FARMAKOLOGI II
Oleh
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
NAMA :
NPM :
KELAS :
KELOMPOK :
PENYUSUN :
1
Aktivitas Sel
1) Percobaan Difusi
A. Difusi Sederhana
1. Tempatkan beberapa butir kristal KMNO4 ke dalam sebuah gelas piala
yang telah diisi separuhnya dengan air es
2. Amati perubahan yang terjadi dan catat waktu yang dibutuhkan sampai
seluruh kristal larut
3. Ulangi percobaan tersebut menggunakan air-suhu ruang dan air hangat
4. Amati dan catat perbedaannya
B. Difusi Agar
1. Buat larutan agar 2% b/v dalam air suling
2. Didihkan agar tersebut sampai diperoleh larutan bening. Biarkan larutan
agar tersebut dingin
3. Tuangkan 5 mL agar tersebut keatas permukaan cawan petri. Biarkan
memadat
4. Buatlah lubang pada lempeng agar tersebut dengan alat pembuat lubang
dengan jarak antar lubang 3 cm (5 lubang/sumur per lempeng)
5. Tempatkan kristal KMNO4 pada satu lubang pada lempeng agar dan metil
jingga pada lubang yang lain
6. Catat jarak difusi KMNO4 dan metil jingga sebagai fungsi waktu
7. Bahas hasil percobaan tersebut
2
Masukkan 5 mL larutan ke dalam tabung reaksi kemudian tahbahkan
beberapa tetes perak nitrat. Catat apa yang berbentuk.
b. Uji glukosa
Masukkan 3 mL larutan ke dalam tabung reaksi tambahkan 3 ml larutan
benedict, didihkan dalam penangas air selama beberapa menit,
dinginkan. Akan terbentuk endapan kuning, hijau atau merah.
c. Uji Albumin
Maukkan 5 mL larutan ke dalam tabung reaksi tambahkan beberapa
tetes HNO3, akan terbentuk kekeruhan.
3
3.) Tonisitas Laporan
a) Percobaan menggunakan tabung reaksi
1. Masukkan ke dalam tiap tabung 2 ml masing-masing larutan berikut :
Larutan glukosa 2% b/v
Larutan glukosa 5% b/v
Larutan NaCl 0,3% b/v
Larutan NaCl 0,9% b/v
Larutan NaCl 2% b/v
2. Teteskan 2 tetes darah ke dalam masing-masing tabung.
3. Tutup dan balikan keduaujung tabung untuk mencampur dan biarkan
selama 5’
Pada suhu kamar.
4. Amati isi tabung tersebut dengan latar belakang terang.
5. Nyatakan kejernihan/kekeruhan larutan-larutan dalam tabung tersebut
sebagai :
Hipotonik bila
Isotonik bila
Hipertonik bila
6. Jelaskan pula fenomena yang terjadi
4
Faktor-faktor Lingkungan luar yang Dapat mempengaruhi Hasil-hasil
eksperimen in Vivo
a. Keadaan kandang : bahan yang diletakkan pada dasar kandang sebagai tempat
tidur dapat menyebabkan perbedaan respon terhadap obat. Lamanya tidur
pada mencit-mencit putih jantan berbeda setelah diberikan heksoberbibal
natrium atau pentobarbital natrium, jika untuk alas tidur digunakan pecahan-
pecahan tongkol jangung atau potongan kecil dari kayu sedap merah
b. Suasana kandang yang baru atau asing, juga menambah variabilitis terhadap
respon obat, terutama pada uji pirogen dan efek furgatif atau dalam pengujian
efek obat terhadap keawasan, denyut jantung, ekresi urin dan aktivitas
lokomotorik
5
bersama-sama. Jadi untuk mendapatkan hasil percobaan yang baik
maksimum dapat ditempatkan lima ekor hewan bersama-sama.
e. Keadaan ruangan tempat hidup hewan percobaan: suhu kamar sekitar 27oC
ternyata menaikkan toksisisitas amfetamin dibandingkan dengan suhu sekitar
15,5oC. Panas mendilatasi pembuluh-pembuluh perifer dan
mengidentifikasikan kerja vasilidator dan diaforetik. Klorpomazin dan obat-
obat sejenisnya lebih bersifat depresan pada suhu kamar 13oC sampai 18oC
dari pada suh 25oC sampai 30oC dan lebih bersifat mengeksitasi dan cepat
membunuh pada suhu 33oC sampai 38oC. Di negara-negara tropis, reaksi-
reaksi alkohol yang berlebihan tampak lebih merugikan dan obat-obat
narkotika lebih cepat mengeksitasi dan menyebabkan delirium.
A. Mencit
Karakteristika Utama Mencit
Dalam laboraturium, mencit mudah ditangani. Ia Bersifat penakut,
fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai kecendrungan untuk
bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari daripada siang hari. Kehadiran
manusia akan menghambat aktivitas mencit. Suhu tubuh normal 37,4Oc. Laju
respirasi normal 163 tiap menit.
6
Cara-cara pemberian obat
a. Oral : diberikan dengan alat suntik dilengkapi dengan jarum oral. Kannula
dimasukkan kedalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui
tepi langit-langit kebelakang sampai esophagus
b. Subkutan : diberikan dibawah kulit pada daerah tengkuk
c. Intravena : penyuntikan dilakukan pada vena pada ekor menggunakan jarum
no.26G. Mencit dimasukkan ke restrainer. Ekor dimasukkan ke dalam air
hangat untuk mendilatasi vena guna memudahkan penyuntikan.
d. Intramuskular : menggunakan jarum no 27G, disuntikan ke dalam otot paha
posterior
e. Intraperitoneal : untuk ini hewan dipegang pada punggungnya sehingga kulit
abdomennya menjadi tegang. Pada saat penyuntikan, posisi kepada mencit
lebih rendah daripada posisi abdomennya. Jarum disuntikkan dengan
membentuk sudut 10o dengan abdomen agak menepi dari garis tengah untuk
menghindari terkenanya kandung kemih. Jangan pula terlalu tinggi agar tidak
mengenai hati.
Kepekatan larutan obat yang disuntikkan disesuaikan dengan volume yang dapat
disuntikkan tersebut.
7
Anastesi
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan adalah :
a. Eter dan karbon dioksida
Keduanya digunakan untuk anastesi singkat caranya adalah dengan
meletakkan obat pada dasar suatu desikator, hewan kemudian dimasukkan
dan wadah ditutup. Apabila hewan sudah kehilangan kesadarannya ia
dikeluarkan dan dapat mulai dibedah. Penambahan kemudian dengan eter
dapat dilakukan dengan kapas sebagai masker.
b. Halotan
Halotan dapat digunakan untuk anastesi yang lebih lama. Sebenarnya
terdapat juga digunakan untuk tujuan ini, namun karena efek-efek lain yang
ditimbulkannya, obat ini tidak menjadi pilihan utama.
c. Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium
Dosis pentobarbital natrium adalah 45-60 mg/kg untuk cara pemberian
intraperitoneal, dan 35mg/kg untuk cara pemberian intravena. Sedangkan
dosis heksobarbital natrium adalah 75mg/kg untuk pemberian
intraperitoneal dan 47 mg/kg untuk pemberian intravena.
8
a. Cara terbaik adalah dengan menggunakan karbon dioksida dalah wdah
khusus
b. Pentobarbital natrium dengan dosis 130-180 mg/kg
c. Dengan cara fisik dapat dilakukan dislokasi leher. Hewan dipegang pada
ekornya, kemudian tempatkan pada permukaan bisa dijangkaunya. Dengan
demikian dia akan merenggangkan badannya. Pada tengkuknya kemudian
ditempatkan disuatu penahan, misalkan sebatang pensil yang di pegang
dengan satu tangan. Tangan lainnya kemudian menarik ekornya dengan
keras sehingga lehernya akan terdislokasi, dan mencit akan terbunuh.
B. Tikus
Karakteristik Tikus
Relatif resisten terhadap infeksi, dan sangat cerdas. Tikus putih pada umumnya
tenang dan mudah ditangani. Ia tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit
dan kecendrungannya untuk berkumpul sesamanya juga tidak begitu besar.
Aktivitas tidak demikian terganggu dengan adanya manusia disekitarnya. Suhu
tubuh normal : 37,5oC. Laju respirasi normal 210 setiap menit. Bila
diperlakukankasar ( atau apabila ia mengalami defisiensi nutrisi ) tikus menjadi
galak dan sering menerang si pemegang.
9
(A.Menangkap pada bagian bahu), (B.Kepala dan bahu sedikit bebas)
Cara-cara Pemberian Obat
Oral, subkutan, intravena, intramuskular, maupun intraperitoneal dapat diberikan
dengan cara sama seperti pada mencit. Penyuntikan subkutan dapat pula dilakukan
dibawah kulit abdoven. Volume penyuntikan paling baik bagi tikus adalah 0,-0,3
ml/100 gram bobot badan.
Anastesi
Senyawa-nyawanya anastetika dan cara-cara anastetika pada tikus umumnya adalah
sama seperti mencit.
C. Kelinci
10
Kelinci jarang sekali bersuara, hanya dalam keadaan nyeri luar biasa dia bersuara.
Kelinci pada umumnya cenderung untuk berontak apabila merasa keadaannya
terganggu.
Anastesi
Senyawa anstetika yang paling banyak digunakan adalah pentobarbital natrium
yang disuntikkan secara perlahan-lahan. Dosis untuk anastesi umum adalah 22
mg/kg bobot badan, dan untuk anastesi singkat dapat diambil setengah dari dosis
diatas, ditambah dengan eter untuk menyempurnakan pembiusan. Dosis untuk
anastesi konduksi adalah 15-22 mg/kg bobot badan.
Mengorban Kelinci
Ada beberapa cara yang dapat digunakan :
a. Dengan cara menggunakan karbon dioksia
b. Dengan injeksi pentobarbital natrium300 mg secara intravena
c. Dengan cara dislokasi leher
Pegang kaki belakang kelinci dengan tangan kiri sehingga badan dan
kepalanya tergantung ke bawah, menghadap ke kiri. Dengan jari-jari tangan
11
kanan dikeraskan, pukulkanlah sisi telapak tangan kanan dengan keras pada
tengkuk kelinci. Selai tangan dapat juga digunakan alat, seperti tongkat.
Tempatkan kelinci di sebuah meja. Dengan tangan kiri angkat badannya
pada telinga sedemikian sehingga kaki depannya tepat tergantung di atas
meja. Pada kondisi ini pukulkan tongkat dengan keras kebelakang
telingannya
D. Marmot
Karasteristika Utama Marmot
Marmot amat jinak, tidak akan menimbulkan kesukaran pada waktu dipegang, dan
jarang menggigit.
Marmot yang sehat selalu bersikap awas, kulitnya halus dan berkilat, tidak dikotori
oleh feses maupun urin. Bila dipegang, bulunya tebal, kuat, tetapi tidak kasar.
Marmot berdaging tebal, tidak ada cairan yang keluar daro hidung ataupun telinga,
juga tidak meneteskan air liur ataupun diare. Pernafasannya teratur dan tidak
bersembunyi. Sikap dan cara berjalannya normal. Dalam satu spesiess, variasi
bobot badan dan ukuran badan antara tiap marmot yang berumur sama, tidak besar.
Laju denyut jantung marmot normal adalah 150=160 per menit, laju respirasi 110-
150 per menit, dan suhu rektal anatar 39o danoC.
Cara Memperlakukan Marmot
Marmot dapat di angkat dengan cara memegang badan bagian atas dengan tangan
yang satu dan memegang badan bagian belakang dengan tangan yang lain. Obat
dapat diberikan dengan medekap marmot ke tubuh sendiri dengan satu tangan.
Cara-cara Pemberian Obat
a. Oral
Dengan pipa lambung, seperti pada mencit. Sebelumnya marmot diberi
anastesi lemah terlebih dahulu
Dengan pipet, ini berlaku untuk cairan sampai dengan volume 5ml
Dengan penambahan kepada makanan, selain untuk bahan padat dapat juga
untuk pemberian cairan
b. Intradermal
Bulu marmut yang akan disuntikan dicukur terlebih dahulu, kemudian di
tegakkan, jarum suntik ditusukan kira-kira 2cm kedalam kulit, jumlah cairan
yang dapat diberikan sampai dengan volume 0,5 ml.
c. Subcutan
Yang dipilih adalah vena margalis dan penyuntikan dilakukan pada daerah
sekat ujung telinga. Sebelumnya telinga dibasahi dulu dengan air hangat atau
alkohol. Percukupan terutama diperlakukan pada hewan bewarna gelap.
d. Intramuskular
Dilakukan pada otot kaki belakang
e. Intraperitoneal
12
Posisi keinci diatur sedemikian sehingga letak kepala lebih rendah daripada
perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah dimuka kandung kencing
MODUL 2
SKRINING FARMAKOLOGI
13
14
15
16
17
18
MODUL 3
1. Kompetensi Dasar
a. Ketepatan dalam menjelaskan tahap-tahap manifestasi
anestesi dan pemulihannya
b. Ketepatan dalam menganalisa berbagai jenis anestesi inhalasi
2. Indikator Capaian
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tahap-tahap
anestesi dan pemulihannya.
b. Mahasiswa mampu menganalisa perbedaan anestesi inhalasi oleh
berbagai bahan.
3. Tujuan Praktikum
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :
a. Mengenal tahap-tahap manifestasi anestasi umum dan tahap-tahap
pemulihan dari anestesi umum
b. Mampu menganalisa perbedaan anestesi inhalasi oleh berbagai bahan
4. Uraian Teori
Anestesi umum adalah obat yang digunakan untuk meniadakan
persepsi terhadap semua rangsangan. Anestesi umum digunakan dalam
berbagai tindakan pembedahan (operasi). Untuk menimbulkan efek
anestesi yang ideal, sering diperlukan kombinasi dari beberapa obat. Obat
anestesi umumnya diberikan secara inhalasi atau injeksi IV. Mekanisme
kebanyakan anestesi umum belum diketahui. Tetapi, semua sifatnya
menghilangkan rasa sakit dengan mendepresi SSP melalui mekanisme
yang belum diketahui sepenuhnya (Ganiswara, 2007).
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesik,
dan relaksasi otot.
Tahapan analgesia terdiri dari beberapafase, yaitu:
19
Fase I: analgesia. Fase ini diawali analgesi tanpa amnesia, kemudian
amnesia terjadi.
Fase II: eksitasi. Fase ini ditandai dengan mengigau, gelisah, pernafasan
tidak teratur, penderita meronta, muntah, urinasi, diakhiri dengan nafas
mulai teratur. Fase III: pembedahan/operasi. Fase ini ditandai dengan
pernafasan mulai teratur, perubahan gerak bola mata, ukuran pupil,
hilangnya refleks bulumata, dan nafas stabil.
Fase IV: depresi medula. Fase ini ditandai dengan nafas berhenti dan
kematian
(Ganiswara,
2007).
Cara pemberian anastesi
umum:
a. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang
singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan Tiopental, namun
pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk
tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara
lain.
b. Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau
tindakan singkat.
c. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau
cairan
anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestesi melalui udara
pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas
(dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari
tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan
menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetik tersebut dikatakan
bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberikan
annestesi yang adekuat (Katzung, 2014).
5. Pelaksanaan Praktikum
a. Alat dan
Bahan
1. Tikus jantan
3 ekor
2. Obat : eter, kloroform, dan etanol
absolut
3. Timbangan hewan, toples kaca dengan tutup, kapas, pipet
tetes, dan peralatan lainnya.
20
Prosedur Kerja
1. Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan 3 ekor tikus
jantan.
2. Pada masing-masing tikus, amati dan catat hal-hal berikut
sebelum pemberian anestesi umum :
a. Kelakuan
umum tikus
b. Reflek-reflek (nyeri)
3. Masukkan tikus ke dalam toples kaca yang di dalamnya diberi
kapas yang sudah ditetesi dengan eter, kloroform, atau etanol
absolut.
4. Catat setiap perubahan yang terjadi pada masing-masing tikus
seperti no.
2.
5. Setelah dicapai tingkat anestesi untuk pembedahan, pemberian
anestesi dihentikan.
6. Perhatikan dan catat tahap-tahap pemulihan kesadaran tikus.
7. Buatlah tabel pengamatan selengkap mungkin.
6. Evaluasi
a. Hasil Percobaan
1. Anestesi dengan Eter
BB t (waktu) t hilang
Tikus Efek yang timbul
(kg) pemberian respon
21
2. Anestesi dengan Kloroform
BB t (waktu) t hilang
Tikus Efek yang timbul
(kg) pemberian respon
BB t (waktu) t hilang
Tikus Efek yang timbul
(kg) pemberian respon
b. Pembahasan
Data hasil praktikum dibuat dalam bentuk tabel dan grafik sehingga
saudara dapat membahas dan menarik kesimpulan dari percobaan ini
dan terlihat korelasi antara gejala yang muncul dengan tahap dan
tingkat anestesi yang dicapai.
c. Laporan (lihat Pedoman Laporan Hasil Praktikum)
7. Soal Latihan
1) Sebutkan dan jelaskan tahapan-tahapan anestesi umum !
2) Apakah perbedaan anestesi umum dengan anestesi lokal ?
8. Daftar Pustaka
Ganiswara, Sulistia G. at. al. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2007.
Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J. 2014. Farmakologi Dasar
& Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono
et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
22
23
MODUL 4
AKTIVITAS ANALGETIK OBAT/SEDIAAN UJI
Pendahuluan
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan. Rasa nyeri pada umumnya merupakan suatu gejala
yang berfungsi sebagai isyarat bahaya adanya gangguan di jaringan seperti
peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan mekanis, kimia atau fisika (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan
pada jaringan dimana rangsangan tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan zat-
zat kimia (misalnya, bradikinin, prostaglandin, ATP, proton) yang menstimulasi
reseptor nyeri.
Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetik dibagi
dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu analgetik perifer (non narkotik) dan analgetia
narkotik. Analgetik perifer (non narkotik) yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja secara sentral. Sementara analgetik narkotik
khusus digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat, seperti pada patah
tulang (fracture) dan kanker.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat diatasi dengan beberapa cara, yaitu
:
1. Analgetik perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor
perifer
2. Analgetik sentral (narkotik), yang memblokir pusat nyeri saraf di susunan
saraf pusat (SSP) dengan anastesi umum
3. Antidepresif trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf
24
4. Antiepileptik, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps
pada nyeri Persepsi sakit adalah suatu keadaan yang sukar untuk diberi
defenisi atau diukur.
Metode yang biasa dilakukan ialah metode plat panas Janssen dan Jageneu (1975).
Pada metode ini hewan diletakkan dengan perlahan ke atas plat panas yang bersuhu
tetap 550
C. Waktu respon (biasanya 4-10 detik untuk keadaan normal dihitung sebagai jarak
waktu mula-mula hewan itu meletakkan kakinya di atas plat dan waktu dicatat
apabila hewan itu mulai menjilati kakinya atau melompat untuk mengelakkan diri
dari panas). Hewan yang tidak menunjukkan respon dalam jangka waktu 30 detik
tidak digunakan dalam percobaan.
Metode lain adalah dengan menggunakan senyawa kimia seperti asam asetat 3%.
Asam asetat ini sebagai stimulus untuk rasa nyeri yang ditimbulkan. Rasa nyeri dari
pemberian asam asetat ini dapat dilihat dari geliat yang ada dari pengamatan
terhadap mencit (hewan). Geliat ini dihitung dimulai jika mencit meregangkan
kakinya ke belakang dan menekan perutnya ke bawah. Geliat ini dihitung 1, dan
seterusnya. Sehingga akhir waktu yang ditentukan akan didapat jumlah geliat dari
hewan secara total pada waktu tertentu.
Dalam percobaan, digunakan 3 metode dalam menggambarkan persepsi rasa sakit,
yaitu metode asam asetat sebagai stimulus nyeri perifer, metode plat panas, dan
metode panas menggunakan infra red (IR) sebagai stimulus nyeri sentral.
Alat-alat
Timbangan Elektrik, spuit 1 ml, stopwatch, beaker glass 25 ml, erlenmeyer, hot
plate, plantar test.
25
Bahan-bahan
Aquadest, asam asetat 3%, antalgin 2%, morfin SO4 0,1%, PGA 1%, Paracetamol,
Hewan Uji
Mencit
Morfin SO4
Konsentrasi 0,1% dengan penimbangan 0,025 g morfin yang dilarutkan dalam 25
ml aquadest.
Cara Pembuatan:
Ditimbang 0,025 g morfin, lalu dilarutkan dengan aquadest dalam labu tentukur 25
ml sampai garis tanda.
Asam asetat 2%
Konsentrasi 2% dengan melarutkan 6,67 ml asam asetat dalam aquadest 15% dalam
labu tentukur 50 ml.
26
d. Diamati dan dihitung jumlah geliat selang 10 menit sampai 90 menit
e. Dibuat grafik jumlah geliat vs waktu
27
Grafik
Waktu (menit)
28
MODUL 5
Pendahuluan
Demam atau naiknya suhu tubuh pada umumnya terjadi karena adanya infeksi.
Toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme akan mengganggu sistem pengaturan
panas tubuh di hipotalamus. Selain dapat dipengaruhi oleh toksin dari
mikroorganisme, sistem pengaturan panas tubuh dapat pula dipengaruhi oleh zat-
zat lain yang bersifat toksik yang masuk ke dalam tubuh. Pada suhu di atas 37⁰ C
limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif, dan apabila suhu melampaui 40-41⁰ C
dapat terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal dikarenakan tidak dapat
dikendalikan lagi oleh tubuh.
Berdasarkan konsep-konsep di atas maka dikembangkan cara-cara untuk
melakukan percobaan uji efektivitas antipiretik dari suatu obat. Dinitrofenol pada
mulanya digunakan sebagai senyawa pembentuk panas dan obat untuk menurunkan
berat badan. Ternyata dinitrofenol diketahui sangat toksik dan dapat menyebabkan
katarak.
Antipiretik adalah senyawa yang dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan
demam, salah satu contohnya adalah parasetamol. Antipiretik digunakan secara
ekstensif dalam mengontrol pyrexia yang disebabkan oleh beberapa penyakit viral,
malaria, malignancy, kerusakan jaringan, inflamasi dan tingkat penyakit lain. Untuk
mengevaluasi antipiretik dalam mengatasi demam makan dilakukan percobaan
hewan dengan menggunakan injeksi jamur Brewer atau lipopolisakarida-
lipipolisakarida.
29
Metode Percobaan
Alat
Termometer rectal,timbangan hewan,alat pencatat waktu, spuit (1 ml dan 5 ml), dan
oral sonde.
Bahan-bahan
Larutan NaOH 0,1 N, CMC Na, Parasetamol, Alkohol 70%, Vaseline, 2,4
Dinitrofenol (DNF) atau PGA 1%, Ibuprofen, Asam Mefenamat (penginduksi
demam ragi 1% atau pepton 5%)
Hewan Percobaan
Tikus/ Mencit
30
PROSEDUR KERJA
a. Hewan ditimbang dan diberi tanda.
b. Diukur suhu rata – rata 3 ekor tikus dengan termometer melalui
rektal dengan selang waktu 5 menit sebanyak 3 kali, lalu dirata –
ratakan.
c. Dihitung dosis 2,4 dinitrofenol 0,5% dosis 5 mg/KgBB, diberikan
secara i.m.
d. Diukur kenaikan suhu tubuh tikus dengan selang waktu 5 menit
sampai 20 menit.
e. Dihitung dosis dan diberikan:
i. Tikus I : suspensi CMC Na 0,5% dosis 1% BB secara oral.
ii. Tikus II : suspensi parasetamol 10% dosis 400 mg/kgBB
secara oral.
iii. Tikus III : obat X % dosis 400 mg/KgBB secara oral.
f. Diukur perubahan suhu yang terjadi dengan selang waktu 5 menit
sampai 50 menit.
g. Dibuat grafik suhu vs waktu.
VI. Grafik
Grafik Suhu vs Waktu
Suhu (⁰C)
31
MODUL 6
ANTI INFLAMASI
TUJUAN
Mempelajari daya antiinflamasi obat pada binatang dengan radang buatan.
DASAR TEORI
Inflamasi merupakan reaksi lokal terhadap cedera yang dilakukan oleh
mikrosirkular. Inflamasi dipandang sebagai respon protektif yang sangat diperlukan
dimana tubuh berupaya mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk
memperbaiki diri sendiri sesudah cedera. Cedera paling lazim disebabkan oleh
infeksi bakteri, panas atau dingin berlebn, trauma, zat kimia iritan, dan reaksi
antigen atau antibodi. Mikrosirkulasi yang dimaksud adalah artiriola, venula,
kapiler, dan pembuluh limfa. Fenomena inflamasi meliputi kerusakan pada
mikrovaskular, meningkatkan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke
jaringan radang. Ketika inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskular dimana cairan
elemen-elemen darah, sel darah putih leukosit dan medoiator kimiawi berkumpul
pada tempat terjadinya cedera atau infeksi. Gejala proses inflamasi yang sudah
dikenal adalah panas, kemerahan, pembengkakan, nyeri, dan fungsi terganggu
(Wilmana, 1987).
Inflamasi biasanya dibagi ke dalam tiga fase, yaitu:
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan. Hal ini
terjadi melalui rilis autokoat serta pada umumnya didahului oleh
pembentukan respon imun. Reaksi inflamasi akut dinyatakan dengan
dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit dan cairan. Segera
sesudah masuknya rangsang iritan, terdapat konstriksi singkat arteriola yang
diikuti dilatasi vaskuler berkepanjangan. Hal ini menjururs kepada
merahnya anyaman kapiler dengan darah. Sel- sel tersebut mengelompok di
bagian permukaan sel yang melapisi lumen pembuluh darah yaitu sel
endotel pembuluh. Pengelompokan ini disebut sebagai marginasi.
32
b. Respon imun
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk merespon inflamasi akut serta kronis.
c. Inflamasi kronis (Katzung, 1998).
Setelah cedera terjadi, berlaku perbahan krisis dalam dinding venula dan
kapiler. Pembuluh ini secara normal permeabel terhadapa protein plasma yakni
albumin, globulin, dan fibrinogen menjadi lebih permeabel sehingga mengganggu
keseimbangan dan menyebabkan banyak air meninggalkan darah memasuki
jaringan. Akibatnya, albumin, fglobulin, dan fibrinogen tercurah melalui dinding
kapilr menuju jaringan. Pembengkakan ini dikenal dengan istilah edema, cairannya
disebut eksudat. Leukosit yang terlibat adalah neutrofil bergranuler, bagian yang
merupakan pertahanan pertama melawan mikroorganisme yang masuk. Fungsi
utama neutrofil adalah mencerna dan menghancurkan secara potensial agen
berbahaya seperti bakteri. Selama berlangsungnya poses tersebut, dilepaskan
mediator kimiawi yang diidentifikasi sebagai mediator penyebab vasodilatasi,
permeabilitas pembuluh, dan kemotaksis. Mediator vasodilatasi tersebut misalnya
histamin, bradikinin, dan prostagalandin. Keadaan panas, merah, dan bengkak
diakibatkan aoleh dilatasi pembuluh darah dan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah. Rasa nyeri sebagian besar karena tekanan pada akhirn saraf
sensorik oleh cairan eksudat. Sebagai contoh, kinin (bradikinin) memegang peran
penting dalam proses inflamasi. Kallikrein dan kinin dapat menyebabkan
kemerahan, rasa panas, bengkak, dan nyeri. Produksi kinin ini meningkat selama
inflamasi terjadi. Reseptor bradikinin adalah B1 dan B2 (Katzung, 2004).
Reaksi inflamasi sub akut, didefinisikan sebagai fase reaksi inflamasi akut yang
agak lambat dan dikarakterisasi oleh pengelompokan limfosit dan monosit, serta
pembentukan jaringan granulasi. Jika reaksi inflamasi tidak berhasil memperbaiki
granulasi tersebut, proses akan berlanjut pada inflamasi kronis (Wilmana, 1987).
Prostaglandin sebagai mediator inflamasi dihasilkan dari metabolisme asam
arakidonat. Asam arakidonat berasal dari fosfatidil inositol dan fisfatidol kolin yang
diubah oleh fosfolipase. Asam arakidonat ini kemudian mengalami dua jalur yaitu
siklooksigenase dan lipoksigenase. Dari jalur siklooksigenase akan dihasilkan
prostaglandin dan tromboksan, sedangkan dari jalur lipoksigenase akan dihasilkan
leukotrien. Siklooksigenase memiliki 2 isoenzim yaitu COX-1, bentuk konstitutif
33
yang ada di lambung dan ginjal dan COX-2 yang merupakan penginduksi inflamasi.
Untuk mengatas inflamasi, digunakan obat- obatan yang mencegah terbentuknya
prostaglandin. Obat antiinflamsi dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu:
1. Obat anti inflamasi steroid
Obat- obat golongan ini merupakan kelompok obat kortikosteroid yang
menghambat pengeluaran prostaglandin, tetapi cara kerjanya melalui
penghambatan pembentukan asam arakidonat (induk penghasil
prostaglandin). Golongan ini ada dua jenis yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Obat ini sangat potensial dalam menghambat
pembentukan prostaglandin, tetapi memunculkan efek samping yaitu
terganggunya system agregasi platelet karena kekurangan tromboksan.
Sintesis tromboksan juga ikut terhambat karena asam arakidonat yang
tersedia sedikit.
Contoh obat: prednison.
2. Obat anti inflamasi non streoid
Obat ini bekerjanya dengan menghambat sisntesis prostaglandin melalui
jalur siklooksigenase. Obat ini akan menghambat jalur siklooksigenase
sehingga asam arakidonat akan teralihkan ke jalur lipoksigenase.
Contoh: asetosal. (Lullman, et al., 2000)
METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat:
a. Spuit injeksi
b. Jarum berujung tumpul
c. Timbangan
d. Stop watch
e. Pletismograph
Bahan:
a. Karagenin 1% dalam tilosa 1%
b. Indometasin 1%
c. Prednison 1%
d. Larutan tilosa 0,5%
34
PROSEDUR KERJA
1. Satu kelompok mendapat 3 mencit, timbang beratnya.
2. Beri tanda pada kaki mencit, di atas lututnya
3. Berikan induksi karagenan pada kaki mencit.
4. Setelah 30 menit ukur volume kakinya dengan pletismograph, tandai batas
penimbangan pada kaki mencit
5. Mencit I sebagai control negatif diberi aquadest oral 1ml.
6. Mencit II diberi prednison dosis 5 mg per oral.
7. Mencit III diberi prednison dosis 10mg per oral.
8. Ukur dan catat volume kaki dengan pletismograph
9. Tunggu 30 menit lalu ukur dan catat lagi volume kakinya, lakukan setiap 30
menit sampai 90 menit.
10. Catat hasil praktikum inflamasi untuk tiap obat pada tiap dosis uji.
II
Obat
Waktu (menit)
35
Modul 7
Susunan Saraf Otonom (SSO) dapat dipecah lagi dalam dua cabang
yaitu Susunan (Ortho) Simpatik (SO) dan Susunan Parasimpatik (SP). Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis: bila
suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya.
Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali bahkan bersifat
sinergis.
b. Simpatolitik atau adrenolitik, yaitu obat yang meniru efek bila saraf
parasimpatik ditekan atau melawan efek adrenergik, contohnya
alkaloida sekale, propanolol, dan lain-lain.
36
2. Obat yang berkhasiat terhadap saraf parasimpatik, yang diantaranya
sebagai berikut
a. Parasimpatomimetik atau kolinergik, yaitu obat yang meniru
perangsangan dari saraf parasimpatik oleh asetilkolin, contohnya
pilokarpin dan phisostigmin
b. Parasimpatolitik atau antikolinergik, yaitu obat yang meniru bila
saraf parasimpatik ditekan atau melawan efek kolinergik, contohnya
alkaloida belladonna.
A. ADRENERGIK
Adrenergik adalah senyawa yang mempunyai kerja yang mirip
dengan kerja saraf simpatis jika dirangsang/sama seperti adrenalin dan non
adrenalin. Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya
mirip perangsangan saraf adrenergik atau mirip efek neurotransmitter
norepinefrin dan epinefrin. Golongan ini juga disebut juga obat simpatik atau
simpatomimetik yaitu zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian) efek yang
sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenalin
(NA) di ujung-ujung syarafnya. Obat adrenergik ini selain digunakan untuk
mengobati asma, syok dan henti jantung juga berguna untuk melonggarkan
37
sumbatan hidung, menekan nafsu makan dan mengurangi efek penyakit
alergik.
38
menghambat pemasukan norepinefrin pada membran saraf. Contoh
obat ini adalah Amfetamin dan tiramin
B. KOLINERGIK
Kolinergik atau parasimpatomimetik adalah sekelompok zat yang
dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis
(SP), karena melepaskan neurohormonasetilkolin (ACh) diujung-ujung
neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan
menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP
dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan
tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan
jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung
(HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi,antara lain dengan
mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan
darah,memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek
penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat
lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan
efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot
39
kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya, dan lain-
lain (Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat Kolinergik sering disebut juga sebagai obat
parasimpatomimetik karena bekerjanya mirip dengan rangsangan saraf
parasimpatis. Obat obat kolinergik juga dikenal dengan kolinomimetik,
perangsang kolinergik atau agonis kolinergik. Asitelkolin (AK) adalah
neurotransmitter yang terdapat pada ganglion dan ujung saraf terminal
parasimpatis dan mempersarafi reseptor-reseptor pada organ, jaringan, dan
kelenjar. Ada dua jenis reseptor kolinergik :
1. Reseptor muskarinik yang merangsang otot polos dan memperlambat
denyut jantung
40
Keadaan ini memperpanjang efek asetilkolin pada semua tempat
pelepasannya.
Contoh Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat
dan isoflurofat.
41
METODE PERCOBAAN
Mencit 4 ekor
Papan yang mempunyai permukaan datar + dilapisi kertas saring (kotak-
kotak 4 x 4 cm)
Pilocarpin 1 % (SC)
Atropin (per oral)
Uretan 10% (Luminal ip)
PROSEDUR KERJA
1. Binatang percobaan dipuasakan selama lebih kurang 12 jam
2. Larutan atropin sulfat (diberikan ip)
3. Setelah 30 menit Atropin sulfat diberikan diinjeksikan urethan secara i.p
(dosis 1.8 gram/kg BB)
4. Setelah hewan teranestesi secara sempurna (15 menit) injeksikan 0.2 ml
larutan pilocarpin secara s.c
5. Letakkan diatas papan yang dilapisi kertas saring.
6. Pindah tempatkan mencit ketempat lain setiap 5 menit.
7. Lingkari dengan pensil kertas saring yang basah oleh air ludahnya dan hitung
luasnya
42
Modul 8
Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui efek pemberian minuman stimulan terhadap kelelahan
pada mencit yang diinduksi dengan aktivitas fisik melalui uji renang.
Pendahuluan
Salah satu fungsi terpenting dari jaringan otot adalah untuk kontraksi.
Dalam proses terjadinya kontraksi otot dibutuhkan transmisi neuromuskuler, ion
kalsium, dan energi. Energi yang berasal dari makanan tidak dapat ditransfer
langsung ke dalam sel untuk proses biologis, sekalipun makanan tersebut tersedia
dalam bentuk nutrisi energi.(1,2) Kontraksi sel otot membutuhkan energi dalam
bentuk adenosine triphosphate (ATP). Selanjutnya ATP akan dihidrolisis menjadi
adenosine diphosphate (ADP) dan energi yang digunakan untuk kontraksi. Proses
ini dapat terus berlangsung selama persediaan ATP intrasel masih ada. Namun
karena ATP yang tersedia jumlahnya sangat sedikit, akan habis terpakai untuk
kontraksi otot dalam waktu yang sangat singkat.(1-3) Total persediaan ATP di
dalam tubuh juga jumlahnya sangat terbatas yaitu sekitar 80 sampai 100 g dan
hanya mencukupi untuk aktivitas maksimal selama beberapa detik. Selanjutnya
kebutuhan energi dipenuhi dari sintesis ATP melalui jalur oksidatif dari creatine
phosphate (CP). Konsentrasi CP di dalam sel adalah sekitar empat sampai enam
kali lebih besar dari persediaan ATP. Proses oksidatif ini sangat bergantung pada
ketersediaan O2 dan cadangan glikogen yang berasal dari glukosa. Energi yang
diperoleh dari CP ini juga hanya mencukupi kebutuhan kontraksi otot untuk
beberapa detik saja, dan untuk selanjutnya ATP akan dipenuhi melalui proses
fosforilasi non oksidatif (anaerob). Metabolisme anaerob memanfaatkan glukosa
dan glikogen melalui proses glikolisis tanpa O2 menghasilkan ATP dan sisa
metabolisme berupa asam laktat.
Dengan demikian, meskipun otot mampu berkontraksi dengan cepat, tetapi
karena persediaan ATP adalah terbatas maka kerja otot hanya dapat berlangsung
singkat dan akhirnya akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan atau fatigue
merupakan suatu keadaan di mana sel otot tidak mampu lagi untuk berkontraksi
43
akibat kekurangan ATP, neuromuscular junction tidak mampu meneruskan
rangsang, disertai akumulasi asam laktat. Kelelahan akan menimbulkan rasa nyeri
akibat iskemia jaringan otot.
Minuman stimulan banyak dikonsumsi masyarakat luas sebagai minuman
suplemen untuk menambah tenaga dan mengurangi kelelahan akibat kerja fisik
sebagaimana dipromosikan oleh produsennya. Ada banyak jenis minuman
stimulan, tetapi yang digunakan untuk penelitian ini mengandung taurin, vitamin
B1, B6, B12, kafein, ginseng, madu, glukosa, dan beberapa zat aditif lainnya.
Taurin adalah asam amino yang berperan dalam proses konjugasi asam empedu di
dalam tubuh.Taurin diindikasikan sebagai ajuvan pada terapi hiperkolesterolemia
dan gangguan kardiovaskuler. Vitamin merupakan zat yang dibutuhkan dalam
jumlah kecil sebagai koenzim yang berperan dalam proses metabolisme tubuh,
termasuk juga dalam metabolisme energi.
Defisiensi vitamin B1, B6, dan B12 akan menimbulkan gejala pada saraf
perifer berupa neuritis.(6) Hal ini menyebabkan banyak orang mengkonsumsi
vitamin B1, B6, dan B12 dalam jumlah yang berlebihan untuk meningkatkan
metabolisme dalam sel saraf, meskipun diketahui bahwa untuk proses ini hanya
dibutuhkan vitamin dalam jumlah kecil dan kelebihannya akan diekskresikan
melalui urine. Kafein yang juga terdapat pada minuman stimulan kopi, digolongkan
sebagai obat stimulan susunan saraf otak.(7-8) Penggunaan kafein dalam dosis
terapi akan meningkatkan kewaspadaan, mengurangi kantuk dan rasa lelah,
mempercepat daya berpikir, namun berkurang dalam kemampuan untuk pekerjaan
yang membutuhkan koordinasi otot yang halus. Meskipun demikian, penggunaan
kafein dengan dosis yang berlebih atau pada orang yang sesnsitif dapat
menimbulkan efek samping gelisah, gugup, insonmnia, tremor, palpitasi, dan
kejang.(7-8) Ginseng berasal dari akar tumbuhan ginseng dan mengandung
saponin.(5) Meskipun belum didukung dengan hasil uji klinik yang cukup, ginseng
banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan stimulan saraf
pusat.(5) Madu dan glukosa merupakan karbohidrat yang dapat digunakan sebagai
sumber energi.
44
Alat Dan Bahan
Alat-alat
Timbangan Elektrik, Sonde, stopwatch, beaker glass, Erlenmeyer,Mortir &
stempler,Bak Renang, Beban 2-3 gram, Benang Kasur
Bahan-Bahan
1. Aquadest
2. Minuman stimulan Berbagai Merk
Hewan Uji
Mencit
Prosedur Percobaan
1. Timbang Hewan Uji (Mencit) dan Tandai
2. Hitung Dosis dan Volume Pemberian pada masing-masing sediaan obat
yang di berikan
3. Diberikan Larutan Minuman stimulan yang sudah di hitung dosisnya
(Pemberian Secara oral)
4. Diamkan Mencit selama 30 menit
5. Setelah 30 menit mencit di renangkan dengan menambahkan beban
sebesar 2-3 gram pada bagian pangkal ekornya
6. Amati dan catat waktu mencit berenang sampai kelelahan yang di tandai
dengan kepala mencit masuk seruruhnya kedalam air (tenggelam)
45
Tabel Lama Waktu Kelelaha Mencit Setelah Diberi Stimulan (*dalam Menit)
Perlakuan
N
(Mencit Kel I Kel II Kel III Kel IV Kel V Kel VI
o
Renang)
Mencit I
1 Mencit II
Mencit III
Waktu (menit)
46
MODUL 9
Pendahuluan
Diare berasal dari kata dia: melewati; rheein: mengalir, secara umum didefinisikan
sebagai peningkatan frekuensi dari buang air besar dan bentuk tinja yang tidak
normal atau cair (Navaneethan dan Ralph, 2011). Dapat juga dikatakan sebagai
peningkatan abnormal liquiditas, frekuensi (>3/hari), berat feses (> 200g per hari).
Kandungan cairan penentu utama volume dan konsistensi feses umumnya adalah
70- 85%. Kandungan bersih cairan feses menggambarkan keseimbangan input dan
output lumen. Input lumen terdiri ingesti serta sekresi air dan elektrolit sedangkan
output lumen adalah absorpsi sepanjang saluran cerna. Adanya ketidakseimbangan
input dan output lumen ini akan menginduksi terjadinya diare. Keseimbangan ini
dijaga oleh saluran cerna dengan cara mengekstraksi air, mineral, dan nutrien dari
isi lumen, serta menyisakan sejumlah cairan tertentu yang sesuai untuk
memudahkan pengeluaran zat sampah melalui proses defekasi. Pada keadaan
normal, kapasitas absorpsi total usus halus 16L dan kolon 4-5 L. Mekanisme
Neurohumoral, patogen, obat-obatan dapat merubahnya baik absorpi maupun
sekresi, juga perubahan motilitas (Sunoto dan Wiharta, 1987).
Pada keadaan normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi
bubur kimus kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh
enzim-enzim pencernaan. Setelah zat-zat gizi diresorpsi oleh vili ke dalam darah,
sisa kimus yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicerna diteruskan
ke usus besar (colon). Selanjutnya bakteri flora normal akan mencerna lagi sisa
(serat) tersebut, sehingga sebagian dari padanya dapat diserap selama perjalanan
melalui usus besar. Air juga diresorpsi kembali sehingga lambat laun isi usus
menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh menjadi tinja. Namun pada diare
terjadi peningkatan peristaltik usus sehingga pelintasan kimus sangat dipercepat
47
dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tinja. Selain itu
terjadinya penumpukan cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau
terjadinya hipersekresi (Tjay dan Rahardja, 2007). Diare dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri dan virus, obat, makanan, pemanis buatan, kafein dan alkohol serta
pada kondisi Premenstrual Syndrome. Berdasarkan patofisiologinya diare dibagi
atas diare osmotik, diare sekretorik, diare eksudatif, dan motility. Diare yang terus
menerus perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan dehidrasi, hilangnya nutrient,
dan asidosis metabolik akibat keluarnya HCO3- (Sherwood, 2011).
Obat Antidiare
Atas dasar patogenesis terjadinya diare serta khasiat farmakologisnya, maka obat
antidiare dibagi dalam lima golongan besar, yaitu (Sunoto dan Wiharta, 1987):
a. Obat Adsorben, yaitu: kaolin, Bismuth subsalisilat, karbon aktif
b. Obat Antisekretorik, yaitu: kolestiramin, Bismuth subsalisilat, racecadotril
c. Obat Antimotilitas, yaitu: Loperamid, difenoksilat, octreotide, racecadotril
d. Obat Antikolinergik, yaitu: belladonna alkaloids, atropine, hyoscyamine
e. Obat Antimikroba, yaitu: tetrasiklin, furazolidon, kloramfenikol,
kotrimoksazol
48
Selain itu diperluka juga pemberian larutan rehidrasi oral dilakukan pada pasien
diare untuk mengganti cairan yang hilang akibat diare.
Metode
Alat-alat
Spuit dengan oral sonde, restrainer tikus, alat bedah, alat ukur panjang.
Bahan-bahan
Oleum ricini, Loperamid, norit 5% sebagai marker, suspensi CMC 0,5%.
Hewan percobaan
Tikus
Prosedur percobaan
A. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
2. Kelompok kontrol, diberikan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml
3. diberikan Oleum Ricini sebanyak 2 ml dan suspensi Norit 5% sebanyak 1
ml
4. diberi ekstrak tumbuhan
5. diberi suspensi Loperamid 0,05% dosis 1,4 mg/kg BB
B. Setelah 60 menit, diberikan Oleum Ricini sebanyak 2 ml.
C. Pada menit ke-120 semua hewan diberikan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml.
D. Pada menit ke-180 semua hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus
dikeluarkan secara hati-hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit
mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh
usus dari pilorus sampai katup ileosekal dari masing-masing hewan.
E. Hitung persen lintas yang dilalui oleh marker norit terhadap panjang usus
seluruhnya.
F. Analisis secara statistik persen lintas antara kelompok uji dengan pembanding
dan kelompok uji dengan kontrol.
49
MODUL 10
Pendahuluan
Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun secara
klinik diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+ dan anion
yang menyertainya, biasanya Cl-. (Dasar Farmakologi Terapi). Diuretik tidak hanya
mengubah ekskresi Na+, tetapi juga memodifikasi pengaturan kation lain (misalnya
K+, H+, Ca2+, dan Mg2+), anion lain (seperti Cl-, HCO3-, dan H2PO4-) dan asam
urat oleh ginjal. Selain itu, diuretik juga secara tidak langsung dapat mengubah
hemodinamik ginjal.
Pada banyak penyakit, jumlah natrium klorida yang direabsorbsi oleh
tubulus ginjal adalah tinggi secara abnormal. Hal ini mengakibatkan retensi air,
peningkatan volume darah dan ekspansi kompartemen cairan ekstravaskuler, yang
mengakibatkan edema jaringan. Beberapa penyakit edema jaringan yang biasa
dihadapi meliputi gagal jantung, asites hepatik dan sindrome nefrotik.
Diuretik juga diketahui digunakan secara luas dalam terapi penyakit
nonedema seperti hipertensi, hiperkalsemia dan diabetes insipides. Diuretik dapat
dibedakan menjadi :
1. Diuretik tiazid dan analog mirip tiazid
2. Diuretik loop dan high-ceilling
3. Diuretik hemat kalium
4. Penghambat karbonik anhidrase
50
Alat & Bahan
Alat-alat
Bahan-bahan
Aquadest, furosemid 40 mg, spinorolacton, hidroclortiazide, Dexametason injeksi,
aqua pro injeksi, etanol 70%, dan Na CMC 0,25%.
Hewan Uji
Mencit
sedikit demi sedikit, gerus hingga homogen. Tablet obat dimasukkan ke dalam
PROSEDUR KERJA
1. Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor
2. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
3. Mencit kemudian dibagi dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari 3 ekor mencit.
4. Kemudian masing-masing kelompok diberikan perlakukan dimana
a. kelompok I adalah kontrol, diberikan Na.CMC1%,
b. kelompok 2 diberikan suspensi hidroclortiazide,
c. kelompok 3, diberikan suspensi Spironolakton,
51
d. Kelompok 4, diberikan suspensi Furosemid. Pemberian dilakukan
secara intraperitonial (ip) atau secara oral dengan volume pemberian
0,2 ml/30 g BB mencit.
5. Mencit kemudian ditempatkan dalam kandang khusus yang memilki
penampungan urine.
6. Urine mencit ditampung selama 2 jam, dengan pencatatan volume urine
dilakukan tiap 30 menit.
7. Urine yang terkumpul kemudian ditentukan kandungan Ion Na+, dan
K+
8. Dibuat grafik volume urine vs waktu
9. Dianalisis data secara statistik
Grafik
Waktu (menit)
52