Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FATWA-FATWA EKONOMI

FATWA-FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH

DI
S
U
S
U
N
OLEH :

SARITA ULFIA (4012020015)


NADIA (4012020009)

DOSEN PENGAMPU : MUHAMMAD DAYYAN ,M.Ec

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran ALLAH SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “fatwa-fatwa tentang
pembiayaan murabahah”.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untu
memenuhi tugas makalah kami pada matakuliah FATWA-FATWA EKONOMI.selain
itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengajaran pendidikan
kawarga negaraan.bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada BAPAK MUHAMMAD DAYYAN ,M,Ec .selaku


dosen pembimbing pada mata kuliah FATWA-FATWA EKONOMI.yang telah memberi tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni .Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari,makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.oleh karena
itu,kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan kemudian demi kesempurnaan
makalah ini pemahaman dalam kebahasaan.serta pembaca yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan makalah ini.

Demikian kata pengantar yang dapat kami berikan daripada makalah ini,semoga makalah yang
telah kami susun dapat memberikan manfaat.

Langsa,1 nov 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2


BAB I ........................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah ................................................................................................................................ 5
BAB II .......................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 6
A.Fatwa Tentang Murabahah ................................................................................................................... 6
B.Fatwa tentang Uang Muka Dalam murabahah ..................................................................................... 6
C.Fatwa Tentang Diskon Dalam Murabahah ........................................................................................... 7
D.Fatwa Tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah ....................................................................... 8
E.Fatwa Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah .................................................................. 9
F.Fatwa Tentang Konversi Akad Murabahah ......................................................................................... 12
G.Fatwa Tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah Antar Keungan Lembaga Syariah ................... 15
H. Fatwa Tentang Akad jual Beli Murabahah ........................................................................................ 17
KESIMPULAN .......................................................................................................................................... 19
SARAN ...................................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Murábahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan hargabelinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebihsebagai laba.1 Murábahah menurut Nurhayati
adalah transaksi penjualanbarang dengan menyatakan harga perolehan dengan tambahan
keuntungan(margin) yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.Antonio
juga menjelaskan bahwa murábahah atau yang biasa disebut bai’al – murábahah adalah transaksi
jual beli barang pada harga asal dengantambahan keuntungan yang disepakati antara kedua belah
pihak yaitupenjual dan pembeli. Akad ini mengharuskan penjual untuk memberi tahupembeli
mengenai harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkatkeuntungan
sebagaitambahannnya. Dari uraian diatas maka dapatdisimpulkan bahwa murábahah adalah
transaksi jual beli barang dimanapenjual menyatakan harga perolehannya kepada pembeli dan
pembelimembayar kepada penjual harga perolehan tersebut ditambah keuntungan(margin) yang
telah disepakati.Murábahah , sebagaimana yang digunakan dalam perbankan syariah,prinsipnya
didasarkan pada dua elemen pokok yakni harga beli serta biayayang terkait, dan kesepakatan atas
mark up (laba).Bank syariah mengadopsi murábahah untuk memberikan pembiayaan jangka
pendek kep Fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 menjelaskan beberapa ketentuan mengenai
murábahah yakni yang pertama adalah ketentuanumum murábahah dalam Bank Syariah, yang
kedua berisi tentang ketentuanmurábahah kepada nasabah, dan ketiga berisi tentang jaminan
dalammurábahah . Penundaan pembayaran dalam murábahah dibahas dalamfatwa DSN No:
04/DSN - MUI/IV/2000 poin ke lima. Selain fatwa DSNNo: 04/DSN - MUI/IV/2000 tersebut ,
MUI juga menerbitkan fatwa DSNmengenai metode pengakuankeuntungan pembiayaan
Murábahah diLembaga Keuangan Syariah No: 84/DSN – MUI / XII / 2012. Metodepengakuan
keuntungan pembiayaan murábahah boleh dilakukansecaraproporsional dan secara anuitas
dengan mengikuti ketentuan – ketentuandalam fatwa ini.Praktikakad murábahah pada bank
syariah dilakukan dengan caramembeli barang yang diperlukan nasabah. Bank syariah
kemudianmenjualnya kepada nasabah tersebut sebesar harga barang ditambah marginatau
keuntungan yang disepakati bank syariah dan nasabah.13 Perjanjiandalam pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah merupakan perjanjian antarabank dengan nasabah (debitur) untuk
memberikan sejumlah dana kepadadebiturada paranasabah guna pembelian barang meskipun
nasabah tidak memiliki uanguntuk membayar.
B. Rumusan masalah

Fatwa-Fatwa Tentang Pembiayaan Murabahah?

Fatwa Tentang Murabahah?

Fatwa Tentang Uang Muka Dalam Murabahah?

Fatwa Tentang Diskon Dalam Murabahah?

Fatwa Tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah?

Fatwa Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah?

Fatwa Tentang Konversi Akad Murabahah?

Fatwa Tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syariah?

Fatwa Tentang Akad Jual Beli Murabahah?


BAB II

PEMBAHASAN

A.Fatwa Tentang Murabahah

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana

dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli;

b. bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melang-


sungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan,

bank syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang


memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba;

c. bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa


tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syari’ah.

B.Fatwa tentang Uang Muka Dalam murabahah

‘Uang Muka Dalam Pembiayaan Murabahah’ telah dijelaskan secara singkat bahwa akad
murabahah adalah akad jual beli di mana penjual menjual barang kepada pembeli dengan
memberitahukan harga beli plus keuntungan kepada pembeli, lalu pembeli membayar harga
(tsaman) barang ditambah keuntungan yang telah disepakati. Pembayaran dalam akad
murabahah bisa dilakukan dengan cara mencicil.

Praktik pembiayaan akad murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS), biasanya LKS, akan
membeli barang yang diinginkan oleh nasabah kepada supplier (penjual pertama). Ketika
membeli barang, kadangkala LKS mendapatkan potongan harga (diskon) dari supplier. Dengan
adanya diskon tersebut, timbul pertanyaan, apakah diskon yang diberikan supplier merupakan
hak LKS, sehingga ia dapat menjual barang kepada nasabah dengan menggunakan harga
sebelum diskon? Ataukah diskon tersebut merupakan hak nasabah sehingga harga penjualan
LKS kepada nasabah menggunakan harga setelah diskon? Untuk menjawab pertanyaan di atas,
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), mengeluarkan Fatwa No.
16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah.
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002
Fatwa ini dikeluarkan untuk memberikan kepastian hukum sesuai dengan prinsip syariah tentang
status diskon dalam transaksi murabahah tersebut. Menurut fatwa DSN No. 16, harga jual beli
murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan
kesepakatan. Apabila dalam jual beli murabahah, LKS mendapatkan diskon dari supplier, maka
harga jual beli antara LKS dan nasabah adalah harga setelah diskon, karena diskon tersebut
merupakan hak nasabah. Apabila diskon tersebut diberikan setelah akad, pembagian diskon
dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad. Dalam akad,
pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.

Berdasarkan fatwa diatas dapat dipahami bahwa diskon yang berikan oleh supplier kepada LKS
sebelum terjadinya akad murabahah antara LKS dengan nasabah adalah merupakan hak dari
nasabah. Diskon tersebut secara otomatis menjadi hak nasabah tanpa adanya suatu proses
perjanjian yang dituangkan dalam akad. Namun, jika diskon tersebut diberikan oleh supplier
kepada LKS setelah terjadinya akad murabahah antara LKS dengan nasabah, maka diskon
tersebut bisa diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang
dituangkan dalam akad perjanjian murabahah yang ditandatangani.

C.Fatwa Tentang Diskon Dalam Murabahah

Dalam tulisan penulis tentang ‘Uang Muka Dalam Pembiayaan Murabahah’ telah
dijelaskan secara singkat bahwa akad murabahah adalah akad jual beli di mana penjual menjual
barang kepada pembeli dengan memberitahukan harga beli plus keuntungan kepada pembeli, lalu
pembeli membayar harga (tsaman) barang ditambah keuntungan yang telah disepakati.
Pembayaran dalam akad murabahah bisa dilakukan dengan cara mencicil.

Praktik pembiayaan akad murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS), biasanya LKS, akan
membeli barang yang diinginkan oleh nasabah kepada supplier (penjual pertama). Ketika
membeli barang, kadangkala LKS mendapatkan potongan harga (diskon) dari supplier. Dengan
adanya diskon tersebut, timbul pertanyaan, apakah diskon yang diberikan supplier merupakan
hak LKS, sehingga ia dapat menjual barang kepada nasabah dengan menggunakan harga
sebelum diskon? Ataukah diskon tersebut merupakan hak nasabah sehingga harga penjualan
LKS kepada nasabah menggunakan harga setelah diskon?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI), mengeluarkan Fatwa No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah.
Fatwa ini dikeluarkan untuk memberikan kepastian hukum sesuai dengan prinsip syariah tentang
status diskon dalam transaksi murabahah tersebut. Menurut fatwa DSN No. 16, harga jual beli
murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan
kesepakatan.
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002
Apabila dalam jual beli murabahah, LKS mendapatkan diskon dari supplier, maka harga jual
beli antara LKS dan nasabah adalah harga setelah diskon,

karena diskon tersebut merupakan hak nasabah. Apabila diskon tersebut diberikan setelah akad ,
pembagian diskon dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.

Berdasarkan fatwa diatas dapat dipahami bahwa diskon yang berikan oleh supplier kepada LKS
sebelum terjadinya akad murabahah antara LKS dengan nasabah adalah merupakan hak dari
nasabah. Diskon tersebut secara otomatis menjadi hak nasabah tanpa adanya suatu proses
perjanjian yang dituangkan dalam akad. Namun, jika diskon tersebut diberikan oleh supplier
kepada LKS setelah terjadinya akad murabahah antara LKS dengan nasabah, maka diskon
tersebut bisa diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang
dituangkan dalam akad perjanjian murabahah yang ditandatangani.

D.Fatwa Tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah

Sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) pada
umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan
nasabah. Dalam hal nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati, LKS sering diminta nasabah untuk memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran tersebut; untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran
Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang potongan pelunasan dalam murabahah
sebagai pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.

Ketentuan Umum

Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad Besar potongan sebagaimana
dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS. Dalam melaksanakan
kegiatan perbankan yang menggunakan sistem syariah, Bank Muamalat Indonesia memiliki
DPS yang diantaranya memiliki tugas untuk menjawab pertanyaan mengenai oprasional produk-
produk perbankan yang sesuai dengan syariah. Jawaban yang diberikan oleh DPS ini dibuat
dalam bentuk Fatwa.

Kehadiran Bank Muamalat Indonesia ini kemudian diikuti dengan pembentukan peraturan baru
di bidang perbankan.
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002
Ketentuan tentang perbankan yang sebelumnya diatur dalam UU No. 14 Th. 1967 diganti
dengan UU No. 7 Th. 1992 tentang perbankan. Pada UU No. 7 Th. 1992 mengatur ketentuan
baru yang sangat memberikan pengaruh besar dalam dunia perbankan ke depannya, yaitu adanya
dua sistem perbankan, sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah yang diatur
dalam UU No. 7 Th. 1992 ini adalah pada pasal 6 dan pasal 13, bahwa salah satu usaha Bank
Umum dan Bank Pengkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil.

Pengertian prinsip bagi hasil yang disebutkan dalam dua pasal tersebut diatur dalam PP No. 72
Th. 1992 tentang Bank Berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai ketentuan lebih lanjut pasal-pasal
tersebut. Disebutkan dalam penjelasan pasal 1 ayat (1) PP No. 72 Th. 1992

bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdarsakan syari’at
dalam melakukan kegiatan usaha bank. Pada pasal 2 ayat (1) PP No. 72 Th. 1992 ditentukan
bahwa:

Prinsip bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) adalah prinsip bagi hasil
berdasarkan syari’at yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam:

➢ Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan


penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya.

➢ Menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja.

➢ Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh
bank dengan prinsip bagi hasil.

E.Fatwa Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah

Setelah Menimbang :

bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) pada
umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan
nasabah;

bahwa dalam hal nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran cicilan, maka ia
dapat diberi keringanan;

bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan dengan cara yang tidak
melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam;
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002
bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam, Dewan Syari'ah
Nasional memandang perlu menetapkan fatwa sebagai pedoman bagi LKS dan masyarakat
secara umum.

Mengingat :

Firman Allah SWT, antara lain:

Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:

… ‫… َوأ ََﺣﱠﻞ ﷲُ اْﻟﺒَْﯿَﻊ َوَﺣﱠﺮَم اﻟِّﺮﺑَﺎ‬

"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."

Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29:

‫ض ِﻣْﻨُﻜْﻢ‬ َ ً ‫ ﯾَﺂ أ َﯾﱡَﮭﺎ اﻟﱠِﺬْﯾَﻦ آَﻣﻨُْﻮا ﻻَﺗ َﺄ ُْﻛﻠُْﻮا أ َْﻣَﻮاﻟَُﻜْﻢ ﺑَْﯿﻨَُﻜْﻢ ِﺑﺎْﻟﺒَﺎِطِﻞ ِإﻻﱠ أ َْن ﺗ َُﻜْﻮَن ِﺗَﺠﺎَرة‬...
ٍ ‫ﻋْﻦ ﺗ ََﺮا‬

"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu …"

Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 1:

‫… ﯾَﺂ أ َﯾﱡَﮭﺎ اﻟﱠِﺬْﯾَﻦ آَﻣﻨُْﻮا أ َْوﻓُْﻮا ِﺑﺎْﻟﻌُﻘُْﻮِد‬

"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu."

Firman Allah QS. al-Ma'idah [5]: 2:

َ ‫ﻋﻠَﻰ اْﻟِﺒِّﺮ َواﻟﺘ ﱠْﻘَﻮى وﻻ َوﺗ َﻌَﺎَوﻧُْﻮا‬


… ‫ﻋﻠَﻰ اِﻹﺛﻢ َواﻟﻌُْﺪَوان‬ َ ‫َوﺗ َﻌَﺎَوﻧُْﻮا‬

"… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa ..."

Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 280:

َ َ ‫ َوأ َْن ﺗ‬،‫ﺴَﺮٍة‬


... ‫ﺼﺪﱠﻗُْﻮا َﺧْﯿٌﺮ ﻟَُﻜْﻢ‬ ُ ‫ َوِإْن َﻛﺎَن ذُْو‬...
َ ‫ﻋْﺴَﺮٍة ﻓَﻨَِﻈَﺮة ٌ ِإﻟَﻰ َﻣْﯿ‬
"... Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguhan sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih bik bagimu, jika
kamu mengetahui."

Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:

Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu Hibban:

َ ‫ ِإﻧَِّﻤﺎ اْﻟﺒَْﯿُﻊ‬:‫ﺳﻠﱠَﻢ ﻗَﺎَل‬


ٍ ‫ﻋْﻦ ﺗ ََﺮا‬
‫ض‬ َ ُ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲ‬
َ ‫ﻋﻠَْﯿِﮫ َوآِﻟِﮫ َو‬ َ ِ‫ﺳْﻮَل ﷲ‬ ّ ‫ﺳِﻌْﯿٍﺪ اْﻟُﺨْﺪِر‬
ُ ‫ي رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ أ َﱠن َر‬ َ ‫ﻋْﻦ أ َِﺑْﻲ‬
َ

"Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya
boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak."

Hadis Nabi Riwayat Muslim, beliau bersabda:

َ ‫ﻋْﻮِن اْﻟﻌَْﺒِﺪ َﻣﺎدَاَم اْﻟﻌَْﺒﺪُ ِﻓْﻲ‬


‫ﻋْﻮِن أ َِﺧْﯿِﮫ‬ َ ‫ َوﷲُ ِﻓْﻲ‬،‫ب ﯾَْﻮِم اْﻟِﻘﯿَﺎَﻣِﺔ‬
ِ ‫ﻋْﻨﮫُ ُﻛْﺮﺑَﺔً ِﻣْﻦ ُﻛَﺮ‬ ِ ‫ﻋْﻦ ُﻣْﺴِﻠٍﻢ ُﻛْﺮﺑَﺔً ِﻣْﻦ ُﻛَﺮ‬
َ ُ‫ ﻓَﱠﺮَج ﷲ‬،‫ب اﻟﺪﱡْﻧﯿَﺎ‬ َ ‫َﻣْﻦ ﻓَﱠﺮَج‬
‫))رواه ﻣﺴﻠﻢ‬.

"Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan
kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka)
menolong saudaranya."

Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, beliau bersabda:

‫طﺎ َﺣﱠﺮَم َﺣﻼَﻻً أ َْو أ ََﺣﱠﻞ َﺣَﺮاًﻣﺎ‬


ً ‫ﺷْﺮ‬
َ ‫ﺷُﺮوِطِﮭْﻢ ِإﻻﱠ‬ َ ‫ﺻْﻠًﺤﺎ َﺣﱠﺮَم َﺣﻼَﻻً أ َْو أ ََﺣﱠﻞ َﺣَﺮاًﻣﺎ َواْﻟُﻤْﺴِﻠُﻤﻮَن‬
ُ ‫ﻋﻠَﻰ‬ ُ ‫ﺼْﻠُﺢ َﺟﺎِﺋٌﺰ ﺑَْﯿَﻦ اْﻟُﻤْﺴِﻠِﻤﯿَﻦ ِإﻻﱠ‬
‫ا َﻟ ﱡ‬.

"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

Kaidah Fiqh, antara lain:

‫ﻋﻠَﻰ ﺗ َْﺤِﺮْﯾِﻤَﮭﺎ‬ ِ َ‫ﺻُﻞ ِﻓﻲ اْﻟُﻤﻌَﺎَﻣﻼ‬


َ ‫ت اِْﻹﺑَﺎَﺣﺔُ ِإﻻﱠ أ َْن ﯾَﺪُﱠل دَِﻟْﯿٌﻞ‬ ْ َ ‫اﻷ‬.

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002


"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya."

Memperhatikan :

Hasil workshop BPH-DSN, 9-10 Dzulqa'dah 1425/21-22 Desember 2004.

Surat Direksi BSM No. 6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal Permohonan Fatwa.

Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Jum'at, 16 Muharram 1426/ 25
Februari

Menetapkan : FATWA TENTANG PENJADWALAN KEMBALI TAGIHAN


MURABAHAH

Pertama : Ketentuan Penyelesaian

LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah
yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, dengan ketentuan:

Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;

Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil;

Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Kedua : Ketentuan Penutup

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah Nasional
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya


F.Fatwa Tentang Konversi Akad Murabahah

Konversi Akad Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 49/DSN-MUI/II/2005 Tentang Konversi Akad
Murabahah

Dalam ketentuan akuntansi syariah, Konversi akad murabahah menjadi akad lainnya bagi debitur
yang tidak bisa menyelesaikan utang mirabahah sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah
disepakati, tetapi debitur tersebut masih prospektif dimungkinkan dengan beberapa kondisi
tertentu. Pengaturan mengenai konversi akad di lembaga keuangan syariah atau bank syariah ini
secara legalitas formal diatur melalui Fatwa MUI.

Dari kutipam draft DSN-MUI Nomor 49 Tahun 2005 Tentang Konversi akad di atas, maka dapat
dikatakan bahwa menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga pengesahan fatwa di
atas Dewan Syariah Nasional, menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh
melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabah yang tidak bisa
menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati.
1. Ketentuan PemberlakuanKonversi Akad Murabahah kepada Akad Mudharabah di Bank
Syariah Mandiri KCP Surapati

Konversi dari akad murabahah kepada akad mudharabah ini dalam rangka penyelamatan
pembiayaan karena nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran, yang dalam
hal ini nasabah dirasa masih prospektif dan masih memungkinkan untuk memenuhi semua
kewajibannya kepada BSM KCP Surapati. Konversi akad murabahah kepada akad mudharabah
yang dilaksanakan di BSM KCP Surapati tersebut juga berdasar pada keputusan Dewan
Pengawas Syariah selaku dewan yang ditunjuk sebagai pembuat fatwa bagi BSM KCP Surapati.

Konversi akad dari pembiayaan murabahah kepada akad mudharabah menurut Dewan Pengawas
Syariah boleh dilakukan apabila pembiayaan murabahah tersebut, pihak nasabah belum
dikatakan bankrut, melainkan nasabah tersebut masih memiliki potensi untuk diajak kerjasama.
Kemudian, kebijakan untuk mengkonversi akad tidak semata-mata kebijakan yang dipilih
sepihak oleh BSM KCP Surapati, melainkan telah dimusyawarahkan dengan pihak nasabah
terkait. Ketika beberapa opsi penyelamatan terhadap pembiayaan ditawarkan kepada nasabah,
maka didapatkanlah satu keputusan bersama yang disepakati antara BSM KCP Surapati dan
nasabah. Akan tetapi sebelum menetapkan konversi akad untuk penyelamatan pembiayaan,
haruslah dipertimbangkan opsi-opsi yang lain, misalnya opsi rescheduling atau opsi
reconditioning. Konversi akad di BSM KCP Surapati yang dilakukan secara garis besar
dilakukan perubahan jangka waktu pembayaran dan perubahan jumlah angsuran..

2. Analisis Fatwa DSN-MUI Nomor : 49/DSN-MUI/11/2005 Tentang Konversi Akad

Murabahah Terhadap Pelaksaan Konversi Akad Murabahah Kepada Akad Mudharabah Di Bank
Mandiri Syariah Kantor Cabang Surapati

Ketentuan konversi akad yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional - MUI yang tertuang dalam
Fatwa DNS Nomor 49/2005 merupakan pengesahan pelaksanaan perubahan akad di lembaga
keuangan syariah (termasuk bank syariah)
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002
dalam rangka penyelamatan pembiayaan bermasalah. Dengn demikian, pelaksanaan konversi
akad di bank syariah termasuk ke dalam rangkaian usaha dan langkah kebijakan manajemen
bank syariah untuk mengatasi pembiayaan bermaslah. Dalam hal ini, konversi akad merupakan
upaya terakhir dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah setelah pihak bank syariah atas
kesepakatan dengan pihak nasabah melaklukan upaya Resceduling (penjadwalan baru angsuran
piutang pembiayaan) dan Recontruction/ rekontruksi (perubahan nominal angsuran piutangh
pembiayaan sesuai kesepakatan antara pihak bank syariah dan nasabah).

Dalam konteks piutang pembiayaan yang dimiliki lembaga perbankan syariah dan utang
pembiyaan yang menjadi kewajiban nasabahnya, hal ini diatur dalam mekanisme ketentuan
perdata dan aturan lain yang mengikat (seperti perjanjian akad pembiayaan murabahah) serta
dana pihak ketiga yang dititipkan masyarakat kepada pihak bank. Sehingga dalam hal ini, pihak
bank tidak dapat memutuskan secara sepihak tanpa didasari oleh aturan serta mekanisme hukum
perbankan yang berlaku.

Dengan demikian, maka dalam memberikan penangguhan kepada nasabah yang mengalami
kesukaran, hal ini diimplementasikan oleh pihak bank syariah ke dalam berbagai bentuk
kebijakan bank syariah seperti rescedulling, reconstruction hingga konversi akad.Kebijakan
tersebut diberikan pihak bank semata-mata untuk membantu nasabah yang mengalami kesulitan
dalam membayar utang pembiayaan murabahah yang disalurkan bank.

Ketentuan yang termaktub dalam Fatwa DSN Nomor 49/2009 Tentang Konversi Akad
Murabahah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah boleh
melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad baru) bagi nasabah yang tidak bisa
menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, tetapi ia masih prospektif dengan persyaratan yang ditentukan. Dengan demikian,
maka ketentuan konversi menurut Fatwa DSN Nomor 49/2009 tersebut dapat disimpulkan
bahwa konversi akad murabahah hanya dapat dilakukan atau dibatasi sebagai salah satu upaya
penyelesaian piutang pembiayaan yang tidak mampu dilunasi oleh pihak nasabah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, pelaksanaan atau
implementasi fatwa DSN Nomor 49/2009 yang dilaksanakan di BSM KCP Surapati hal ini
dijadikan sebagai dasar dari pelaksanaan konversi akad murabahah bagi nasabah yang
mengalami kemacetan dalam kategori kolektibilitas 4 (macet). Dalam kasus ini, apabila selama
jangka waktu pembiayaan murabahah nasabah tidak bisa menyelesaikan atau melunasi
pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, maka BSM KCP
Surapati melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabah yang bersangkutan
seperti sebagaimana yang diatur sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
49/DSNMUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002


Pelaksanaan konversi akad murabahah menjadi mudharabah di BSM KCP Surapati, pada
perinsipnmya merupakan upaya solusi dari pihak BSM yang ditawarkan kepada pihak nasabah
pembiayaan murabahah yang mengalami kemacetan dalam pembayaran angsuran utang
pembiayaan. Dalam hal ini, kesepakan akad murabahah dianggap selesai dan sisa piutang
dikonversi kepada akad baru yaitu akad mudharabah.Sistem pembayaran angsuran untuk akad
mudharabah yang baru ini disesuaikan dengan kemampuan nasabah dan pihak BSM berhak

mendapatkan nisbah bagi hasil untuk produk pembiayaan mudharabah yang baru ini.Kemudian
dalam pelaksanaannya, pihak nasabah pun dikenakan biaya administrasi sebagaimana biasanya
dalam awal akad pad produk-produk pembiayaan di BSM.Dari uraian di atas, maka dalam
penelitian ini konversi akad murabahah diubah menjadi akad mudharabah dengan pelaksanaan
akad mudharabah yang dilaksanakan BSM KCP Surapati merujuk pada fatwa DSN No.07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.

G.Fatwa Tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah Antar Keungan Lembaga Syariah

Fatwa DSN No 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan utang dengan Fatwa DSN No


90/DSN-MUI/XII/2013 tentang pengalihan pembiayaan murbahah anatar LKS

Pengalihan pembiayaan murabahah antar LKS adalah pengalihan piutang nasabah yang timbul
akibat ingin mengalihkan assetnya dari bank syariah lain kepada BSM cianjur. (2) Mekanisme
pengalihan pembiayaan di BSM Cianjur yaitu; BSM memberikan dana talangan (qardh) kepada
nasabah untuk melunasi assetnya di bank nasabah berutang, setelah asset dimiliki nasabah
menjual asset tersebut kepada bank untuk melunasi dana talangan (qard), bank menjual kembali
asset tersebut kepada nasabah menggunakan akad murabahah. (3) Fatwa DSN no 31 tahun 2008
menggunakan 4 alternatif akad dalam pengalihan utang. Dalam pengalihan pembiayaan antar
LKS, BSM Cianjur menggunakan altenatif pertama pada fatwa DSN no 30 tahun 2002.
Alternatif pertama ini sama dengan ba’i al-innah yang jelas dilarang pada bagian I pasal II Fatwa
DSN no 90. Fatwa ini menjelaskan tentang tiga mekanisme pengalihan pembiayaan yang
dibolehkan yaitu; Hawalah bil Ujrah, ijarah muntahiyya bit-tamlik (IMBT), dan Musyarakah
Muntanaqisah (MMQ).

I. Pengalihan Pembiayaan Murabahah antar LKS adalah pengalihan utang atau piutangnasabah
yang timbul dari pembiayaan LKS kepada nasabah dengan akad murabahah,yang pembayaran
harga (tsaman)-nya dilakukan secara tidak tunai atau angsuran;
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002
2. Utang pembiayaan murabahah adalah utang nasabah yang timbul dari pembiayaan LKSkepada
nasabah dengan akad murabahah;

3. Pengalihan utang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah adalah pengalihan


utangpembiayaan murabahah yang diajukan oleh nasabah dari satu LKS ke LKS lain;

4. Piutang pembiayaan murabahah adalah piutang LKS yang timbul karena pembiayaankepada
nasabah dengan akad murabahah;

5. Pengalihan piutang pembiayaan murabahah atas inisiatif LKS adalah penjualan


piutangmurabahah yang dilakukan oleh satu LKS kepada LKS atau pihak lain;

6. Bai' al- 'inah adalah akad di mana satu pihak menjual barang seeara tidak tunai,
dengankesepakatan bahwa penjual akan membelinya kembali dengan harga lebih keeil
seearatunai;

7. Hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berutang (muhil/madin/debitur)kepada
pihak lain yang bersedia menanggung (membayar)-nya (muhal 'alaihy;

8. Hawalah bil ujrah adalah akad hawalah dengan imbalan (uirah) yang diterima olehmuhal alaih
dari pihak yang mengalihkan (muhil/madin);

9. Pembiayaan ijarah muntahiyah bi al-tamlik (IMBT) adalah pembiayaan yangmenggunakan


akad ijarah (sewa) yang disertai denganjanji (wa'd) pemindahan hak milikatas benda yang disewa
kepada penyewa setelah selesainya akad ijarah sertakewajibannya;

10. Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara duapihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak menyertakan modalusaha,
keuntungan dibagi atas dasar kesepakatan atau sesuai porsi modal, kerugian yangterjadi bukan
karena kelalaian pengguna dibagi sesuai porsi modal yang disertakan;

11. Pembiayaan musyarakah mutanaqishah (MMQ) adalah pembiayaan musyarakah yangmodal


salah satu syarik berkurang karena hishshahnya dibeli oleh syarik lain seearabertahap;

12. Bai' al-dain al-mu 'ajjal li ghair al-madin bi tsaman hall adalah menjual piutang
yangbelumjatuh tempo kepada selain debitur dengan harga tunai;

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002


13. Tsaman adalah harga baik berupa uang ataupun barang yang wajib dibayarkan olehpembeli
kepada penjual sebagai imbalan atas obyek yang dibeli;

14. Barang adalah seluruh harta kekayaan (mal) selain uang, baik yang diperjualbelikan dibursa
berjangka yang berdasarkan prinsip syariah, seperti komoditi maupun yangdiperjualbelikan di
bursa efek yang berdasarkan prinsip syariah, seperti saham syariahdan sukuk.

H. Fatwa Tentang Akad jual Beli Murabahah

Jenis Fatwa DSN

Nomor 111/DSN-MUI/IX/2017

Tahun 2017

Tentang Akad Jual Beli Murabahah

Klasifikasi Fatwa DSN Produk Ekonomi Syariah

Materi Muatan Pokok

1.Akad bai' al-murabahah adalah akad jual beli suatu barang denganmenegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembelimembayamya dengan hargayang lebih sebagai laba;

2.Penjual (al-Ba'l') adalah pihak yang melakukan penjualan barangdalam akad jual beli, baik
berupa orang maupull yang dipersamakandengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak
berbadan hukum;

3.Pembeli (Al-Musytari) adalah pihak yang melakukan pembeliandalam akad jual beli, baik
berupa orang (Syakhshiyah thabi'iyah/natuurlijke persoon) maupun yang dipersamakan dengan
orangbaik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum;

4.Witayah ashliyyah adalah kewenangan yang dimilikioleh penjual karena yang bersangkutan
berkedudukan sebagaipemilik;

5. Wilayah niyabiyyah adalah kewenangan yang dimilikioleh penjual karena yang bersangkutan
berkedudukan sebagaiwakil dari pemilik atau wali atas pemilik;

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002


6. Mutsman/mabi' adalah barung yang dijual; mutsman/mabi- merupakan imbangan atas tsaman
yang dipertukarkan;

7. Ra's mal al-murabahah adalah harga perolehandalam akad jual beli murabahah yang berupa
harga pembelian(pada saat belanja) atau biaya produksi berikut braya-biaya yangboleh
ditambahkan;

8. Tsaman al-murabahah adalah harga jual dalam akadjual beli murabahah yang berupa ra's mal
al-murabahah ditambahkeuntungan yang disepakati;

9. Bai' al-murabahah al-'adiyyah adalah akad jualbeli murabahah yang dilakukan atas barang
yang sudah dimilikipenjual pada saat barang tersebut ditawarkan kepada calonpembeli.

10. Bai' al-murabahah li al-amir bi al-syira' adalah akadiual beli murabahah yang dilakukan atas
dasar pesanandari pihak calon pembeli;

11. At-Tamwil bi al-murabahaft adalah murabahah yang pembayaranharganya tidak tunai;

12. Bai' al-muzayadah adalah jual beli dengan harga paling tinggi yangpenentuan harga (tsaman)
tersebut dilakukan melalui proses tawarmenawar;

13. Bai' al-munaqashah adalah jual beli dengan harga paling rendahyang penentuan harga
(tsaman) tersebut dilakukan melalui prosestawar menawar;

14. Al-Bai' al-hal (Jt-lt e$ll) adalah jual beli yang pembayaranharganya dilakukan secara tunai;

15.Al-Bai' bi al-taqsith adalah jual beli yang pembayarunharganya dilakukan secara


angsur/bertahap;

16.Bai' al-muqashshah adalah jual beli yang pembayaranharganya dilakukan melalui pedumpaan
utang;

17.Khiyana/Tadlis adalah bohongnya penjual kepada pembeli terkaitpenyampai an ra's mal


murabah

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002


KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah dan musyarakah berpengaruh negatif


terhadap profitabilitas perbankan syariah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
ketidakkompetenan dari pihak bank syariah dalam mengelola akad pembiayaan mudharabah dan
musyarakah.

Pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang berpengaruh negatif ini


memperlihatkan bahwa ada kemungkinan dari pihak bank syariah atau bankir tidak mengerti
dengar baik dan benar tentang ilmu keuangan atau perbankan syariah karena bankir hanya
mengetahui tentang sistem perbankan konvensional.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas perbankan syariah di Indonesia. Hal ini
dikarenakan pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan paling banyak digunakan oleh
pihak bank syariah dan nasabah.

SARAN

Penelitian ini mempunyai implikasi terhadap bank syariah, yang menunjukan bahwa pembiayaan
mudharabah, musyarakah, dan murabahah berpengaruh terhadap profitabilitas bank syariah
(Return On Equity), dan oleh sebab itu manajemen bank syariah atau semua yang bekerja pada
bidang perbankan syariah lebih meningkatkan kinerja agar para nasabah lebih percaya kepada
bank syariah untuk mengelola atau menitipkan uangnya kepada bank syariah hal inni dapat
membuat perkembangan terhadap perbankan syariah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Amabarwati, Septiana. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Murabahah dan


Mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia, Tesis, Program Pascasarja Universitas
Indonesia, 2008.

Antonio, M. Syafi’I. Bank Syariah Dari Dasar-Dasar Manajeman Bank Syori Ke Praktek,
Jakarta: Gema Insani Pers, 2001.

Arifin, Zainulariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.

Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Departemen


Agama Republik Indonesia. Alquran dan Terjemahan, Bandung: CV

Penerbit J-ART, 2005.

Djazuli, A. dan Yadi Janwari. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah

Pengenalan, Jakarta: PT.

Bahan-Bahan Terpilih dan Hasil Riset Terbaik, RajaGrafindo Persada, 2002.

Forum Riset Perbankan Syariah III IAIN Sumatera Utara. Medan: t.p, 2011.

Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter. Dasar-Dasar Ekonometrika, terj. Eugenia

Mardanugraha, dkk. Jakarta: Salemba Empat, 2009.

Haryadi. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Pembiayaan Pada Perbankan


Syariah Di Indonesia: Periode 2004:03-2009:04, Tesis, Program Pascasarja Universitas
Indonesia, 2009.

Himpunan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Ekonomi Syariah: Dilengkapi


Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Produk Perbankan Syariah, Yogyakarta: Pustaka
Zeedny, 2009.

Hosen, Nadratuzzaman, et. al. Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah,
Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (pkes Publishing), 2007.

Ibn Majah, Abu’Abdullah Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini as-Syahir bi. Sunan Ibnu

Anda mungkin juga menyukai