Anda di halaman 1dari 35

PERMODELAN KUALITAS AIR SUNGAI PADA SUNGAI

BEDADUNG

PENGELOLAAN KUANTITAS DAN KUALITAS AIR SUNGAI


Diajukan guna memenuhi tugas Matakuliah Pengelolaan Kualitas Air Sungai

Oleh:
Kelompok 5
Kelas B
Muhammad Rudy Setiawan 201710201056
Ananda Siti Nurrahmawati 201710201048
Mochamad Roy Jones 211710201082
Ikmal Maulana Ishaq 201710201035
Anggitasari 201710201064
Muhammad Farit Afiful Hayat 201710201109
Rakahida Belva Ahnaf 201710201049
Mohamad Fani 201710201095

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
BAB 1 PROSEDUR KERJA

1.1 Pengukuran Debit


1.1.1 Pengukuran Debit Titik Pantau

Mulai

Mempersiapkan
Alat dan bahan

Mengisi botol dengan pasir yang


dapat digunakan sebagai
pelampung

Mencari bagian saluran air sungai


yang lurus dan lebarnya hampir sama
± 2 meter

Mengukur lebar saluran dan


membagi menjadi 3 pias

Mengukur lebar dan


tinggi penampang

Menghitung
kecepatan aliran

Mencatat dan menghitung debit


air dengan persamaan yang telah
ditentukan

Data penghitungan
debit air

Selesai

Gambar 1. Prosedur Kerja Debit Air Metode Pelampung


 Menentukan lokasi daerah pengukuran
1. Memasang Pasak 2 sebelah kiri saluran dan di sebrang sungai atau
kanan saluran.
2. Menghubungkan antara pasak no.1 dengan pasak no.2 menggunakan
tali rafia. (sebagai batas daerah pengukur I).
3. Memasang pasak no.3 dengan no.4 dengan jarak 18 meter ke arah hilir
pada pasak no.1 dan no.2.
4. Menghubungkan antara pasak no.3 dan pasak no.4 dengan tali rafia
(sebagai batas daerah pengukur II).
5. Jarak I dan II = (D) dalam satuan meter.
6. Menentukan lebar saluran (I) pada daerah penampang.
7. Menentukan atau pembagian ruas antara pasakno. 1 dan 2 dibagi
menjadi 3 ruas.
8. Mengukur kedalaman air (d1) pada daerah penampang I kemudian
diulangi ; hingga lima tempat (d2, d3, d4, d5).
 Menentukan kecepatan aliran air (V)
1. Membuat 3 pelampung dengan botol 600 ml di isi batu-batu kecil.
2. Memulai dengan menghanyutkan 3 botol secara bersamaan dengan
jarak 2 meter dari batas pengukuran I ke arah hulu saluran.
3. Menghidupkan stopwatch, saat ke-3 botol tepat berada di bawah tali
batas daerah penampang I.
4. Mematikan stopwatch sesaat bola pimpong telah mencapai tepat di
bawah tali batas daerah penampung II.
5. Mencatat waktu untuk menempuh jarak dari daerah penampang I ke
daerah penampang II (t).
6. Menghitung kecepatan aliran air dengan menggunakan rumus V = D/t
(m/detik), dimana :

V = kecepatan aliran air sungai (m/detik)


D = jarak antara daerah penampang I dengan II (meter)

t = waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak (detik).

 Menentukan rata-rata dalam air (d) pada daerah penampang I.


1. Menghitung luas penampang basah dengan menggunakan rumus :

A = I x d, dimana

A= luas penampang basah (m2)

I= lebar saluran (meter)

d= kedalaman air rata-rata (meter)

2. Menghitung Debit Aliran Titik Pantau dengan menggunakan rumus


:

Q= V x A

Q = debit air yang mengalir (m3/detik)

V= kecepatan aliran air (m/detik)

A= Luas penampang basah (m2)

1.1.2 Pengukuran Denit Point Source


1. Menyiapkan botol ukuran 1,5 ml dan stopwatch.
2. Mengisi air dengan menadahkan botol pada keluaran aliran point
source.
3. Menyalakan waktu ketika botol ditadahkan dilakukan secara
bersamaan.
4. Mematikan waktu ketika botol terisi penuh.
5. Melakukan perhitungan Debit point source : Q = Volume : Waktu
1.2 Pengukuran DO
1. Mengambil sampel air dengan menggunakan botol Winkler (tidak
boleh ada udara yang masuk),
2. Kemudian menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH dalam KI,
3. Tutup botol tersebut dan kocok hingga larutan homogen dan terjadi
endapan.
4. Langkah selanjutnya menambahkan 1 ml H2SO4 pekat kemudian
menutup botol BOD,
5. Kocok sampai endapan hilang dan larutan berwarna kuning,
6. setelah itu memasukkan 50 ml sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml.
7. Melakukan titrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 hingga larutan berwarna
kuning muda.
8. Menambahkan 2 tetes amilum, apabila timbul warna biru kemudian
9. Melanjutkannya dengan titrasi Na2S2O3 0,025 N hingga bening.

1.3 Pengukuran BOD


1. Botol winkler disiapkan 2 buah dan ditandai masing-masing A1 dan A2.
2. Larutan sampel uji dan larutan air pengencer sesuai Tabel 3.2 dimasukkan ke
dalam masing-masing botol winkler A1 dan A2 sampai meluap. Kemudian
masing-masing botol ditutup secara hati-hati untuk menghindari
terbentuknya gelembung udara.
3. Pengocokan dilakukan beberapa kali, kemudian akuades ditambahkan pada
sekitar mulut botol winkler yang telah ditutup.
4. Botol A2 disimpan dalam lemari inkubator 20oC ± 1oC selama 5 hari.
5. Botol A1 ditambahkan 1 mL larutan MnSO4, ditambahkan 1 mL larutan alkali
iodida azida dan ditambahkan 1 mL larutan H2SO4, serta ditambahkan 1-2
tetes indikator amilum.
6. Pengukuran dilakukan dengan metode titrasi secara iodometri (modifikasi
Azida) sesuai dengan yang ditujukkan. . Pengukuran oksigen terlarut pada nol
hari harus dilakukan paling lama 30 menit setelah pengenceran.
Gambar 1. Penentuan Derajat Pengenceran Sampel BOD
7. Pengerjaan tahap 5 dan 6 diulangi untuk botol A2 yang telah diinkubasi 5
hari. Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari
(A2).
8. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan larutan pengencer tanpa
sampel uji. Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen
terlarut nol hari (B1) dan nilai oksigen terlarut 5 Hari (B2).
9. Penetapan kontrol standar dilakukan dengan menggunakan larutan
glukosaasam glutamat. Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai
oksigen terlarut nol hari dan nilai oksigen terlarut 5 Hari.

1.4 Pengukuran COD


1. Penyiapan sampel air limbah.
2. Hubungkan kabel COD reaktor ke sumber listrik.
3. Nyalakan COD reaktor dengan menekan power button di belakang
alat.
4. Atur suhu yang digunakan untuk memanaskan reagen sampel yaitu
150oC, tunggu hingga suhu yang tertera pada LCD menjadi 150oC.
5. Atur lama waktu pemanasan reagen sampel yaitu 2 jam.
6. Sampel dimasukkan ke dalam reagen COD sebanyak 0,2 ml, kemudian
masukkan reagen ke dalam lubang pemanas.
7. Tekan tombol start untuk mulai memanaskan reagen sampel.
8. Setelah sampel dipanaskan selama 2 jam, sampel dikeluarkan dan
didinginkan.
9. Hubungkan kabel spektrofotometer dengan sumber listrik, dan
nyalakan dengan menekan tombol power button dibelakang alat.
10. Masukkan reagen sampel yang sudah dingin ke dalam cuvet
spektrofotometer.
11. Tekan tombol read untuk membaca angka COD sampel.

1.5 Pengukuran TSS


Mulai

Persiapan alat dan bahan

Pengovenan kertas saring


T = 105oC, t = 1 jam

Mendinginkan kertas saring ke dalam desikator


selama 15 menit

Penimbangan kertas saring

Penyaringan sampel dengan kertas saring

Pengovenan kertas saring dan residu penyaringan


T = 105oC, t = 1 jam

Mendinginkan kertas saring dan residu

Data pengukuran TSS

Selesai

Gambar 5. Prosedur Kerja TSS

1. Siapkan semua peralatan yang diperlukan.


2. Panaskan terlebih dahulu kertas saring di dalam oven pada suhu 105oC
selama 1 jam. Untuk mengurangi deviasi TSS, pemasukan kertas saring
pada oven tidak harus mencapai suhu oven 105oC. Saat oven
dinyalakan, kertas saring langsung dimasukkan ke oven. Pemanasan
kertas saring selama 1 jam dimulai jika suhu oven sudah mencapai
105oC.
3. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian timbang
dengan cepat.
4. Pemanasan biasanya cukup 1 jam, namun bila diperlukan panaskan
lagi kertas saring hingga beratnya konstan atau kehilangan berat
sesudah pemanasan ulang kurang dari 0,5 mg.
5. Ambil sampel yang sudah dikocok merata sebanyak 50 ml dan
pindahkan dengan menggunakan pipet ke dalam alat penyaringan
atau cawan gooch yang sudah ada filter kertas saring di dalamnya.
6. Kemudian saring dengan sistem vakum atau menggunakan pompa
vakum.
7. Lakukan pembilasan pada kertas saring menggunakan Aquadest untuk
mengurangi pembiasan nilai TSS.
8. Filter kertas diambil dari alat penyaring dengan hati-hati dan
kemudian ditempatkan di atas jaring-jaring yang diletakkan pada
dimasukkan ke dalam oven untuk dipanaskan pada suhu 1050C selama
1 jam. Untuk mengurangi deviasi TSS, pemasukan kertas saring pada
oven tidak harus mencapai suhu oven 105oC.
9. Saat oven dinyalakan, kertas saring langsung dimasukkan ke oven.
Pemanasan kertas saring selama 1 jam dimulai jika suhu oven sudah
mencapai 105oC.
10. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian timbang
dengan cepat.
11. Pemanasan biasanya cukup 1-2 jam, namun bila diperlukan panaskan
lagi kertas saring hingga beratnya konstan atau kehilangan berat
sesudah pemanasan ulang kurang dari 0,5 mg.
12. Hitung berat zat terlarut dengan persamaan berikut:
13. Mg/l Zat Terlarut = (a  b)x1000/c
a = berat cawan + filtrat (mg)
b = berat cawan kering (mg)
c = volume sampel (ml)

1.6 Pengukuran Suhu

Mulai

Persiapan alat dan bahan

Tuangkan sampel pada gelas beaker sebanyak 100


ml

Mengukur suhu sampel dengan menggunakan


termometer

Data pengukuran suhu

Selesai

Gambar 6. Prosedur Kerja IP

1. Siapkan sampel air.


2. Kemudian termometer dicelupkan ke dalam air tersebut.
3. Ditunggu beberapa menit.
4. Diangkat dan dicatat suhunya.
1.7 Perhitungan NSF-WQI
Prosedur pada perhitungan NSF-WQI ditunjukkan pada sebagai berikut.

Mulai

Membuka Kalkulator NSR-WQI

Menginput data setiap parameter

Menginput nilai hasil kurva sub-indeks

Mengkalkulasi data dengan menekan tombol


calculate

Data Hasil

Selesai

Gambar 7. Prosedur Kerja NSR-WQI

1. Membuka kalkulator NSR-WQI melalui link :


https://www.engineering.iastate.edu/~dslutz/dmrwqn/water_quality_index_cal
c.htm
2. Menginput data setiap parameter ( menyesesuaikan satuan tiap parameter )
3. Menginput nilai hasil kurva sub-indeks
4. Mengkalkuasi pada kalkulator dengan menekan tombol calculate
5. Mengklasifikasi hasil kualitas air berdasarkan status

1.8 Perhitungan IP
Prosedur pada perhitungan IP ditunjukkan pada sebagai berikut.
Mulai

Data kualitas air sungai


bedadung ruas 3

Menetukan nilai bobot (WI), akses link


kalkulator NFS-WQI

Input data parameter sesuai dengan parameter


kualitas masing-masing

Input niai kurva sub-indeks

Jalankan calculate selanjutnya muncul data

Mengaktifkan data WI dan QI calculate

Hasil Pengukuran IP

Selesai

Gambar 8. Prosedur Kerja IP

1. Data kualitas air yang dibutuhkan untuk pemodelan WASP adalah data BOD hulu
dan hilir, DO, suhu dan TSS. Seluruh data nantinya akan dimasukan pada setiap
menu di WASP 8.32.
2. Langkah awal dalam melakukan pemodelan WASP setelah mendapatkan data
adalah memiliki software WASP 8.32 membuka aplikasi WASP 8.32 yang telah di
Run Administrator sebelumnya.
3. Software yang telah dibuka, untuk memulai pemodelan dapat terlebih dahulu
menekan icon new untuk pembuatan pemodelan data baru.
4. Data kualitas air yang telah didapat selanjutnya dimasukan pada beberapa menu
WASP 8.32 yakni diantaranya data set, systems, segments, parameters, constans,
time functions, flows, boundaries an loads.
5. Langkah setelah memasukan data kualitas air adalah menekan icon excute.
Dilakukan untuk running model. Pada proses ini akan diketahui apakah terdapat
eror atau tidak.

1.9 Pemodelan QUAL2Kw


Prosedur pada perhitungan QUAL2KW ditunjukkan pada Gambar 1.2 sebagai berikut.

Mulai

Data kualitas air sungai


bedadung ruas 3

Membuka Excel dengan setingan Setting Macro

Menginput semua data yang dibutuhkan pada


pemodelan Qual2Kw

Data di Input pada kolom Worksheet, kemudian Run VBA

Lakukan verivikasi dan validasi data yang telah


dimasukan

Grafik Pengukuran

Selesai

Gambar 9. Prosedur Kerja Qual2kw

Penjelasan :

1. Menyiapkan alat berupa laptop dan bahan berupa aplikasi qual2kw dan data
kualitas air sungai serta point source.
2. Download software qual2kw pada laman website https://www.qual2k.com/ lalu
tunggu hingga selesai dan ubah setting macro yang terdapat pada microsoft excel
dan jalankan aplikasinya
3. Input data dengan memasukkan data-data yang telah dianalisis pada sel-sel
model qual2kw dalam format microsoft excel berdasarkan peta segmentasi yang
dibuat. Data yang dianalisis memperhitungkan waktu dan kecepatan air. Data-
data yang akan dimasukkan atau di input pada beberapa lembar kerja program
qual2k antara lain:
 Worksheet QUAL2Kw
 Worksheet Headwater
 Worksheet Reach
 Worksheet data klimatologi
 Worksheet hydraulics data
 Worksheet point sources
 Worksheet diffuse sources
4. Penentuan koefisien model yaitu me-running model berulang kali hingga
diperoleh hasil model sesuai dengan (mendekati) kondisi yang sebenarnya.
Penyesuaian model dilakukan dengan “trial dan error” nilai koefisien model.
5. Verifikasi model dilakukan denggan cara yaitu model yang telah sesuai dengan
kondisi sebenarnya dijalankan lagi dengan seri data baru . Model dianggap telah
sesuai dan bisa digunakan bila hasil model sesuai dengan (mendekati) kondisi
yang sebenarnya berdasarkan data yang baru.
6. Validasi model merupakan proses kalibrasi data yang merupakan langkah awal
penggunaan program QUAL2Kw. Validasi model ini dilakukan untuk mendapatkan
model kualitas air yang nilainya mendekati data sebenarnya. Data input yang
telah diperoleh di-entry dalam program QUAL2Kw. Model akan disimulasi
sedemikian sehingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan data sebenarnya dan
penentuan nilai koefisien model dilakukan dengan sistem Trial and Error.
7. Perhitungan daya tampung beban pencemaran ini berfungsi untuk mengetahui
kemampuan badan air Sungai dalam menampung batas maksimum limbah yang
masuk ke dalamnya. Beban pencemar penuh dikondisikan sesuai baku mutu air
sungai dan beban kondisi awal merupakan sumber pencemaran tanpa adanya
pencemar yang masuk. Dalam penetapan daya tampung beban pencemaran
parameter yang dihitung setiap segmen, sehingga akan diketahui kemampuan
sungai dalam menampung beban pencemaran yang masuk pada setiap segmen

1.10 Pemodelan WASP


Prosedur pada perhitungan WASP ditunjukkan pada gambar 1.4 sebagai berikut.

Mulai

Data kualitas air sungai


bedadung ruas 3

Membuka aplikasi pemodelan (WASP 8.32)

Membuka file baru di aplikasi pemiodelan (WASP)

Mengikuti tahapan pemasukan data pemodelan sesuai


dengan modul PKAS (Pemodelan WASP)

Dari pemasukan segmen hingga mendapatkan grafik


WRDB dari masukan data di WASP

Grafik Pengukuran

Selesai
Gambar 10. Diagram alir perhitungan permodelan WASP

Berdasarkan diagram alir perhitungan permodelan WASP berikut merupakan


penjelasan dari tahapan permodelan WASP.
1. Data kualitas air
Pembentukan model diawali dengan menentukan segmentasi model, yaitu
penentuan lokasi segmen beserta sumber pencemar yang masuk, sehingga akan
didapatkan data kualitas air dari masing-masing segmen.
2. Menentukan data set
Menentukan waktu pemodelan berlangsung dan fungsi waktu untuk luaran model
pada menu data sets. Pada bagian time range menentukan start date, start time, end
date, dan end time. Pada bagian hidrodinamika, pengguna harus memilih opsi aliran. Serta
menentukan time step.
3. Menentukan jenis parameter pada system
Pada bagian ini berisi tentang pilihan parameter yang akan dimodelkan dan
parameter yang ingin diketahui hasilnya.
4. Menentukan dan mengatur jumlah segmens
Menentukan jumlah segmen, jenis aliran dan kualitas air awal sungai pada menu
segments. Dalam segmentasi ini berisi 3 informasi segmen, yaitu Segment Definition,
Initial Conditions, Fraction Dissolved.
5. Memasukkan nilai faktor skala pada parameter
Memasukkan nilai faktor skala pada bagian kolom density pada menu systems.
6. Memasukkan nilai time functions
Memasukkan data klimatologi berupa suhu udara dan kecepatan angin harian
(selama waktu pemodelan/simulasi) pada menu time functions. Data klimatologi ini dapat
diperoleh melalui laman BMKG secara online. Time functions digunakan untuk
memasukkan nilai parameter klimatologi yang tersedia diantaranya solar radiation, air
temperature, wind speed dan dew point.
7. Menghitung dan mencari nilai pada flows
Memasukkan data hidrolik sungai (panjang, lebar, kedalaman, slope sesuai hasil
pengukuran dan roughness dengan asumsi nilai sebesar 0.05 sesuai dengan bawaan
program WASP), arah aliran sesuai dengan segmentasi model serta debit sungai di hulu
dan sumber pencemar pada menu flows.

8. Mengisi nilai boundaries and loads pada kolom berwarna kuning


Memasukkan data kualitas air sungai setiap segmen dan data kualitas air sumber
pencemar pada menu boundaries and loads.
9. Mencentang parameter yang ingin didapatkan pada menu output control
Menentukan keluaran model, yaitu nilai parameter kualitas air serta debit aliran di
setiap segmen pada menu output control.
10. Merunning data pemodelan pada menu execute
Pada ikon execute diklik dan akan merunning data pemodelan.
11. Mengexspor data pemodelan pada WRDB
Data pemodelan kualitas air yang telah terbentuk menjadi data dengan format .xlsx
dengan menggunakan WRDB. Jalankan software WRDB>Data>pilih data model yang
terbentuk (.BMD2)>Graph type>Longitudinal Profile>pilih parameter uji>close.
12. Dataterexport berupa data dan grafik
Pilih ikon exel untuk mengexport data (saat di tengah atau akhir pemodelan)
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Kuantitas Air


Pada saat pengukuran di bagian hulu tempat pengukuran, tinggi muka airnya
rendah dan aliran dari bagian hulu mengalir untuk mengisi daerah hilir maka
kemungkinan besar nilai debit air akan lebih besar karena kecepatan arus akan
bertambah, selain itu hujan dibagian hulu tidak selalu akan meningkatkan debit air
dengan cepat atau dalam waktu yang bersamaan karena diantara keadaan itu masih
dipengaruh oleh berbagai faktor misalnya kapasitas infiltras merupakan faktor
pendukung kenaikan debit air (Asdak, 2010).
Kuatitas air yang tinggi pada setiap DAS dapat meningkatkan Koefisien
Rejim Aliran (Sirang et al.2016).
2.1.1 Debit Titik Pantau
Berdasarkan Pengukuran Menghasilkan Debit Air DAS Bedadung
sebagai berikut:
Table 1. Debit Titik Pantau
Waktu (s)
Pengulangan Pias I Pias II Pias III
1 17,52 20,45 38,14
2 35,86 26,74 20,51
3 34,71 20,06 22,38
rata-rata (s) 29,36 22,42 27,01
St. Dev 10,27 3,75 9,68
Nilai 12,67 + 1,53 14,00 + 1,00 20,33 + 0,58

Menurut (Badaruddin, 2017), Pengukuran debit menggunakan


pelampung sama halnya dengan metode konvensional, hanya saja kecepatan
aliran yang diukur dengan menggunakan pelampung. Semakin besar
kecepatan arus yang mengalir pada suatu perairan berarti semakin besar
pula debit airnya(Wetzel. 2001)
2.1.2 Debit Point Source
Tabel 2. Perhitungan Debit Poin Source
Volume Botol
Pengulangan Waktu (s) Debit (m3/s)
(m3)
1 34,23 1,5 0,04382
2 33,4 1,5 0,04491
3 35,37 1,5 0,04241
Rata-rata 34 1,5 0,04371

Pada tabel 2. diatas menunjukan perhitungan debit pada lokasi poin


source, dimana metode yang digunakan untuk menentukan debit adalah
metode pelampung dengan melakukan 3 kali pengulangan, waktu yang
diperloleh juga menunjukan hasil yang berbeda-beda. Pada pengulangan
yang ke-1 dipeloreh debit sebesar 0,04382 m3/s, dan pada pengulangan yang
ke-2 diperoleh besaran debit sebesar 0,04491 m3/s, sedangkan pada
pengulangan debit yang ke-3 diperoleh debit dengan angka sebesar 0,04241
m3/s. Dengan demikian maka debit rata-rata yang diperoleh dari titik point
soucere sebesar 0,04371 m3/s.

Besar kecilnya nilai debit yang dihasilkan juga dapat mempengaruhi


nilai kualitas air yang dihasilkan, contohnya pada nilai BOD akan
mengalami penurunan jika zat organik yang terurai oleh bakteri diserap oleh
adsorben karbon aktif dan zeolit teraktivasi. Semakin cepat debit aliran air
limbah semakin cepat kontak antara zat organik dengan adsorben, sehingga
kesempatan zat organik untuk menempati pori-pori karbon dan zeolit aktif
semakin cepat, sehingga zat organik yang terserap semakin kecil (Nurhayati
dkk., 2020). Jika nilai debit point source semakin besar maka dapat
menyebabkan penurunan kualitas pada aliran sungai DAS Bedadung.
Menurut Anwariani (2009) bahwa meningkatnya debit air limbah domestik
yang dihasilkan dapat menyebabkan meningkatnya beban pencemaran air
limbah domestik sehingga dapat menurunkan kualitas air di sungai.

2.2 Kualitas Air


Berdasarkan dari pengujian parameter COD (Chemical Oxygen Demand).
DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand), TSS (Total
Padatan Tersuspensi) dan suhu pada sungai Bedadung ruas 3 diperoleh nilai sebagai
berikut:
Tabel 3. Data Kualitas Air Sungai
Nilai Baku Mutu
Baku Mutu
No Parameter Satuan Air Limbah
Pantau Point Kelas IV
(domestik)
1 Suhu °C 26 25 - -
2 DO mg/l 6,9 7,4 1 -
3 BOD mg/l 0,4 1,2 12 30
4 TSS mg/l 156,0 68,0 400 30
5 COD mg/l 2,3 15 80 100

Berdasarkan dari Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 Lampiran IV,


baku mutu air sungai Bedadung di ruas 6 berada pada baku mutu kelas IV dan untuk
baku mutu point source berdasarkan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No. 68 Tahun 2016 tentang baku mutu air limbah domestik.
Hasil dari perhitungan parameter BOD pada point source dibandingkan
dengan nilai DO menghasilkan nilai yang terbalik, seharusnya hubungan BOD
dengan DO berbanding terbalik. Karena, semakin tinggi nilai BOD maka semakin
rendah nilai yang dihasilkan oleh DO. Makin besar kosentrasi BOD suatu perairan,
menunjukan konsentrasi bahan organik di dalam air juga tinggi. Penyebab dari
nilaii DO yang lebih tinggi yaitu dari pengambilan sampel yang masih kurang
sesuai dengan prosedur dan bisa disebabkan juga dengan saluran pipa limbah
domestik bisa dari macam-macam. Jadi, tidak ada campuran atau zat-zat lain yang
mengakibatkan oksigen menurun. Jika dikaitkan dengan baku mutu air limbah,
point source pada sungai Bedadung ini sudah masuk kategori pencemar berat
karena sudah di atas ambang batas baku mutu air limbah domestik.
Hasil dari perhitungan parameter DO pada titik pantau menunjukkan angka
6,9 mg/l dimana nilai tersebut tinggi. Perairan dapat dikategorikan sebagai perairan
yang baik dan tingkat pencemarannya rendah, jika kadar oksigen terlarutnya >5
mg/l (Adnyana., dkk. 2017). Hal ini menandakan bahwa untuk DO di sungai
Bedadung ruas 3 bagian hulu masih dalam kategori kelas IV. Hubungan antara nilai
TSS dengan DO yaitu berbanding lurus, dimana hubungan tersebut bisa berubah
dengan seiringnya waktu dan perubahan pencemaran dalam sungai Bedadung.
Aktivitas dari manusia seperti pertanian dan pembuangan limbah, menyebabkan
penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Nilai DO yang tinggi mengakibatkan
kehidupan dalam air di wilayah hulu yang membutuhkan oksigen terganggu serta
dapat mengurangi perkembangannya Untuk nilai COD air sungai dilakukan pada
wilayah yang sama sebesar 2,3 mg/l, dimana nilai tersebut masih tergolong kecil.
Berdasarkan dari pengujian beberapa parameter menandakan bahawa untuk
status kualitas air pada titik pantau hulu sungai Bedadung ruas 3 masih aman untuk
air irigasi karena berada pada baku mutu kelas IV. Namun, jika tingkat
pencemarannya semakin meningkat kedepannya air sungai di Bedadung ini sudah
tergolong tercemar berat sehingga tidak bisa digunakan untuk aktivitas apapun.
2.3 NSF-WQI
Berikut ini merupakan tabel hasil perhitungan National Sanitation Foundation
Water Quality Index (NSF-WQI) dari sungai Bedadung.
Tabel 4. Perhitungan Nilai NSF-WQI
1 2 3 4
No Parameter Satuan Wi
Nilai Qi WiQi Nilai Qi WiQi Nilai Qi WiQi Nilai Qi WiQi
1 DO mg/L 0,17 13,1 50 8,5 12,9 50 8,5 12,9 50 8,5 13,5 50 8,5
2 pH - 0,11 7,83 89 9,79 7,99 84 9,24 7,99 84 9,24 7,97 85 9,35
3 BOD mg/L 0,11 2,4 72 7,92 2,5 70 7,7 2,5 70 7,7 2,6 69 7,59
4 Suhu ℃ 0,1 25,22 15 1,5 25,61 16 1,6 25,11 15 1,5 25,72 15 1,5
Total
5 mg/L 0,1 0,31 80 8 0,32 79 7,9 0,32 79 7,9 0,32 79 7,9
Fosfat
6 Nitrat mg/L 0,1 3,8 74 7,4 4,4 68 6,8 4,8 66 6,6 4,8 66 6,6
7 Kekeruhan NTU 0,08 13,7 69 5,52 13,9 69 5,52 8,1 80 6,4 8,1 80 6,4
Fecal APM/100
8 0,16 210 37 5,92 350 32 5,12 5400 13 2,08 45 54 8,64
Coliform mL
9 TDS mg/L 0,07 1084,1 20 1,4 5400 20 1,4 1677,5 20 1,4 3997,3 20 1,4
NSF-WQI 56 54 51 58
Status Mutu Sedang Sedang Sedang Sedang

Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa Dari data diatas didapatkan data WiQi
dari semua parameter ke empat lokasi dari perhitungan menggunakan kalkulator
NSF-WQI yang kemudian nilai WiQi dijumlah dan mendapatkan nilai WiQi total.
Nilai dari setiap lokasi berturut-turut adalah 56, 54, 51, dan 58 dengan status mutu
secara berturut-turut yaitu sedang. Rumus Indeks kualitas air kemudian diaplikasi
untuk instrumen penilaian kualitas air sungai yang hasilnya dimanfaatkan dalan
perencanaan dan evaluasi pengendalian dan pengelolaan sungai (Dewi
Ratnaningsih, et al.,2018).
Berikut merupakan gambar grafik NFS-WQI yang diperoleh dari data perhitungan
di beberapa titik pantau.

70

60

56 58
50 54
51
NSF-WI

40

30

20

10
1 2 3 4
Titik Pantau

Gambar xx. Grafik NFS-WQI.

Berdasarkan data hasil perhitungan NFS-WQI yang tersaji pada gambar


diata, diperoleh nilai dari setiap lokasi berturut-turut adalah 56, 54, 51, dan 58
dengan status mutu secara berturut-turut yaitu sedang. Penentuan kriteria nilai NSF-
WQI disesuaikan dengan tabel dibawah ini (Effendi, 2015).
Nilai NSF-WQI Kriteria
0-25 Sangat Buruk
26-50 Buruk
51-70 Sedang
71-90 Baik
91-100 Sangat Baik

2.8 IP (Indeks Pencemaran)


Berikut ini merupakan tabel hasil perhitungan Indeks Pencemaran dari
kualitas air titik pantau dan titik point dari sungai Bedadung.
Tabel 5. Perhitungan Nilai IP Titik Pantau Berdasarkan Baku Mutu Kelas 1

Titik Pantau
No Parameter Baku Mutu Kelas 1 (Lij)
Ci Ci/Lij Ci/Lij Baru
1 DO 6 6,9 1,15 0,57
2 BOD 2 0,4 0,2 -2,49
3 Suhu 0 26 0 0
4 COD 10 2,3 0,23 -2,19
5 TSS 40 156 3,90 3,96
Ci/Lij Rata-
-0,03
rata
Ci/Lij Max 3,96
IP 3,96
Tercemar Ringan

Tabel 6. Perhitungan Nilai IP Titik Pantau Berdasarkan Baku Mutu Kelas 2

Titik Pantau
No Parameter Baku Mutu Kelas 2 (Lij)
Ci Ci/Lij Ci/Lij Baru
1 DO 4 6,9 1,73 0,29
2 BOD 3 0,4 0,13 -3,38
3 Suhu 0 26 0 0
4 COD 25 2,3 0,092 -4,18
5 TSS 50 156 3,12 3,47
Ci/Lij Rata-
-0,76
rata
Ci/Lij Max 3,47
IP 3,76
Tercemar Ringan

Tabel 7. Perhitungan Nilai IP Titik Pantau Berdasarkan Baku Mutu Kelas 3

Titik Pantau
No Parameter Baku Mutu Kelas 3 (Lij)
Ci Ci/Lij Ci/Lij Baru
1 DO 3 6,9 2,30 0,24
2 BOD 6 0,4 0,07 -4,88
3 Suhu 0 26 0 0
4 COD 40 2,3 0,06 -5,20
5 TSS 100 156 1,56 1,97
Ci/Lij Rata-
-1,58
rata

Ci/Lij Max 1,97


IP 3,21
Tercemar Ringan

Tabel 8. Perhitungan Nilai IP Titik Pantau Berdasarkan Baku Mutu Kelas 4

Titik Pantau
No Parameter Baku Mutu Kelas 4 (Lij)
Ci Ci/Lij Ci/Lij Baru
1 DO 1 6,9 6,90 0,17
2 BOD 12 0,4 0,03 -6,39
3 Suhu 0 26 0 0
4 COD 80 2,3 0,03 0,03
5 TSS 400 156 0,39 0,39
Ci/Lij Rata-
-1,16
rata
Ci/Lij Max 0,39
IP 1,06
Tercemar Ringan

Tabel 9. Perhitungan Nilai IP Titik Point Source Berdasarkan Baku Mutu Limbah
Domestik

Baku Mutu Limbah Titik Point Source


No Parameter
Domestik (Lij) Ci Ci/Lij Ci/Lij Baru
1 DO 0 7,4 0 0,10
2 BOD 30 1,2 0,04 0,04
3 Suhu 0 25 0 0
4 COD 100 15 0,15 -3,12
5 TSS 30 68 2,27 2,78
Ci/Lij Rata-
-0,04
rata
Ci/Lij Max 2,78
IP 2,78
Tercemar Ringan
4,50
3,96
4,00

3,50

3,00

2,50
1,94
2,00 Titik Pantau
Titik Point Source
1,50

1,00

0,50

0,00
IP
Titik Pantau 3,96
Titik Point Source 1,94

Gambar 1. Nilai IP Pada Titik Pantau dan Titik Point source

Berdasarkan pada tabel , hasil perhitungan mutu air pada titik pantau ruas 3
sungai Bedadung pada buku mutu kelas 1 menghasilkan nilai IP sebesar . Lalu pada
buku mutu kelas menghasilkan nilai IP sebesar . Pada buku mutu kelas 3
menghasilkan nilai IP sebesar . Terakhir pada buku mutu kelas 4 menghasilkan nilai
IP sebesar. Untuk nilai baku mutu untuk perhitungan IP sendiri menggunakan PP
No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hasil klasifikasi perhitungan nilai IP dihasilkan dari keempat kelas baku mutu
didaptkan klasifikasi tercemar rendah. Sehingga, dapat diartikan bahwa kualitas air
di lokasi titik pantau tidak dapat dimanfaatkan atau tidak layak digunakan sebagai
baku air minum yang sudah tertera pada PP No 22 Tahun 2021 Lampiran VI.
Selanjutnya hasil perhitungan mutu air pada titik point ruas 3 sungai
Bedadung menghasilkan nilai IP sebesar . Untuk nilai baku mutu untuk perhitungan
IP sendiri menggunakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: P.68/Menlhk-Setjen/2016 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik. Hasil klasifikasi perhitungan nilai IP didapatkan klasifikasi
tercemar rendah. Sehingga, dapat diartikan bahwa kualitas air di lokasi titik point
tidak dapat dimanfaatkan atau tidak layak digunakan sebagai baku air minum yang
sudah tertera pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor: P.68/Menlhk-Setjen/2016.
Dari gambar grafik 1. diatas menunjukan hasil akhir dari perhitungan nilai
Indeks Pencemaran (IP) pada aliran DAS Bedadung ruas 3, dan menunjukan hasil
pada titik pantau sebesar 1,06 dengan demikian dapat dipastikan bahwa titik pantau
termasuk kedalam kategori tercemar ringan, sedangkan pada titik point source
diperoleh nilai indeks pencemaran sebesar 2,78 maka dapat dipastikan juga jika titik
point source juga termasuk kedalam kategori tercemar ringan. Indeks Pencemaran
(IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai
kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk
memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa
Pencemaran (Arnop dkk., 2019). Maka berdasarakan nilai IP tersebut DAS
Bedadung tidak layak digunakan sebagai air minum berdasarkan PP Nomor 22
Tahun 2021, akan tetapi masih layak digunakan untuk sarana rekreasi,
pembudidayaan ikan air tawar, perternakan, dan aliran irigasi.
2.9 Pemodelan QUAL2Kw
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, berikut merupakan data
perhitungan Qual2k yang disajikan pada tabel 2.3.
Tabel 10. Data perhitungan Qual2k
Reach Label BOD (mgO2/L) COD (mgO2/L DO (mgO2/L) TSS (mgD/L)

Titik pantau 1 6,50 2,30 6,90 156,00


Titik pantau 2 3,66 0,75 8,19 123,44
Titik pantau 3 2,95 0,46 8,39 114,63
Titik pantau 4 1,96 0,17 8,85 93,03
Terminus 1,96 0,17 8,85 93,03

2.9.1 BOD (Biologycal Oxigen Demand)


Berikut merupakan data grafik BOD menggunakan permodelan Qual2kw yang
disajikan pada Gambar 2.
BOD
7,00
6,50
6,00
5,00

mgO2/L
4,00
3,66
3,00 2,95
2,00 1,96 1,96
1,00
0,00
titik titik titik titik Terminus
pantau 1 pantau 2 pantau 3 pantau 4
Gambar 2. Grafik BOD permodelan Qual2kw

BOD merupakan salah satu kriteria yang paling sering digunakan untuk menilai
kualitas air. BOD menyediakan informasi mengenai fraksi yang siap terurai dari
bahan organik yang mengalir didalam air (Jouanneau et al. 2013).
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa nilai BOD pada titik pantau 1
hingga titik pantau 4 mengalami penurunan. Kadar BOD di suatu sungai dapat
diidentifikasi sebagai parameter pencemaran air, dimana semakin tinggi BOD maka
air sungai semakin tercemar. Akumulasi BOD dari sumber pencemar akan
menimbulkan beban pencemar terhadap kemampuan sungai untuk pulih kembali,
sehingga akan menurunkan daya tampung beban pencemaran (Nugraha, 2008)

2.9.2 DO

DO
10,00

8,85 8,85
8,19 8,39
8,00
mgO2/L

6,90
6,00

4,00
titik pantau titik pantau titik pantau titik pantau Terminus
1 2 3 4

Gambar 3. Grafik DO permodelan Qual2kw


DO (Dissolved Oxygen) atau sering disebut dengan oksigen terlarut adalah
banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan ppm.
Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku.
(Ramayanti, 2019)
Berdasarkan Gambar 2.2 dapat diketahui bahwa nilai DO pada permodelan
Qual2kw mengalami kenaikan dari titik pantau 1 hingga titik pantau 4. Pada kondisi
sungai ini menunjukkan bahwa beban pencemaran masih relatif kecil karena
semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang
relatif kecil. Rendahnya nilai oksigen terlarut berarti beban pencemaran meningkat
sehingga koagulan yang bekerja untuk mengendapkan koloida harus bereaksi
dahulu dengan polutan – polutan dalam air menyebabkan konsumsi bertambah
(Simanjuntak dalam ramayanti, 2019).
2.9.3 COD

COD
2,50
2,30
2,00
mgO2/L
1,50
1,00
0,75
0,50 0,46
0,17 0,17
0,00
titik titik titik titik Terminus
pantau 1 pantau 2 pantau 3 pantau 4
Gambar 4. Grafik COD permodelan Qual2kw

COD adalah ukuran oksigen yang dikonsumsi mikroorganisme selama oksidasi


bahan organik yang dapat teroksidasi dengan bantuan zat pengoksidasi kuat.
Ukuran COD menentukan jumlah bahan organik yang ditemukan di air. Hal ini
membuat COD bermanfaat sebagai indikator pencemaran organik di air permukaan
(Faith, 2006).
Berdasarkan gambar 2.3 diketahui bahwa nilai COD menggunakan permodelan
Qual2kw mengalami penurunan disetiap titik pantau. Hal tersebut disebabkan oleh
disebabkan karena adanya proses oksidasi komponen-komponen organik pada
aerasi, adsorbsi komponen organik pada karbon aktif dan zeolit, serta karena adanya
penguraian komponen organik oleh mikroorganisme (Irsanda, 2014).
2.9.4 TSS (Total Solid Tersuspensi)

TSS
180,00

160,00 156,00
mgD/L

140,00

120,00 123,44
114,63
100,00
93,03 93,03
80,00
titik titik titik titik Terminus
pantau 1 pantau 2 pantau 3 pantau 4

Gambar 5. Grafik TSS permodelan Qual2kw


TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada
saringan miliopore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir
halus serta jasadjasad renik. Penyebab TSS di perairan yang utama adalah kikisan
tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Konsentrasi TSS apabila terlalu
tinggi akan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan
terganggunya proses fotosintesis (Effendi dalam Lestari, 2009:4)
Diketahui bahwa nilai TSS menggunakan permodelan Qual2kw mengalami
penurunan disetiap titik pantau. Hal ini berarti pada titik pantau 1 memiliki kadar
kekeruhan lebih tinggi dari pada titik pantau lainnya, karena semakin tinggi nilai
padatan tersuspensi, maka semakin tinggi kadar kekeruhan, tetapi tingginya kadar
padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. (Sawarno et al,
2017)
2.10 Pemodelan WASP
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan, Berikut merupakan
data WASP yang disajikan pada tabel dan grafik WASP yang disajikan pada
gambar

Gambar 6. Grafik permodelan WASP


Berdasarkan pada Gambar 6. diketahui bahwa parameter yang menjadi
parameter ukur pada pemodelan WASP ada 3 yaitu, BOD, DO, dan TSS. Kelompok
kami melakukan pengukuran pada sungai Bedadung pada ruas sungai 3, nilai dari
hasil pengukuran WASP yang didapat, pada parameter DO; 0,0715; 2, 5318;
4,5632, untuk parameter BOD; 0,0000; 0,0038; 0,0068, sedangkan diparameter
TSS didapat nilai, 0,0008; 57,0557; 103, 0223. Data tersebut didapat dari analisis
grafik WRDB, diketahui nilai tertinggi ialah TSS, baik di hulu, tengah maupun hilir.

Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan analisis mengenai proses


mikrobiologi dalam air sebagai aktor dalam pendegradasi bahan organik pada air,
atau pendekatan empiris mikrobiologis di dalam air (Purnaini, 2019). Nilai BOD
sendiri akan berbanding terbalik dengan DO, BOD merupakan kegiatan yang di
mana oksigen di dalam air akan dipakai mikroorganisme untuk mendegradasi bahan
organik di dalam air. Nilai BOD selalu lebih kecil dari DO pada pengukuran kami,
yang tandanya kandungan DO dalam air bagus. Pada Tengah BOD; 0,0038
sedangkan DO; 2,5318 berbanding terbalik.
Disolved Oxygen (DO) merupakan kandungan oksigen pada air, DO sendiri
dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, seperti merupa elevasi atau ketinggian
aliran airnya (Putri, 2014). Sesuai diatas nilai DO lebih besar daripada BOD, jadi
bisa dikatakan nilai parameter kami benar dalam segi teoritis. Untuk Total
Suspended Solid (TSS) biasa dikenal dengan total padatan tersuspensi, merupakan
zat padat yang berada di air yang tidak bisa terlarut oleh air, komponen abiotik juga
bisa disebut sebagai padatan yang tersuspensi (Osdiansyah, 2019). Nilai dari
parameter TSS sendiri merupakan parameter dengan nilai yang cukup besar, pada
sungai Bedadung ruas 3 bisa dilihat bahwa banyaknya pasir yang tersuspensi dan
komponen abiotik masih ditemui di sungai. Nilai nya cukup besar yaitu, hulu;
0,00008, pada daerah tengah; 57,0557, dan daerah hilir;103,0223.
BAB 3. KESIMPULAN

1. Berdasarkan analisis dari jurnal jurnal makin besar kecepatan arus sungai
yang mengalir di perairan berati semakin besar juga debit airnya.
2. Semakin tingginya nilai debit yang dihasilkan pada point source maka akan
meningkatnya pula beban pencemaran pada sungai, serta sungai akan
mengalami penurunan kualitas air sungai .
3. Berdasarkan dari pengujian beberapa parameter menandakan bahawa untuk
status kualitas air pada titik pantau hulu sungai Bedadung ruas 3 masih aman
untuk air irigasi karena berada pada baku mutu kelas IV. Namun, jika
tingkat pencemarannya semakin meningkat kedepannya air sungai di
Bedadung ini sudah tergolong tercemar berat sehingga tidak bisa digunakan
untuk aktivitas apapun.
4. Nilai dari setiap lokasi berturut-turut adalah 56, 54, 51, dan 58 dengan status
mutu secara berturut-turut yaitu sedang.
5. Nilai IP dari titik pantau sebesar 1,06 dengan kategori tercemar ringan,
sedangkan pada titik point source diperoleh nilai IP sebesar 2,78 dengan
kategori tercemar ringan. Dapat diketahui bahwa dari nilai IP tersebut DAS
Bedadung tidak layak digunakan sebagai air minum berdasarkan PP Nomor
22 Tahun 2021, akan tetapi masih layak digunakan untuk sarana rekreasi,
pembudidayaan ikan air tawar, perternakan, dan aliran irigasi.
6. Pada titik pantau 1 memiliki kadar kekeruhan lebih tinggi dari pada titik
pantau lainnya, karena semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, maka
semakin tinggi kadar kekeruhan, tetapi tingginya kadar padatan terlarut
tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan.
7. Nilai dari hasil pengukuran WASP yang didapat, pada parameter DO;
0,0715; 2, 5318; 4,5632, untuk parameter BOD; 0,0000; 0,0038; 0,0068,
sedangkan diparameter TSS didapat nilai, 0,0008; 57,0557; 103, 0223. Data
tersebut didapat dari analisis grafik WRDB, diketahui nilai tertinggi ialah
TSS, baik di hulu, tengah maupun hilir.
Daftar Pustaka

Adnyana, S., Wayan, I., & Rai, I. N. 2017. Studi analisis kualitas air di daerah aliran
Sungai Pakerisan Provinsi Bali. Ecotrophic, 11(2), 378159.
Anwariani, D. (2019). Pengaruh Air Limbah Domestik Terhadap Kualitas Sungai.

Arnop, O., Budiyanto, B., & Saefuddin, R. 2019. Kajian Evaluasi Mutu
Sungai.Nelas Dengan Metode Storet Dan Indeks Pencemaran. Naturalis:
Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 8(1),
15-24.

Asdak. C, 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan


Keempat(revisi). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Badaruddin, B. (2017). Panduan Praktikum Debit Air.
Faith N., 2006, Water Quality Trends in the Eerste River, Western Cape, 1990-
2005. A mini thesis submitted in partial fulfillment of the requirements for
the degree of Magister Scientiae, Integrated Water Resources Management
in the Faculty of Natural Science, University of the Western Cape, pp 41.
Irsanda, P. G. R., Karnaningroem, N., & Bambang, D. 2014. Analisis Daya
Tampung Beban Pencemaran Kali PelayaranKabupaten Sidoarjo Dengan
Metode Qual2kw. Jurnal Teknik ITS, 3(1), D47-D52
Jouanneau S., Recoules L., Durand M. J., Boukabache A., Picot V., Primault Y.,
Lakel A., Sengelin M., Barillon B., Thouand G., 2013, Methods For
Assessing Biochemical Oxygen Demand (BOD): A Review
Kementrian LHK. 2015. Simulasi Penentuan Indeks Pencemaran dan Indeks
Kualitas Air (NSF-WQI). Jakarta.
Lestari, Indah Budi. 2009. ‘Pendugaan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)
dan Transparansi Perairan Teluk Jakarta dengan Citra Satelit Landsat’.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nugraha W. D., 2008, Identifikasi Kelas Air dan Penentuan Daya Tampung Beban
Cemaran BOD Sungai dengan Model Qual2E (Studi Kasus Sungai Serayu,
Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi, vol 5 no 2, 31-41
Nurhayati, I., Vigiani, S., & Majid, D. 2020. Penurunan Kadar Besi (Fe), Kromium
(Cr), COD dan BOD Limbah Cair Laboratorium dengan Pengenceran,
Kougulasi dan Adsorbsi. Ecotrophic, 14(1), 74-87.

Ratnaningsih, D., Puji, R., Nazir, E., Lestari, & Fauzi, R. (2018). PENGEMBANGAN
INDEKS KUALITAS AIR SEBAGAI ALTERNATIF PENILAIAN KUALITAS AIR
SUNGAI. Ecolab , Vol. 12 No. 2 , 53 - 102.
Ramayanti, D., & Amna, U. 2019. Analisis Parameter COD (Chemical Oxygen
Demand) dan pH (potential Hydrogen) Limbah Cair di PT. Pupuk Iskandar
Muda (PT. PIM) Lhokseumawe. QUIMICA: Jurnal Kimia Sains dan
Terapan, 1(1), 16-21.
Sarwono, E., & Aprillia, K. R. 2017. Penurunan Parameter Kekeruhan, Tss Dan
Tds Dengan Variasi Unit Flokulasi. Jurnal Teknologi Lingkungan, 1(2).
Sirang, Rini E.I, Payung.D, Kadir,S., dan Badaruddin. 2016. I Study on Watershed
Characteristics to Restore Carrying Capacity of Watershed Batulicin in
South Kalimantan Province, Academic Research International. Natural and
Applied Sciences. 5(6): 1-16.
Silmi, Ai. 2017. Modifikasi Indeks Kualitas Air Menggunakan National Sanitation
Foundation Water Quality Index (NSF-WQI). Prosiding. Jakarta:
Universitas Satya Negara Inonesia, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik.
Wetzel, R. G. 2001. Limnology; Lake and River Ecosystems. Academic Press. New
York.
Osdiansyah, H. (2019). Analisis kualitas air dan daya tampung beban pencemaran
Kali Surabaya di Kecamatan Driyorejo (Doctoral dissertation, UIN Sunan
Ampel Surabaya).

Putri, S. U. D. (2014). Analisis Kualitas Air Sungai Ciujung Menggunakan Model


WASP (Water Quality Analysis Simulation Program).

Purnaini, R., Sudarmadji, S., & Purwono, S. (2019). Pemodelan Sebaran BOD di
Sungai Kapuas Kecil Bagian Hilir Menggunakan WASP. J. Tekno Sains,
8(2), 148-157.

Ramayanti, D., & Amna, U. 2019. Analisis Parameter COD (Chemical Oxygen
Demand) dan pH (potential Hydrogen) Limbah Cair di PT. Pupuk Iskandar
Muda (PT. PIM) Lhokseumawe. QUIMICA: Jurnal Kimia Sains dan
Terapan, 1(1), 16-21.
Sarwono, E., & Aprillia, K. R. 2017. Penurunan Parameter Kekeruhan, Tss Dan
Tds Dengan Variasi Unit Flokulasi. Jurnal Teknologi Lingkungan, 1(2).

Anda mungkin juga menyukai