SG 231532
Penyusun :
i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Bahan ajar ini telah diperiksa dan disetujui untuk digunakan sebagai
Bahan Kuliah bagi mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga Bahan Ajar ini dapat terselesaikan. Bahan Ajar Struktur Beton
Lanjutan ini disusun berdasarkan SNI NI-5 2002 yang berjudul Tata Cara
Perencanaan Struktur Kayu Untuk Bangunan Gedung.
Bahan Ajar ini disusun sebagai pedoman mata kuliah Perencanaan Struktur
Kayu yang diberikan pada semester V (lima). Materinya dititik beratkan pada
perencanaan kuda-kuda kayu yang meliputi batang tarik, batang tekan dan
sambungan.
Begitu banyak keterbatasan yang dimiliki oleh penulis dalam mewujudkan
Bahan Ajar ini sehingga masih terdapat kekurangan-kekurangan baik dari segi
penyajian maupun isinya. Oleh karena itu kritik maupun saran dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan Bahan Ajar ini. Terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyusunan Bahan Ajar ini.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
4.5. Contoh Analisis Batang Tekan ............................................................... 31
4.6. Soal-soal Latihan .................................................................................... 32
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)
MATA KULIAH : Perencanaan Konstruksi Kayu
KODE MATA KULIAH : SG 231532
SKS : 2
SEMESTER : 5
JAM/ MINGGU : 3 Jam
DESKRIPSI SINGKAT : Perencanaan Konstruksi kayu mempelajari sifat properties dan sifat sifat kayu, tegangan dan
perhitungan sambungan baik non teknis maupun teknis serta perencanaan konstruksi rangka lengkap
perhitungan alat penyambungnya
TIU : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat melakukan perhitungan dan merencanakan
konstruksi rangka kayu statis tertentu lengkap dengan alat sambung
Estimasi
NO. Tujuan Instruksional Khusus Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Pustaka
Waktu
1. Mampu dan menjelaskan serta I.1. Kontrak perkuliahan 1. Anatomi Kayu 1x3x 50
mengenal sifat-sifat kayu I.2. Material Kayu 2. Sifat-sifat kayu menit
2 Dapat memahami dan mengetahui Dasar-Dasar Perencanaan 1. Tegangan Bahan kayu 1x3x
penggolongan dan tegangan kayu 2. Kuat Acuan 50 menit
3. Kondisi Batas Tahanan
3 Dapat memahami dan merencanakan Elemen Truss 1. Batang tarik 3x3x
elemen struktur Truss 2. Batang Tekan 50 menit
viii
Estimasi
NO. Tujuan Instruksional Khusus Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Pustaka
Waktu
DAFTAR PUSTAKA :
ix
TINJAUAN MATA KULIAH
Mata kuliah Perencanaan Struktur Kayu adalah salah satu mata kuliah
keahlian dalam bidang Teknik Sipil. Mata kuliah ini merupakan aplikasi dari mata
kuliah analisis struktur yang telah diperoleh pada semester sebelumnya.
Melihat pembangunan di bidang konstruksi sekarang ini, baik konstruksi
sipil maupun gedung pada umumnya menggunakan struktur beton bertulang
selain struktur baja dan kayu. Oleh sebab itu, mata kuliah ini ditawarkan untuk
membantu memperoleh pemahaman yang komperehensif tentang bagaimana
manganalisis dan mendesain Struktur Kayu khususnya rangka kuda-kuda. Dengan
memahami mata kuliah ini, maka sangat bermanfaat dalam menangani pekerjaan
nanti, terutama dalam bidang perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan
pekerjaan struktur beton.
Mata kuliah ini merupakan mata kuliah teori paktek yakni mata kuliah
yang diberikan secara teori dan diberikan tugas besar sebagai praktek perencanaan
rangka kuda-kuda. Mata kuliah ini diajarkan bagi mahasiswa jurusan Teknik
Sipil Program Studi Teknik Konstruksi Gedung pada semester V. Materi setiap
pokok bahasan diberikan secara teoritis disertai contoh perhitungan dan
latihan/tugas.
Pokok bahasan mata kuliah ini terdiri dari teori kayu, batang tarik,
batang tekan, sambungan non teknis dan sambungan teknis. Mata kuliah ini
berusaha untuk menghubungkan pokok bahasan dengan realitas yang ada dalam
suatu pekerjaan bangunan gedung baik berupa perencanaan maupun pelaksanaan.
Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu menganalisis
dan mendesain struktur rangka kayu serta dapat menuangkan hasil perhitungannya
dalam bentuk gambar dengan benar.
x
BAB I MATERIAL KAYU
MATERIAL KAYU
1
d. Kayu teras (heartwood)
Ketika pohon mulai dewasa (tua), sebagian kayu akan mulai mati
berangsur-angsur sehingga tidak lagi berfungsi sebagai saluran makanan.
Warna kayu berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zat-zat
ekstraktif. Bagian kayu ini berasal dari kayu gubal yang telah tua yang
dikenal dengan nama kayu teras (heartwood) dan jika digunakan untuk
konstruksi kayu akan menjadi awet.
e. Inti kayu (pith)
Merupakan bagian kayu yang ditengah dan terdiri dari elemen-elemen
yang sudah mati. Pada beberapa jenis kayu, inti kayu berupa gabus dan akan
jelas terlihat jika kayu masih muda namun jika kayu sudah sangat tua inti
kayu akan keras yang diskenal dengan sebutan galih.
f. Cincin tahunan
Pohon yang mengalami pertumbuhan cepat akan memiliki cincin
tahunan yang lebih lebar bila dibandingkan dengan pohon yang
pertumbuhannya lambat. Cincin tahunan dapat menentukan kualitas dari
kayu. Pada batang-batang yang lapisan lingkaran tahunannya lebih tipis
mempunyai kualitas yang lebih baik dari pada batang dengan lapisan cincin
tahunan yang lebih tebal. Hal ini disebabkan semakin tipis cincin tahunan
berarti pori-pori semakin rapat (Sumarni, S., 2010).
2
Kayu adalah bahan alam yang tidak homogeny. Sifat tidak homogeny ini
disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan pertumbuhan
yang sering tidak sama. Sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis kayu berbeda pada
arah longitudinal, radial dan tangensial. Perbedaan sifat-sifat fisis dan mekanis
pada ketiga arah ini menyebabkan kayu tergolong sebahai bahan ortho-tropik.
Pada Gambar 2 dapat dilihat potongan tampang kayu pada arah longitudinal,
radial dan tangensial. Kekuatan kayu pada arah longitudinal lebih besar bila
dibanding dengan arah radial maupun tangensial, dan angka kembang susut pada
arag longitudinal lebih kecil daripada arah radial maupun arah tangensial.
Arah longitudinal
Arah radial
Arah tangensial
Gambar 1.2. Arah longitudinal, radial dan tangensial pada pohon kayu
3
c. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau
melepas air sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekitar.
d. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama
dalam keadaan kering.
Sifat-sifat ini sangat penting dalam industri pengolahan kayu sebab dari
pengetahuan sifat tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang tepat serta
macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih
kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang
bersangkutan sulit didapat secara kontinyu atau terlalu mahal.
1.2.1. Sifat mekanik kayu
Sifat mekanik kayu adalah sifat-sifat pada kayu yang menjadi
ukuran/acuan kemampuan kayu dalam menahan gaya-gaya atau beban luar
yang bekerja padanya. Beberapa sifat mekanik kayu antara lain :
a. Kuat tarik
Kuat tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha menarik kayu. Terdapat dua macam kekuatan tarik yaitu kuat
tarik sejajar arah serat dan kuat tarik tegak lurus arah serat. Kekuatan
tarik terbesar pada kayu ialah kuat tarik sejajar serat.
b. Kuat tekan
Kuat tekan (kompresi) adalah kekuatan kayu untuk menahan beban
tekan. Sama seperti kuat tarik, kuat tekan terdiri dari kuat tekan sejajar
arah serat dan tegak lurus arah serat. Pada semua jenis kayu, kekuatan
tegak lurus serat lebih kecil daripada kuat tekan sejajar arah serat.
c. Kuat geser
Kuat geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain
didekatnya. Terdapat tiga macam kuat geser yaitu kuat geser sejajar
serat, kuat geser tegak lurus arah serat dan kuat geser miring. Kuat
geser tegak lurus serat lebih besar dari pada kuat geser sejajar serat.
4
d. Kuat lentur
Kuat lentur adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang
berusaha melengkungkan/melenturkan kayu.
e. Kekakuan
Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk
atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus
elastisitas.
f. Keuletan
Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga
yang relative besar atau tahan kejutan-kejutan atau tegangan yang
berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta
mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan
sebagian.
1.2.2. Sifat fisik kayu
a. Kandungan air
Pada bagian batang, kandungan air pada kayu gubal lebih banyak
daripada kayu teras. Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan
dalam dua bentuk yaitu air bebas (free water) yang terletak diantara
sel-sel kayu dan air ikat (bound water) yang terletak pada dinding sel.
Selama air bebas masih ada, maka dinding sel kayu masih tetap jenuh.
Ketika batang kayu mulai diolah, kandungan air pada batang berkisar
40%-300%. Kandungan ini yang dinamakan kandungan air segar.
Untuk kondisi dimana air bebas yang terletak diantara sel-sel sudah
habis sedangkan air pada dinding sel masih jenuh dinamakan kondisi
titik jenuh serat. Pada kondisi ini, kandungan air berkisar antara 25%-
30%.
b. Kepadatan
Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume.
Pengukuran kepadatan ditujukan untuk mengetahui porositas atau
persentase rongga (void) pada kayu. Kepadatan dan volume sangat
tergantung pada kandungan air. Cara menghitung kepadatan suatu jenis
5
kayu adalah dengan cara membandingkan antara berat kering kayu
dengan volume basah. Berat kering kayu dapat diperoleh dengan cara
menimbang specimen kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu
105oC selama 24 jam hingga 48 jam atau hingga berat specimen kayu
tetap.
c. Berat jenis
Berata jenis adalah perbandingan antara kepadatan kayu dengan
kepadatan air pada volume yang sama. Kayu terdiri dari bagian padat
(sel kayu), air dan udara. Ketika kayu kayu dikeringkan maka volume
yang tetap tinggal adalah volume vagian padat dan volume udara saja
sedangkan airnya akan hilang. Menurut Indraprastha (2012), kayu
mempunyai berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara berat jenis
minimum 0,2 (kayu balsa) sampai berat jenis 1,28 (kayu nani).
Umumnya makin tinggi berat jenis kayu, kayu semakin berat dan
semakin kuat pula.
d. Warna
Warna kayu beraneka ragam, hal ini disebabkan oleh zat pengisi warna
dalam kayu yang berbeda-beda.
e. Tekstur
Tekstur adalah ukuran relative sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya
kayu digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh : giam,
kulim), kayu bertekstur sedang (contoh : jati, senokeling) dan kayu
bertekstur kasar (contoh : kempas, meranti).
f. Arah serat
Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang
pohon. Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu,
serat berombak dan terpilin, serta serat diagonal (serat miring).
g. Kesan raba
Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan
kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dan lain sebagainya).
6
Kesan raba tiap jenis kayu berbeda-beda tergantung dari tekstur kayu,
kadar air dan kadar zat ekstraktif dalam kayu.
h. Bau dan rasa
Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan diudara
terbuka. Beberapa jenis kayu mempunyai bau kayu yang menyengat.
Untuk menyatakan bau kayu tersebut, sering digunakan bau sesuatu
benda yang umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat
penyamak (jati) bau kamper (kapur) dan lainnya.
1.2.3. Sifat higroskopis
a. Kadar lengas udara
Kadar lengas kayu dipengaruhi oleh kadar lengas udara. Kadar lengas
udara juga mempengaruhi kembang susut kayu. Penentuan kadar
lengas kayu untuk berbagai macam konstruksi sangat penting,
misalnya untuk konstruksi yang selalu basah kadar lengas kayu tinggi,
sedang untuk konstruksi kuda-kuda membutuhkan kadar lengas yang
rendah.
b. Kembang susut
Kayu akan mengembang bila kadar lengas kayu naik dan sebaliknya
kayu akan menyusut jika kadar lengas kayu menurun. Mengembang
dan menyusutnya kayu pada arah tegak lurus dan arah sejajar serat
kayu berbeda. Menyusut pada arah sejajar serat jauh lebih kecil dari
menyusut tegak lurus serat. Ini dapat dilihat pada sambungan-
sambungan pelebaran dari pintu-pintu rumah. Selain kadar lengas
udara, kembang susut juga dipengaruhi oleh derajat panas dan
kerapatan dari kayu. Kembang susut kayu untuk semua jenis kayu
untuk semua arah, rata-rata 4-14% untuk arah tangensial, 2-8% untuk
arah radial, 0,1-0,2% untuk arah axial dan 7-21% untuk arah
volumetric. Akibat kembang susut kayu yang begitu tinggi akan timbul
retak-retak pada permukaan kayu dan bila kayu berbentuk papan atau
balok akan pecah pada ujung-ujungnya.
7
1.3. Soal-soal Latihan Material Kayu
Jawablah pertanyaan berikut ini :
8
BAB II DASAR-DASAR PER ENCANAAN
DASAR-DASAR PERENCANAAN
9
menyerap sejumlah tenaga yang relative besar atau tahan terhadap kejutan-
kejutan atau tegangan-tegangan yang berulang-ulang yang melampaui batas
sebanding serta mengakibatkan perubahan bentuk permanen dan kerusakan
sebagian. Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang
membuat takik atau lekukan atau kikisan.
10
menyebabkan panjangnya interval berat jenis kayu pada satu macam kayu.
Sebagai contoh kayu bangkirai, berat jenis pada kondisi kering udara berkisar
antara 0,6 sampai 1,16. Karena kekuatan kayu berkolerasi linear dengan berat
jenis maka kayu bangkirai seharusnya tidak terletak pada satu kelas kuat agar
penggunaannya dapat optimal.
Tabel 2.1 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis
pada kadar air 15% (SNI NI-5, 2002)
Apabila nilai G yang diketahui bukan pada kadar air standar tetapi pada kadar air
m% (m lebih kecil dari 30 yang diukur dengan prosedur baku), maka menurut SNI
11
NI-5 (2002) nilai berat jenis kayu pada kadar air 15% dapat ditentukan dengan
menggunakan prosedur sebagai berikut :
a. Menentukan kadar air dengan prosedur baku, m% (m < 30%)
b. Menghitung kerapatan (ρ) pada kondisi basah dengan prosedur baku (berat
dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil
dari 30%). Untuk kerapatan (ρ) gunakan satuan kg/m3.
c. Menghitung berat jenis pada m% (Gm) dengan menggunakan persamaan 2.2.
ρ
Gm (2.2)
m
1000 1
100
d. Menghitung berat jenis dasar (Gb) dengan persamaan 2.3
Gm 30 m
Gb , dimana a = (2.3)
1 0,265 a G m 30
e. Menghitung berat jenis pada kadar air 15% (G15) dengan persamaan 2.4.
Gb
G15 (2.4)
1 0,133 G b
Dengan demikian nilai modulus elastisitas lentur (Ew) dapat ditentukan dengan
menggunakann persamaan 2.1.
Untuk kayu dengan berbagai jenis kemiringan serat dan mempunyai cacat
kayu seperti retak, mata kayu dan lain sebagainya, estimasi nilai-nilai kuat acuan
pada tabel 2.1 harus direduksi dengan mengalikan nilai rasio tahanan yang ada
pada tabel 2.2 yang nilainya tergantug pada Kelas Mutu kayu. Kelas mutu kayu
ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.3.
A 0,80
B 0,63
C 0,50
12
Tabel 2.3 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu (SNI NI-5, 2002)
Macam Cacat Kelas Mutu A Keals Mutu B Kelas Mutu C
Mata kayu :
1. Terletak 1/6 lebar kayu 1/4 lebar kayu 1/2 lebar kayu
dimuka lebar
2. Terletak 1/8 lebar kayu 1/6 lebar kayu 1/4 lebar kayu
dimuka sempit
Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu 1/2 tebal kayu
Pinggul 1/10 tebal atau 1/6 tebal atau 1/4 tebal atau
lebar kayu lebar kayu lebar kayu
Arah serat 1 : 13 1:9 1:6
Saluran damar 1/5 tebal kayu 2/5 tebal kayu 1/2 tebal kayu
eksudasi tidak
diperkenankan
Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
Lubang Serangga Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
asal terpencar dan asal terpencar dan asal terpencar
ukuran dibatasi ukuran dibatasi dan ukuran
dan tidak ada dan tidak ada dibatasi dan
tanda-tanda tanda-tanda tidak ada tanda-
serangga hidup serangga hidup tanda serangga
hidup
Cacat lain (lapuk, Tidak Tidak Tidak
hati rapuh, retak diperkenankan diperkenankan diperkenankan
melintang)
13
b. Beban Hidup (L) yaitu beban yang ditimbulkan oleh penggunaan
gedung, termasuk pengaruh kejut, tetapi tidakk termasuk beban
lingkungan seperti angin, hujan dan lain-lain.
c. Beban hidup diatap (La) yaitu beban yang timbul selama perawatan
oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan oleh
orang dan benda bergerak.
d. Beban Hujan (H) tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air.
e. Beban angin (W) termasuk dengan memperhitungkan bentuk
aerodinamika bangunan dan peninjauan terhadap pengaruh angin
topan, puyuh dan tornado jika diperlukan.
f. Beban Gempa (E) yaitu beban yang ditentukan menurut SNI – 03 –
1726 – 2002.
harus diambil dan ditentukan dari kombinasi beban sebagaimana yang
diatur dalam SNI NI-5 2002 sebagai berikut :
a. 1,4D
b. 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
c. 1,2D + 1,6 (La atau H) + (0,5L atau 0,8W)
d. 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5 (La atau H)
e. 1,2D + 1,0E + 0,5L
f. 0,9D + (1,3W atau 1,0E)
Catatan : Faktor beban untuk L didalam kombinasi beban pada butir c, d
dan e harus sama dengan 1,0 untuk garasi parker, daerah yang
digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah dimana
beban hidup lebih besar dari pada 5 kPa.
14
Nilai faktor tahanan () yang digunakan ditentukan sesuai dengan jenis
gaya yang bekerja pada struktur. Nilai-nilai tersebut diberikan pada tabel
2.4. Untuk faktor waktu (), nilainya ditentukan berdasarkan kombinasi
pembebanan yang menghasilkan gaya terbesar yang harus dipikul oleh
struktur. Besarnya milai faktor waktu () ditentukan seperti pada tabel 2.5.
15
2.3.3. Faktor koreksi untuk masa layan
Untuk kondisi masa layan, nilai faktor koreksi yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan dengan prosedur baku. Faktor koreksi masa layan yang
biasa digunakan adalah sebagai berikut :
Cm : faktor koreksi layan basah, untuk memperhitungkan kadar air
masa layan yang lebih tinggi dari pada 19% untuk kayu massif.
Nilai faktor koreksi Cm dapat dilihat pada tabel 2.6.
Ct : faktor koreksi temperatur, untuk memperhitungkan temperatur
layanan lebih tinggi dari 38oC secara berkelanjutan. Nilai faktor
koreksi Ct dapat dilihat pada tabel 2.7.
Cpt : faktor koreksi pengawetan kayu, untuk memperhitungkan
pengaruh pengawetan terhadap produk-produk kayu dan
sambungan.
Crt : faktor koreksi tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh
perlakuan tahan api terhadap produk kayu dan sambungan.
Cr : faktor koreksi pembagi beban pada balok tersusun atau komponen
struktur lantai kayu, dinding kayu, dan plafond kayu, untuk
memperhitungkan peningkatan tahanan lentur penampang.
CF : faktor koreksi ukuran, untuk memperhitungkan pengaruh dimensi
komponen struktur sesuai dengan tata cara yang berlaku. Untuk
kayu yang mutunya ditetapkan secara masinal, CF = 1,0.
CL : faktor koreksi stabilitas balok, untuk memperhitungkan pengaruh
pengekang lateral.
Cp : faktor koreksi stabilitas kolom, untuk memperhitungkan pengaruh
pengekang lateral parsial.
Cb : faktor koreksi luas tumpu, untuk memperhitungkan peningkatan
luas efektif bidang tumpu balok.
Cf : faktor koreksi bentuk, untuk memperhitungkan pengaruh
penampang tak persegi panjang pada perhitungan tahanan lentur.
16
Cfu : faktor koreksi penggunaan datar, untuk memperhitungkan
peningkatan tahan lentur dari komponen struktur kayu yang
digunakan secara datar.
Tabel 2.6 Faktor koreksi layan basah, CM (SNI NI-5, 2002)
Jenis Fb Ft Fv Fc Fc E
Balok kayu 0,85* 1,00 0,97 0,67 0,8** 0,9
Balok kayu besar
(125 mm x 125 mm 1,00 1,00 1,00 0,67 0,91 1,00
atau lebih besar)
Lantai papan kayu 0,85* - - 0,67 - 0,90
* untuk (Fb)/(CF) ≤ 8 MPa, CM = 1,00
** untuk (Fc)/(CF) ≤ 5 MPa, CM = 1,00
17
BAB III BATANG TARIK
BATANG TARIK
18
baut ditambah kelonggaran). Diameter lubang penuntun pada alat sambung baut
dipersyaratkan sebagai berikut :
a. Untuk baut dengan diameter (D) kurang dari 12,7 mm, diameter lubang
penuntun diambil sebesar D+0,8 mm.
b. Untuk baut dengan diameter lebih besar atau sama dengan 12,7 mm, diameter
lubang penuntun diambil sebesar D+1,6 mm.
Tu ≤ t T’ (3.1)
Dimana :
Tu = Gaya tarik terfaktor
= faktor waktu (sesuai tabel 2.5)
t = faktor tahanan tarik sejajar serat diambil sebesar 0,8
T’ = tahanan tarik terkoreksi
T’ = Ft’ An (3.2)
Dimana :
T’ = tahanan tarik terkoreksi
Ft’ = kuat tarik sejajar serat terkoreksi
An = Luas penampang netto
19
Ft’ = CM Ct CF Crt Ft (3.3)
Dimana :
Ft’ = kuat tarik sejajar serat terkoreksi
CM = faktor koreksi layan basah
Ct = faktor koreksi temperatur
CF = faktor koreksi ukuran
Crt = faktor koreksi tahanan api
20
sambung yang digunakan pada titik buhul adalah baut. Jika dimensi elemen
tersebut adalah balok 6/12, cek apakah struktur tersebut aman terhadap gaya yang
bekerja jika nilai faktor koreksi layan basah, temperatur, ukuran dan tahan api
sebesar 1,0.
Penyelesaian :
a. Gaya aksial tarik ultimit yang bekerja (Tu) = 66 kN
b. Nilai faktor waktu () untuk kombinasi beban 1,4D = 0,6
c. Nilai faktor reduksi aksial tarik (t) = 0,8
d. Menghitung nilai luas penampang netto (An)
Untuk elemen struktur yang disambung dengan baut, besarnya perlemahan
struktur diambil sebesar 25%
An = 75% Ag
= 75% (60) (120)
= 5400 mm2
e. Menghitung kuat tarik sejajar serat acuan (Ft)
Untuk kayu dengan kode mutu E21 nilai Ft// = 47 MPa dan rasio tahanan untuk
kayu kelas mutu A sebesar 0,8 sehingga :
Ft = 0,8 Ft//
= 0,8 (47) = 37,6 MPa
f. Menghitung tahanan tarik terkoreksi (T’)
T’ = Ft’ An
T’ = CM Ct CF Crt Ft An
= (1,0) (1,0) (1,0) (1,0) (37,6) (5400)
= 203040 N
g. Kontrol tahan tarik
Tu ≤ t T’
66 ≤ (0,6) (0,8) (203,04)
66 ≤ 97,44 kN
Dengan demikian struktur tersebut aman untuk digunakan
21
Contoh 2
Dengan soal yang sama dengan contoh 1 sebelumnya, tentukan penampang kayu
paling ekonomis yang dapat digunakan.
Penyelesaian :
a. Dari contoh 1 diperoleh nilai Tu = 66 kN; = 0,6; t = 0,8; dan Ft = 37,6 MPa
dan An = 75% Ag
b. Menghitung tahanan tarik terkoreksi (T’)
T’ = Ft’ An
T’ = CM Ct CF Crt Ft An
= (1,0) (1,0) (1,0) (1,0) (37,6) (0,75Ag)
= 28,2 Ag dalam satuan MPa
c. Menghitung Ag
Tu = t T’
66000 = (0,6) (0,8) (28,2 Ag) maka,
66000
Ag =
(0,6) (0,8) (28,2)
= 4875, 89 mm2
Dengan demikian penampang 5/10 (Ag = 5000 mm2) dapat digunakan
22
BAB IV BATANG TEKAN
BATANG TEKAN
23
π 2 EI
Pe = (4.1)
L2
4π 2 EI
Pe = (4.2)
L2
Pada persamaan 4.1 dan 4.2 nilai E adalah modulus elastisitas, I adalah inersia
penampang dan L adalah panjang kolom. Untuk memperoleh kuat tekan kritis
kolom dengan variasi tumpuan pada kedua ujungnya dapat diperoleh dengan
mengganti nilai L pada persamaan 4.1 dan 4.2 dengan nilai Ke L dimana nilai Ke
adalah faktor panjang tekuk, sehingga persamaan 4.1 dan 4.2 dapat berubah
menjadi persamaan 4.3 berikut.
π 2 EI
Pe = (4.3)
Ke L2
Untuk kolom dengan tumpuan sendi-sendi dan tumpuan jepit-jepit, kuat tekan
Euler seperti pada persamaan 4.1 dan 4.2 dapat diperoleh kembali dengan
mengganti nilai Ke = 1 (untuk sendi-sendi) dan Ke = 0,5 (untuk jepit-jepit) pada
persamaan 4.3.
24
P’ = Cp A Fc* (4.5)
= Cp P0' (4.6)
Dimana :
Fc* = kuat tekan terkoreksi sejajar serat (N)
A = luas penampang bruto (mm2)
Cp = faktor kestabilan kolom
Kuat tekan terkoreksi sejajar serat dihitung dengan persamaan 4.7 berikut :
Fc* = CM Ct CF Crt Ft (4.7)
Dimana :
Ft’ = kuat tarik sejajar serat terkoreksi
CM = faktor koreksi layan basah
Ct = faktor koreksi temperatur
CF = faktor koreksi ukuran
Crt = faktor koreksi tahanan api
1 αc 1 αc
2
α
Cp = c (4.8)
2c 2c c
Nilai c ditentukan sebesar :
1. c = 0,8 untuk batang massif persegi,
2. c = 0,85 untuk batang bundar
3. c = 0,9 untuk glulam (kayu laminasi struktural) dan kayu komposit struktural
sedangkan nilai c ditentukan berdasarkan persamaan 4.9 berikut :
s Pe
c = (4.9)
c P0*
Dimana :
s = faktor tahanan stabilitas sebesar 0,85
c = faktor tahanan tekan sebesar 0,9
= faktor waktu sesuai tabel 2.5
P0* = tahanan tekan aksial terkoreksi sejajar serat pada kelangsingan
kolom sama dengan nol (N)
Pe = tahanan tekuk kritis Euler pada arah yang ditinjau (N)
25
Besarnya tahanan tekuk Euler (Pe) dihitung dengan persamaan 4.10.
π 2 E'05 I π 2 E'05 A
Pe = (4.10)
Ke L2 L 2
Ke
r
Dimana :
Pe = tahanan tekuk kritis Euler pada arah yang ditinjau
E'05 = modulus elastisitas lentur terkoreksi pada persentil kelima yang
nilainya diambil sebesar 0,69 E'w
A = luas penampang bruto
Ke = faktor panjang tekuk
L = panjang kolom
r = jari-jari girasi penampang
26
Gambar 4.1. Nilai Ke untuk kolom-kolom dengan beberapa jenis
kekangan ujung (SNI NI-5, 2002)
27
D, nilai jari-jari girasi dapat diperoleh berdasarkan persamaan 4.12 dan
4.13.
Jari-jari girasi penampang persegi :
d h3 1
r = b = 0,2887 b (4.12)
12 d h 12
Jari-jari girasi untuk penampang bulat :
r = 0,25D (4.13)
28
Keterangan gambar :
29
padanya, ataupun untuk kondisi penjepitan penuh pada kedua ujung kolom
berspasi.
Tahanan tekan terkoreksi kolom berspasi harus diambil sebagai nilai terkecil
diantara tahanan tekan terkoreksi terhadap sumbu bebas bahan dan terhadap
sumbu bahan. Kedua tahanan nilai tersebut harus ditentukan dari persamaan 4.5
sampai dengan persamaan 4.10 dan dengan faktor-faktor tahanan, faktor waktu,
dan faktor-faktor koreksi yang berlaku pada kolom masif. Momen inersia pada
persamaan 4.10 adalah momen inersia untuk komponen struktur tunggal terhadap
sumbu bebas bahan dikalikan dengan banyaknya komponen struktur. Luas bruto
yang digunakan dalam persamaan 4.5 dan 4.10 harus sama dengan luas komponen
struktural tunggal dikalikan dengan banyaknya komponen struktur. Apabila
komponen-komponen struktur tersebut mempunyai ukuran, tahanan, atau
kekakuan bahan yang berbeda maka harus digunakan nilai-nilai I, Ew, dan/atau Fcn
yang terkecil didalam prosedur diatas, kecuali kalau dilakukan analisis yang lebih
rinci.
Alat sambung dimasing-masing bidang kontak antara klos tumpuan dan
komponen struktur kolom disetiap ujung kolom berspasi harus mempunyai
tahanan geser sebagaimana ditentukan pada persamaan 4.14.
Z’ = A1 Ks (4.14)
Dimana :
Z’ = tahanan geser terkoreksi klos tumpuan (N)
A1 = luas komponen struktur tunggal (mm2)
Ke = konstanta klos tumpuan (MPa), nilainya tergantung pada l1/d1 dan
berat jenis komponen-komponen struktur yang disambung. Nilai Ke
dapat dilihat pada tabel 4.1.
30
4.5. Contoh Analisis Batang Tekan
Suatu batang tekan yang kedua ujungnya didukung oleh sendi-sendi memikul
beban ultimit akibat kombinasi beban 1,2D + 1,6L + 0,5 La sebesar 17,5 kN.
Batang tersebut terbuat dari kayu kelas mutu A dengan kode mutu E21 dan
pertimbangan faktor koreksi layan basah (CM) akibat kadar air lebih tinggi dari
19%. Jika batang tersebut terbuat dari balok 5/10 dengan panjang batang 200 cm,
cek apakah batang tersebut aman untuk digunakan.
Penyelesaian
a. Kelangsingan
L = 2000 mm
r = 0,2887b = 0,2887 (50) = 14,435 mm
maka :
Ke L 1 (2000)
kelangsingan = = 138,55 < 175 …. Ok
r 14,435
b. Menghitung kuat tekan sejajar serat acuan (Fc) dan modulus elastisitas lentur
(Ew)
Rasio tahanan untuk mutu kayu A sebesar 0,8 maka untuk kayu dengan kode
mutu E21 diperoleh nilai :
Fc = 0,8 (40) = 32 MPa
Ew = 0,8 (20000) = 16000 MPa
c. Menghitung faktor kestabilan kolom
Fc* = Fc CM Ct Cpt CF nilai Ct = Cpt = CF = 1
CM = 0,8 (lihat tabel 2.6)
= 32 (0,8) (1) (1) (1)
= 25,6 MPa
P 0 ’ = A Fc*
= (50 x 100) 25,6
= 128000 N = 128 kN
E05 = 0,69 Ew
= 0,69 x 16000 = 11040 MPa
31
E05’ = E05 CM Ct Cpt dimana Ct = Cpt = 1 dan CM = 0,9 (lihat tabel 2.6)
= 11040 (0,9) (1,00) (1,00)
= 9936 MPa
π 2 E'05 A π 2 (9936)(50x100)
Pe = 2
= 25542,79 N = 25,543 kN
Ke L (138,55)2
r
s Pe 0,85(25,543)
c = = 0,269
λ c P0 (0,7)(0,9)(128)
'
1 αc 1 0,269
= 0,793
2c 2(0,8)
1 αc 1 αc αc
2
0,269
Cp = 0,793 0,7932 = 0,252
2c 2c c 0,8
d. Menghitung tahanan tekan terkoreksi (P’)
P’ = Cp P0’= 0,252 (128) = 32,256 kN
e. Kontrol tahanan tekan terfaktor
Pu ≤ c P’
17,5 kN ≤ (0,7) (0,9) (32,256)
17,5 kN ≤ 20,32 kN …… OK
Dengan demikian balok 5/10 aman untuk digunakan
32
BAB V PENGENALAN SAMBUNGAN
PENGENALAN SAMBUNGAN
33
Model sambungan tersebut biasanya dibedakan atas sambungan non teknis dan
sambungan teknis.
Gambar 5.1. Sambungan satu irisan dan dua irisan (Awaluddin, 2005)
34
5.2. Jenis-jenis Alat Sambung
Dari berbagai jenis alat sambung bisa digunakan dalam struktur kayu, jenis
alat sambung yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
a. Lem
Bila dibandingkan dengan alat sambung yang lain, lem termasuk alat
sambung yang bersifat getas. Keruntuhan sambungan dengan alat sambung
lem terjadi tanpa adanya peristiwa pelelehan. Alat sambung lem umumnya
digunakan pada struktur balok susun, atau produk kayu laminasi (glue-
laminated timber).
b. Paku
Alat sambung paku sering dijumpai pada struktur dinding, lantai dan
rangka. Paku tersedia dalam bentuk dan ukuran yang macam-macam. Paku
bulat adalah jenis paku yang paling mudah diperoleh meskipun kuat
dukungnya relative lebih rendah bila dibandingkan dengan paku ulir
(deform nail). Umumnya diameter paku berkisar antara 2,75 mm sampai 8
mm dengan panjang antara 40 mm sampai dengan 200 mm. Angka
kelangsingan paku (nilai banding panjang terhadap diameter) sangat tinggi
menyebabkan mudahnya paku untuk membengkok saat dipukul.
Agar terhindar dari pecahnya kayu saat pemasangan sambungan paku,
pemasangan paku dapat didahului oleh lubang penuntun yang berdiameter
0,9D untuk kayu dengan berat jenis diatas 0,6 dan lubang penuntun yang
berdiameter 0,75D untuk kayu dengan berat jenis dibawah atau sama
dengan 0,6D dimana D adalah diameter paku yang akan digunakan
(Awaluddin, 2005).
c. Baut
Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel)
dengan kepala baut berbentuk hexagonal, square, dome, atau flat seperti
pada Gambar 5.2. Diameter baut yang biasa digunakan untuk konstruksi
kayu berkisar antara ¼” sampai dengan 1,25”. Untuk kemudahan
pemasangan, lubang baut diberi kelonggaran 1 mm. Alat sambung baut
biasanya digunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal minimum kayu
35
samping adalah 30 mm dan kayu tengah adalah 40 mm yang dilengkapi
dengan cincin penutup.
Gambar 5.3. Alat sambung pasak kayu Koubler dan cincin belah
(Awaluddin, 2005)
36
3. Pelat geser (shear plate)
Pelat geser terbuat dari pressed steel dengan bentuk lingkaran.
Tidak seperti cincin belah, pelat geser ditempatkan pada masing-masing
kayu yang disambung sehingga pemindahan gaya sepenuhnya dilakukan
oleh baut pengaku.
e. Metal plate connector
Alat sambung ini berkembang pada tahun 1960an sampai saat ini.
Secara umum alat sambung ini terbuat dari plat galvanise dengan tebal antar
0,9 mm sampai 2,5 mm. beberapa alat sambung yang termasuk metal plate
connector adalah punched plate, nail plate dan joist hanger.
37
c. Mata kayu
Keberadaan mata kayu menurunkan kuat tarik dan kuat tekan sejajar
serat. Adanya mata kayu dapat dianggap sebagai pengurangan luas tampang
batang kayu. Penempatan alat sambung akan sangat mempengaruhi
kekuatan sambungan sebagai akibat penjumlahan pengurangan luas
tampang batang kayu oleh alat sambung dan mata kayu. Dengan demikian
posisi penempatan alat sambung harus benar-benar diperhatikan.
Gambar 5.6. Moda kelelehan Is, Im, dan II serta distribusi tegangan tumpu
sambungan kayu dengan kayu (Awaluddin, 2005)
38
Gambar 5.7. Moda kelelehan IIIs, IIIm, dan IV serta distribusi tegangan
tumpu sambungan kayu dengan kayu (Awaluddin, 2005)
Gambar 5.8. Moda kelelehan Im dan IIIs serta distribusi tegangan tumpu
sambungan kayu dengan plat besi (Awaluddin, 2005)
39
BAB VI SAMBUNGAN NON TEKNI S
40
Gambar 6.1. Sambungan gigi tunggal
lm2 b Fv'
Nu cos v (6.3)
l
1 0,25 m
em
41
Dimana :
Nu = gaya tekan terfaktor
= sudut antara komponen struktur diagonal terhadap komponen
struktur mendatar
v = faktor tahanan geser sebesar 0,75
= faktor waktu sesuai dengan jenis kombinasi beban
lm = panjang muka kayu rerata
lm1 = panjang muka kayu pertama
lm2 = panjang muka kayu kedua
em1 = eksentrisitas bagian kayu muka pertama
em2 = eksentrisitas bagian kayu muka kedua
b tm1
Fm1 = luas bidang tumpu kayu yang pertama diambil sebesar
cos
b tm2
Fm2 = luas bidang tumpu kayu yang kedua diambil sebesar
cos
42
Penyelesaian :
Untuk kayu dengan kode mutu E21, nilai F’v = 1,00 Fv = 1,00 (5,9) = 5,9 MPa
Nilai eksentrisitas (em) = 0,5(h – tm) = 0,5 (150 – 50) = 50 mm
Nilai gaya terfaktor maksimum (Nu)
lm b Fv'
Nu cos v
l
1 0,25 m
em
v lm b Fv'
Nu ≤
l
cos 1 0,25 m
em
0,8 (0,75) (200) (80) (5,9)
≤ 34572 N
o 200
cos 35 1 0,25
50
Maka gaya terfaktor terbesar (Nu) yang mampu dipikul oleh sambungan tersebut
sebesara 34,572 kN.
43
BAB VII ANALISI S SAMBUNGAN PAKU
Alat sambung paku masih banyak dijumpai pada struktur atap, dinding dan
struktur atap rumah. Tebal kayu yang disambung biasnya tidak terlalu tebal, hanya
berkisar antara 15 mm sampai dengan 60 mm. Paku bulat merupakan jenis paku
yang umum digunakan dibanding dengan paku ulir, ini karena paku bulat sangat
mudah dijumpai dan harganya yang relatif murah meskipun kuat tahanan
cabutnya lebih rendah jika dibandingkan dengan paku ulir.
Kekuatan alat sambung paku dikenal dengan sebutan tahanan nominal (Zn)
yang dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada pada SNI NI-5 2002
seperti pada persamaan 7.1 berikut :
Zn ≤ z Z’ (7.1)
dimana :
Zn = tahanan nominal sambungan
= faktor waktu (Tabel 2.5)
z = faktor tahanan sambungan diambil sebesar 0,65
Z’ = Tahanan terkoreksi sambungan
44
acuan (Z) diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil
yang diperoleh dari semua persamaan pada tabel 7.1.
Tabel 7.1. Tahanan lateral acuan paku untuk satu alat pengencang dengan satu
irisan yang menyambung dua komponen (SNI NI-5 2002)
Moda
Tahanan Lateral (Z)
kelelehan
3,3 D t s Fes
Is Z (7.2)
KD
3,3 k1 D p Fem
IIIm Z (7.3)
K D (1 2 R e )
Dengan :
2 Fyb (1 2 R e ) D2
k1 (1) 2 (1 R e )
3 Fem p2
3,3 k 2 D t s Fem
IIIs Z (7.4)
K D (2 R e )
Dengan :
45
Nilai kuat tumpu kayu (Fe) tergantung terhadap nilai berat jenis kayu
tersebut. Semakin besar nilai berat jenis suatu kayu, maka semakin besar pula
nilai kuat tumpunya. Umumnya alat sambung paku digunakan pada kayu dengan
berat jenis tidak tinggi, mengingat mudahnya paku untuk tertekuk (buckling).
Tekuk pada paku juga disebabkan oleh tingginya nilai banding antara panjang dan
diameter paku yang biasa disebut dengan angka kelangsingan () sebagai ciri khas
paku tersebut. Nilai kelangsingan () untuk berbagai jenis diameter dan panjang
paku dapat dilihat pada tabel 7.2.
Tabel 7.2. Nilai kelangsingan () berbagai jenis ukuran paku (Awaluddin, A.,
2005)
2”BWG12 2,8 51 18
2,5”BWG11 3,1 63 20
3”BWG10 3,4 76 22
3,5BWG9 3,8 89 23
4”BWG8 4,2 102 24
4,5BWG6 5,2 114 22
Nilai kuat lentur paku (Fyb) dapat diperoleh dari supplier/distributor paku
atau dengan melakukan uji lentur pada paku. Uji lentur paku dilakukan dengan
menganggap paku sebagai balok yang ditumpu sederhana dan diberi beban
ditengah bentang seperti pada Gambar 7.1. Untuk jenis paku bulat pada
umumnya, kuat lentur paku untuk berbagai jenis ukuran dapat dilihat pada tabel
7.3. Kuat lentur paku menurun dengan meningkatnya diameter paku.
46
Gambar 7.1 Uji lentur paku untuk mendapatkan nilai Fyb (Brayer, D.E. dkk, 2007)
Tabel 7.3. Kuat lentur paku (Fyb) untuk berbagai jenis diameter paku bulat
(Awaluddin, A., 2005)
47
Gambarr 7.2 Kedalaman penetrasi (p) sambungan paku
48
Gambar 7.4. Sambungan paku miring (Awaluddin, 2005)
49
e
e
c a a c
a
e
e b c
50
Penyelesaian :
Paku 4”BWG8 memiliki diameter (D) = 4,2 mm dan panjang paku (l) = 102 mm
Untuk paku dengan 3,6 < D ≤ 4,7 mm, nilai Fyb = 620 MPa
Karena berat jenis kayu samping dan kayu utama sama maka nilai kuat tumpu
kayu utama (Fem) dan kayu samping (Fes) juga sama.
Fem = Fes = 114,45 G1,84
= 114,45 (0,6)1,84
Fem = Fes = 44,71 MPa
Fem 44,71
Re = 1,00
Fes 44,71
Tebal kayu samping (ts) = 25 mm
Kedalaman penetrasi paku (p) = l – tm – ts = 102 – 25 – 50 = 27 mm
Untuk paku dengan D ≤ 4,3 mm nilai KD = 2,2
2 Fyb (1 2 R e ) D 2
k1 = (1) 2 (1 R e )
3 Fem p 2
2(620)(1 2x1)(4,2)2
(1) 2(1 1) (1) 4 0,6711
3(44,71)(27)2
= 1,16
3,3 k1 D p Fem
Z =
K D (1 2 R e )
3,3 (1,16) (4,2) (27) (44,71)
= = 2940,666 N
(2,2) (1 2 x 1)
51
3. Moda kelelehan IIIs
52
c. Tahanan terkoreksi (Z’)
Z’ = Z x Cd = 5086,95 x 0,563
= 2864 N
d. Tahanan nominal satu buah paku (Zn)
Zn = s Z’ = 0,65 (0,8) (2864)
= 1489,28 N
e. Jumlah paku yang digunakan (nf)
P 8500
nf =
Z n 1489,28
= 5,71 buah 6 buah paku
f. Menentukan jarak antar paku
Untuk memperkecil daerah sambungan, paku diatur dua baris dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Spasi dalam satu baris (a) = 10D = 10 (4,2) = 42 mm 50 mm
2. Spasi antar baris (b) = 5D = 5 (4,2) = 30 mm 40 mm.
3. Jarak ujung (c) = 15D = 15 (4,2) = 63 mm 75 mm
4. Jarak tepi yang tidak dibebani (e) = 5D = 5 (4,2) = 30 mm.
diperoleh panjang daerah sambungan = 2 (50) + 2 (75) = 250 mm dengan
model susunan seperti pada Gambar 7.7.
53
Contoh 2
Tentukan berapa gaya tarik maksimum (Pu) yang mampu dipikul oleh
sambungan seperti tergambar. Kayu tersebut memiliki berat jenis 0,6
menggunakan paku 2,5”BWG11 dengan nilai faktor waktu () sebesar 0,8.
Penyelesaian :
Paku 2,5”BWG11 memiliki diameter 3,1 mm dengan panjang 63 mm.
Kuat lentur paku (Fyb) = 689 MPa
Kuat tumpu kayu Fes = Fem = 44,71 MPa
Tebal kayu samping (ts) = 30 mm
Kedalaman penetrasi (p) = 63 – 30 = 33 mm
KD = 2,2 untuk diameter paku < 4,3 mm
a. Tahanan lateral acuan (Z)
1. Moda kelelahan Is
3,3 D t s Fes
Z =
KD
3,3 (3,1) (30) (44,71)
= 6237,05 N
2,2
2. Moda kelelahan IIIm
2 Fyb (1 2 R e ) D 2
k1 = (1) 2 (1 R e )
3 Fem p 2
54
2(689)(1 2x1)(3,1)2
k1 = (1) 2(1 1) (1) 4 0,27198
3(44,71)(33)2
= 1,067
3,3 k1 D p Fem
Z =
K D (1 2 R e )
3,3 (1,067) (3,1) (33) (44,71)
= = 2441,23 N
(2,2) (1 2 x 1)
3. Moda kelelahan IIIs
55
33
Cd 0,89
37,2
56
BAB VIII ANALISI S SAMBUNGAN PAKU
57
Tabel 8.1. Tahanan lateral acuan baut untuk satu alat pengencang dengan satu
irisan yang menyambung dua komponen (SNI NI-5 2002)
Moda
Tahanan Lateral (Z)
kelelehan
0,83 D t m Fem
Im Z (8.1)
Kθ
0,83 D t s Fes
Is Z (8.2)
K
0,93 k1 D Fes
Z (8.3)
Kθ
II Dengan :
R e 2R e2 (1 R t R 2t ) R 2t R e2 R e (1 R t )
k1
(1 R e )
1,04 k 2 D t m Fem
IIIm Z (8.4)
(1 2 R e ) K
Dengan :
2 Fyb (1 2 R e ) D 2
k 2 (1) 2 (1 R e )
3 Fem t 2m
1,04 k 3 D t s Fem
IIIs Z (8.5)
(2 R e ) K
Dengan :
58
Tabel 8.2. Tahanan lateral acuan baut untuk satu alat pengencang dengan dua
irisan yang menyambung tiga komponen (SNI NI-5 2002)
Moda
Tahanan Lateral (Z)
kelelehan
0,83 D t m Fem
Im Z (8.8)
Kθ
1,66 D t s Fes
Is Z (8.9)
K
2,08 k 3 D t s Fem
IIIs Z (8.10)
(2 R e ) K
Dengan :
Dengan menggunakan persamaan yang ada nilai kuat tumpu kayu (Fe) dengan
berbagai nilai untuk beberapa macam diameter baut dan berat jenis kayu dapat
dilihat pada tabel 8.3 sampai dengan 8.5. adalah sudut terbesar dari arah gaya
terhadap serat kayu. tm dan ts adalah tebal kayu utama dan tebal kayu sekunder
(samping). G dan D berturut-turut adalah berat jenis kayu dan diameter baut. Fyb
adalah tahanan lentur baut yang diperoleh dari titik perpotongan pada kurva
beban-lendutan dari pengujian kuat lentur baut dengan garis offset pada lendutan
0,05D atau nilai rerata antara tegangan leleh dan tegangan tarik ultimit pada
pengujian tarik baut. Umumnya nilai Fyb diambil sebesar 320 MPa.
59
Tabel 8.3 Kuat tumpu kayu (Fe) dalam MPa untuk baut ½”
Berat Sudut gaya terhadap serat kayu, θ (derajat)
jenis (G) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0.50 38.63 37.75 35.42 32.37 29.27 26.57 24.45 22.95 22.07 21.77
0.55 42.49 41.61 39.28 36.17 32.97 30.13 27.87 26.27 25.32 25.00
0.60 46.35 45.48 43.15 40.01 36.73 33.79 31.42 29.72 28.70 28.36
0.65 50.21 49.36 47.04 43.89 40.56 37.53 35.06 33.28 32.21 31.85
0.70 54.08 53.23 50.95 47.81 44.45 41.35 38.81 36.96 35.84 35.47
0.75 57.94 57.12 54.87 51.76 48.39 45.25 42.65 40.75 39.59 39.20
0.80 61.80 61.00 58.81 55.73 52.38 49.22 46.59 44.63 43.44 43.04
0.85 65.66 64.89 62.75 59.74 56.41 53.26 50.60 48.62 47.41 47.00
0.90 69.53 68.78 66.71 63.77 60.49 57.36 54.70 52.70 51.48 51.06
0.95 73.39 72.67 70.67 67.82 64.61 61.52 58.87 56.88 55.64 55.22
1.00 77.25 76.56 74.65 71.89 68.77 65.74 63.12 61.14 59.91 59.49
Tabel 8.4 Kuat tumpu kayu (Fe) dalam MPa untuk baut 5/8”
Berat Sudut gaya terhadap serat kayu, θ (derajat)
jenis (G) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0.50 38.63 37.51 34.64 31.00 27.46 24.48 22.22 20.66 19.76 19.46
0.55 42.49 41.36 38.44 34.68 30.96 27.79 25.35 23.66 22.67 22.34
0.60 46.35 45.22 42.26 38.40 34.54 31.19 28.59 26.77 25.70 25.35
0.65 50.21 49.08 46.10 42.17 38.18 34.68 31.93 29.99 28.85 28.47
0.70 54.08 52.95 49.95 45.97 41.87 38.24 35.36 33.32 32.10 31.70
0.75 57.94 56.82 53.82 49.80 45.62 41.88 38.88 36.74 35.46 35.03
0.80 61.80 60.69 57.71 53.67 49.43 45.59 42.49 40.25 38.92 38.47
0.85 65.66 64.57 61.61 57.56 53.28 49.36 46.17 43.86 42.47 42.00
0.90 69.53 68.45 65.52 61.49 57.17 53.19 49.93 47.55 46.12 45.63
0.95 73.39 72.33 69.44 65.43 61.10 57.09 53.37 51.33 49.85 49.36
1.00 77.25 76.21 73.77 69.40 65.08 61.04 57.67 55.19 53.68 53.17
Tabel 8.5 Kuat tumpu kayu (Fe) dalam MPa untuk baut 3/4”
Berat Sudut gaya terhadap serat kayu, θ (derajat)
jenis (G) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0.50 38.63 37.30 33.96 29.86 26.01 22.87 20.53 18.96 18.05 17.76
0.55 42.49 41.14 37.71 33.43 29.35 25.98 23.44 21.71 20.71 20.39
0.60 46.35 44.99 41.48 37.06 32.77 29.17 26.45 24.57 23.43 23.12
0.65 50.21 48.84 45.28 40.72 36.25 32.45 29.55 27.53 26.36 25.97
0.70 54.08 52.69 49.09 44.42 39.79 35.81 32.73 30.59 29.34 28.92
0.75 57.94 56.55 52.91 48.16 43.38 39.24 36.01 33.74 32.41 31.96
0.80 61.80 60.42 56.75 51.93 47.03 42.74 39.36 36.97 35.57 35.10
0.85 65.66 64.28 60.61 55.73 50.72 46.30 42.79 40.29 38.82 38.32
0.90 69.53 68.15 64.48 59.56 54.46 49.92 46.29 43.69 42.15 41.64
0.95 73.39 72.02 68.36 63.41 58.25 53.60 49.86 47.17 45.57 45.03
1.00 77.25 75.90 72.25 67.21 62.07 57.33 53.49 50.72 49.06 48.51
60
8.2. Faktor Koreksi Sambungan Baut
8.2.1. Faktor aksi kelompok
Bila suatu sambungan terdiri dari satu baris alat pengencang atau lebih
dengan alat pengencang baut, ada kecenderungan masing-masing baut
mendukung beban lateral yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh :
a. Jarak antar alat sambung baut yang kurang panjang sehingga
menyebabkan kuat tumpu kayu tidak terjadi secara maksimal, dan
b. Terjadinya distribusi gaya yang tidak merata (non uniformload
distribution) antar alat sambung baut. Baut yang paling ujung dalam
satu kelompok baut akan mendukung gaya yang lebih besar dari pada
baut yang letaknya ditengah. Baut paling ujung akan mencapai plastic
deformation lebih dulu. Sehingga ada kemungkinan baut yang paling
ujung akan gagal lebih dulu sebelum baut yang tengah mencapai
plastic deformation.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai faktor aksi kelompok (Cg) adalah
kemiringan kurva beban dan sesaran baut (slip modulus), jumlah baut,
spasi alat sambung dalam satu baris, plastic deformation, dan perilaku
rangkak/creep kayu itu sendiri. Untuk sambungan dengan beberapa alat
sambung baut, tahanan lateral acuan sambungan harus dikalikan dengan
faktor aksi kelompok. Nilai faktor aksi kelompok diperoleh dari
persamaan 8.12 dimana nf adalah jumlah total alat pengencang dalam
sambungan, nr adalah jumlah baris alat pengencang dalam sambungan, ai
adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i yang
bervariasi dari 1 hingga ni, dan ni adalah jumlah alat pengencang dengan
spasi yang seragam pada baris ke i.
nr
1
Cg =
nf
i 1
a i 8.12
Dimana :
m 1 m i
2n
1 R EA
ai =
2n i
1 R EA m (1 m) 1 m 1 m
ni
61
m = u u 2 1
s 1 1
u = 1 γ
2 (EA)m (EA)s
a. Untuk Gambar 8.2 (a) jika b/4 > a, maka kelompok alat sambung
tersebut dianggap terdiri dari 2 baris dengan 10 baut tiap 1 baris, tetapi
jika b/4 < a maka kelompok alat sambung dianggap terdiri dari 4 baris
dengan 5 baut tiap baris.
b. Untuk Gambar 8.2 (b) jika b/4 > a, maka kelompok alat sambung baut
tersebut dianggap terdiri dari 2 baris dengan baris pertama terdiri dari
10 baut dan baris kedua terdiri dari 5 baut. Jika b/4<a maka kelompok
alat sambung baut dianggap terdiri dari 3 baris dengan 5 baut tiap satu
baris.
62
(a)
(b)
63
8.2.2. Faktor koreksi geometri
Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (C),
dimana C adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang
dipersyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang.
a. Jarak ujung.
Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang (a) lebih
besar atau sama dengan aopt pada tabel 8.5, maka nilai C = 1. Bila
aopt/2 ≤ a < aopt, maka C = a/aopt.
b. Spasi dalam baris alat pengencang.
Bila spasi dalam baris alat pengencang (s) lebih besar atau sama
dengan sopt pada tabel 8.7, maka C = 1,0. Bila 3D ≤ s < sopt, maka
C = s/sopt.
8.3. Spasi Sambungan Paku
a. sambungan horizontal
b. sambungan vertikal
64
Jarak antar alat sambung baut harus direncanakan agar masing-masing alat
sambung dapat mencapai tahanan lateral ultimitnya sebelum kayu pecah. Jarak
antar alat sambung pada Gambar 8.3 dapat dilihat pada tabel 8.7. Apabila jarak
anatar alat sambung kurang dari yang disyaratkan pada tabel 8.7, maka tahanan
lateral alat sambung harus direduksi
Tabel 8.7 Persyaratan spasi untuk sambungan baut (SNI NI-5, 2002)
Beban sejajar arah serat Ketentuan dimensi minimum
1. Jarak tepi (bopt)
lm/D ≤ 6 (lihat catatan 1) 1,5D
lm/D > 6 Yang terbesar dari 1,5D atau ½ jarak
antar baris alat pengencang tegak lurus
serat
2. Jarak ujung (aopt)
Komponen tarik 7D
Komponen tekan 4D
3. Spasi (sopt)
Spasi baris dalam alat pengencang 4D
4. Jarak antar baris alat pengencang 1,5D <127 mm (lihat catatan 2 dan 3)
Beban tegak lurus arah serat Ketentuan dimensi minimum
1. Jarak tepi (bopt)
Tepi yang dibebani 4D
Tepi yang tidak dibebani 1,5D
2. Jarak Ujung (aopt) 4D
3. Spasi (sopt) Lihat catatan 3
4. Jarak antar baris alat pengencang
lm/D ≤ 2 2,5D (lihat catatan 3)
2 < lm/d < 6 (5lm+10D/8 (lihat catatan 3)
lm/D ≥ 6 5D (lihat catatan 3)
Catatan :
1. lm adalah panjang baut pada komponen utama pada suatu sambungan atau
panjang total baut pada komponen sekunder (2ls) pada suatu sambungan.
2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring.
3. Spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar pada suatu
sambungan tidak boleh melebih 127 mm, kecuali bila digunakan pelat
penyambung khusus atau bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi
kayu.
65
8.4. Contoh Analisis Sambungan Paku
Sambungan buhul seperti pada Gambar 8.4 tersusun dari kayu dengan berat jenis
0,85. Apabila diameter baut yang dipergunakan adalah 15,9 mm, cek apakah
sambungan buhul mampu mendukung beban-beban yang bekerja. Gunakan faktor
waktu = 0,8.
55 kN
Penyelesaian :
a. Data sambungan
D = 15,9 mm = 90o Fyb = 320 MPa
ts = 50 mm tm = 100
b. Kuat tumpu kayu berdasarkan berat jenis 0,85 (menggunakan tabel 8.4)
Fes// = 65,66 MPa Fem = 42 MPa
Fem 42
Re = = 0,64
Fes 65,66
c. Tahanan lateral acuan
Dengan menggunakan persamaan-persamaan pada tabel 8.2 diperoleh nilai
tahanan lateral sebagai berikut :
Moda kelelehan Tahanan Lateral Acuan (N)
Im 44342
Is 69321
IIIs 32543
IV 31097
Maka digunakan tahanan lateral acuan terkecil yaitu Z = 31097 N
66
d. Menghitung nilai koreksi
1. Faktor aksi kelompok (Cg)
As = (50) (150) = 7500 mm2 = 11,625 in2
Am = (100) (150) = 15000 mm2 = 23,35 in2
As 7500
= 0,5
Am 15000
Dengan menggunakan tabel 8.6 untuk (As/Am) = 0,5 dengan jumlah baut
dalam satu baris 2 baut diperoleh :
Untuk As = 5 in2 diperoleh nilai Cg = 0,98
Untuk As = 12 in2 diperoleh nilai Cg = 0,99
Untuk nilai As = 11,625 in2 nilai Cg diinterpolasi dan diperoleh nilai 0,989
2. Nilai koreksi geometric (C)
a) Jarak tepi
Jarak tepi dengan beban = 70 mm (> 4D)
Jarak tepi yang tidak dibebani = 30 mm (> 1,5D)
b) Jarak ujung
Karena batang horizontal tidak terputus pada sambungan (batang
menerus), maka faktor koreksi jarak ujung tidak dihitung.
c) Jarak antar baris alat pengencang
Karena lm/D = 100/15,9 = 6,3 maka jarak baris antar pengencang
adala 5D (5 x 15,9 = 79,5). Jarak antar baris pengencang pada Gambar
8.4 adalah 80 mm.
67
8.5. Soal-soal Latihan
Sebuah sambungan perpanjangan seperti gambar dibawah tersusun dari kayu
dengan berat jenis 0,8. Apabila diameter baut adalah 12,7 mm, berapakah
besarnya tahanan lateral acuan sambungan (Zu). Gunakan faktor waktu () = 0,8.
68
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu Untuk
Bangunan Gedung (SNI NI-5). Bandung.
Brayer, D. E. dkk. 2007. Design of Wood Structures ASD/LRFD six edition. New
York : McGraw-Hill
69