Anda di halaman 1dari 19

MODUL PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI TEKNIK LINGKUNGAN


Dosen Pengampu:
Mujaroh Khotimah, S.TP., M.T
Yasa Palaguna Umar, STP. MSc, Ph.D

Asisten:
Ulimaz Rahma Wijayanti
Ananda Chandra S
Kiral Karentya Karna
Nabiilah Izza Mi'rajiyah
M. Rizqillah
Zadhia Schweizer’s Fairuz Andhani Faisal
Putri Zakiyah R
Muhammad Brilian
Sandra
Dimas Saka Tauhid
Nurindarlina
Azka Syafiqah

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH


PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
1
MATERI 1. ANALISA KOAGULASI –FLOKULASI
DENGAN METODE JAR TEST

I. PENDAHULUAN
Sebagian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan
seperti sungai, danau dan sebagainya. Salah satu langkah penting pengolahan untuk
mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air tersebut. Kekeruhan
disebabkan oleh partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm sampai 10 µm.
Partikel – partikel kecil dan koloid tersebut tidak lain adalah tanah liat, sisa tanaman,
ganggang dan sebagainya.
Kekeruhan dihilangkan melalui sejenis bahan kimia dengan sifat – sifat tertentu yang
disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas, namun dapat pula garam Fe (III),
atau polielektrolit organis. Selain pembubuhan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-
flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut dan
akhirnya sama-sama mengendap. Untuk menentukan dosis yang optimal flokulan dan nilai-
nilai parameter lain seperti pH, jenis flokulan yang akan digunakan dalam proses koagulasi
flokulasi dan sebagainya dilakukan jar test. Jar test merupakan model sederhana proses
koagulasi flokulasi. Adapun proses koagulasi flokulasi terdiri dari tiga langkah :
1. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat selama 1 menit dengan kecepatan 100
rpm.
2. Pengadukan lambat untuk pembentukan flok-flok selama 15 menit dengan kecepatan
40 – 60 rpm.
3. Proses sedimentasi selama 15 menit.

II. TUJUAN PRAKTIKUM


a. Mahasiswa mampu memahami prinsip terjadinya koagulasi dan flokulasi.
b. Mahasiswa mampu mengetahui cara menentukan konsentrasi optimum penggunaan
koagulan menggunakan teknik jar test
c. Mahasiswa mampu mengetahui penurunan kekeruhan dan atau warna, bakteri, algae
dan plankton, rasa dan bau serta fosfat.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Air sungai : sebagai bahan perlakuan
2. Reagen larutan tawas 10 g/L : sebagai koagulan
3. Gelas beker : tempat perlakuan dilakukan
4. Pipet ukur dan Bulb: untuk mengambil larutan koagulan dengan volume tertentu
5. Jar Test Aparatus: alat untuk pengadukan cepat dan lambat
6. pH meter: untuk mengukur nilai pH
7. Turbiditimeter: untuk mengukur tingkat kekeruhan
8. Kuvet: tempat air sungai saat melakukan pengujian kekeruhan
9. Timer: untuk menghitung waktu perlakuan

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Proses Koagulasi Flokulasi
1. Siapkan alat dan bahan
2. Siapkan 4 liter sampel air

2
3. Aduk terlebih dahulu, kemudian analisa pH, kekeruhan dan warna dari sampel air
sebagai data awal
4. Takar dan masukkan sampel air sebanyak 500 ml kedalam masing-masing beker
glass
5. Bubuhkan larutan tawas konsentrasi 10 g/L dengan dosis 1 mL, 2 mL, 4 mL, 8
mL, 12 mL, 16 mL, 20 mL, 22 mL.
6. Letakkan beker glass berisi sampel air dan larutan tawas diatas jar test
7. Lakukan 2 (dua) perlakuan pada setiap dosis :
a. Perlakuan 1 (koagulasi)
- Aduk dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit
- Sedimentasi atau endapkan selama 15 menit
b. Perlakuan 2 (koagulasi-flokulasi)
- Aduk dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit
- Aduk dengan kecepatan 50 rpm selama 15 menit
- Sedimentasi atau endapkan selama 15 menit
8. Uji analisa pH, kekeruhan, dan warna dari masing-masing sampel diatas

b. Uji Kekeruhan
Prinsip kerjanya adalah pengukuran kekeruhan alam air berdasarkan
pengukuran intensitas cahaya yang dipendarkan oleh suspensi dalam air. Pengukuran
kekeruhan dilakukan dengan menggunakan turbidimeter.
1. Tekan tombol On/Off dan tombol Mode secara bersamaan
2. Dilepas tombol on/off terlebih dahulu lalu tombol Mode
3. Arahkan anak panah ke Call dengan menekan tombol Tanda Seru
4. Tekan tombol Mode
5. Kalibrasi alat dengan cara masukan larutan standar 0,1 dengan memegang
kuvet dibagian atas dan pastikan tanda panah pada kuvet sejajar dengan tanda
panah yang ada pada turbidimeter dan ditutup
6. Tekan tombol Read , tunggu 1 menit hingga muncul nilai 0,1. Ditunggu hingga
muncul nilai 20. Ulangi untuk larutan standar 20, 200 dan 800 NTU
7. Masukan larutan air sampel pada kuvet yang tersedia
8. Tekan tombol Read tunggu 1 menit
9. Ulangi sebanyak 3 kali pada setiap sampel
10. Catat hasil dalam satuan NTU

c. Uji pH
1. Siapkan alat dan bahan
2. Ambil air sampel sebanyak 50ml dan dimasukkan kedalam beaker glass
3. Celupkan sebagian pH meter kedalam beaker glass
4. Tuliskan nilai
5. Lakukan pengulangan sebanyak 3 kali

V. TUGAS
Buatlah kurva hubungan antara pemberian dosis koagulan dengan kekeruhan
(koagulasi) dan kurva hubungan antara pemberian dosis koagulan dengan kekeruhan
(koagulasi flokulasi).

Tabel Pengamatan 1

3
Pengamatan
Perlakuan Dokumentasi
(Kondisi Sampel)

0 mL

(tanpa tawas)

Dosis ....... dengan tawas

(Perlakuan 1 - Koagulasi)

Dosis ....... dengan tawas

(Perlakuan 1 - Koagulasi)

Dosis ....... dengan tawas

(Perlakuan 2 – Koagulasi
Folukasi)

Dosis ....... dengan tawas

(Perlakuan 2 – Koagulasi
Flokulasi)

Tabel Pengamatan 2
Jenis sampel
Warna pH Kekeruhan (NTU)
(Volume Tawas)

0 mL (Tanpa Tawas)

1 mL

3 mL

6 mL

9 mL

4
13 mL

15 mL

18 Ml

21 mL

23 mL

26 mL

*Tabel Pengamatan 2 dibuat untuk masing-masing perlakuan

MATERI 2. ANALISIS PENGARUH UKURAN GRAVEL TERHADAP GRADIEN


KECEPATAN PADA PENGADUKAN KANAL BERSEKAT

I. PENDAHULUAN
Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan lambat berbeda dengan
pengadukan cepat. Pada pengadukan lambat, energi hidrolik yang diharapkan cukup kecil
dengan tujuan menghasilkan gerakan air yang mendorong kontak antar partikel tanpa
menyebabkan pecahnya gabungan partikel yang telah terbentuk. Jenis aliran yang sering
digunakan sebagai pengadukan lambat adalah baffle channel.
Gravel merupakan media support dalam sistem filtrasi yang tidak memerlukan
peralatan mekanik dan koagulan sehingga gravel filter merupakan metode pengolahan awal
yang cocok karena murah. Gravel filter terdiri atas lapisan media kerikil berukuran 3 - 64 mm
dalam arah aliran air. Pemilihan gravel filter bergantung pada karakteristik air bakunya dan
bergantung pada persyaratan operasi dan perawatan yang diinginkan. Fungsi utama gravel
filter ialah menurunkan kekeruhan influen dan suspended solid sehingga memadai sebagai
input bagi sistem filtrasi. Selain itu gravel juga dapat mereduksi penyumbatan oleh algae dan
mampu mereduksi suspensi dan koloid tanpa penambahan koagulan. Ukuran gravel
merupakan salah satu variabel yang menentukan nilai Reynold pada suatu aliran sehingga
menentukan pada velocity gradient yang dibutuhkan dalam proses pengadukan.

II. TUJUAN PERCOBAAN


a. Mahasiswa mampu menentukan hubungan ukuran gravel terhadap headloss dan
velocity gradient pada berbagai ukuran gravel.
b. Mahasiswa mampu menentukan hubungan headloss terhadap velocity gradient pada
berbagai ukuran gravel.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Limbah Cair yang akan diolah : sebagai bahan perlakuan
2. Gravel dengan berbagai ukuran diameter : sebagai bahan perlakuan
3. Bak Pengolah Limbah : sebagai wadah perlakuan
4. Termometer : sebagai pengukur suhu

5
5. Penggaris : sebagai pengukur dimensi bak pengolah limbah dan pengukur kecepatan
untuk perhitungan debit
6. Gelas volume : untuk menampung air keluaran
7. Stopwatch : untuk mengukur waktu keluaran

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Siapkan alat dan bahan
2. Ukur dimensi bak pengolah limbah (panjang, tinggi dan lebar)
3. Ukur suhu air limbah awal (T)
4. Ukur waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan limbah (t)
5. Hitung volume limbah (V)
6. Tentukan debit limbah (Q) dan kecepatan aliran (v) yang terjadi
V Q
Q= v=
t A
3
Q = Debit limbah (m /s ¿
V = Volume limbah ( L ¿
t = Waktu keluaran limbah (s)
v = Kecepatan aliran (m/s)
A = Luas penampang kran (m2)

7. Hitung massa jenis ( ρ ) gravel


m
ρ=
V
ρ=¿ Massa jenis Gravel (kg/m3)
m = Massa Gravel (kg)
V = Volume Gravel (m3)

8. Tentukan nilai headloss pada berbagai ukuran gravel


● Bilangan Reynold
d .v. ρ
NRe=
µ

NRe = Nilai Reynold


d = Diameter gravel (m)
µ = Viskositas fluida

● Faktor Gesekan
f =150
[ ]
1−α
NRe
+ 1,75

f = Faktor gesekan
α = Porositas bahan

● Headloss

h=
[ ]
f 1−α L v 2
θ α3 d g

6
h = Headloss Mayor
θ = Faktor kebulatan bahan
L = Tinggi bahan (m)
g = Percepatan gravitasi (m/ s2 ¿

9. Tentukan gradien kecepatan yang dibutuhkan pada berbagai ukuran gravel


● Gradien Kecepatan

[ ]
1/ 2
(h . ρ. g . Q)
G=
( µ .α .V )

G = Gradien kecepatan ( s−1 )

10. Buat Grafik antara ukuran gravel dengan head loss, dan ukuran gravel terhadap
gradien kecepatan, serta hubungan head loss dan gradien kecepatan

V. TUGAS
Buatlah kurva hubungan antara ukuran gravel dengan head loss, kurva hubungan
antara ukuran gravel dengan gradien kecepatan, dan kurva hubungan antara head loss dengan
gradien kecepatan.

Tabel Data
Ukuran
Panjang (M) Lebar (M) Tinggi (M) Suhu (°C) Waktu (s)
Gravel (Cm)

Tabel Perhitungan
Ukuran Gravel Head Loss (Cm) Gradien kecepatan (s-1)

MATERI 3. SEDIMENTASI

I. PENDAHULUAN

7
Dalam air terdapat partikel padat dalam berbagai ukuran yang menyebabkan
kekeruhan air. Karakteristik partikel mempengaruhi bagaimana proses pengendapan partikel.
Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair dengan
gaya gravitasi, pada umumnya proses Sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan
flokulasi dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi
lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat.
Partikel dengan ukuran besar, berat jenis besar memiliki kecepatan pengendapan lebih
tinggi dibandingkan partikel berukuran kecil dan berat jenisnya kecil. Untuk mempelajari
karakteristik pengendapan dapat digunakan kolom pengendapan. Pada pengolahan air
minum, penerapan sedimentasi khususnya untuk:
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat.
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter
pasir cepat.
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur.
4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan.
5. Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk:
6. Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
7. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
8. Penyisihan flok/ lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir.
9. Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.

II. TUJUAN PERCOBAAN


a. Untuk mengetahui besarnya kadar zat padat yang terlarut dalam air.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi.
c. Mahasiswa mampu menentukan hubungan kecepatan pengendapan sedimentasi
terhadap waktu dan fraksi tersisa.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Air limbah, sebagai bahan perlakuan
2. Cawan porselen, untuk meletakkan kertas saring pada oven
3. Penjepit, untuk menjepit cawan porselen
4. Oven 105 °C, untuk mengeringkan kertas saring
5. Desikator, untuk menetralkan suhu cawan porselen ke suhu kamar setelah
pengeringan
6. Gelas ukur , sebagai wadah air sampel
7. Pipet volume, untuk mengambil air sampel
8. Timbangan analitik, untuk menimbang berat kertas saring
9. Bak pengendapan, sebagai tempat pengendapan air sampel
10. Erlenemeyer berleher, sebagai wadah untuk menampung air yang lolos dari kertas
saring
11. Kertas saring, untuk menyaring air limbah
12. Vacuum, untuk mempercepat proses penyaringan

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Amati kolom pengendapan selama 0, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan 17 menit
2. Setiap pengamatan diambil 25 mL sampel dari kran pada bak pengendapan untuk
diukur kadar solid. Penentuan kadar solid adalah sebagai berikut :
8
a. Panaskan cawan porselen pada suhu 105 °C dalam oven selama 1 jam
b. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit
c. Ambil 25 mL sampel dari permukaan air, dan pindahkan ke cawan porselen
d. Masukkan cawan berisi sampel ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam
e. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit
f. Timbang berat kering cawan yang diperoleh dan dihitung kadar TS menggunakan
rumus :

1000
TS (mg/L) = ( a−b ) × (3)
V (mL)
dimana :
a = berat setelah ada endapan (mg)
b = berat sebelum ada endapan (mg)
V = volume sampel (mL)

g. Buat tabel pengamatan perubahan kecepatan pengendapan (Vs) terhadap waktu (t)

H (diubahdalam m)
V= (4)
t( diubahdalam detik )
dimana :
H = Tinggi sampel dalam bak pengendapan (m)
t = waktu pengambilan sampel (s)

h. Hitung fraksi konsentrasi partikel tersisa yaitu perbandingan kadar TS pada saat
pengukuran dengan TS awal

TS Terukur
Fraksi TS = (5)
TS awal

i. Gambar dalam grafik hubungan fraksi tersisa dan kecepatan pengendapan

Tabel Pengamatan
Waktu (menit) 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17

TS (g/L)

Kecepatan
pengendapan
(m/detik)

9
Fraksi
konsentrasi TS
(g/L)

MATERI 4. ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN PADA AERASI

I. PENDAHULUAN
Salah satu proses dari transfer gas yang lebih dikhususkan pada transfer oksigen dari fase
gas ke fase cair. Fungsi aerasi yaitu : melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan
kadar oksigen terlarut dalam air, melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air,
membantu pengadukan air, oksidasi kandungan besi dan mangan dalam air, mereduksi
kandungan ammonia dalam air melalui proses nitrifikasi, dan meningkatkan kandungan
oksigen terlarut agar air terasa lebih segar. Aerasi merupakan istilah lain dari transfer gas,
lebih dikhususkan pada transfer gas oksigen atau proses penambahan oksigen ke dalam air.
Proses aerasi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen :
1. Suhu
Koefisien penyerapan oksigen (kLa) meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu
dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air.
Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan
permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pengaruh suhu pada
berbagai faktor tersebut dirangkum dalam persamaan dengan koefisien empiris (f) sebagai
berikut:
(KL.a)20 = ( KLa)T.f(20-T) (1)

10
dimana :
(KLa) = koefisien transfer total / penyerapan oksigen pada air yang diaerasi, /waktu
(KLa) = koefisien transfer total / penyerapan oksigen pada suhu air yang diaerasi, /waktu
f = koefisien empiris, untuk aerasi permukaan pada umumnya memiliki rentang nilai 1,012 –
1,047
2. Karakteristik Air
Dalam praktik ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang
mengandung materi tersuspensi, surfaktan (detergen) dalam larutan dan perbedaan
temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs.
3. Kejenuhan Oksigen
Konsentrasi jenuh oksigen dalam air tergantung pada derajat salinitas; suhu; dan tekanan
parsial oksigen yang berkontak dengan air. Nilai konsentrasi jenuh oksigen :

(2)
dimana :
Cs = konsentrasi oksigen jenuh pada kondisi tekanan air yang diaerasi, mg/L
(Cs)760 = konsentrasi oksigen jenuh air pada kondisi tekanan 760 mmHg, mg/L (tabel 1)
P = tekanan barometrik pada air yang diaerasi, mmHg
p = tekanan jenuh uap air pada suhu air yang diaerasi (tabel 2)

Konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dan kandungan klorida = 0 mg/l yang
dipaparkan pada udara dengan kandungan oksigen 21 % tergantung pada suhu air dipaparkan
pada tabel berikut.
Tabel 1. Pengaruh Suhu terhadap Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut

Tabel 2. Tekanan Uap Air pada Suhu Tertentu

11
Aerator untuk perpindahan oksigen ditentukan berdasarkan kapasitas oksigenasinya
(OC). Kapasitas oksigenasi adalah laju suplai oksigen oleh aerator ke dalam air pada kondisi
standar (20°C, 1 atm). Oxygenation Capacity (OC) dapat dituliskan:

OC = V dC/dt atau OC = KLa. C20 . V (3)

dimana :
V = volume tangki, L
KLa = koefisien transfer total / penyerapan oksigen, /jam
C20 = konsentrasi oksigen jenuh pada suhu standar 20 °C, mg/L

II. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhan oksigen dalam proses aerasi sesuai


karakteristik air yang digunakan.
2. Mahasiswa mampu menganalisis oksigen terlarut yang dilakukan menggunakan
metode titrasi dengan winkler.

III. ALAT DAN BAHAN

a. Air limbah, sebagai bahan uji


b. Aerator diffuser, sebagai sumber gelembung udara
c. Gelas beaker, sebagai wadah air limbah selama proses aerasi
d. Botol winkler,
e. Pipet ukur, untuk mengukur air limbah
f. Gelas ukur, untuk mengukur air limbah dengan ukuran tertentu
g. Thermometer, untuk mengukur suhu air limbah
h. Corong, sebagai tempat meletakkan kertas saring
i. Erlenmeyer, sebagai wadah untuk menampung air yang lolos dari kertas saring
j. Buret, untuk wadah zat titrasi
k. Statif , alat penyangga buret
l. MnSO4 50% 50 ml
m. Larutan NaOH (20gr) + KI (36 gr) dilarutkan hingga 100 ml
n. H2SO4 4N 50ml
o. Na2S2O3 0,01 N
p. Indikator Amilum

12
IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Siapkan sampel air limbah dalam gelas beaker (500 - 1000 ml)
2. Ukur suhu sampel
3. Lakukan aerasi selama 60 menit
4. Ambil sampel sebanyak 100 mL, Kemudian masukkan ke dalam botol winkler setiap
0, 12, 24, 36, 48, 60 menit
5. Tambahkan MnSO4, Berikan 1 ml setiap 1 botol winkler
6. Gunakan Larutan NaOH + KI, Lalu ditambahkan 3 tetes ke setiap botol winkler
7. Diamkan selama 5 menit, Kemudian tambahkan 6 tetes H2SO4 ke setiap botol winkler
8. Tutup rapat, dan homogenisasi sebanyak 13 kali lalu tunggu sampel hingga
mengendap
9. Ambil 25 ml sampel dan masukkan kedalam erlenmeyer
10. Tambahkan indikator amilum sampai warna sampel berubah menjadi warna biru
11. Lanjutkan dengan melakukan titrasi menggunakan Na2S2O3 sebagai titran
12. Lakukan titrasi hingga warna sampel berubah menjadi warna putih, catat hasil akhir
volume titran yang tersisa
13. Buatlah tabel pengamatan perubahan konsentrasi oksigen (C) terhadap waktu (t),
analisis hasil pengamatan

13
Tabel Pengamatan 1
Perlakuan Pengamatan (Kondisi Sampel)

disiapkan 500 – 1000 mL sampel air (air


limbah dan air sabun)

diukur suhu sampel

dilakukan aerasi selama 1 jam dan diukur


DO setiap 10 menit

Tabel Pengamatan 2
Waktu Cs-C (mg ln Cs-C (mg
C (mg O2/L) KLa OC
(menit) O2/L) O2/L)

12

24

36

48

60

14
MATERI 5. ANALISIS WAKTU DETENSI PADA PROSES FLOTASI UNTUK
MENGHILANGKAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS)

I. PENDAHULUAN
Flotasi adalah unit operasi yang dipergunakan untuk pemisahan partikel padat atau
cairan dari fase cairan dengan cara mengapungkan massa padat atau cairan tersebut. Flotasi
merupakan unit operasi yang berkebalikan dengan sedimentasi atau sedimentasi dengan
kecepatan pengendapan negatif.
Berdasarkan operasinya, flotasi dapat dikategorikan :
1. Natural flotation
Flotasi yang terjadi karena densitas partikel (padat / cairan) lebih kecil daripada
densitas cairan (air) sehingga dapat mengapung tanpa bantuan bahan lain. Flotasi
alami ini biasanya digunakan untuk proses awal pemisahan minyak
2. Aided flotation
Flotasi dengan bantuan gelembung udara. Udara dalam bentuk gelembung
diberikan ke dalam air sehingga terjadi penempelan pada partikel yang
menyebabkan gaya buoyant meningkat sehingga partikel terangkat ke permukaan.
Ada 3 metode pemberian gelembung udara ke dalam air, yaitu :
a. Dissolved Air Flotation (DAF)
Injeksi udara ke dalam air di bawah tekanan (sampai beberapa atmosfer)
hingga udara terlarut dalam air, diikuti oleh pelepasan tekanan.
b. Air flotation
Injeksi udara bertekanan ke dalam melalui diffuser pada tekanan atmosfer
c. Vacuum flotation
Injeksi udara ke dalam air dalam tangki tertutup untuk menjenuhkan air
dengan gas, diikuti pemompaan vacuum yang menyebabkan gas keluar
dari larutan dan flotasi terjadi
Rasio volume udara terhadap berat padatan (A/S) merupakan faktor penting dalam
kinerja flotasi. Hubungan rasio A/S dengan kelarutan udara, tekanan operasi dan konsentrasi
padatan dinyatakan :

A 1,3 Sa(fP−1)
= (1) P = (p + 101,37)/101,37 (2)
S Ss

dimana :
Sa = kelarutan udara, mL/L (tergantung suhu air, lihat Tabel 1)
f = fraksi udara yang dilarutkan pada tekanan P
P = tekanan udara absolut, atm
p = tekanan relatif (gauge) yang terbaca pada alat ukur tekanan, kPa
Ss = konsentrasi padatan, mg/L

II. TUJUAN PERCOBAAN


a. Mahasiswa mampu mengetahui waktu detensi yang dibutuhkan untuk proses flotasi
dalam menghilangkan Total Suspended Solid (TSS)
b. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara waktu detensi dan kadar TSS
c. Mahasiswa mampu melakukan analisis TSS dengan menggunakan gravimetri.

15
III. ALAT YANG DIGUNAKAN
a. Air limbah, sebagai bahan uji
b. Aerator diffuser, sebagai sumber gelembung
c. Penjepit, untuk menjepit cawan porselen ketika akan dipanaskan atau sesudah
dipanaskan
d. Kertas Saring, untuk menyaring air limbah
e. Oven, untuk mengurangi kadar air pada kertas saring
f. Termometer, untuk mengukur suhu air limbah
g. Pengaduk, untuk menghomogenkan air limbah
h. Gelas Ukur, untuk mengukur air limbah
i. Bulb dan Pipet Ukur, untuk mengambil sampel air limbah
j. Corong, sebagai wadah kertas saring pada proses penyaringan
k. Erlenmeyer Buchner, sebagai wadah penampung air yang lolos dari kertas saring
l. Vacuum Filter, untuk mempercepat proses penyaringan
m. Plastisin, untuk menyambungkan antara erlenmeyer dengan vacuum filter
n. Gelas Beker, sebagai wadah air limbah selama proses aerasi
o. Timbangan Analitik, untuk menimbang berat kertas saring saat sebelum dipanaskan
atau sesudah dipanaskan
p. Cawan porselen, untuk meletakkan kertas saring pada oven
q. Desikator, untuk menetralkan suhu cawan porselen dan kertas saring ke suhu kamar
setelah pengeringan

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Siapkan sampel air limbah 500-1000 ml
2. Ukur suhu sampel air limbah
3. Aduk sampel air limbah
4. Lakukan proses aerasi selama 120 menit
5. Ambil sampel air limbah sebanyak 25 ml untuk diukur kadar TSS. Penentuan kadar
TSS adalah sebagai berikut :
a. Panaskan cawan porselen dan kertas saring yang belum diberi perlakuan pada suhu
105 °C dalam oven selama 1 jam
b. Dinginkan cawan porselen dan kertas saring menggunakan desikator selama 15
menit
c. Timbang berat awal cawan porselen dan kertas saring menggunakan timbangan
analitik
d. Letakkan kertas saring di atas erlenmeyer
e. Ambil sampel sebanyak 25 ml dan tuang ke kertas saring yang berada di atas
erlenmeyer, proses penyaringan dibantu dengan Vacuum Filter
f. Kertas saring diletakkan pada cawan porselen dan panaskan menggunakan oven
dengan suhu 105 °C selama 1 jam
g. Dinginkan cawan porselen serta sampel pada kertas saring menggunakan desikator
selama 15 menit
h. Timbang berat akhir cawan porselen dan sampel pada kertas saring dengan
timbangan analitik
i. Hitung kadar Total Suspended Solid menggunakan rumus berikut :

16
( a−b ) x 1000
TSS (mg/L) = (3)
c
dimana :
a = berat cawan dan residu sesudah pemanasan (mg)
b = berat cawan kosong sesudah pemanasan (mg)
c = volume sampel (ml)

6. Hitung kadar TSS selama proses aerasi dengan waktu 0, 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84, 96,
108, dan 120 menit
7. Buat tabel pengamatan perubahan kadar TSS terhadap waktu (t).
8. Gambar grafik hubungan antara TSS dan waktu (t) untuk mengetahui waktu dimana
tidak terjadi kenaikan konsentrasi solid secara signifikan
9. Tentukan waktu yang diperlukan (waktu detensi) untuk mencapai konsentrasi
optimum berdasarkan data pengamatan dan grafik yang telah dibuat

17
Tabel Pengamatan 1
Waktu (menit) a b Suhu c
0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120

Tabel Pengamatan 2
Waktu (menit) TSS (mg /L)

12

24

36

48

60

72

84

96

108

120

18

Anda mungkin juga menyukai