah Optimum Moisture Content (OMC).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemadatan adalah :
26
a. Pengaruh macam tanah
Macam tanah, seperti distribusi ukuran butiran, bentuk butiran, berat jenis dan
macam mineral lempung yang terdapat dalam tanah sangat berpengaruh pada berat
volume maksimum dan kadar air optimumnya. Gambar 2.20memperlihatkan sifat-
sifat khusus kurva pemadatan yang diperoleh dari beberapa macam tanah, yang
diuji menurut prosedur ASTM D-698. Bentuk kurva yang mendekati lonceng (bel)
umumnya diperoleh pada tanah-tanah berlempung.
Gambar 2.20Memperlihatkan beberapa macam kurva hasil pemadatan pada
berbagai jenis tanah. Pada tanah pasir, γd cenderung berkurang saat kadar air (w)
bertambah. Pengurangan γd ini adalah akibat dari pengaruh hilangnya tekanan
kapiler saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah, tekanan kapiler dalam
tanah yang berada di dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel tanah
untuk bergerak, sehingga butiran scenderung merapat (padat).
Gambar 2.20Kurva hasil uji pemadatan pada berbagai jenis tanah (ASTM D-698)
27
Sumber : Hardiyatmo, 2002
E= ………….….........…………………………...……….(2.15)
dengan :
Nb = jumlah pukulan per lapisan
Nl = jumlah lapisan
W = berat pemukul
H = tinggi jatuh pemukul
V = volume mould
( )( )( , )( )
E= = 12375 ft-lb/ft³ (592,5 kJ/m³).
( )
Jika usaha pemadatan per volume satuan (E) berubah, maka bentuk kurva
hubungan kadar air terhadap berat volume kering juga berubah. Pada Gambar 2.22
diperlihatkan hasil uji pemadatan tanah lempung berpasir dengan mould dari
standard Proctor. Jumlah lapisan pada saat pemadatan di dalam mould sama, yaitu 3
lapisan, akan tetapi jumlah pukulan pada tiap lapisan dibedakan, yaitu antara 20
28
sampai 50 kali pukulan. Besarnya energy pemadatan dihitung dengan menggunakan
Persamaan (2.18) dan hasilnya diperlihatkan dalam Tabel 2.6.
29
Tabel 2.7 Komposisi abu sawit hasil pembakaran.
serat(%) cangkang(%)
Kultum K (K) 92 7.5
Natrium (Na) 0.5 1.1
Kalsium (CA) 4.9 1.5
Magnesium (Mg) 2.3 2.8
Klor (Ci) 2.3 1.3
Karbonat (CaO3) 2.6 1.9
Nitrogen (N) 0.04 0.05
Pospat (P) 1.4 0.9
Silika(SIO2) 59.1 61
Sumber : Graille dkk,1985 dalam utama dan sentosa, 2005
Reaksi unsur silika dengan unsur kalsium dapat suatu membentuk reaksi yang
disebut dengan reaksi pozzolanic yang dapat membentuk suatu masa yang kaku dan
keras. Berdasarkan tabel 2.7 unsur silika yang dihasilkan sangat mendominasi yaitu
kandungan silika terbesar adalah 61% sedangkan unsur kalsium yang dihasilkan
sebesar 1,5 % (Graille, 1985)silika atau yang dikenal dengan silikon dioksida (SiO 2)
berupa senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa,
terdiri dan Kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengantar yang
terbawa selama proses pengendapan.
30
terproses oleh lapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan
dan aktifitas panas bumi.
Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket saat basah terkena
air.Sifat ini ditentukan oleh jenis material lempung yang mendominasinya. Meneral
lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida almunium yang
membentuk kristalnya, golongan 1:1 memiliki satu lapisan oksida slikon dan satu
oksida almunium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida
silikon yang mengapit satu lapis oksida almunium, mineral lempung 2:1 memiliki
sifat elastis yang kuat menyusut saat kering dan memuai saat basah. Karena
perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat membentuk kerutan-kerutan atau pecah-
pecah bila kering.
2. Abu boyler (hasil pembakaran cangkang sawit)
Abu cangkang sawit merupakan limbah hasil pembakaran cangkang kelapa sawit
yang mengandung banyak silikat. Selain itu, Abu sawit tersebut mengandung
kation Anorganik seperti kalium dan natrium (Graile, 1985) adapun komposisi abu
hasil pembakaran serat dan cangkang dapat dilihat dari table 2,7.
31
tersebut. Peroses pembakaran bata merah harus berjalan seimbang dengan kenaikan
suhu dan kecepatan suhu (huda 2012).
Menurut suwardono(2002), ada beberapa tahapan yang hams diperhatikan
dalam peroses pembakaran bata merah, yaitu :
1. Tahapan penguapan (pengeringan)
Adalah pengeluaran air pembentukan yang terjadi hingga temperatur kira-kira
120C.
2. Tahap oksidasi, terjadi pembakaran sisa tumbuhan (karbon) yang terdapat dalam
tanah liat. Peroses ini terjadi pada temperatur 650°C-800°C.
3. Tahap pembakaran penuh. Batu bata di bakar hingga matang dan terjadi peroses
sintering hingga menjadi bata padat. Temperatur padat berfariasi antara 920° C -
1020°C. Tergantung pada sifat tanah liat yang di pakai
4. Tahap penahanan. Pada tahap ini terjadi penahan temperatur selama 1-2 jam. Pada
tahap 1, 2 dan 3 kenaikan temperatur harus perlahan-lahan agar tidak terjadi
kerugian pada batanya. Antara lain: pecah-pecah, noda hitam pada bata,
pengembangan, dan lain-lain.
Q = P/A
32
Tabel 2.8 Kekuatan tekan rata-rata batu bata (SNI-0021-1978)
Kekuatan tekan rata-rata
batu bata Koefisien Variasi
Kelas
Kg/cm 2
N/mm 2 Izin (%)
25 25 2.5 25
50 50 5.0 22
100 100 10 22
150 150 15 15
200 200 20 15
250 250 25 15
Ukuran batu bata menurut SK SNI S-04-1989-F adalah seperti pada tabel
Tabel 2.10 Ukuran batu bata
Modul Ukuran (mm)
Tebal Lebar Panjang
M-5a 65 90 190
M-5b 65 140 160
M-6 55 110 230
Penyimpangan ukuran maksimum yang diperbolehkan untuk batu bata merah menurut
SK SNI S-04-1989-F adalah sebagai berikut :
33
Tabel 2.11 Penyimpangan Ukuran Batu Bata
Penyimpangan Ukuran Maksimum (mm)
Kls M-5a dan M-5b M-6
T L P T L P
25 2 3 5 2 3 5
50 2 3 5 2 3 5
100 2 3 4 2 3 4
150 2 2 4 2 2 4
200 2 2 4 2 2 4
250 2 2 4 2 2 4
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental, yaitu hasil penelitian yang diperoleh melalui
percobaan yang dilaksanakan dilaboratorium pengujian bahan dengan pengujian kuat tekan
dan kuat lentur.
Pengujian dilakukan pada sampel bata merah yang di buat dengan cara manual dengan
bahan dasar tanah, baik tanah asli maupun tanah dasar yang di campur dengan berbagai
variase abu cangkang sawit, Kadar air dalam pembuatan benda uji adalah kadar air pada
0,85% d maksimum pada sisi basah optimum, hal ini dilakukan karena jika di gunakan
kadar air d maksimum (W optimum) maka tanah terlalu kaku dan susah pembuatan benda
uji secara manual, dari beberapa percobaan di lakukan di lapangan maka di ambil kadar air
0,85% dmaksimum. pada sisi basah optimum, Karena pada kadar air ini kondisi ini
sampel bata bisa di buat secara manual.
35
Gambar 3.2 Pengeringan cangkang sawit
36
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Batu Bata
Jumlah Sampel
Jenis Penelitian
0 5% 15% 25%
Kuat Tekan Batu Bata 3 3 3 3
Kuat Lentur Batu Bata 3 3 3 3
Jumlah 6 6 6 6
Sumber : Data Hasil Penelitian 2015
3.4Tempat Penelitian
Lokasi/tempat penelitian yang akan dilakukan yaitu pada laboratorium Mekanika
Tanah Fakultas Teknik Sipil dan Labotorium Teknik mesinInstitut Teknologi Padang.
3.5Prosedur Penelitian
3.5.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini terdiri dari uji sifat fisis sifat alamiuntuk tanah asli
pembuatan bata di uji kuat tekan bata dan lentur.
1. Pengujian distribusi ukuran butiran tanah yang mengacu pada ASTM D421
dan D422.
2. Pengujian kadar air, prosedur pengujian mengacu pada ASTM D2216.
3. Pengujian batas konsistensi, prosedur pengujian mengacu pada ASTM
D4318.
4. Pengujian specific gravity, prosedur pengujian mengacu pada ASTM D854
5. Alat pemadatan standar ASTM D698-00aPemadatan
6. Kuat tekan dan kuat lentur bata.
37
3.5.2Penelitian Utama
Penelitian utama adalah ujisifat fisis dan sifat mekanis batu bata yang telah di
campur yang berfariasi persentase abu dan uji kuat tekan dan lentur batu bata.Untuk
mengetahui bagaimana peroses dari penelitian stabilisasi tanah ini, maka dapat kita
lihat pada diagram alir berikut ini
Mulai
Studi Literatur
d maksimum d maksimum
0,85% γd maksimum
Pembuatan
W sisi basah
bata
optimum
Analisa Data
Laporan Selesai
38
3.6Pemeriksaan Kadar Air Tanah
3.6.1 Alat Dan Bahan
a.Alat
Alat – alat yang digunakan adalah :
1. Oven dengan suhu dapat diatur konstan pada 105° - 110°C
2. Timbangan yang mempunyai ketelitian 0,01
3. Desikator
4. Cawan aluminium
(a) (b)
(c) (d)
(a) Oven (c) Desikator
(b) Timbangan (d) Cawan
Gambar 3.6 Alat- Alat uji Kadar Air Tanah
b. Bahan
1. Tanah basah
2. Tanah kering udara
3. Tanah kering oven
39
3.6.2Langkah Kerja
a. Bersihkan dan keringkan cawan aluminium, kemudian timbang dan catat
beratnya (W1).
b. Masukan contoh tanah kedalam cawan aluminium, kemudian timbang
(W2).
c. Masukan cawan aluminium yang berisi tanah basah kedalam oven (105° -
110°), biarkan selama 16 – 24 jam.
d. Cawan aluminium beserta tanah kering didalamnya dikeluarkan dari oven
dan dinginkan didalam desikator.
e. Cawan aluminium beserta tanah kering dalamnya ditimbang ( W3).
(a) (b)
(a) Piknometer
(b) vacuum atau kompor
Gambar 3.7 Alat – alat uji berat jenis tanah
40
b.Bahan
1. Tanah kering oven.
e. Piknometer ditambah air bersih sampai penuh dan ditutup. Bagian luar
piknometer dikeringkan dengan kain kering. Setelah itu piknometer berisi
tanah dan air ditimbang (W3) gram. Air didalam piknometer diukur suhunya
dengan thermometer (t°) C.
f. Piknometer dikosongkan dan dibersihkan, kemudian diisi penuh dengan air
bersih,ditutup, bagian luar piknometer dikeringkan dengan kain kering.
Piknometer berisi penuh air ditimbang (W4) gram.
41
3.8 Pemeriksaan Batas Cair Tanah
3.8.1 Alat dan Bahan
a. Alat
1. Alat batas cair Casagrande
2. Alat pembarut (grooving tool)
3. Cawan porselen (mortal)
4. Pestel (penumbuk / penggerus) berkepala karet atau dibungkus karet
5. Spatel
6. Saringan no. 40
7. Air bersih dalam botol cuci (wash bottle)
8. Alat-alat pemeriksaan kadar air
(a) (b)
(a) Cassagrande
(b) Alat pembarut
Gambar 3.9 Alat –alat uji batas cair tanah
b. Bahan
1. Tanah kering udara lolos saringan no. 40 dan dibebaskan
42
Gambar 3.10 Tanah lolos Saringan No.40
43
Gambar 3.11Proses uji batas cair
3. Dengan alat pembarut, buatlah alur lurus pada garis tengah mangkok
searah dengan sumbu alat, sehigga tanah terpisah menjadi dua
bahagian secara simetris. Bentuk alur harus baik dan tajam dengan
ukuran harus sesuai dengan alat pembarut.
4. Selanjutnya
a. Gerakan pemutar, sehingga mangkok terangkat dan jatuh pada
alasnya dengan kecepatan 2 putaran /detik, sampai kedua bagian
tanah bertemu kira-kira 12,7 mm.Catat jumlah pukulan yang
terjadi.
b. Cuci mangkok casagrande dengan air, kemudian keringkan
dengan kain lap yang kering kemudian ulangi pekerjaan tersebut
diulangi dengan menambah kadar air tanah.
5. Ambil segera dari mangkok sebagian tanah untuk memeriksa kadar
air nya.
6. Sisa tanah yang ada dalam yang ada dalam mangkok dikembalikan
kedalam cawan porselen, tambahkan air secara merata, cuci dan
keringkan mangkok.
7. Pekerjaan tersebut diatas diulangi dengan kadar air yang berbeda,
sehingga diperoleh 4 buah data dengan variasi jumlah pukulan yang
berbeda pula. Percobaan ini dilaksanakan dari tanah yang kurang
cair kemudian makin cair.
44
2. Pestel(penumbuk/ penggerus) berkepala karet atau dibungkus karet
3. Spatel
4. Saringan no.40
5. Air Bersih dalam botol cuci ( wash bottle)
6. Plat kaca
7. Batang kawat 3 mm untuk pembanding
8. Alat –alat pemeriksaan kadar air
b. Bahan
1. Tanah kering lolos saringan no. 40.
45
mm ternyata masih licin, ulangi lagi meremas remas tanah tersebut seperti
pekerjaan diatas, sampai batang yang terjadi tampak retak-retak dan tidak
dapat digiling menjadi batang yang lebih kecil.
46
(a) (b)
(c) (d)
b. Bahan
1. Tanah lolos saringan no. 40
3.10.2Langkah Kerja
a. Taruhlah contoh tanah dalam cawan porselen, campur air sedikit demi sedikit
dan aduk sampai merata benar. Pastikan air mengisi pori-pori tanah sehingga
jangan ada tanah yang terperangkap dalam pori tanah.
b. Tentukan berat dan volume cawan susut. Bersihkan cawan susut timbang serta
catat beratnya.Untuk menentukan volume cawan, taruh cawan dalam mangkok
porselen, isi air raksa sampai penuh, tekan plat gelas rata diatas permukaan
cawan, jangan ada udara yang terperangkap.Bersihkan air raksa yang melekat
47
pada cawan. Pindahkan air raksa pada mangkok lain dan tentukan beratnya.
Volume cawan adalah berat air raksa dibagi berat jenisnya.
c. Isilah cawan susut dengan tanah basah yang telah disiapkan. Caranya adalah
olesi tipis bagian dalam cawan dengan pelumas pekat.Isi cawan sekitar sepertiga
volumenya dan taruh ditengah cawan.Pukul-pukulkan dengan hati-hati cawan
pada bidang datar dan kokoh, sehingga tanah mengalir mengisi sudut-sudut
cawan.Tambahkan tanah sejumlah seperti tadi dan pukul-pukulkan lagi sehingga
tanah memadat dan semua udara bergerak kepermukaan.Tambahkan lagi tanah
dan terus pukul-pukulkan, sehingga cawan terisi penuh sampai tepi atas. Ratakan
dengan pisau perata dan hapuslah tanah yang melekat diluar cawan, sehingga
volume tanah sama dengan volume cawan.
d. Tentukan berat basah dan kering tanah, langkahnya adalah setelah cawan berisi
penuh tanah segera timbang dan catat beratnya. Biarkan tanah mengering udara
sampai warnanya berubah dari tua menjadi muda.Kemudian keringkan dengan
oven pada temperatur 105°C- 110°C.Dinginkan dalam desikator, setelah dingin
timbang dan catat beratnya.
e. Tentukan volume tanah kering dengan jalan mencelupkan tanah tersebut
kedalam air raksa dalam mangkok gelas. Mula-mula tempatkan mangkok gelas
dalam cawan porselen, isi mangkok dengan air raksa sampai melimpah,
kemudian tekan dengan plat gelas terpaku tiga buah diatas mangkok. Hapuslah
air raksa yang melekat diluar mangkok, kemudian tempatkan mangkok pada
cawan porselen kosong. Tekan hati-hati tanah kering kedalam air raksa dengan
gelas terpaku diatas mangkok. Pindahkan air raksa yang tumpah dalam suatu
mangkok dan tentukan berat air raksa ini. Volume tanah kering sama dengan
berat air raksa dibagi dengan berat jenisnya.
48
3.11Distribusi Ukuran Butir Tanah ( untuk tanah dengan butir < 2mm)
3.11.1Alat dan Bahan
a. Alat
1. Hydrometer denagn skala pembacaan antara -5 sampai + 60 gr/1,
misalnya hydrometer ASTM 152H
2. Saringan, terdiri dari susunan saringan dengan tutup atas dan alas
bawah. Nomor saringan (standar ASTM ) dengan ukuran no 4 no .10
(2,00 mm), no .20 (0,85 mm), no.40 ( 0,425 mm), no.60 ( 0,250 mm ),
no.140 (0,106 mm), no.200 (0,075 mm)
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
4. gelas silinder kapasitas 100 cc,dengan tanda volume 1000 cc.
5. Cawan porselen (mortar ) dan pestel penggerus berkepala karet atau
dibungkus karet.
6. Alat pengaduk suspense (stirring apparatus).
7. Air bersih
(a) (b)
(a) Hydrometer
(b)Alat pengaduk suspense
b. Bahan
1. Tanah asli kering oven.
49
3.11.2 Langkah Kerja
a. Tanah kerin oven yang telah ditimbang beratnya (W gram ), ditempatkan
dalam gelas kapasitas 250 cc.Campur dan aduk sampai dan aduk sampai
seluruh tanah tercampur dengan air.Biarkan tanah terendam ± 16 jam.
b. Tuangkan campuran tersebut dalam pengaduk ( stirring apparatus ),
jangan ada butir yang tertinggal atau hilang dengan membilas dengan air
dan tuangkan air bilasan kedalam alat.Putarlah alat pengaduk selama lebih
dari 1 menit.
c. Kemudian segera pindahkan suspense ke gelas silinder pengendap, jangan
ada tanah yang tertinggal dengan membilas dan menuangkan air bilasan
ke silinder. Tambahkan air bersih sehingga volumenya 1000 cc.
d. Disamping silider suspensi, sediakan gelas silider kedua yang hanya diisi
air bersih, sehingga larutan pada silinder larutan pada silider kedua sama
dengan yang dipakai pada silider yang pertama.Apungkanhydrometer
dalam silinder kedua ini selama percobaan dilaksanakan.
e. Tutup gelas ini suspensi dengan tutup karet ( telapak tangan ). Kocok
suspensi dengan membolak –balik vertical keatas dan kebawah selama 1
menit, sehingga butir-butir tanah melayamg merata dalam air. Gerakan
membolak –balik gelas ini harus sekitar 60 kali. Langsung letakan silinder
bediri diatas meja dan bersamaan dengan berdirinya silinder, jalankan
stop wacth dan merupakan waktu permulaan T=0.
f. Lakukan pembacaan hydrometer pada saat T = 2, 5,30,60, 250,1440 menit
setelah T= 0, dengan cara berikut :
1. Kira- kira 20 atau 25 detik sebelum setiap saat pelaksanaan pembacaan,
ambil hydrometer dari silinder kedua, celupkan secara hati- hati dan
pelan – pelan dan dalam suspensi sampai mencapai kedalaman sekitar
taksiran skala yang akan terbaca, kemudian lepaskan (jangan sampai
timbul goncangan). Kemudian pada saatnya bacalah skala yang
ditunjuk oleh puncak minikus muka air = R1 ( pembacaan dalam
koreksi ).
2. Setelah dibaca segera ambil hydrometer pelan- pelan, pindahkan
kedalam silider kedua,bacalah skala hydrometer = R2 (koreksi
pembacaan).
50
g. Setiap setelah pembacaan hydrometer, amati dan catat terperatur suspense
dengan mencelupkan thermometer.
h. Setelah pembacaan hydrometer terakhir dilakukan (T= 1440 menit),
tuangkan suspensi kedalam saringan no.200 seluruhnya, jangan ada butiran
tertinggal. Cucilah dengan air (leding ledeng) sampai air mengalir dibawah
saringan menjadi jernih dan tidak ada lagi butir halus yang tertinggal.
i. Pindahkan butir-butir tanah yang tertinggal pada suatu tempat, kemudian
keringkan dalam oven (temperature 105°C -110 °C).
j. Kemudian dinginkan, timbang serta catat berat tanah kering yang
diperoleh = Wd gram.
k. Saringlah tanah ini dengan menggunakan sejumlah saringan yang tersebut
pada bagian alat diatas.
l. Timbanglah dan catat berat bagian tanah yang tertinggal diatas setiap
saringan. Periksalah bahwa seharusnya jumlah berat dari masing- masing
bagian sama atau dekat dengan berat sebelum disaring.
51
Penumbuk yang dapat digunakan berupa :
1. Penumbuk yang dilayani dengan tangan
2. Penumbuk standard, digunakan pada percobaan pemadatan standard,
diameter bidang jatuh 2” ± 0,005”, berat 5,5 ±0,2 lb, tinggi jatuh 12” ±
1/16 “ ( diameter 5,08± 0,013 cm,berat 2,5 ± 0,01 kg, tinggi jatuh 30,48
± 0,16 cm ).
3. Alat untuk mengeluarkan contoh tanah dari silinder / extruder
4. Timbangan dengan kapasitas ± 12 kg dengan ketelitian 5 gram dan
timbangan dengan ketelitian 0,01 gr
5. Pisau merata ( straight edge)
6. Saringan 2”, ¾” dan no 4 no 4 no .10 (2,00 mm), no .20 (0,85 mm),
no.40 ( 0,425 mm), no.60 ( 0,250 mm ), no.140 (0,106 mm), no.200
(0,075 mm)
7. Oven
8. Alat pencampur tanah seperti talam, sendok dan sebagainya.
(a) (b)
(a) Silinder Pemadatan
(b) Penumbuk
Gambar 3.18 Alat – Alat uji pemadatan
b. Bahan
1.Tanah kering oven lolos saringan no. 4.
52
2. Pasang klem plat alas dan silinder, silinder harus diletakan pada dasar
yang kokoh.
b. Pemadatan
1. Siapkan 6 sampel tanah kering udara dengan berat 2 kg,variasikan
pemberian air masukan kedalam plastik dan ditusuk-tusuk dengan jarm
dan biar kan selama 24 jam
2. Tanah yang sudah disiapkan dipadatkan dalam silinder.
3. Setiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali pukulan dengan posisi yang
telah ditentukan,pada lapisan terakhir tanah padat lebih tinggi dari
selinder,sebelum mengerjakan lapis tersebut ,sambungan selinder
dipasang diatas selinder utama.
4. Lepaskan silinder sambungan (silinder bagian atas), kemudian
potonglah tanah dengan pisau (straight edge) sehingga tanah rata
dengan permukaan silinder. Sambungan kemudian ditimbangan silinder
bersama tanahnya alas nya dan catat beratnya (w2).
5. Ambil contoh tanah diatas dan dibawah nyauntuk memeriksa kadar air.
53
2. Tungku pembakaran
3. Alat cetak yang di gunakan terbuat dari kayu.
4. Oli atau pelumas.
5. Plastik.
6. Triplek.
7. Ember
b. Bahan
1. Tanah liat yang lolos saringan No. 4
54
8. Bila bata tersebut benar-benar masak, Maka bisa dilakukan pengujian kuat tekan
dan kuat lentur batu bata tersebut.
55
Gambar. 3.24. Tungku pembakaran batu bata
56
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Menurut kedua klasifikasi tanah tersebut yaitu USCS dan AASHTO,tanah yang uji
masuk dalamkategori tanah ML atau lanau non organik dengan platisitas tinggi
(USCS) atau tanah termasuk kelompok A-7-5 (28) yaitu tanah berlempung.
2. Padaujifisistanah yang telah dicampuran abu cangkang sawit sebanyak 25%
sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung menunjukan penurunan pada batas
cair ( LL ) sebesar 26,55%, indeks plastis ( PI ) sebesar 87,05% dan analisa butiran
sebesar 15,14%, sedangkan kenaikan nilai terjadi pada gravitas khusus ( Gs )
sebesar 2,13%, batas plastis ( PL ) sebesar 6,19% dan batas susut ( SL )sebesar
59,31% jikadibandingkandengantanahasli.
3. Padaujisifatmekanis yang telah dicampur abu cangkang sawit sebanyak 25%
sebagai bahan stabilisasi pada tanah menunjukan kenaikan pada nilai berat volume
kering maksimum ( MDD ) sebesar 7,2% dan nilai kadar air optimum ( OMC )
sebesar42,45% biladibandingkandengantanahasli.
4. Padaujikuattekan batu bata dengan persentase 0% - 5% - 15% - 25% mengalami
peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada penambahan abu cangkang sawit
sebanyak 25% dengan kenaikan, nilai kuat tekan batu bata 121,20 kg/cm². Nilai
ini jika dibandingkan nilai kuat tekan batu bata tanpa campuran yaitu sebesar 62,29
kg/cm². Terjadikenaikansebesar 58,91atau 48,60% darinilai kuat tekan batu bata
tanpa campuran.
5. Dari hasilujiKuatlentur batu bata dengan persentase 0% - 5% - 15% - 25%. didapat
hasil yang paling baik dengan campuran 5% dengan kenaikan sebesar kenaikan,
dengan nilai kuat lentur batu bata 8,97 kg/cm².Nilai ini jika dibandingkan nilai kuat
lentur batu bata tanpa campuran yaitu sebesar 3,3 kg/cm². Terjadikenaikansebesar
5,67atau 126% darinilaikuatlenturbatubatatanpacampuran.
5.2 Saran
1. Sampel penelitian sebaiknya dilebihkan untuk menghindari kekurangan bahan uji.
67
2. Sebelum melaksanakan penelitian, alat-alat yang digunakan untuk penelitian
harus dicek kondisinya layak atau tidak.
3. Keselamatan alat-alat penelitian harus dijaga dengan baik.
4. Padasaat pengeringan bata, harus di cek betul tempat penjemuran bata
tersebutpada saat pembakaran bata harus benar-benar terjaga temperatur
pembakarannya
5. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan alat Press atau bata pres.
68
LAMPIRAN
KERING UDARA DAN LAPANGAN
WATER CONTENT DETERMINATION
Kadar Air Lapangan
1 Can no. 1 2
2 Mass of can M1 gram 4.5 4.5
3 Mass of wet soil + can M2 gram 19.80 20.1
4 Mass of dry soil + can M3 gram 14.4 14.60
5 Mass of moisture (M2-M3) gram 5.4 5.5
6 Mass of dry soil (M3-M1) gram 9.9 10.1
7 Water content, w [(M2-M3)/(M3-M1)]x100% 54.55 54.46
8 Average water content, w (%) 54.50
1 Can no. D1 D2
2 Mass of can M1 gram 11.3 11.1
3 Mass of wet soil + can M2 gram 32.50 29.4
4 Mass of dry soil + can M3 gram 31.40 28.40
5 Mass of moisture (M2-M3) gram 1.1 1
6 Mass of dry soil (M3-M1) gram 20.1 17.3
7 Water content, w [(M2-M3)/(M3-M1)]x100% 5.47 5.78
8 Average water content, w (%) 5.63
12.07997938
90
85
80
75
70
Kadar air, %
65
60
55
50
1 10 25 100
No. of blows, N
15.77
90
85
80
75
70
65
60
55
Kadar air, %
50
45
40
35
30
25
20
1 10 25 100
No. of blows, N
25.44
90
85
80
75
70
65
60
Kadar air, %
55
50
45
40
35
30
1 10 25 100
No. of blows, N
29.69
90
85
80
75
70
65
60
Kadar air, %
55
50
45
40
35
30
1 10 25 100
No. of blows, N
Sand
Gravel Fines
Coarse to medium Fine
No.200
No.100 = Mechanical analysis
No.20
No.40
3/4 in.
No.10
No.4
= Hydrometer analysis
100
90
80
70
Percent Finer, %
60
50
40
30
20
10
0
10 1 0.1 0.01 0.001
Grain Diameter, mm
Gravel = 0.00 %
Sand = 12.09 %
Silt/Clay = 87.91 %
2
D10 D30 D60 Cu = D60/D10 Cc =(D 30) /(D10 x D 60)
Sd = 6.7
NOTE :
Description of soil
Sand
Gravel Fines
Coarse to medium Fine
No.200
No.100 = Mechanical analysis
No.20
No.40
3/4 in.
No.10
No.4
= Hydrometer analysis
100
90
80
70
Percent Finer, %
60
50
40
30
20
10
0
10 1 0.1 0.01 0.001
Grain Diameter, mm
Gravel = 1.67 %
Sand = 17.00 %
Silt/Clay = 81.33 %
Sd = 11.2
NOTE :
Description of soil
Sand
Gravel Fines
Coarse to medium Fine
No.200
No.100 = Mechanical analysis
No.20
No.40
3/4 in.
No.10
No.4
= Hydrometer analysis
100
90
80
70
Percent Finer, %
60
50
40
30
20
10
0
10 1 0.1 0.01 0.001
Grain Diameter, mm
Gravel = 4.33 %
Sand = 19.67 %
Silt/Clay = 76.00 %
Sd = 14.4
NOTE :
Sand
Gravel Fines
Coarse to medium Fine
No.200
No.100 = Mechanical analysis
No.20
No.40
3/4 in.
No.10
No.4
= Hydrometer analysis
100
90
80
70
Percent Finer, %
60
50
40
30
20
10
0
10 1 0.1 0.01 0.001
Grain Diameter, mm
Gravel = 6.83 %
Sand = 18.50 %
Silt/Clay = 74.67 %
2
D10 D30 D60 Cu = D60/D10 Cc =(D 30) /(D10 x D 60)
Sd = 15.2
NOTE :
1 Piknometer no. b c
2 Mass of piknometer M1 gram 43.10 27.30
3 Mass of dry soil + piknometer M2 gram 53.90 37.40
4 Mass of dry soil + water + piknometer M3 gram 148.60 83.70
5 Mass of water + piknometer M4 gram 142.50 77.80
6 o
Temperature t C 37.00
7 A = M2 - M1 10.80 10.10
8 B = M3 - M4 6.10 5.90
9 C=A-B 4.70 4.20
10 Specific Gravity, G1 = A/C 2.30 2.40
11 Average specific gravity, G1 2.35
o
12 Gwater at t C 0.9932
o o o
13 G for 27,5 C = G = (Gwater at t C)/(Gwater at 27.5 C) 2.34
1 Piknometer no. A D
2 Mass of piknometer M1 gram 42.80 31.00
3 Mass of dry soil + piknometer M2 gram 53.00 40.10
4 Mass of dry soil + water + piknometer M3 gram 146.55 86.47
5 Mass of water + piknometer M4 gram 140.80 81.10
6 o 37.00
Temperature t C
7 A = M2 - M1 10.20 9.10
8 B = M3 - M4 5.75 5.37
9 C=A-B 4.45 3.73
10 Specific Gravity, G1 = A/C 2.29 2.44
11 Average specific gravity, G1 2.37
o
12 Gwater at t C 0.9932
o o o
13 G for 27,5 C = G = (Gwater at t C)/(Gwater at 27.5 C) 2.36
1 Piknometer no. A D
2 Mass of piknometer M1 gram 42.90 31.10
3 Mass of dry soil + piknometer M2 gram 52.00 41.40
4 Mass of dry soil + water + piknometer M3 gram 145.70 87.35
5 Mass of water + piknometer M4 gram 140.70 81.10
6 o 31.00
Temperature t C
7 A = M2 - M1 9.10 10.30
8 B = M3 - M4 5.00 6.25
9 C=A-B 4.10 4.05
10 Specific Gravity, G1 = A/C 2.22 2.54
11 Average specific gravity, G1 2.38
o
12 Gwater at t C 0.9953
o o o
13 G for 27,5 C = G = (Gwater at t C)/(Gwater at 27.5 C) 2.38
1 Piknometer no. A D
2 Mass of piknometer M1 gram 42.90 31.10
3 Mass of dry soil + piknometer M2 gram 53.40 42.10
4 Mass of dry soil + water + piknometer M3 gram 147.00 87.30
5 Mass of water + piknometer M4 gram 140.70 81.10
6 o 31.00
Temperature t C
7 A = M2 - M1 10.50 11.00
8 B = M3 - M4 6.30 6.20
9 C=A-B 4.20 4.80
10 Specific Gravity, G1 = A/C 2.50 2.29
11 Average specific gravity, G1 2.40
o
12 Gwater at t C 0.9953
o o o
13 G for 27,5 C = G = (Gwater at t C)/(Gwater at 27.5 C) 2.39
Density Determination
Water content, w % 17.71 18.16 21.05 21.67 27.82 52.77
Mass of soil + Mold 4659.60 4691.00 4729.40 4738.60 4785.20 4819.00
Mass of mold 3405.20 3405.20 3405.20 3405.20 3405.20 3405.20
Mass of soil in mold 1254.40 1285.80 1324.20 1333.40 1380.00 1413.80
Wet density gb, g/cm3 1.33 1.37 1.41 1.42 1.47 1.50
Dry density gd, g/cm3 1.13 1.16 1.16 1.16 1.15 0.98
1.300
1.275
1.250 Saturation Line
1.225
1.200
1.175
Dry Density, g/cm3
1.150
1.125
1.100
1.075
1.050
1.025
1.000
0.975
0.950
0.925
0.900
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Moisture Content, %
Density Determination
Water content, w % 20.17 26.14 29.37 34.17 38.63 75.76
Mass of soil + Mold 5033.20 5098.80 5172.20 5237.20 5257.80 5048.00
Mass of mold 3684.00 3684.00 3664.60 3684.00 3684.00 3684.00
Mass of soil in mold 1349.20 1414.80 1507.60 1553.20 1573.80 1364.00
Wet density gb, g/cm3 1.43 1.50 1.60 1.65 1.67 1.45
3
Dry density gd, g/cm 1.19 1.19 1.24 1.23 1.21 0.82
1.300
1.275
1.250
1.225 Saturation Line
1.200
1.175
1.150
1.125
Dry Density, g/cm3
1.100
1.075
1.050
1.025
1.000
0.975
0.950
0.925
0.900
0.875
0.850
0.825
0.800
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Moisture Content, %
Density Determination
Water content, w % 23.27 24.53 32.49 37.87 42.21 78.96
Mass of soil + Mold 5067.20 5075.20 5211.60 5297.00 5249.00 5066.00
Mass of mold 3684.00 3684.00 3684.00 3684.00 3684.00 3664.60
Mass of soil in mold 1383.20 1391.20 1527.60 1613.00 1565.00 1401.40
Wet density gb, g/cm3 1.47 1.48 1.62 1.71 1.66 1.49
Dry density gd, g/cm3 1.19 1.19 1.22 1.24 1.17 0.83
1.300
1.275
1.250
1.225 Saturation Line
1.200
1.175
1.150
1.125
Dry Density, g/cm3
1.100
1.075
1.050
1.025
1.000
0.975
0.950
0.925
0.900
0.875
0.850
0.825
0.800
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
Moisture Content, %
Density Determination
Water content, w % 20.91 24.09 34.58 38.23 41.69 79.03
Mass of soil + Mold 5067.20 5071.60 5211.60 5313.00 5288.80 5001.00
Mass of mold 3684.00 3684.00 3664.60 3684.00 3684.00 3664.60
Mass of soil in mold 1383.20 1387.60 1547.00 1629.00 1604.80 1336.40
Wet density gb, g/cm3 1.47 1.47 1.64 1.73 1.70 1.42
Dry density gd, g/cm3 1.22 1.19 1.22 1.25 1.20 0.79
1.400
1.375
1.350
1.325
1.300 Saturation Line
1.275
1.250
1.225
1.200
1.175
Dry Density, g/cm3
1.150
1.125
1.100
1.075
1.050
1.025
1.000
0.975
0.950
0.925
0.900
0.875
0.850
0.825
0.800
0.775
0.750
0.725
0.700
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
Moisture Content, %