Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Rahul

NMM : 043974706

HUKUM TATA NEGARA

SOAL NO 1

1. Setelah amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, sistem parlemen


yang dianut di Indonesia adalah sistem parlemen dengan model campuran atau disebut
juga dengan sistem presidensial-parlementer. Dalam sistem ini, terdapat kombinasi
antara elemen parlementer dan elemen presidensial dalam sistem pemerintahan.
Berikut adalah beberapa karakteristik sistem parlemen campuran yang dianut di
Indonesia setelah amandemen :
a. Eksistensi Presiden: Sistem ini tetap mempertahankan jabatan Presiden sebagai
kepala negara dan pemerintahan. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum dan memiliki kekuasaan eksekutif yang signifikan.
b. Kabinet: Presiden memiliki kekuasaan untuk membentuk kabinet yang terdiri dari
menteri-menteri yang bertanggung jawab atas berbagai bidang pemerintahan.
Menteri-menteri ini biasanya berasal dari partai politik atau koalisi politik yang
mendukung Presiden.
c. Parlemen: Terdapat lembaga legislatif yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) yang menjadi representasi rakyat dalam proses pembuatan undang-undang.
Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum dan partai politik yang mendapatkan
kursi di DPR memiliki peran penting dalam pembentukan kebijakan dan
pengawasan pemerintahan.
d. Hubungan antara Eksekutif dan Legislatif: Ada hubungan yang erat antara eksekutif
(Presiden dan Kabinet) dengan legislatif (DPR). Kabinet harus
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada DPR dan membutuhkan dukungan
mayoritas DPR untuk mendapatkan persetujuan dalam kebijakan-kebijakan
penting.
e. Sistem Partai Politik: Partai politik memainkan peran penting dalam sistem
parlemen campuran ini. Partai politik memperebutkan kursi di DPR melalui
pemilihan umum dan memiliki peran dalam membentuk koalisi politik untuk
mendukung pemerintahan dan membentuk mayoritas di DPR.
Sistem parlemen campuran di Indonesia menggabungkan elemen-elemen parlementer
dan presidensial dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara
eksekutif dan legislatif serta mewujudkan sistem pemerintahan yang inklusif dan
berdasarkan prinsip demokrasi.

2. Dalam mengubah atau menyusun Undang-Undang Dasar (UUD) dan undang-undang


di Indonesia, terdapat peran yang berbeda antara Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Berikut adalah penjelasan mengenai kedudukan masing-masing lembaga dalam proses
perubahan dan penyusunan UUD dan undang-undang :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR):
MPR merupakan lembaga tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR
memiliki wewenang untuk mengubah dan menyusun UUD, yang disebut sebagai
proses amandemen UUD. Perubahan UUD dilakukan melalui Sidang MPR yang
diadakan secara khusus dan dihadiri oleh anggota MPR. MPR juga memiliki
wewenang untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR):
DPR adalah lembaga legislatif yang menjadi forum perwakilan rakyat di tingkat
nasional. DPR memiliki peran utama dalam menyusun dan mengesahkan undang-
undang. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum dan mewakili kepentingan
rakyat. Dalam proses penyusunan undang-undang, DPR mengajukan rancangan
undang-undang (RUU) yang kemudian dibahas di dalam panitia khusus atau
komisi-komisi DPR.
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD):
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang mewakili kepentingan daerah
dalam proses legislatif. DPD memiliki wewenang untuk memberikan pertimbangan
terhadap RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembagian pendapatan
antara pusat dan daerah, serta RUU yang berpotensi berdampak pada kepentingan
daerah. Meskipun DPD memiliki peran dalam memberikan pertimbangan,
keputusan akhir tentang penyusunan dan pengesahan undang-undang tetap ada pada
DPR.

Proses penyusunan dan pengesahan undang-undang melibatkan kerjasama antara DPR, DPD,
dan pemerintah. Melalui mekanisme koordinasi, negosiasi, dan pembahasan yang
berkelanjutan antara lembaga-lembaga tersebut, undang-undang dapat disusun dan disahkan
sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

SOAL NO 2

1. Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, terjadi beberapa


perubahan yang signifikan terkait kekuasaan presiden dalam membentuk undang-
undang di Indonesia. Berikut adalah analisis mengenai perubahan-perubahan tersebut :
a. Kekuasaan Presiden yang Terbatas: Sebelum amandemen UUD 1945, presiden
memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam proses pembentukan undang-undang.
Presiden memiliki wewenang untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) tanpa persetujuan DPR. Namun, pasca amandemen,
kekuasaan presiden dalam mengeluarkan Perppu menjadi lebih terbatas. Pasal 22E
ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa Perppu harus mendapatkan persetujuan
DPR dalam waktu tertentu agar dapat tetap berlaku.
b. Pembentukan Undang-Undang oleh DPR: Setelah amandemen, kekuasaan dalam
pembentukan undang-undang lebih ditekankan pada DPR. DPR memiliki peran
utama dalam menyusun dan mengesahkan undang-undang. Presiden hanya dapat
mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR, dan DPR yang
bertanggung jawab dalam memproses dan mengesahkan RUU tersebut.
c. Pembentukan RUU oleh Pemerintah: Meskipun presiden tidak memiliki wewenang
langsung dalam membentuk undang-undang, pemerintah sebagai eksekutif masih
memiliki peran dalam penyusunan RUU. Pemerintah dapat mengajukan RUU
kepada DPR sebagai inisiatif pemerintah atau dalam rangka implementasi
kebijakan pemerintah.
d. Peran Menteri sebagai Inisiator RUU: Menteri dalam kabinet memiliki peran
penting sebagai inisiator RUU. Menteri dapat mengajukan RUU yang berkaitan
dengan bidang kerjanya dan membantu menyusunnya dengan dukungan tim ahli.
RUU tersebut kemudian dibahas oleh DPR dan melalui proses pembahasan yang
melibatkan komisi-komisi DPR.
e. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Amandemen UUD 1945 juga
mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembentukan
undang-undang. DPR diharapkan untuk melibatkan masyarakat dalam pembahasan
RUU melalui mekanisme seperti pengundangan RUU secara terbuka dan
mekanisme konsultasi publik. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk memberikan masukan dan pendapat terhadap RUU yang
sedang dibahas.
2. Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, terjadi perubahan
dalam hubungan antara presiden dan parlemen di Indonesia. Berikut adalah analisa
mengenai hubungan tersebut :
a. Sistem Pemerintahan Presidensial: Indonesia masih menjalankan sistem
pemerintahan presidensial pasca amandemen. Dalam sistem ini, presiden
merupakan kepala negara dan pemerintahan yang dipilih secara langsung oleh
rakyat. Presiden memiliki peran penting dalam menjalankan pemerintahan dan
memegang kekuasaan eksekutif.
b. Pembagian Kekuasaan: Amandemen UUD 1945 memberikan pembagian
kekuasaan yang jelas antara presiden dan parlemen. Presiden bertanggung jawab
atas kebijakan eksekutif, sementara parlemen, yang terdiri dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), memiliki wewenang dalam
pembentukan undang-undang, pengawasan, dan penganggaran.
c. Pembentukan Undang-Undang: DPR memiliki peran utama dalam proses
pembentukan undang-undang. Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-
Undang (RUU) kepada DPR, dan DPR yang bertanggung jawab untuk membahas,
memproses, dan mengesahkan RUU menjadi undang-undang. Presiden memiliki
kewenangan untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap undang-
undang yang disahkan oleh DPR.
d. Kerjasama dan Negosiasi: Pasca amandemen, pentingnya kerjasama dan negosiasi
antara presiden dan parlemen semakin ditekankan. Presiden dan anggota DPR
diharapkan untuk menjalin hubungan yang baik dan saling berkomunikasi dalam
proses pembentukan kebijakan. Kerjasama yang baik diperlukan untuk memastikan
tercapainya kesepakatan dalam penyusunan undang-undang yang menguntungkan
bagi masyarakat.
e. Pengawasan dan Akuntabilitas: Parlemen memiliki peran penting dalam mengawasi
tindakan presiden dan pemerintah. DPR memiliki wewenang untuk melakukan
pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, menjalankan hak interpelasi, dan
mengadakan pertanyaan kepada presiden dan menteri-menteri terkait. Hal ini
bertujuan untuk menjaga akuntabilitas pemerintah dan memastikan kebijakan yang
diambil sesuai dengan kepentingan masyarakat.
SOAL NO 3

1. Yang sesuai dengan pernyataan diatas adalah aspeek teori kehakiman pada aspek
kemandirian yakni Kekuasaan kehakiman harus mandiri dan bebas dari pengaruh dan
intervensi cabang kekuasaan lainnya, seperti eksekutif dan legislatif. Hal ini penting
untuk menjaga netralitas dan objektivitas dalam proses pengadilan.
2. Yang sesuai dengan pernyataan diatas adalah aspek teori kehakiman pada aspek
Kemandirian Montesquieu menekankan pentingnya kemandirian kekuasaan
kehakiman. Hal ini berarti bahwa kehakiman harus bebas dari campur tangan dan
tekanan dari kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kehakiman harus beroperasi dengan
independen dan netralitas, serta memiliki kebebasan dalam menafsirkan undang-
undang dan menjatuhkan putusan yang adil.
3. Pentingnya independensi hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia
sangatlah besar. Berikut adalah beberapa analisis mengenai pentingnya independensi
hakim di Indonesia :
1. Menjaga Keadilan: Independensi hakim adalah prasyarat penting untuk menjaga
keadilan dalam sistem peradilan. Hakim yang independen dapat memutuskan
perkara berdasarkan bukti dan hukum yang berlaku, tanpa adanya intervensi atau
tekanan dari pihak lain. Hal ini memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa
setiap keputusan hukum akan diberikan secara objektif dan adil.
2. Menjamin Supremasi Hukum: Independensi hakim adalah salah satu pilar utama
dalam menjaga supremasi hukum. Hakim yang independen tidak terikat oleh
kepentingan politik, ekonomi, atau sosial tertentu. Mereka memiliki kebebasan
untuk memutuskan perkara berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,
termasuk konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian,
independensi hakim memberikan jaminan bahwa hukum berlaku secara adil dan
merata untuk semua orang.
3. Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan: Independensi hakim berperan penting
dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang memiliki
kekuasaan politik, ekonomi, atau sosial. Dalam situasi di mana hakim tidak
independen, ada risiko bahwa putusan hukum akan dipengaruhi oleh kepentingan-
kepentingan tersebut. Independensi hakim membantu memastikan bahwa
keputusan hukum didasarkan pada fakta dan hukum yang berlaku, bukan pada
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
4. Meningkatkan Kepercayaan Publik: Independensi hakim merupakan faktor penting
dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Masyarakat
akan lebih percaya dan menghormati institusi peradilan jika mereka yakin bahwa
hakim-hakimnya dapat menjalankan tugas mereka secara independen dan objektif.
Kepercayaan publik terhadap peradilan dapat meningkatkan stabilitas sosial,
ketertiban, dan kepastian hukum dalam masyarakat.
5. Menjaga Profesionalisme dan Integritas: Independensi hakim memungkinkan para
hakim untuk menjalankan tugas mereka dengan penuh profesionalisme dan
integritas. Mereka tidak terikat oleh tekanan atau intervensi dari pihak-pihak
eksternal, sehingga dapat mengambil keputusan yang didasarkan pada penilaian
hukum yang objektif. Independensi hakim juga membantu menjaga integritas
lembaga peradilan, sehingga tidak terjadi korupsi atau pelanggaran etika dalam
sistem peradilan.

Anda mungkin juga menyukai