Anda di halaman 1dari 15

REKAYASA IDE

PENDIDIKAN PANCASILA
“AKTUALISASI PANCASILA SECARA OBJEKTIF”

Nama
Mahasiswa :

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

Annisa Sarah Tambunan 1203151037

Audy Faiza Rahmaini 1203151064

Diana Utami Sihombing 1203351036

Tasya Sastira Harahap 1203151048

Dosen Pengampu : Surya Dharma, S.Pd., M.Pd. Mata


Kuliah : Pendidikan Pancasila

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN


BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan tugas ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tugas Rekyasa Ide ini tepat pada waktunya.

Tugas Rekayasa ide ini disusun guna memenuhi tugas pada bidang studi/mata kuliah
Pendidikan Pancasila di Universitas Negeri Medan. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Rekayasa Ide ini.

Penulis menyadari Tugas Rekayasa ide ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan tugas Rekayasa Ide.

Medan, 22 mei 2022

Kelompok 6
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................2

Daftar Isi ..............................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................4

a. Rasionalisasi ..............................................................................................................4

b. Tujuan .......................................................................................................................4

c. Manfaat .....................................................................................................................4

BAB II : IDENTIFIKASI MASALAH ..............................................................................5

a. Permasalahan Umum ................................................................................................5

b. Identifikasi Masalah ..................................................................................................7

BAB III : PEMBAHASAN DAN SOLUSI ........................................................................8

a. Pembahasan ...............................................................................................................8

b. Solusi .........................................................................................................................11

BAB IV : PENUTUP ...........................................................................................................

a. Kesimpulan ...............................................................................................................

b. Saran ..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Permasalahan Dalam Rekayasa Ide


Rekayasa Ide merupakan tugas wajib yang ditetapkan dari Universitas Negeri Medan
sebagai salah satu syarat kelulusan setiap mata kuliah. Dan pada rekayasa ide ini mahasiswa
menganalisis jurnal tentang apa permasalahan yang ada dalam jurnal tersebut. Dengan
adanya rekayasa ide ini, diharapkan pembaca dapat memahami permasalahan yang dibahas
didalam jurnal.

B. Tujuan Rekayasa Ide


Tujuan dibuatnya rekayasa ide ini adalah sebagai pemenuhan tugas wajib mata kuliah
Pendidikan Pancasila, melatih mahasiswa melahirkan ide atau gagasan baru dalam
mengantisipasi permasalahan pendidikan, dan untuk mengetahui permasalahan yang ada
dalam jurnal.

C. Manfaat Rekayasa Ide


Manfaat dibuatnya rekayasa ide ini adalah untuk menambah wawasan pembaca tentang
bagaimana cara mengatasi masalah dan apa saja permasalahan dalam dunia pendidikan serta
memberikan ide yang dapat dikembangkan lagi oleh pembaca.
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

A. PERMASALAHAN UMUM

Di Indonesia, korupsi saat ini tergolong sangat parah. Jika diibaratkan penyakit dalam tubuh
manusia, tak ubahnya seperti penyakit kanker ganas yang akar-akarnya sudah menjalar ke
seluruh bagian tubuh menuju kematian, meski belum sampai kepada ajal namun penderitaan
akibat dari penyakit ini sungguh amat menyakitkan. Pada awalnya, masyarakat menilai bahwa
korupsi merupakan warisan zaman pemerintahan orde lama maupun orde baru, bagaikan
fenomena gunung es yang terlihat sedikit namun ternyata tersembunyi di era reformasi ini.

Ada berbagai anggapan dan pengertian korupsi yang dikemukakan oleh masyarakat. Ada
beberapa masyarakat menganggap bahwa korupsi adalah suatu tindakan penggelapan uang
negara, adapula yang mengartikan bahwa korupsi adalah tindakan mencuri hak rakyat.
Berbagai pendapat masyarakat tersebut tidaklah salah. Sesungguhnya korupsi berasal dari
bahasa latin corruptio. Dan dari bahasa Arab rasuah yang memiliki arti suap.

Sedangkan menurut baharudin lopa, memberikan pengertian korupsi adalah suatu tindak pidana
penyuapan dan perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau kepentingan rakyat. Menurut UU No.31
Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Korupsi adalah perbuatan melawan
hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
orang lain atau negara. Selanjutnya, yang dapat dijerat dalam tindak pidana korupsi yaitu setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
sesuatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Bentuk-bentuk
tindakan korupsi yang makin beragam, dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Kerugian keuangan negara

2. Suap menyuap

3. Penggelapan dalam jabatan

4. Pemerasan

5. Perbuatan Curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

7. Gratifikasi

Armen Yasir juga menguraikan mengenai bentuk-bentuk korupsi, yang ada dalam
kehidupan sehari-hari;

1. Korupsi epidemis: ruang lingkupnya berhubungan langsung dengan berbagai kegiatan


pemerintahan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Wujudnya dapat berupa jasa
kesejahteraan masyarakat (pendidikan, perumahan, pertanian, listrik, dan lain
sebagainya), perangkat undang-undang (perpajakan, pengendalian harga, dan
sebagainya), serta jasa (SIM, KTP, sertifikat tanah, surat izin,dls)

2. Korupsi terencana, ruang lingkupnya berhubungan dengan tujuan-tujuan politis,


bentuk ini sengaja direncanakan bagi keperluan operasional pemerintahan yang
memang tidak dibiayai oleh anggaran (akan nampak apabila berhubungan dengan
suatu pemilihan, isu politik uang paling utama terjadi)

3. Korupsi pembangunan, ruang lingkupnya berhubungan dengan fungsi pemerintahan


sebagai pengatur perekonomian yang memiliki peran penting dalam pemerintah
sebagai pengatur perekonomian yang memiliki peran penting dalam berhubungan
dengan para pengusaha, usahawan, importir, eksportir, produsen, penyalur, dan
sebagainya.

13.7 triliun, 2 kasus dugaan korupsi terkait sumber daya alam dengan kerugian
keuangan negara mencapai Rp. 5,8 trilun dan USD 711 ribu,3 Kasus Bupati Subang
Eep Hidayat terlibat kasus korupsi upah pungut pajak sebesar Rp 3,2 miliar,4 serta
berbagai kasus lainnya. Ironisnya, para koruptor tersebut berasal dari kalangan oknum
eksekutif, legislatif dan eksekutif serta pengusaha yang dikatagorikan sebagai orang-
orang terhormat, beragama, terpandang dan terpelajar yang mengetahui memahami
dampak korupsi namun sangat disayangkan tidak memiliki nilai-nilai integritas
moralitas yang baik.

Korupsi juga merambat dibidang keagamaan seperti korupsi dana abadi umat
mencapai 4,5 milyard, korupsi proyek haji dan dana abadi umat mengalami kerugian
keuangan negara sebesar kurang lebih 27 milyard dan 17.967.405 riyal Arab Saudi,
korupsi pengadaan Al-Quran dan sebagainya.Dari kasus korupsi diatas, menunjukan
bahwa para koruptor tidak memiliki rasa malu dan tidak adanya efek jera sehingga
korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia.

Akibat dari perbuatan korupsi menimbulkan kerusakan pada berbagai sendi kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara serta degradasi moralitas. Secara fomulasi hukum,
terdapat beberapa peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi dan yang terakhir yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang 2 . Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dilakukan perubahan kembali
menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu juga, secara struktur
hukum telah dibentuk pranata atau lembaga berupa Komisi Pemberantasan Korupsi
berdasarkan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 guna memperkuat Polri dan
Kejaksaan dalam memberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah kerugian keuangan negara dalam perspektif Hukum


Administrasi negara.

2. Kerugian keuangan negara dalam perspektif Hukum pidana ?

BAB III
PEMBAHASAN DAN SOLUSI

A. PEMBAHASAN
 Permasalahan 1
Kerugian Keuangan Negara Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara
Dalam prespektif dan ajaran hukum pidana, istilah kekuasaan dan jabatan tidak
mendapatkan penjelasan yang cukup, istilah ini justru kemudian mendapat
penjelasan dalam hukum administrasi Negara karena selalu berhubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan. Utamanya pada Pasal 3 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999, unsur «menyalahgunakan kewenangan» Suhendar I Kartono Kerugian
Keuangan Negara Telaah Dalam Perspektif. sebagai species delict dari ‘unsur
melawan hukum’ sebagai genus delict-nya, akan selalu melekat dengan jabatan
pejabat publik . 
Demikian juga istilah kerugian keuangan Negara, yang justru didefiniskan dan diatur
rigid dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, yang keduanya juga
berada dalam ruang lingkup hukum administrasi Negara, dalam konteks menjalankan
fungsi pemerintahan: «Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.» Hukum pidana umum serta utamanya
pada tindak pidana korupsi: kerugian keuangan Negara sebagaimana diatur dalam
Pasal 2, 3 dan 4 Undang-undang 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tidak mengatur tentang pengertian kerugian
negara, melainkan hanya menjelaskan tentang keuangan negara sebagaimana pada
penjelasan undang tersebut. 
Dalam hukum adminitrasi Negara, pertanggungjawaban pejabat dibedakan antara
tanggungjawab jabatan dan tanggungjawab pribadi. Fautes personalles adalah
kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya
itu telah menimbulkan kerugian dan beban tanggung jawab ditunjukan kepada
pejabat selaku pribadi , sedangkan Fautes de service adalah kerugian terhadap pihak
ketiga itu dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan dan beban
tanggung jawab ditunjukan kepada jabatan. Pertanggungjawaban tersebut juga akan
berhubungan erat dengan caracara memperoleh kewenangan, sebab tidak semua
pejabat yang menjalankan kewenangan pemerintahan itu secara otomatis memikul
tanggung jawab hukum, melainkan hanya badan atau pejabat yang melakukan
tindakan hukum atas dasar kewenangan yang diperoleh secara atribusi dan delegasi
adalah sebagai pihak yang memikul pertanggungjawaban hukum. Sedangkan badan
atau pejabat yang melaksanakan tugas dan pekerjaan atas dasar mandat bukanlah
pihak yang memikul tanggung jawab hukum, melainkan menjadi tanggungjawab
pemberi mandat . 
Sedangkan kapan atau pada saat bagaimana seseorang itu disebut dan dikatagorikan
sebagai pejabat adalah ketika ia menjalankan kewenangan untuk dan atas nama
jabatan , ketika seseorang melakukan perbuatan hukum bukan dalam rangka jabatan
atau pejabat bertindak tidak sesuai dengan kewenangan yang ada pada jabatan
itu, maka ia tidak dapat dikatagorikan sebagai pejabat atau dikatagorikan sebagai
pejabat yang tidak berwenang . Tindakan hukum yang dijalankan oleh pejabat dalam
rangka menjalankan kewenangan jabatan atau melakukan tindakan hukum untuk dan
atas nama jabatan, maka tindakan itu dikatagorikan sebagai tindakan hukum jabatan:
wakil telah bertindak sesuai dengan «perintah» yang diwakili . 
Sementara pejabat yang bertindak bukan dalam rangka jabatan atau di luar
kewenangan yang ada pada jabatan, maka tidak disebut pejabat: wakil telah
bertindak tidak sesuai dengan «perintah» yang diwakili .Terhadap adanya kerugian
keuangan Negara, dalam dimensi hukum administrasi Negara pada prinsipnya adalah
berorientasi pada pemulihan kerugian tersebut, serta dapat diberlakukan secara
kumulatif dengan sanksi lain, yaitu: saksi administratif, pidana dan keperdataan.
Hal ini nampak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35 Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 59 sampai dengan Pasal 67
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 20
UU Administrasi Pemerintahan, yang secara teknis diatur dalam Pasal 10, Pasal 22
dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang kemudian diatur lebih
lanjut pada Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian
Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara. Dalam prespektif dan ajaran hukum
pidana, setiap perbuatan yang dilakukan serta memenuhi unsur tindak pidana
(criminal act), akan selalu menuntut adanya pertanggungjawaban berupa pengenaan
sanksi pidana sepanjang memenuhi syarat untuk dapat dipertanggungjawabkan.
Pertanggungjawaban pidana selalu dipandang ada, kecuali ada alasan-alasan
penghapus pidana. 18 Alasan yang menghilangkan sifat melawan hukumnya dalam
suatu tindak pidana disebut dengan alasan pembenar, dan alasan yang menghapuskan
kesalahannya disebut alasanpemaaf.

 Permasalahan 2
Kerugian Keuangan Negara Dalam Perspektif Hukum Pidana
Adapun pertanggungjawaban terhadap adanya kerugian keuangan Negara dalam
dimensi hukum pidana, sesungguhnya juga berangkat dari pemisahan antara
tanggungjawab jabatan dan tanggungjawab pribadi sebagaimana dalam hukum
administrasi Negara, sehubungan kewenangan dan tindakan pejabat dilegitimasi oleh
peraturan perundang-undangan sebagai legalitasnya, yaitu atribusi, delegasi maupun
mandat. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa jabatanlah yang dibebani dengan
kewajiban dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, sekaligus menjadi
pengukur apakah hak dan kewajiban dijalankan sebagaimana mestinya, atau telah
terjadi tindakan yang melampaui wewenang atau terjadi penyalahgunaan
wewenang . Tindakan pemerintah dan pemerintahan dijalankan oleh pejabat, dan
pejabat adalah wakil pemerintah dengan segala kewenangannya. 
Tentu saja, kualitas tindakan pemerintah yang dilakukan oleh pejabat, sangat
tergantung pada pribadi pejabat itu sendiri. Artinya antara jabatan dan pejabat
memiliki hubungan yang erat, namun diantara keduanya memiliki kedudukan hukum
yang berbeda. UU 20/2001, pada prinsipnya juga sejalan dalam dimensi hukum
administrasi Negara, yaitu berorientasi pada pemulihan kerugian tersebut. Baik
melalui sarana hukum pidana maupun sarana hukum perdata. Pada penyelesaian
kerugian keuangan Negara melalui sarana hukum pidana, dapat dilakukan dengan
menjatuhkan secara kumulatif pidana pokok dengan pidana denda, kecuali terhadap
nilai objek tindak pidana korupsi tersebut kurang dari Rp. Rp. 5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
Hal mana menyimpang dari penjatuhan pidana umum. Selain itu juga terdapat jenis
baru pidana tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat UU 31/1999 jo. UU
20/2001 yang tidak dikenal dalam pidana umum dan memberlakukan pidana penjara
bagi pelaku tindak pidana korupsi yang tidak dapat membayar pidana tambahan
berupa uang pengganti kerugian Negara sebagaimana diatur pada Pasal 18 ayat UU
31/1999 jo. 24 Yang dimaksud dengan hukum pidana khusus adalah hukum pidana
yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atau yang berhubungan dengan
perbuatan-perbuatan khusus.
Terhadap kekhususan ini, yang paling penting untuk diketahui ialah adanya
penyimpangan-penyimpangan dalam undang- undang yang bersangkutan dari
ketentuan umum, selebihnya yang tidak menyimpang dengan sendirinya tetap
berlaku. Artinya, selama tidak ada ketentuan khusus, berlakulah ketentuan umum
itu. Oleh karenanya penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan-ketentuan umum
inilah yang merupakan tanda ciri dari hukum pidana khusus. Meski
kemudian, adanya diferensiasi adalah suatu kecenderungan yang bertentangan
dengan adanya unifikasi dari ketentuan-ketentuan umum hukum pidana dan hukum
acara pidana, menurut Pompe hal ini berasalan, karena hukum pidana khusus ini
mempunyai tujuan dan fungsi sendiri.

B. SOLUSI

Penekanan pada aspek keadilan sosial (social equity) merupakan intisari yang
tercipta pada sila kelima Pancasila, yaitu “Keadilan bagi Seluruh Rakyat
Indonesia” yang hakikatnya harus dicerminkan pada seluruh aspek kebijakan dan
pengaturan di Indonesia, khususnya pada sektor politik, ekonomi, dan hukum.
Keuangan Negara sebagai hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang seharusnya menjadi faktor determinan1 dalam mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia apabila proses perencanaan, penganggaran, dan
pertanggungjawabannya yang terintergrasi dan tersikronisasi. Upaya
mewujudkan hal tersebut hanya dapat dilakukan jika terwujud sistem keuangan
negara yang terpadu, di mana egosentris, egosektoral, dan egonisasi dapat
dikesampingkan untuk menjadikan keuangan negara sebagai instrumen
mewujudkan keadilan sosial (social equity). Arah kebijakan keuangan negara
yang paradigmatik keadilan sosial di Indonesia adalah melepaskan pemahaman
tunggal keuangan negara merupakan keuangan negara yang mengalir ke seluruh
sektor keuangan manapun. Hal demikian bukan hanya bertentangan dengan asas
dan prinsip hukum umum dalam kaitannya dengan teori badan hukum dan tujuan
keuangan negara, tetapi juga menjadikan keuangan negara tidak fokus dalam
menciptakan keadilan sosial (social equity). Ketika terjadinya kerugian keuangan
negara, perlu diadakan regulasi keuangan negara. Regulasi keuangan negara
harus mendorong seluruh sektor keuangan bekerja, dikelola dan
dipertanggungjawabkan dengan model yang fleksibel, akutantabel, efisien, dan
efektif mewujudkan keuangan negara. Model pengelolaan rigid yang
menekankan pada hanya pada aspek ketaataan pada hukum dan peraturan
perundang- undangan (compliance to laws and regulation), justru mengurangi
subtansi keadilan sosial dalam keuangan negara, dengan menekankan
pengelolaan dan pertanggungjawaban pada aspek kemanfaatan dan keadilan
sosial secara subtantif. Kinerja keuangan negara hanya menekankan pada
ketaatan pada hukum, namun upaya mencapai kemanfaatan dan keadilan sosial
dalam hasil keuangan negara tidak pernah menjadi indikator keberhasilan kinerja
APBN. Akibatnya, hasil pemeriksaan keuangan negara, baik APBN, APBD,
keuangan BUMN/BUMD, dan keuangan badan hukum publik cenderung statis
hanya persoalan prosedur. Seakan-akan keadilan sosial dalam keuangan negara
hanya diwujudkan dengan memenuhi prosedur, yang akhirnya keuangan negara
hanya mewujudkan justice and fairness voucher, dan bukan justice and fairness
substantive.

Bila ditinjau melalui butir-butir Pengamalan Pancasila Sila Ke-5, Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, terdapat beberapa poin yakni :
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.

Kemakmuran rakyat Indonesia menjadi salah satu cita-cita bangsa Indonesia.


Ukuran kemakmuran yang menjadi standar umum berapa uang yang kita
miliki atau berapa aset yang kita miliki jika ditukar dengan nilai mata uang.
Pancasila sebagai landasan bangsa Indonesia dalam bernegara tertuang
didalam sila kelima "keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia" didalam butir
Pancasila pada sila kelima jelas tertulis bagaimana ekonomi Indonesia yang
dicita-citakan. Untuk mengatasi kerugian keuangan negara, dapat diterapkan
ekonomi pancasila yaitu :

1. Kedaulatan Ekonomi
Ekonomi Indonesia harus berdaulat, mata uang asing tidak perlu menjadi
ukuran bagaimana keadaan ekonomi negara kita. Dollar saat ini begitu
menjadi primadona mata uang dunia. Segalanya di ukur dengan dollar
Mengapa harus demikian? itu artinya kedaulatan ekonomi kita tidak kita
miliki sebagai negara merdeka. Sudah saatnya membuat kebijakan bagaimana
caranya kita dapat mengimbangi hal tersebut. Hal ini pastinya menjadi tugas
berat pemerintah.

2. Menguatkan Ekonomi Kerakyatan
Selama ini dalam mengukur keberhasilan perekonomian di Indonesia selalu
secara garis besar saja. Coba mulai saat ini pemerintah mengukur kemajuan
ekonomi bukan dari persentase, tetapi lebih rill dan nyata dimana berapa
rakyat yang bisa menghasilkan uang dan yang tidak menghasilkan uang itu
dijadikan ukuran. Semakin banyak individu yang produktif, maka semakin
baik perekonomian. 

Sebisa mungkin kita perlu menanamkan nilai-nilai pancasila di setiap hal, termasuk
keuangan negara. Ekonomi pancasila diharapkan dapat menjadi jembatan untuk
keuangan negara yang lebih baik, bersih dan jujur.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan Negara adalah
berada pada rezim hukum pidana yang berlandaskan pada perspektif rezim hukum
administrasi negara untuk melengkapi dan menyempurnakan keterbatasan hukum
pidana. Keterbatasan hukum pidana tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan
kerugian keuangan Negara adalah sehubungan tidak memberikan pengertian yang pasti
tentang istilah kekuasaan, jabatan serta pengertian kerugian kuangan negara, dan
pertanggungjawaban pidana tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian
keuangan Negara berorientasi pada pemulihan kerugian dan hanya dapat diberlakukan
atas dasar tanggungjawab pribadi akibat adanya Fautes personalles.

B. Saran
Kepada pemerintah dan pemangku kepentingan khususnya lembaga yudikatif harus
melakukan sinergitas di dalam melakukan pencegahan tidan pidana korupsi.
Pemahaman para pejabat dan pemangku kepentingan di dalam mengelola keuangan
negara sangatlah penting, karena hal tersebut salah satu pintu terbukanya
penyalahgunaan kewenangan yang secara tidak sengajar dilakukan sehingga merugikan
keuangan negara. Administrasi negara dibuat sedemikian rupa dengan bertujuan
menutup kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi yang masuk pada rezim hukum
pidana. Pencegahan dalam bentuk pemahaman pengelolaan keuangan negara
merupakan bagian penting menutup celah penyalahgunaan kewenangan yang dapat
merugikan keuangan negara.
DAFTAR PUSTAKA

Katimin, H. 2019. Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara Dalam Menentukan
Hukuman Mati Pada Tindak Pidana Korupsi. Jurnal SASI. 26(1).
N, Widi. 2014. Pancasila Sebagai Sumber Hukum Bagi Anti Korupsi dan Menjunjung Hak Asasi
Manusia. Jurnal Srambu Hukum. 8(2), 190-201.

Anda mungkin juga menyukai