Anda di halaman 1dari 19

PSAK 102 : Akuntansi Murabahah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Perbankan Syariah

Disusun Oleh: Kelompok 3


Nur Azizah : 3420106
Frischa Trilia Nabila : 3420035
Hakiki Dwi Azani : 3420065

Dosen:
Desy Farina,SE.,M.Si
Kelas: AK-4B

AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
TAHUN 2021/2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................... 2
A. Latar Belakang............................................................................................ 2
B. Permasalahan .............................................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4
A. Akuntansi Murabahah ................................................................................. 4
B. Akad Murabahah ........................................................................................ 5
C. Perkembangan Akuntansi Murabahah ......................................................... 7
D. Pengertian Murabahah Menurut PSAK 102 : Akuntansi Murabahah ........... 8
E. Jenis-jenis Murabahah .............................................................................. 13
F. Contoh Kasus Akuntansi Murabahah ............................................................ 13
BAB III
PENUTUP .............................................................................................................. 17
A. Kesimpulan............................................................................................... 17
B. Saran ........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 18

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akad merupakan perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan
qabul (penerimaan) antara satu pihak dengan pihak lain yang berisi hak dan
kewajiban masing-masing sesusi dengan prinsip syariah.Salah satu akad yang
digunakan BMT dalam transaksi pembiayaan berbasis jual beli adalah
murabahah. Murabahah adalah kontrak jual-beli dimana bank bertindak sebagai
penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Undang-undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syari’ah telah merumuskan maksud dari akad, bahwa “ Akad
adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syari’ah atau Unit Usaha Syari’ah dan
pihak lain yang membuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak
sesuai dengan Prinsip Syari’ah’’.
Murabahah adalah jual beli barang dengan harga asal ditambah dengan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberitahukan harga
pokok produk yang ia jual dan menentukan suatu tingkat sebagai tambahannya.
Akad murabahah adalah perjanjian juai-beli antara bank dengan nasabah. Bank
syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjaulnya kepada
nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Dominannya jenis pembiayaan murabahah dibandingkan jenis pembiayaan
yang lain disebabkan beberapa faktor. Dari sisi penawaran bank syariah,
pembiayaan bank syariah dinilai lebih minim resikonya dibandingkan dengan
jenis pembiayaan bagi hasil. Selain itu pengembalian yang telah ditentukan sejak
awal juga memudahkan bank dalam memprediksi keuntungan yang akan
diperoleh.
Dalam transaksi yang menggunakan akad murabahah terdapat keuntungan
atau margin yang telah disepakati oleh pemilik dana dengan penerima dana. Pada
jenis akad ini penerima dana telah menyepakati besaran margin yang bersifat
fixed sampai akhir periode dan akan dibayarkan setiap bulannya bersamaan
dengan porsi pembayaran pokok pinjamannya.

2
Pendapatan margin murabahah merupakan keuntungan yang diperoleh dari
hasil kegiatan jual beli yang besarnya telah ditentukan pada awal akad sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati. Margin berbeda dengan bunga karena
margin tidak mengikuti fluktuasi tingkat suku bunga, melainkan tarifnya sudah
ditentukan sesuai dengan keputusan direksi.

B. Permasalahan
1. Menjelaskan Pengertian Akuntansi Murabahah
2. Menjelaskan Akad Murabahah
3. Bagaimana Perkembangan Akuntansi Murabahah
4. Menjelaskan Pengertian Murabahah Menurut PSAK 102 : Akuntansi
Murabahah
5. Menjelaskan Jenis-Jenis Murabahah
6. Contoh Kasus Akuntansi Murabahah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Akuntansi Murabahah

Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah (shari’a accounting) menurut Harahap merupakan
bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai,
etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam
(Islamic Accounting).
Konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan
syariah bagi para penggunanya, yaitu
1. Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan
tugasnya.
2. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi
syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku
umum.
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam mentafsirkan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi keuangan syariah.

Pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut secara


spesifi k dapat dikategorikan sebagai pihak internal dan pihak eksternal. Pihak
internal yaitu pihak yang berhubungan secara langsung dengan kebijakan yang
akan diambil oleh lembaga keuangan tersebut, misalnya investor dan pengawas
syariah. Sedangkan pihak eksternal yang tidak berhubungan secara langsung
dengan kebijakan yang akan diambil oleh lembaga keuangan tersebut, misalnya
pemerintah dan masyarakat umum.

Murabahah

4
Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok perolehan barang
dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan
pihak pembeli barang (Muhammad, 2010: 137).

Defi nisi serupa diberikan oleh Sayid Sabiq bahwa murabahah adalah
menjual barang dengan harga pembelian ditambah dengan keuntungan yang
diketahui (Sabiq, 2009: 190).

Karim menjelaskan murabahah yaitu: “put simply, murabaha means the


sale of goods at their buying price plus a certain amount of profi t agreed
upon.” (Karim, 2010: 89). Artinya secara sederhana, murabahah berarti
penjualan barang dengan harga beli mereka ditambah jumlah tertentu dari laba
sesuai dengan kesepakatan bersama.

Praktik akad murabahah di lapangan haruslah memenuhi rukun dan


ketentuan yang menjadi prasyaratnya (Dimyauddin, 2010: 111). Rukun dan
ketentuan tersebut yaitu;

1) Adanya pelaku yang meliputi penjual (ba’i) dan pembeli (musytari)


2) Adanya objek jual beli (mabi’) yang diperbolehkan secara syariah
3) Munculnya harga barang (tsaman) yang disebutkan secara jelas jumlah
dan satuan mata uangnya Terjadinya kontrak
4) Ijab qabul) antara penjual dan pembeli.

Akuntansi Murabahah

Akuntansi murabahah merupakan aktivitas akuntansi pada transaksi


murabahah, meliputi aspek pengakuan dan pengukuran, penyajian dan
pengungkapan.1

B. Akad Murabahah
Akad murabahah dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
7 Tahun 2005 pasal 1 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi
Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, bahwa
murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah
dengan margin keuntungan yang disepakati.

1
Muzayyidatul Habibah and Alfu Nikmah, ‘Analisis Penerapan Akuntansi Syariah
Berdasarkan Psak 102 Pada Pembiayaan Murabahah Di Bmt Se-Kabupaten Pati’, Equilibrium: Jurnal
Ekonomi Syariah, 4.1 (2016), 114–36.

5
Sedangkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) Nomor
36/SEOJK/2015 Lampiran IV tentang Produk dan Aktivitas Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang menjelaskan pembiayaan murabahah
merupakan penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang
mewajibkan nasabah untuk melunasi utang/kewajibannya.

Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa akad murabahah


adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual (bank) menyebutkan
dengan jelas barang yang diperjual belikan, termasuk harga pembelian barang
kepada pembeli (nasabah), kemudian ia mensyaratkan atasnya laba atau
keuntungan dalam jumlah tertentu. Landasan syar’i akad murabahah terdiri
dari:

1. Firman Allah Q.S. Al-Baqarah [2]


2. Firman Allah Q.S. Al-Maidah [5]
3. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah:
Artinya: “Dari Suhaib ar-Rumi r.a Nabi bersabda: ada 3 hal yang
mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradah (mudharabah),
dan mencamput gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk dijual.” (H.R. Ibnu Majah dari Shuhaib)

Dalam pembiayaan berdasarkan akad murabahah, bank bertindak sebagai


pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah.
Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya. Apabila telah ada kesepakatan antara bank dan
nasabahnya, dan akad pembiayaan murabahah telah ditandatangani oleh bank
dan nasabah, maka bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan
penyediaan barang yang dipesan nasabah.

Dalam pembiayaan murabahah, bank dapat memberikan potongan/diskon


dengan besar yang wajar tanpa diperjanjikan dimuka. Dalam praktik, potongan
tersebut diberikan oleh bank apabila nasabah melunasi utang murabahah lebih
awal dari pada jangka waktu akad pembiayaan.

Dalam fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, antara


lain ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah
serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan

6
jaminan yang dapat dipegang. Karena barang yang dijual oleh bank kepada
nasabah sejak akad sudah menjadi milik nasabah dan dapat dibalik nama atas
nasabah yang bersangkutan, maka barang yang dibiayai dengan fasilitas
pembiayaan berdasarkan akad pembiayaan murabahah tersebut merupakan
agunan pokok yang dapat diikat sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya hak
tanggungan, jaminan fidusia, atau gadai.

Dalam praktik, fasilitas pembiayaan berdasarkan akad murabahah


diberikan dalam bentuk penyediaan dana di rekening pembiayaan atas nama
nasabah penerima fasilitas oleh bank syariah. Pada saat pencairan untuk
pembelian barang dari produsen/supplier, bank syariah mendebit rekening
pembiayaan atas nama nasabah dan mengkredit rekening giro atau rekening
tabungan atas nama nasabah.2

Akad murabahah adalah bentuk pembiayaan yang paling banyak digunakan


di Indonesia. Walaupun dianggap memiliki risiko yang relatif rendah bila
dibandingkan dengan jenis pembiayaan lainnya, akad murabahah ini juga masih
menghadapi berbagai risiko di lapangan dan kondisi ini perlu dipahami dengan
baik oleh seluruh lembaga keuangan, terutama bank syariah.

Risiko yang dihadapi bank syariah sangat beragam dan kompleks sejalan
dengan inovasi dalam produk perbankan yang ditawarkan kepada masyarakat
yaitu: risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,
risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, risiko kepatuhan, risiko imbal
hasil, dan risiko investasi. Manajemen Bank Syariah harus memberikan
perhatian khusus atas semua risiko yang telah diidentifikasi dengan
mempersiapkan langkah dan upaya mitigasinya. 3

C. Perkembangan Akuntansi Murabahah


Akuntansi murabahah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan Syariah
(SAKS) yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan
Akuntan Indonesian (DSAS IAI) dengan mengacu kepada Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) yaitu dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102 tentang Akuntansi

2
Andini dan Arrison Hendry Salamah, ‘Pola Rescheduling Pada Pembiayaan Bermasalah
Berakad Murabahah Di Bank Syariah’, Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6.1 (2018), 33–35.
3
Masruri Muchtar, ‘Analisis Risiko Akad Murabahah Di Perbankan Syariah’, Info Artha, 5.1
(2021), 67–74 <https://doi.org/10.31092/jia.v5i1.1246>.

7
Murabahah,menggantikan pengatura mengenai akuntansi murabahah dalam
PSAK 59 Tentang Akuntansi Perbankan Syariah.

Selain itu pengakuan biaya perolehan atas aset oleh pembeli dalam
transaksi murabahah menggunakan PSAK 102 atau PSAK 50,55, dan 60 akan
menghasilkan jumlah sama disebabkan penjual tidak mungkin melakukan price
arbitrage antara harga beli dari produsen dan harga jual kepada pembeli.

Berdasarkan PSAK 102 (revisi 2019) tentang Akuntansi Murabahah,


Murabahah merupakan “akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli”.12 Dengan
karakteristik murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli, dengan pembayaran
secara tunai ataupun tangguh (secara angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu). Terdapat perbedaan signifikan antara PSAK 102 (revisi 2016) dengan
PSAK 102 (revisi 2019).4

D. Pengertian Murabahah Menurut PSAK 102 : Akuntansi Murabahah

Paragraf 5, dinyatakan bahwa : Murabahah akad jual beli barang dengan


harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan
penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada
pembeli.
Adapun pengertian murabahah menurut Rivai dan Veithzal (2008: 145)
adalah : Akad jual beli atas suatu barang, dengan harga yang disepakati antara
penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan
sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan
yang diperolehnya.5

PSAK 102 – Murabahah

4
Dudang Gojali and Lutfiyah Arifin, ‘Penerapan Akuntansi Murabahah Di Tengah Pandemi
Covid-19: Implementasi Kebijakan Stimulus Perekonomian Nasional’, AKSY: Jurnal Ilmu Akuntansi
Dan Bisnis Syariah, 2.2 (2020), 63–76.
5
Muhammad Yusuf, ‘Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Pesanan Dan
Tanpa Pesanan Serta Kesesuaian Dengan PSAK 102’, Binus Business Review, 4.1 (2013), 20–21.

8
PSAK 102 – akuntansi murabahah telah disahkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan pada tanggal 27 Juni 2007.
Pernyataan ini tidak mencakup peraturan akuntansi atas obligasi syariah
(sukuk) yang menggunakan akad murabahah.
Berdasarkan PSAK 102-Akuntansi Murabahah paragraf 18-30 pengakuan
dan pengukuran akuntansi untuk penjual adalah sebagai berikut :
1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar
biaya perolehan.
2. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a. Jika murabahah pesanan mengikat:
 Dinilai sebesar biaya perolehan.
 Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi
lainnya sebelum diserahkan kenasabah, penurunan nilai tersebut
diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
b. Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
 Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi, mana yang lebih rendah.
 Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
3. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai berikut:
a. Jika terjadi sebelum akad murabahah maka sebagai pengurangan biaya
perolehan aset murabahah;
b. Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati
maka bagian yang menjadi hak nasabah;
 Dikembalikan kepada nasabah jika nasabah masih berada dalam
proses penyeleseian kewajiban; atau
 Kewajiban kepada nasabah jika nasabah telah menyeleseikan
kewajiban.
c. Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang menjadi
bagian hak lembaga keuangan syariah diakui sebagai tambahan
keuntungan murabahah.
d. Jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad
diakui sebagai pendapatan operasional lain.
4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian
akan tereliminasi pada saat:
a. Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah
dikurangi dengan biaya pengembalian; atau

9
b. Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual.
5. Pengakuan piutang
a. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati.
b. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar
nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi
penyisihan kerugian piutang.
6. Pengakuan keuntungan Keuntungan murabahah diakui:
a. Pada saat terjadinya akad murabahah jika dilakukan secara tunai atau
secara tangguh sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi satu
periode laporan keuangan; atau
b. Selama periode akad secara proporsional, jika akad melampaui satu
periode keuangan.
7. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli
yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang
disepakati diakui dengan menggunakan salah satu metode berikut:
a. Jika diberikan pada saat penyeleseian, maka penjual mengurangi piutang
murabahah dan keuntungan murabahah; atau
b. Jika diberikan setelah penyeleseian, maka penjual terlebih dahulu
menerima pelunasan piutang murabahah dari pembeli, kemudian penjual
membayar potongan pelunasan (muqasah) kepada pembeli dengan
mengurangi keuntungan murabahah.
8. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
a. Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu diakui
sebagai pengurangan keuntungan murabahah;
b. Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli
diakui sebagai beban.
9. Pengakuan denda Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan
kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai
dana kebajikan.
10. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
a. Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima;
b. Jika barang jadi di beli oleh pembeli,maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);

10
c. Jika barang batal di beli oleh pembeli,maka uang muka dikembalikan
kepada pembeli setelah di perhitungkan dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual. 6

Karakteristik Murabahah

Dalam PSAK No. 102 dinyatakan bahwa karakteristik murabahah sebagai


berikut (IAI, 2013):
1. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Dalammurabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian
barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
2. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam
murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan
pesanannya. Jika aset murabahah yang telat dibeli oleh penjual
mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka
penurunan nilai tersebut menjadi tanggungan penjual dana akan
mengurangi nilai akad.
3. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.
Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat
barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara
angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.
4. Akad murabahah memperkenankan penawaran yang berbeda untuk cara
pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun
jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga
dalam akad) yang digunakan.
5. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan
biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon
sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan hakpembeli.
6. Diskon yang terkait dengan pembelianbarang, antara lain meliputi:
 Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang
 Diskon biaya asuransi dari perusahaanasuransi dalam rangka
pembelian barang
 Komisi dalam bentuk apapun yangditerima terkait dengan
pembelian barang.
6
Ingrid Eka Pratiwi and Dina Fitrisia Septiarini, ‘Artikel Diterima: 15 Juni 2014 Terakhir
Direvisi: 18 Agustus 2014’, AKRUAL Jurnal Akuntansi, 6.1 (2014), 20–21.

11
7. Diskon atas pembelian barang diterima setelah akad murabahah
disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatandalam akad tersebut.
Jika tidak diatur dalamakad, maka diskon tersebut menjadi hakpenjual.
8. Penjual dapat meminta pembeli menyediakanagunan atas piutang
murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari
penjual dan/atau asset lainnya.
9. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti
komitmen pembeliansebelum akad disepakati. Uang muka menjadi
bagian pelunasan piutangmurabahah, jika akad murabahah disepakati.
Jika akad murabahah batal, maka uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelahdikurangi kerugian riil yang ditanggung olehpenjual.
Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat
meminta tambahan dari pembeli.
10. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikanpiutang murabahah sesuai
dengan yangdiperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda
kecuali dapat dibuktikanbahwa pembeli tidak atau belum
mampumelunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut
didasarkan pada pendekatanta’zir yaitu untuk membuat pembeli
lebihdisiplin terhadap kewajibannya. Besarnya sesuai dengan yang
diperjanjikan dalam akaddan dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
11. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan murabahah
jika pembeli:
 melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau
 melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang
disepakati.
12. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang
belum dilunasi jika pembeli:
 melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau
 mengalami penurunan kemampuan pembayaran. 7

7
Amrullah, ‘Analisis Penerapan PSAK No. 102 Tentang Akuntansi Murabahah (Studi Kasus
Pada Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah Baitul Qiradh Afdhal Cabang Kota Lhokseumawe)’, Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA), 1.1 (2016), 341–56.

12
E. Jenis-jenis Murabahah
Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam: 8
a. Murabahah tanpa pesanan
Artinya ada yang beli atau tidak, bank syariat menyediakan barang.
b. Dan murabahah berdasarkan pesanan
Artinya bank syariat baru akan melakukan transaksi jual beli apabila
ada pesanan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan
dalam sifat yang mengikat, artinya murabahah berdasarkan pesanan
tersebut mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan; dan
sifat yang tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan
pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang
tersebut.
Dari cara pembayaran murabahah dapat dikategorikan menjadi pembayaran
tunai dan pembayaran tangguh. Dalam praktik yang dilakukan oleh bank syariat
saat ini adalah Murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dengan cara
pembayaran tangguh.

F. Contoh Kasus Akuntansi Murabahah


Kasus 1:

Contoh soal transaksi murabahah metode proporsional terjadi pada PT


Masraffi yang ingin membeli kendaraan seharga Rp 400.000.000. PT Masraffi
melakukan akad murabahah dengan diberikannya tingkat laba penjualan sebesar
10% oleh bank syariah. Bagaimana perlakukan akuntansi dan pencatatan
jurnalnya?

8
Muhammad Yusuf, ‘Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Pesanan Dan
Tanpa Pesanan Serta Kesesuaian Dengan PSAK 102’, Binus Business Review, 4.1 (2013), 20–21.

13
Harga Pokok Kendaraan Rp. 400.000.000

Margin Bank 10 %

Tahun Angsuran 2

Harga Jual Bank Rp. 480.000.000

Angsuran Per Bulan Rp. 20.000.000

Jurnal akad murabahan dalam akuntansi syariah dapat diwujudkan ketika


entitas melaporkan keuntungan dari transaksi tersebut. Denda ketika pembeli
tidak membayarkan angsuran menjadi peringatan agar tidak lalai dalam
menjalankan kewajiban pembayarannya. Adapun jurnal akuntansi murabahan
bagi perbankan adalah:

Tgl Keterangan Debit Kredit


8/5/2021 Persediaan Murabahah Rp. 400.000.000
Kas Rp. 400.000.000

(Membeli aktiva bagi pelanggan)

10/5/ 2021 Piutang Murabahah Rp. 480.000.000


Persediaan Murabahah Rp. 400.000.000
Margin Murabahah Tangguhan Rp. 80.000.000

(Penyerahan aktiva ke pelanggan)

31/5/ 2021 Kas Rp.16.666.667


Margin Murabahah Tangguhan Rp. 3.333.333
Piutang Murabahah Rp. 16.666.667
Pendapatan Murabahah Rp.3.333.333

(Jurnal membayar cicilan


murabahah pertama)

14
Kasus 2:

Contoh soal akuntansi murabahah dan penyelesaiannya terjadi ketika Kak raffi
memiliki uang sebesar Rp 620.000.000. Mas raffi menghubungi bank syariah untuk
mendapatkan dana agar dapat mengatasi kekurangan pembelian mobil seharga Rp
914.000.000. Apabila bank syariah menerapkan keuntungan tahun pertama sebesar
8% dan faktor stabilizer nilai beli uang yang dipinjam selama 2 tahun sebesar dua kali
inflasi (6%). Berapakah angsuran per bulan yang harus dibayarkan?

Cara menghitung angsuran akad murabahah berdasarkan contoh soal transaksi


murabahah dan penyelesaiannya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan inflasi
dan cost recovery. Adapun angsuran yang harus dibayar per bulan adalah:

Harga Pokok Mobil Rp 914.000.000

Dibayar Kakraffi Rp 620.000.000

Dibayar Bank Syariah Rp 294.000.000

Margin Bank Rp 23.520.000

Stabilizer Inflasi Rp 35.280.000

Margin dan Stabiliser Rp 58.800.000

Sisa Angsuran Rp 352.800.000

Angsuran Per Bulan Rp 14.700.000

Jurnal akuntansi murabahah bagi penjual akan mencatat piutang dan


pembayaran angsuran setiap periodenya. Adapun pencatatan akuntansi murabahah
sebagai berikut.

15
Tgl Keterangan Debit Kredit
1/1/2021 Piutang Murabahah Rp. 294.000.000
Kas Rp. 294.000.000
31/1/2021 Kas Rp. 12.250.000
Margin Murabahah Tangguhan Rp. 2.450.000
Piutang Murabahah Rp. 12.250.000
Pendapatan Margin Rp. 2.450.000
Murabahah

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akuntansi Islam adalah proses yang memberikan informasi yang tepat dari
suatu entitas—tidak harus terbatas pada data keuangan—kepada pemangku
kepentingan untuk memastikan entitas tersebut terus menjalankan operasi dalam batas
syariat Islam dan mencapai tujuan sosial ekonominya.

Murabahah adalah akad jual beli barang dangang menyatakan harga perolehan
dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini
merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah
ditentukan berapa requid rate of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh).

Akuntansi murabahah merupakan aktivitas akuntansi pada transaksi


murabahah, meliputi aspek pengakuan dan pengukuran, penyajian dan pengungkapan.

Berdasarkan PSAK 102 (revisi 2019) tentang Akuntansi Murabahah,


Murabahah merupakan “akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan
biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli”.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga kedepannya kita bisa untuk
memahami bagaimana konsep inflansi. Semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang konsep inflansi yang kami bahas di dalam makalah ini
dan tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan, karena terbatasnya pengetahuan dan referensi yang kami peroleh. Untuk
itu kami berharap kritikan dan saran yang bersifat memotivasi dari pembaca guna
kesempurnaan makalah untuk selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, ‘Analisis Penerapan PSAK No. 102 Tentang Akuntansi Murabahah (Studi
Kasus Pada Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah Baitul Qiradh Afdhal Cabang
Kota Lhokseumawe)’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA),
1.1 (2016),
Gojali, Dudang, and Lutfiyah Arifin, ‘Penerapan Akuntansi Murabahah Di Tengah
Pandemi Covid-19: Implementasi Kebijakan Stimulus Perekonomian Nasional’,
AKSY: Jurnal Ilmu Akuntansi Dan Bisnis Syariah, 2.2 (2020),
Habibah, Muzayyidatul, and Alfu Nikmah, ‘Analisis Penerapan Akuntansi Syariah
Berdasarkan Psak 102 Pada Pembiayaan Murabahah Di Bmt Se-Kabupaten
Pati’, Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah, 4.1 (2016),
Muchtar, Masruri, ‘Analisis Risiko Akad Murabahah Di Perbankan Syariah’, Info
Artha, 5.1 (2021),
Pratiwi, Ingrid Eka, and Dina Fitrisia Septiarini, ‘Artikel Diterima: 15 Juni 2014
Terakhir Direvisi: 18 Agustus 2014’, AKRUAL Jurnal Akuntansi, 6.1 (2014),
Salamah, Andini dan Arrison Hendry, ‘Pola Rescheduling Pada Pembiayaan
Bermasalah Berakad Murabahah Di Bank Syariah’, Jurnal Ekonomi Dan
Perbankan Syariah, 6.1 (2018),
Yusuf, Muhammad, ‘Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan
Pesanan Dan Tanpa Pesanan Serta Kesesuaian Dengan PSAK 102’, Binus
Business Review, 4.1 (2013),

18

Anda mungkin juga menyukai