Anda di halaman 1dari 5

NASIHAT LUQMAN AL-HAKIM

KHUTBAH 1
Assalamu alaiku Wr. Wb.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib
berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan
kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban
dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Dalam kesempatan khutbah singkat kali ini, khatib akan mengajak kita
semua untuk merenungkan dan mengamalkan apa yang dinasihatkan oleh seorang bijak bestari yang namanya
diabadikan dalam Al-Qur’an, Luqman yang berjuluk Al-Hakim, kepada putranya.

Hadirin rahimakumullah Luqman adalah seorang laki-laki yang hakim (bijaksana), yakni orang yang diberikan
hikmah dan kebijaksanaan oleh Allah. Karenanya ia terkenal dengan nama dan julukan Luqman Al-Hakim.
Menurut satu pendapat, ia adalah seorang nabi. Pendapat yang lain menyatakan, ia seorang wali yang shalih.
Pendapat yang kedua ini lebih kuat. Nasihat Luqman Al-Hakim kepada putranya diceritakan dalam Al-Qur’an.
Ia mengawali nasihatnya dengan memperingatkan putranya dari syirik (menyembah selain Allah),
menjauhinya dan menyebut syirik sebagai kezaliman yang besar. Allah menceritakan nasihat indah tersebut
dalam firman-Nya:

Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya,
“Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar“.” (QS Luqman: 13) .
Hadirin yang berbahagia Inilah kebiasaan para nabi dan orang-orang saleh. Yang mereka prioritaskan untuk
diajarkan dan disebarkan adalah iman kepada Allah dan menjauhi syirik. Karena iman dan menjauhi syirik
adalah hal terpenting bagi seorang hamba dan berkaitan dengan kebahagiaan hakiki dan abadi di akhirat.

Setelah memperingatkan putranya dari syirik, Luqman pun melanjutkan nasihatnya dengan mengatakan:

Maknanya: “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (perbuatan buruk) seberat biji sawi (sekecil apapun), dan berada
dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah mengetahuinya (dan akan memberinya balasan).
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui perkara-perkara yang samar dan Maha Mengetahui hakikat perkara
tersebut.” (QS. Luqman: 16).

Dengan nasihat ini, Luqman memberikan pemahaman kepada putranya bahwa Allah ta’ala Mahakuasa atas
segala sesuatu dan mengetahui segala sesuatu. Sampai-sampai, seandainya ada suatu perbuatan buruk
seberat biji sawi pun , maka itu tidak menjadikan Allah lemah sehingga tidak mengetahuinya. Allah ta’ala
mengetahuinya dan akan mendatangkannya (di hari kiamat untuk diberi balasan), di mana pun keburukan itu
berada dan di mana pun keburukan itu dilakukan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Marilah kita perhatikan. Hal pertama yang Luqman sampaikan adalah
memperingatkan putranya dari syirik dan memberinya sebuah pelajaran tentang tauhid. Hal ini mengingatkan
kita kepada hadits sahabat Jundub bin ‘Abdillah yang berkata:

Artinya, “Dahulu kami bersama Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam saat kami menjelang usia baligh. Kami
pun belajar tentang iman sebelum kami belajar Al-Qur’an. Kemudian kami mempelajari Al-Qur’an, maka
semakin bertambahlah keimanan kami dengannya.” (HR Ibnu Majah).

Jadi, perkara iman didahulukan dan diprioritaskan atas seluruh amal lainnya. Karena amal seseorang tidak
akan diterima selama ia tidak beriman kepada Allah. Allah ta’ala berfirman:
A
rtinya: “Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman,
maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.” (Q.S. an-Nisa’: 124)  

Saudara-saudara seiman Luqman kemudian mengajari putranya tentang furu’ (syari’at Islam) setelah
mengajarinya tentang ushul (aqidah Islam). Ia berkata:

Artinya, “Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah
(mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman: 17).

Luqman memerintah putranya dalam nasihat ini untuk melaksanakan kewajiban yang paling penting dan
paling utama setelah iman, yaitu shalat yang merupakan ibadah fardhu dalam syari’at semua umat terdahulu.
Kemudian Luqman menasehati putranya agar senantiasa melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar (mengajak
berbuat baik dan melarang melakukan kemungkaran). Keduanya adalah dua pilar penting yang menjadi
tonggak terwujudnya masyarakat yang saleh. Yaitu dengan mengajak menunaikan perkara-perkara wajib dan
yang paling utama adalah iman. Juga dengan melarang melakukan perkara-perkara mungkar dan yang paling
berbahaya adalah kekufuran dengan segala macamnya.  

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Lalu Luqman membimbing putranya agar bersabar karena sabar dengan
segala macamnya adalah cahaya yang menyinari jalan setiap muslim. Jadi beriman harus disertai dengan sabar
untuk tetap terus berpegang teguh dengannya. Begitu juga amar ma'ruf nahi munkar membutuhkan
kesabaran untuk dapat melalui rintangan yang menghadang. Begitu pula seluruh ibadah lainnya.   Setelah itu,
Luqman menasihati putranya agar berakhlak mulia. Ia berkata:

Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di
bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak mencintai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.”
(QS Luqman: 18).

Sombong ada dua. Pertama, mengetahui kebenaran lalu menolaknya karena yang menyampaikannya lebih
rendah status sosialnya, lebih sedikit hartanya, lebih muda usianya dan semacamnya. Kedua, merendahkan
orang lain. Kedua jenis sombong ini termasuk dosa besar.
Saudaraku seiman Marilah kita bersikap rendah hati kepada orang yang lebih tua ataupun yang lebih muda.
Marilah kita perlakukan orang lain dengan cara yang baik. Mari kita simak dengan baik apa yang orang lain
bicarakan kepada kita. Kita dengarkan dengan seksama nasihat yang disampaikan kepada kita. Janganlah kita
melihat kepada diri sendiri dengan pandangan pengagungan dan memandang orang lain dengan pandangan
penghinaan. Jika kita mendengarkan kebenaran dari seseorang, maka janganlah kita menolaknya hanya
karena ia lebih muda usianya, lebih minim ilmunya, lebih sedikit hartanya atau lebih rendah status sosialnya.
Sebaliknya, hendaklah kita terima, kita ikuti serta amalkan perkataannya. Semestinya kita bergembira karena
masih ada seorang muslim yang mau menasehati kita, menghendaki kebaikan dan mengupayakannya untuk
kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Artinya, “Agama menganjurkan nasihat (berbuat kebaikan).”    Ditanyakan kepada Nabi: “Bagi siapakah, wahai
Rasulullah?”

Nabi menjawab:

“Kebaikan kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan orang-orang biasa (yang
bukan pemimpin).”  (HR Muslim)

Ma’syiral Muslimin rahimakumullah Demikian khutbah singkat pada siang hari ini. Semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat dan dapat kita amalkan. Amin.
KHUTBAH 2

Anda mungkin juga menyukai