Anda di halaman 1dari 44

PANDUAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH FISIOLOGI HEWAN

Disusun oleh

IRMANING RAHAYU
1721160018

Dosen pengampu: Dr. Tomi Hidayat, M.Pd

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU


HOMEOSTASI

I. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses isotonik,
hipertonik, dan hipotonik pada membram sel telur.

II. Landasa Teori


Homeostasis pertama kali dikenalkan oleh Walter Canon menyebutkan bahwa
keadaan stabil dinamis unsur-unsur pokok lingkungan internal (milleu interiur) yang
mengelilingi dan saling bertukar berbagai zat dengan sel. Homeostasis mengacu kepada
pemeliharaan suatu keadaan stabil dinamis di dalam lingkungan cairan internal yang
membasuh semua sel tubuh. Karena sel-sel tubuh tidak berkontak langsung dengan
lingkungan luar, kelangsungan hidup sel bergantung pada pemeliharaan lingkungan
cairan internal yang stabil yang berhubungan langsung dengan sel. Sebagai contoh, di
lingkungan internal O2 dan zat-zat gizi harus terus menerus diganti sesuai kecepatan
penggunaannya oleh sel (Agung, 2008). Dalam tubuh mahluk hidup, lingkungan mikro
sel ditentukan oleh membran sel. Karakteristik permeabilitasnya mengontrol ion-ion
yang masuk, zat- zat yang dikeluarkan, dan kondisi-kondisi interior yang dihasilkan
sifat selektif membran pada lingkungan. Sel-sel yang berhasil beradaptasi dengan
habitat tertentu menunjukkan kemampuan untuk mengontrol fluktuasi dalam
kompartmen interior, untuk memastikan kekonstanan dalam derajat tertentu (Fried,
2006). Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal
tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis. Adaptasi
fisiologis terhadap stress merupakan kemampuan oleh tubuh untuk mempertahankan
keadaan relatif seimbang. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme
adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis. Perpindahan zat-zat yang
terjadi dalam sel ataupun masuknya zat-zat ke dalam sel melalui suatu membran
plasma. Membran ini memiliki sifat memilih atau melakukan seleksi terhadap zat-zat
dari luar yang boleh masuk ke dalam sel Sehingga membran plasma ini disebut
membran yang semi-permeable (Jummen, 2012). Perubahan kondisi lingkungan
internal dapat timbul karena dua hal yaitu adanya perubahan aktivitas sel tubuh dan
perubahan lingkungan eksternal yang berlangsung terus-menerus. Untuk
menyelenggarakan seluruh aktivitas sel dalam tubuhnya, hewan selalu memerlukan
pasokan berbagai bahan dari lingkungan luar secara konstan/tetap.
Mekanisme pengendalian kondisi homeostasis berlangsung melalui sistem umpan
balik. Ada dua macam sistem umpan balik, yaitu umpan balik positif dan negatif.
Sistem umpan balik yang berfungsi dalam pengendalian kondisi homeostasis pada
tubuh hewan adalah sistem umpan balik negatif. Sistem umpan balik negatif dapat
didefinisikan sebagai perubahan suatu variabel yang dilawan oleh suatu cenderung
mengembalikan perubahan tersebut kekeadaan semula. Perubahan yang terjadi pada
sistem umpan balik positif berlawanan dengan peristiwa pada sistem umpan balik
negatif. Pada sistem umpan balik positif, perubahan awal suatu variabel akan
menghasilkan perubahan yang semakin besar (Isnaeni, 2006). Sistem kontrol
homeostasis memiliki 3 komponen fungsional : sebuah reseptor, sebuah pusat kontrol,
dan sebuah efektor. Reseptor mendeteksi perubahan beberapa variabel lingkungan
internal hewan, seperti perubahan suhu tubuh. Pusat kontrol memproses informasi yang
diterima dari reseptor dan mengarahkan suatu respon yang tepat melalui efektor
(Campbell, 2004)

III. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu gelas air mineral, jarum pentul,
pipet sedotan, penggaris, lilin, gunting dan stopwatch.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu aquadest, larutan NaCl 0,5%,
1%, dan 2%, telur bebek, telur ayam ras, dan telur ayam kampung.

IV. Cara Kerja


Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:
1. Melepaskan cangkang masing-masing telur bagian atas dan bawah dengan hati-
hati dan mengusahakan agar membran telur bawah tidak ikut terlepas saat
membuka cangkang telur bagian bawah.
2. Memasukkan pipet bening ke dalam telur dengan hati-hati dan mengusahakan agar
pipet tidak menembus membran telur bagian bawah.
3. Memasukkan telur tersebut (ayam ras, kampung, dan bebek) masing-masing ke
dalam gelas air mineral yang berisi aquadest, NaCl 0,5%, 1%, dan 2%.
4. Mengamati dan mengukur perubahan tinggi larutan pada pipet transparan untuk
tiap-tiap telur dalam interval waktu 5 menit selama 12 kali pengulangan.

V. Hasil Pengamatan
hasil pengamatan pada percobaan ini di masukkan kedalam tabel sebagai berikut:
1. Telur ayam kampung
No Larutan Tinggi cairan pada sedotan setiap 5 menit (cm)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
1 Aquadest
2 NaCl 0,5 %
3 NaCl 1%
4 NaCl 2%

2. Telur ayam ras


No Larutan Tinggi cairan pada sedotan setiap 5 menit (cm)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
1 Aquadest
2 NaCl 0,5 %
3 NaCl 1%
4 NaCl 2%

3. Telur bebek
No Larutan Tinggi cairan pada sedotan setiap 5 menit (cm)
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
1 Aquadest
2 NaCl 0,5 %
3 NaCl 1%
4 NaCl 2%
TRANSPORTASI MEMBRAN SEL

I. Tujuan
Membandingkan antara proses difusi, osmosis, turgor, plasmolisis, krenasi, dan
hemolisis sehingga dapat diketahui perbedaannya dengan jelas.

II. Landasan Teori


Membran memiliki tiga macam sifat, yaitu: permeabel, semipermeabel
(permeabel selektif), dan impermeabel. Membran permeabel adalah membran
yang dapat dilalui oleh semua jenis zat. Membran semipermeabel adalah membran
yang hanya dapat dilalui oleh zat pelarut saja. Membran impermeabel adalah
membran yang tidak dapat dilalui oleh semua jenis zat. Sifat semipermeabel dari
membran plasma menyebabkan air dapat keluar-masuk membran sehingga
menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa difusi, osmosis, turgor, plasmolisis,
krenasi, Hemolisis. Difusi sering didefinisikan dengan perpindahan suatu zat
terlarut dari konsentrasi zat terlarut tinggi ke konsentrasi zat terlarut rendah baik
melalui mebran atau tanpa membran. Osmosis adalah perpindahan zat pelarut (air)
melalui membran permiabel selektif dari konsentrasi zat pelarut tinggi (encer) ke
konsentrasi zat pelarut rendah (pekat). Larutan isotonis adalah larutan yang
memiliki konsentrasi yang sama dengan cairan tubuh, misalnya larutan NaCl
fisiologis 0.9%. Larutan hipotonis adalah larutan yang memiliki konsentrasi yang
lebih rendah dari cairan tubuh, misalnya NaCl 0.6%. Larutan hipertonis adalah
larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dari cairan tubuh, misalnya
NaCl 1.0%. Bila suatu tumbuhan diletakkan di dalam larutan hipotonis (misalnya
air suling) maka air akan masuk ke dalam sel dan disimpan dalam vakuola,
sehingga menimbulkan tekanan terhadap membran plasma dinding sel yang
disebut turgor. Sebaliknya sel tumbuhan ditempatkan pada larutan hipertonik maka
air akan keluar dari vakuola sehingga plasma mengerut dan terlepas dari dinding
sel. Proses ini disebut plasmolisis. Bila suatu sel hewan diletakkan di dalam
larutan hipotonis (air suling) maka air akan masuk ke dalam sel sehingga sel
hewan akan mengalami lisis atau hemolisis. Sedangkan jika sel hewan diletakkan
di larutan hipertonis maka air dari dalam sel akan keluar sehingga menyebabkan
krenasi.
III. Alat Dan Bahan

1. Mikroskop Biologi 10. Larutan garam 20%


2. Kaca Benda (objeck glass) 11. Larutan eosin 5. KMnO4
3. Kaca Penutup (cover glass) 12. Aquadest
4. Penggaris 13. Lanset
5. Cawan Petri 14. Darah
6. Gelas Piala 15. Alkohol
7. Garam 16. Kapas
8. Kertas saring 17. NaCl 0.6% dan NaCl 1.0%

IV. Cara Kerja


Percobaan 1. Difusi
1. Isilah gelas piala dengan air sampai hampir penuh.
2. Letakkan sedikit KMnO4 di atas kertas saring, lalu letakkan kertas saring
tersebut di atas gelas piala.
3. Biarkan selama sekitar 5 menit.
4. Amati apa yang terjadi setelah 5 menit. Catat perubahan yang terjadi!
5. Diskusikan dan buatlah laporan!

Percobaan 2. Krenasi dan Hemolisis pada Hewan


1. Olesi alkohol 70% pada salah satu ujung jari secara aseptik (steril).
2. Tusuk ujung jari dengan menggunakan lanset.
3. Tetesi darah pada kaca benda (objeck glass) yang diberi label A dan B.
4. Tambahkan NaCl 0.6% pada kaca benda A dan NaCl 1% pada kaca benda B.
5. Amati perubahan yang terjadi di bawah mikroskop! Gambarkan dan buat
laporan!

V. Pertanyaan
1. Analisislah hasil pengamatan yang telah dilakukan dan gambarkan hasil
pengamatan?
2. Buatlah laporan dari kegiatan ini!
SISTEM SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS

I. Tujuan
Untuk mengetahui macam-macam refleks yang dikendalikan otak dan untuk
mengetahui macam-macam refleks yang dikendalikan oleh medulla spinalis.

II. Landasan Teori


Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf
otonom. Pada tingkat yang paling sederhana, organisasi sistem saraf hanya
tersusun atas sebuah neuron dengan dendrit dan akson. Meskipun masih sangat
sederhana, dengan susunan sistem saraf yang demikian ternyata hewan mampu
menanggapi berbagai perubahan di lingkungannya. Neuron tersusun dalam sirkuit
yang terdiri dari dua atau atau lebih jenis fungsional. Sirkuit neuron yang paling
sederhana hanya melibatkan sinapsis antara dua jenis neuron, neuron sensoris dan
neuron motoris. Tiap neuron sensoris mengirimkan sinyal dari reseptor sensoris
ke neuron motoris, yang selanjutnya mengirimkan sinyal ke efektor. Hasilnya
adalah suatu respons otomatis yang sederhana disebut refleks (Isnaeni, 2006).
Pada dasarnya semua sel memiliki sifat iritabilitas, artinya sel dapat
menanggapi rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih
sangat menonjol pada sel otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon
apabila padanya diberikan rangsangan lewat saraf atau langsung pada otot. Respon
yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon
yang pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses pembentukan
potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf
hanya dapat diamati pada efektornya (Hendra, 2011). Sel saraf bekerja dengan
cara menimbulkan dan menjalarkan impuls. Impuls dapat menjalar pada sebuah sel
saraf, tetapi juga dapat menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Komunikasi
antara satu neuron dengan neuron lainnya atau dengan otot dan kelenjar melalui
proses transmisi sinaptik. Terdapat dua jenis transmisi sinaptik: transmisi sinaptik
elektrik dan kimiawi. Pada transmisi sinaptik terjadi hubungan dimana akson dari
suatu neuron sel presinaps akan berhubungan dengan dendrit dan akson neuron
postsinaps (Halwatiah, 2009).
Menurut Campbell (2004), fungsi utama sistem saraf:
a. Untuk mendeteksi, menganalisa, menggunakan, dan menghantarkan semua
informasi yang ditimbulkan oleh rangsang sensoris dan perubahan mekanis
dan kimia yang terjadi di dalam lingkungan internal dan eksternal.
b. Untuk mengorganisir dan mengatur, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung, sebagian terbesar fungsi tubuh, terutama kegiatan endokrin.
Menurut Tika (2011), ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf,
yaitu:
1. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari
berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-
sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
3. Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan
oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah
otot dan kelenjar.

III. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Stopwatch, alat seksi, alat
tulis menulis, bak plastik, bunsen, jarum pentul, kaki tiga, korek, dan termometer.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu katak (Rana
cancarivora).

IV. Cara Kerja


Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:
a. Katak normal
1. Meletakkan katak dengan posisi normal pada papan. Mengamati kepala,
mata, dan anggota geraknya.
2. Menghitung frekuensi pernapasan per menit dengan cara menghitung
gerakan kulit pada rahang bawah.
3. Mengamati keseimbangan dengan cara:
 Meletakkan katak dengan posisi telentang pada papan, memutar
papan secara horizontal, mengamati posisi dan gerak kepala, mata,
dan anggota geraknya.
 Memiringkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit
terangkat, dan melihat apa yang terjadi.
4. Memasukkan katak kedalam bak berisi air, dan mengamati cara
berenangnya.
5. Mengeluarkan katak dari air dan meraba kekenyalan otot kakinya.

6. Meletakkan katak pada posisi normal kembali. Menarik salah satu


kakinya, meraba kekenyalan otot kaki tersebut dan kemudian
melepaskan.
7. Mencubit jari kaki dengan pinset, dan melihat apa yang terjadi.

8. Memasukkan salah satu kaki kedalam gelas piala berisi air (suhu kamar),
kemudian memanaskannya. Melihat pada suhu berapa katak bereaksi.
9. Memasukkan jari kaki yang lain kedalam air panas (±80ºC) dan melihat
perubahan yang terjadi.
b. Katak coba (Single-pithing)
1. Merusak otak katak dengan single-pithing, yaitu dengan cara
memegangnya dengan menggunakan telunjuk pada bagian kepala dan
ibu jari bagian belakang/otaknya.
2. Setelah itu menusuk dengan jarum pentul pada bagian kepala kemudian
menggoyangkan jarum pentul tersebut.
3. Mengistirahatkan katak selama 5-6 menit untuk menghilangkan spinal
shock.
4. Meletakkan katak dengan posisi normal pada papan. Mengamati kepala,
mata, dan anggota geraknya.
5. Menghitung frekuensi pernapasan per menit dengan cara menghitung
gerakan kulit pada rahang bawah.
6. Mengamati keseimbangan dengan cara:
 Meletakkan katak dengan posisi telentang pada papan, memutar
papan secara horizontal, mengamati posisi dan gerak kepala, mata,
dan anggota geraknya.
 Memiringkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit
terangkat, dan melihat apa yang terjadi.
7. Memasukkan katak kedalam bak berisi air, dan mengamati cara
berenangnya.
8. Mengeluarkan katak dari air dan meraba kekenyalan otot kakinya dan
meletakkan katak pada posisi normal kembali. Menarik salah satu kakinya
ke belakang, meraba kekenyalan otot kaki tersebut dan kemudian
melepaskan.

9. Mencubit jari kaki dengan pinset, dan melihat apa yang terjadi.
Memasukkan salah satu kaki kedalam gelas piala berisi air (suhu kamar),
kemudian memanaskannya. Melihat pada suhu berapa katak bereaksi.
10. Memasukkan jari kaki yang lain kedalam air panas (±80ºC) dan melihat
perubahan yang terjadi.
c. Katak coba (Double-pithing)

1. Merusak otak katak dengan single-pithing, yaitu dengan cara


memegangnya dengan menggunakan telunjuk pada bagian kepala dan
ibu jari bagian belakang/otaknya.
2. Setelah itu menusuk dengan jarum pentul pada bagian kepala kemudian
menggoyangkan jarum pentul tersebut.
3. Mengistirahatkan katak selama 5-6 menit untuk menghilangkan spinal
shock.
4. Meletakkan katak dengan posisi normal pada papan. Mengamati kepala,
mata, dan anggota geraknya.
5. Menghitung frekuensi pernapasan per menit dengan cara menghitung
gerakan kulit pada rahang bawah.
6. Mengamati keseimbangan dengan cara:
 Meletakkan katak dengan posisi telentang pada papan, memutar
papan secara horizontal, mengamati posisi kepala, mata, dan
anggota geraknya.
 Memiringkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit
terangkat, dan melihat apa yang terjadi.
7. Memasukkan katak kedalam bak berisi air, dan mengamati cara
berenangnya.
8. Mengeluarkan katak dari air dan meraba kekenyalan otot kakinya.

9. Meletakkan katak pada posisi normal kembali. Menarik salah satu


kakinya, meraba kekenyalan otot kaki tersebut dan kemudian
melepaskan.
10. Mencubit jari kaki dengan pinset, dan melihat apa yang terjadi.

11. Memasukkan salah satu kaki kedalam gelas piala berisi air (suhu
kamar), kemudian memanaskannya. Melihat pada suhu berapa katak
bereaksi.
12. Memasukkan jari kaki yang lain kedalam air panas (±80ºC) dan melihat
perubahan yang terjadi.

V. Pertanyaan
1. Bagaimana perbedaan Sistem Saraf Pusat Sebagai Pengendali Gerak Refleks
pada percobaan?
2. Buatlah kesimpulan dari hasil pengamatan diatas?
RESEPTOR DAN AFEKTOR

SIFAT AKSI REFLEKS

I. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mempelajari beberapa
sifat berbagai refleks sederhana.

II. Landasan Teori


Jaringan saraf terdiri dari 3 komponen yang mempunyai struktur dan fungsi
yang berbeda, yaitu sel saraf (neuron) yang mampu menghantarkan impuls, sel
Schwann yang merupakan pembungkus kebanyakan akson dari sistem saraf perifir
dan sel penyokong (neuroglia). Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat
sederhana untuk menjelaskan penghantar impuls oleh saraf. Gerak pada umumnya
terjadi secara sadar, namun ada pula garak yang terjadi tanpa di sadari yaitu gerak
refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke
saraf sensoris di bawah ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak kemudian hasil
olahan oleh otak berupa tanggapan, di bawah oleh saraf motoric sebagai perintah
yang harus dilaksanakan oleh efektor (Kimball, 1994).
Refleks adalah mekanisme reaksi terhadap rangsangan di bawah sadar.
Perilaku naluriah dari hewan yang lebih rendah dikuasai sebagian besar oleh
refleks, pada manusia perilaku lebih banyak merupakan suatu masalah dari
persyaratan dan refleks bekerja sebagai mekanisme pertahanan dasar, namun
refleks-refleks ini sangat penting artinya di dalam mendiagnosis dan melokalisasi
lesi neurologi (Wiwi, 2006).
Gerak refleks ialah gerakan pintas ke sumsum tulang belakang. Ciri refleks
adalah respon yang terjadi berlangsung dengan cepat dan tidak disadari.
Sedangkan lengkung refleks adalah lintasan terpendek gerak refleks. Gerak refleks
berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan,
tanpa memerlukan kontrol dari otak. Contoh gerak refleks misalnya berkedip,
bersin, atau batuk (Syamsuri, 2004). Menurut Hendry (2011), proses yang terjadi
pada refleks melalui jalan tertentu disebut lengkung refleks. Komponen-komponen
yang dilalui refleks adalah sebagai berikut:
1. Reseptor rangsangan sensoris: ujung distal dendrit yang menerima stimulus
peka terhadap suatu rangsangan misalnya kulit.
2. Neuron aferen (sensoris): melintas sepanjang neuron sensorik sampai ke
medula spinalis yang dapat menghantarkan impuls menuju ke susunan saraf
pusat.
3. Neuron eferen (motorik): melintas sepanjang akson neuron motorik sampai ke
efektor yang akan merespon impuls eferen menghantarkan impuls ke perifer
sehingga menghasilkan aksi yang khas.
4. Alat efektor: dapat berupa otot rangka, otot jantung, atau otot polos kelenjar
yang merespons, merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh suatu
serat otot atau kelenjar. Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau
jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian
diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung
(asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor
untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut
lengkung refleks (Achmat, 2011).

III. Alat Dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu alat tulis menulis, senter
handphone, palu ketok dan sepotong tongkat. Sedangkan bahan yang digunakan
pada percobaan ini yaitu orang coba.

IV. Cara Kerja


Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu:
a. Refleks sinar cahaya dan pupil
Menutup kedua mata selama 1 menit sampai 2 menit. Membuka dengan cepat
dan memperhatikan perubahan pupil yang terjadi, menyenter mata dan
memperhatikan pupil.
b. Refleks silio-spinal
Mencubit tengkuk dan kemudian memperhatikan diatas pupil pada orang
coba.
c. Refleks akomodasi
Memandang berturut-turut benda jarak jauh dan dekat. Memperhatikan
perubahan pupil.
d. Refleks telapak tangan
Meletakkan benda kecil berbentuk silinder pada telapak tangan
memperhatikan refleks pada mata yang terjadi.
e. Refleks patella
Mengetuk ligamentum patella sewaktu subjek sedang duduk dengan lutut
disilangkan. Mengulangi sekali lagi subjek mengepalkan tinju kuat-kuat atau
selagi membaca.
f. Refleks telapak kaki
Menekan atau menggelitik dengan menggunakan alat tumpul telapak kaki
subjek. Memperhatikan efeknya pada jari-jari kaki.
g. Refleks bersin
Mengusahakan bersin sekuat-kuatnya. Memperhatikan refleks pada tubuh
orang coba.

V. Hasil Pengamatan
hasil pengamatan pada percobaan ini di masukkan kedalam tabel sebagai berikut:

No Gerak Refleks Perubahan


1 Refleks cahaya dan pupil
2 Refleks akomodasi jarak jauh
3 Refleks akomodasi jarak dekat
4 Refleks telapak tangan
5 Refleks patella
6 Refleks telapak kaki
7 Refleks siolio-spinal
8 Refleks bersin
Buatlah laporan dari hasil kegiatan praktikum diatas.

SISTEM ENDOKRIN
Tes Kehamilan Instant (Rapid Test)
I. Tujuan
Menentukan Kadar HCG pada urin

II. Landasan Teori


Sistem endokrin merupakan sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)
yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain. Hormon beredar keseluruh tubuh melalui darah
namun tidak seluruh tubuh dipengaruhi oleh hormon. Hormon akan memengaruhi
tubuh apabila terdapat reseptor. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar – kelenjar
endokrin yang tersusun atas sel-sel yang mempunyai susunan makroskopik yang
sederhana. System endokrin berinteraksi dengan sistem saraf untuk mengatur
aktifitas tubuh. Hormon merupakan bahan kimiawi yang bertindak sebagai
pembawa pesan. Hormon dibawah oleh aliran darah dan diedarkan ke berbagai sel
dalam tubuh dan pesan tersebut diterjemahkan dalam bentuk tindakan. Hormon
mempengaruhi sel target melalui resptor hormon, yaitu suatu molekul protein yang
memiliki sisi pengikat untuk hormon tertentu.
Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau10
bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3
trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua
adalah 15 minggu (minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester ketiga adalah 13
minggu (minggu ke 28 hingga ke 40).
Hormon HCG dihasilkan oleh jaringan placenta yang sedang berkembang
setelah terjadi pembuahan. Pada kehamilan normal, HCG muncul dalam urine dan
konsentrasinya meningkat dengan cepat. Oleh karena itu, HCG merupakan
petunjuk yang baik untuk mendeteksi kehamilan secara dini. Ketika wanita sedang
hamil, maka hari pertama ia tidak mendapat haid, kadar hCG mencapai 100
mIU/ml, kadar hCG mencapai puncaknya kira-kira 8 minggu setelah haid terakhir,
lalu turun pada masa kehamilan berikutnya. Setelah bersalin, Kadar HCG akan
turun dengan cepat dan kembali normal dalam beberapa hari.

III. Alat Dan Bahan


1. Strip Pregnanci Test
2. Beker gelas
3. Urine wanita hamil muda
4. Urine wanita tidak hamil

IV. Cara Kerja


1. Tampung urine wanita hamil muda dalam beker gelas yang bersih.
2. Tampung urine wanita yang tidak hamil (sebagai kontrol) dalam bker gelas
yang bersih.
3. Celupkan sirip ke dalam urine sesuai dengan tanda panah batas garis
maksimum selama 30-60 detik.
4. Angka strip, tunggu 1-3 menit, baca hasilnya.
5. Cara pembacaan hasil test :
 Jika dua garis merah muda, hasilnya positif adalah hamil.
 Jika muncul satu garis merah muda, hasilnya negatif artinya tidak hamil.

V. PERTANYAAN
1. Apa fungsi dari hormon HCG?
2. Buatlah kesimpulan dan laporan dari hasil pengamatan?
MENGUKUR TINGKAT KEASAMAN BERBAGAI BAGIAN SALURAN
PENCERNAAN DARI BERBAGAI SPESIES

I. Tujuan
Mengukur tingkat keasaman berbagai bagian saluran alat pencernaan dalam
kaitannya dengan fungsi alat pencernaan dari berbagai spesies.

II. Landasan Teori


System pencernaan merupakan suatu proses penghancuran makanan yang
terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya adalah proses penyerapan sari-
sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian, proses pengeluaran sisa-sisa
makanan melalui anus. Berdasarkan prosesnya pencernaan makanan pada manusia
terdiri dari proses pencernaaan mekanis yaitu pengunyahan oleh gigi dengan
dibantu lidah serta peremasan yang terjadi di lambung dan proses pencernaan
kimiawi yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim pencernaan
dengan mengubah makanan yang bermolekul besar menjadi molekul yang
berukuran kecil. Pencernaan makanan terjadi dua cara yaitu pencernaan makanan
secara mekanik dan kimiawi. Pencernaan mekanik merupakan suatu proses
penggunaan gigi untuk merobek dan menghancurkan makanan, dan menyalurkan
ke perut, sedangkan pencernaan kimiawi merupakan Penambahan senyawa
kimiawi berupa enzim untuk memecah molekul kompleks menjadi struktur
sederhana
Proses pencernaan sangat terkait dengan kerja enzim-enzim pencernaan.
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh tingkat keasaman (pH) saluran
pencernaan. Tiap enzim membutuhkan pH tertentu untuk mendukung aktivitas
optimalnya. Saluran pencernaan hewan tingkat tinggi dapat dibedakan dengan
jelas antara mulut, lambung, usus halus, usus besar yang tentunya memiliki pH
yang berbeda. Sekresi lambung dan sekresi kelenjar lainnya pencernaan sangat
berpengaruh terhadap pH saluran pencernaan.
III. Alat Dan Bahan
1. Seekor hamster
2. Seekor mencit
3. Seekor ayam
4. Benang kasur
5. pH meter/ kertas laksmus

IV. Cara Kerja


1. Ambil kapas, tetesi ether, masukan kedalam alat fiksasi.
2. Masukan hewan coba kedalam alat fiksasi dan tutup, tunggu hingga hewan
pingsan.
3. Bedah bagian perut sampai saluran pencernaan terlihat nyata. Mulai dari
mulut, oesophagus, lambung usus halus, dan usus besar (caecum) pada
masing-masing spesies.
4. Sobek berbagai bagian saluran pencernaan tersebut diatas secukupnya.
5. Ukur pH isi cairan saluran pencernaan dengan jalan memasukan probe pH
meter atau kertas laksmus pada berbagai isi saluran pencernaan tersebut.

V. Pertanyaan
1. Berapa nillai pH masing-masing saluran pencernaan masing-masing hewan?
2. Bagaimana perbedaan nilai pH berbagai bagian saluran pencernaan diantara
berbagai spesies yang berbeda?
3. Apa yangmenyebabkan munculnya perbedaan tingkat keasaman berbagai
bagian saluran pencernaan tersebut?
4. Jelaskan manfaat dari perbedaan pH antara lambung dan usus halus?
5. Buatlah kesimpulan dan laporan dari hasil pengamatan diatas?
JUMLAH ERITROSIT
I. Tujuan
Menghitung jumlah eritrosit dalam 1 ml darah.

II. Landasan Teori


Jumlah eritrosit diperinci untuk 1 mm3 darah perifer vena. Pada lelaki dewasa
terdapat 5,4 juta, wanita 4,8 juta, sedang bayi yang baru lahir dapat sampai 6,5 juta.
Kekurangan eritrosit disebut oligositemia dan kelebihan disebut polisitemia. Selain
jumlah, macam, bentuk dan besar eritrosit mempunyai arti penting untuk diagnosis
suatu penyakit. Fungsi eritrosit ialah untuk mengangkut gas-gas pernafasan.
Pengangkutan 97% O2 dengan cara terikat pada molekul hemoglobin dan 3% larut
dalam plasma. 93% CO2 yang masuk sistem sirkulasi berdifusi ke dalam sel darah
merah kemudian 23% terikat hemoglobin dan yang 70% bereaksi dengan air dengan
bantuan enzim karbonat anhidrase membentuk H2CO3 yang kemudian berdisosiasi
membentuk HCO3- dan ion H+. HCO3- yang terbentuk keluar dari eritrosit dengan
cara tukar dengan ion Cl-. 7% CO2 diangkut dengan cara larut dalam plasma darah.

III. Alat Dan Bahan


1. Blood lancet
2. Mikroskop
3. Pipetthoma untuk pengenceran eritrosit.
4. Hand counter
5. Bilik hitung
6. Kapas
7. alkohol 70%
8. Larutan Hayem ( campuran 1 g NaCl, 5 g Na2SO4, HgCl2 dilarutkan dalam
200ml akuades)
9. Kertas tissue.
IV. Cara Kerja
1. Ambil darah dari salah satu jari (II-IV) dengan jalan menusuknya dengan blood
lancet.
2. Isaplah darah yang keluar dengan pipet thoma sampai angka 0,5 atau 1,0.
3. Isaplah dengan pipet thoma tersebut larutan pengencer hayem sampai angka
101. Terjadi pengenceran 1/200 (atau 1/100).
4. Tutuplah kedua ujung pipet menggunakan ibu jari dan jari tengah, lakukan
pengocokan dengan cara membolak-balik.
5. Keluarkan 1-2 tetes cairan dalam pipet thoma dan buang, kemudian pada tetesan
selanjutnya ujung pipet mikro ditempelkan salah satu sisi bilik hitung yang telah
diberi gelas penutup dan kertas tissue pada sisi lainnya.
6. Cairan dalam pipet thoma akan mengalir memenuhi bilik hitung dan selanjutnya
bilik hitung ditaruh dibawah mikroskop.
7. Hitung ertrosit yang ada di dalam 5 bilik hitung R. Perhitungan dimulai dari
sebelah kiri secara zigzag. Untuk menghindari perhitungan yang kurang tepat
eritrosit yang ada di garis batas sebelah kiri dan atas suatu bilik kecil dihitung
sebagai eritrosit yang ada dalam bilik kecil tersebut.
8. Jumlah eritrosit sesungguhnya dapat dketahui dengan perhitungan sebagai
berikut:
Panjang sisi 1 bilik R = 0.2 mm
Dalamnya bilik hitung = 0.1 mm
Pengenceran darah (p) = 100 atau 200
Jumlah eritrosit dari 5 bilik =N
hitung
Volume dari 5 bilik hitung = V mm3
Jumlah eritrosit per mm3 = N p/V
V. Pertanyaan
1. Apa fungsi larutan hayem pada percobaan ini?
2. Mengapa 2-3 tetes darah yang keluar pertama kali dari pipet thoma tidak boleh
digunakan dalam pengamatan eritrosit?
3. Apa yang dimaksud “buffy coat”? Adakah buffy coat pada hasil
pengamatanmu? Jelaskan mengapa?
4. Apa yang dimaksud dengan sickle cell? Jelaskan efek fisiologis bagi dari cicle
cell tersebut!
5. Buatlah kesimpulan dan laporan dari kegiatan pengamatan tersebut?
SISTEM RESPIRASI PADA HEWAN

I. Tujuan
Mempelajari pernafasan pada hewan dan melihat faktor – faktor yang
mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigen pada hewan saat bernafas.

II. Landasan Teori


a. Sistem Respirasi pada Serangga ( Jangkrik dan Kecoa )
Corong hawa (trakea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh
serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakea bermuara pada lubang
kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel
berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak berpasangan
pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot
sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada
umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan tertutup saat
serangga beristirahat.
Oksigen dari luar masuk lewat spirakel. Kemudian udara dari spirakel
menuju pembuluh-pembuluh trakea dan selanjutnya pembuluh trakea
bercabang lagi menjadi cabang halus yang disebut trakeolus sehingga dapat
mencapai seluruh jaringan dan alat tubuh bagian dalam. Trakeolus tidak
berlapis kitin, berisi cairan, dan dibentuk oleh sel yang disebut trakeoblas.
Pertukaran gas terjadi antara trakeolus dengan sel-sel tubuh. Trakeolus ini
mempunyai fungsi yang sama dengan kapiler pada sistem pengangkutan
(transportasi) pada vertebrata.
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan
dipakai oleh tubuh per satuan waktu. Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Secara sederhana, reaksi
kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 +
6O2 → 6 CO2 + 6H2O +ATP.
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya
oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini
memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen
(dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat
diketahui jumlahnya. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup
diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan,
ukuran badan dan aktivitas. 
b. Sistem Respirasi pada Reptil ( Cicak )
Paru-paru reptilia berada dalam rongga dada dan dilindungi oleh tulang
rusuk. Paru-paru reptilia lebih sederhana, hanya dengan beberapa lipatan
dinding yang berfungsi memperbesar permukaan pertukaran gas. Pada reptilia
pertukaran gas tidak efektif. Pada kadal, kura-kura, dan buaya paru-paru lebih
kompleks, dengan beberapa belahan-belahan yang membuat paru-parunya
bertekstur seperti spon. Paru-paru pada beberapa jenis kadal misalnya bunglon
Afrika mempunyai pundi-pundi hawa cadangan yang memungkinkan hewan
tersebut melayang di udara.

III. Alat dan Bahan


1. Respirometer sederhana
2. Timbangan
3. Stopwatch
4. Pipet tetes / siring / alat suntik
5. Kapas
6. Plastisin / vaselin
7. Eosin / tinta
8. Sampel atau contoh hewan ( belalang / jangkrik / kecoa / hewan kecil lainya )
9. Kristal KOH / NaOH
IV. Cara Kerja
1. Bungkuslah kristal NaOH / KOH dengan kapas, lalu masukkan dalam tabung
respirometer.
2. Masukkan sampel hewan yang telah ditimbang beratnya ke dalam botol
respirometer, kemudian tutup dengan pipa berskala.
3. Oleskan vaselin / plastisin apada celah penutup tabung.
4. Tutup ujung pipa berskala dengan jari kurang lebih 1 menit, kemudian lepaskan
dan masukkan setetes iosin dengan menggunakan pipet / siring / alat suntik.
5. Amati dan cacat perubahan kedudukan eosin pada pipa berskala setiap 2 menit
selama kurang lebih 10 menit.
6. Lakukan percobaan yang sama (langkah 1 sampai 5) menggunakan sampel
hewan yang lainya dengan ukuran yang berbeda.

V. Hasil Pengamatan
hasil pengamatan pada percobaan ini di masukkan kedalam tabel sebagai berikut:

Berat Tubuh Skala Kedudukan eosin tiap 2 menit


Jenis Hewan
hewan ( Gr) 1 2 3 4 5
1. Jangkrik

2. Cicak

3. Kecoa

VI. Pertanyaan
1. Bagaimana proses respirasi pada jenis hewan yang dilakukan pengamatan?
2. Apa saja Faktor – faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya O2 yang diserap
saat pernafasan?
3. Buatlah kesimpulan dan laporan hasil pengamatan dari kegiatan diatas?
TERMOREGULASI PADA HOMOIOTERM (MANUSIA)
DAN POIKILOTERM (KATAK)

I. Tujuan
Mengetahui pengaruh suhu lingkungan tehadap suhu tubuh pada hewan
homoioterm dan poikiloterm.

II. Landasan Teori


Avertebrata pada umumnya tidak mampu mengatur suhu tubuhnya, sehingga
suhu tubuhnya sangat tergantung kepada lingkungannya. Pada vertebrata
mekanisme pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) berjalan dengan baik. Suhu
tubuh diatur dengan cara menyeimbangkan antara produksi panas dengan
kehilangan panas. Terkecuali reptilia, amfibia (katak) dan ikan, mekanisme
termoregulasi tidak berkembang. Binatang ini disebut binatang berdarah dingin
(poikiloterm) oleh karena suhu badan berubah-ubah sesui perubahan suhu
lingkungan (dalam kisaran tertentu). Dengan demikian kelompok hewan
poikiloterm bersifat conformer. Pada burung dan mammalia (manusia), makhluk
berdarah panas (Homoiterm) memiliki sekelompok refleks respon, yang terutama
terpadu di hipothalamus, yang bekerja untuk mempertahankan suhu badan dalam
kisaran sempit walaupun ada perubahan besar pada suhu lingkungannya. Dengan
demikian kelompok hewan homoioterm bersifat regulator.

III. Alat Dan Bahan


1. Thermometer
2. Air (air, air es dan air panas)
3. Katak
IV. Cara Kerja
a. Pengukuran Suhu Katak
1. Ukurlah suhu air (pada suhu kamar) didalam bejana dahulu.
2. Ikatlah katak pada bagian bawah kayu kemudian masukkan kedalam bejana
yang berisi air.
3. Masukan termometer ke dalam mulutnya sedalam mungkin.
4. Catatlah suhu badan katak sebelum dimasukkan kedalam air dan catatlah
suhu badan setiap 2 menit.
5. Ulangilah percobaan tersebut dengan memasukkan katak ke dalam air es
serta air hangat 35 oC dan perhatikanlah perubahan suhu badan setiap 2
menit.
b. Pengukuran Suhu Badan pada Manusia.
1. Pengukuran dilakukan didalam kamar percobaan. Hanya dilakukan satu
pengukuran saja pada satu probandus.
2. Ukurlah suhu badan dari bawah lidah selama 5 menit.
3. Berkumurlah dengan air es selama satu menit dan ukurlah lagi suhu badan
dibawah lidah.
4. Berkumurlah dengan air hangat selama 1 menit dan ukurlah lagi suhunya.
Ulangilah percobaan diatas dengan bernapas melalui mulut.
5. Buatlah grafik hubungan antara perubahan suhu lingkungan dengan
perubahan suhu tubuh hasil percobaan.

V. Pertanyaan
1. Adakah perbedaan antara hasil pengukuran suhu pada manusia dengan tubuh
katak? Mengapa? Jelaskan!
2. Bagaimana perbedaan termoregulasi antara hewan konformer dan regulator?
3. Mengapa pada kondisi lingkungan dingin, tubuh kita jarang berkeringat tetapi
sering buang air kecil?
4. Buatlah kesimpulan dan laporan hasil pengamatan?
SISTEM PENGELUARAN
URINALIS

I. Tujuan
Adapun praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh
minum berbagai larutan terhadap pembentukan urin (dieresis) dan berat jenis
urin.

II. Landasan Teori


Ginjal merupakan organ yang juga dianggap penting bagi proses ekskresi.
Letaknya berada didalam rongga perut dekat tulang pinggang. Jumlahnya sepasang
dan bentuknya seperti ercis dengan ukuran 10 cm. Ginjal berfungsi untuk
mengeluarkan zat-zat yang membahayakan tubuh, mengeluarkan zat-zat yang
jumlahnya berlebihan, mempertahankan tekanan osmosis ekstraseluler dan
memepertahankan keseimbangan asam dan basa. Proses ekresi pada ginjal
meliputi, penyaringan zat-zat sisa makanan atau yang beracun, penyerapan
kembali (reaosorbsi) zat-zat berguna dan pengeluaran zat-zat sisa yang tidak
diperlukan (Pearce, 2005)
Urine terbentuk melalui proses penyaringan yang terjadi di badan Malpighi.
Di dalam badan Malpighi, kapsul bowman mengelilingi glomerus. Penyaringan
dilakukan pada darah dalam glomerulus yang mengandung garam, gula, urea, air
dan sebagainya.Didalam tubulus kontortus proksimal, zat-zat urine primer (filtrat
glomerulus) yang berguna diserap kembali.Sehingga dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder). Pada tubulus kontortus distal terjadi penyerapan kembali
terhadap Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.Maka urin yang sesungguhya telah
terbentuk disalurkan ke pelvis renalis melalui tubulus kolektivus (Idel,  2000).
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.Secara
umum urin berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning jernih), urin
kental ber-warna kuning pekat, dan urin baru/segar berwarna kuning jernih. PH
urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak
sayuran. (Wulangi, 1998)
Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah
nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan
sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na,
Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat
kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb). Volume
urin normal per hari adalah 900 – 1200 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak
faktor di antaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol dan kopi), jumlah air
minum, hormon ADH, dan emosi. (Soewolo, 1994)
Sistem kemih terdiri atas sepasang ginjal dan ureter dan satu kandung kemih
dan uretra.Sistem ini berperan memelihara homeostatis dengan menghasilkan urin,
yang membawa serta berbagai produk sisa metabolik.Urin yang dibuat dalam
ginjal melalui ureter ke kandung kemih, tempat urin untuk sementara di tampung
dan kemudian dikeluarkan melalui uretra.Ginjal juga mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh dan merupakan tempat pembuatan hormon renin dan
eritropoietin.Renin ikut berperan dalam mengatur tekanan darah, dan eritroprotein
merangsang produksi dari sel darh merah. (Junqueira, 1998)

III. Alat dan Bahan


1. Gelas ukur 5. Air garam
2. Urin 6. Kopi
3. Air biasa 7. Pocari sweat
4. Air gula
IV. Cara Kerja
1. Setiap praktikan mengukur urinnya sendiri dengan menggunakan gelas ukur
sebelum meminum larutan yang disediakan.
2. Masing-masing praktikan meminum salah satu dari kelima larutan yang
disediakan.
3. Menunggu 30 menit kemudian mengukur kembali urin masing-masing
praktikan.
4. Pengukuran kembali dilakukan sebanyak dua kali dengan jeda waktu antara
pengukuran II dan pengukuran III adalah 30 menit.

V. Hasil Pengamatan
hasil pengamatan pada percobaan ini di masukkan kedalam tabel sebagai berikut:
Nama Jenis Larutan Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran III
Jumlah Warna Jumlah Warna Jumlah Warna
(ml) (ml) (ml)
Air gula
Air garam
Kopi
Air biasa
Pocari sweat
OSMOREGULASI
I. Tujuan
Tujuan praktikum Osmoregulasi adalah untuk mengetahui toleransi salinitas dan
konsentrasi osmotik hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan
dengan salinitas yang cukup luas), ikan nila (Orechromis sp.) dan hewan
stenohalin, ikan nilem (Osteochillus hasselti), serta menghitung Kadar air.

II. Landasan Teori


Osmoregulasi adalah suatu fungsi fisiologi yang membutuhkan energi yang
dikontrol oleh penyerapan selektif ion-ion yang melewati insang dan pada
beberapa bagian tubuh lainnya dikontrol oleh pembuangan yang selektif garam.
Osmokonformer adalah organisme air yang secara osmotik dapat berubah-ubah
dan dapat mengubah tekanan osmotik cairan tubuhnya untuk menyesuaikan
dengan tekanan osmotik airnya. Osmoregulator adalah organisme air yang secara
osmotik selalu stabil dan selalu berusaha mempertahankan cairan tubuhnya pada
tekanan osmotik air yang relatif konstan. (Wiwi, 2005)
Hewan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kemampuan
osmoregulasinya menjadi osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator
adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan terhadap konsentrasi
lingkungan eksternalnya, contoh hewan osmoregulator adalah ikan Nila.
Osmokonformer merupakan hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya
berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi lingkungan eksternalnya misalnya pada
ikan laut. (Fujaya, 2004)
Hewan pada dasarnya memiliki toleransi terbatas terhadap lingkungan
artinya bila dipindahkan ke suatu habitat akan beradaptasi dan bila tidak mampu
beradaptasi akan mati. Proses pengaturan regulasi pada tubuh hewan berbeda-
beda, misalnya saja pada ikan air tawar, karena tubuhnya hipertonik terhadap
medium maka ikan air tawar akan mengeluarkan urin yang encer karena kelebihan
air di dalam tubuhnya. Kelebihan air ini disebabkan karena adanya air lingkungan
masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut
maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini
menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam tubuh akan
meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang melakukan
mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang tidak melakukan mekanisme ini
disebut stenohalin. (Schmidt & Nielsen, 1990)

III. Alat Dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas yang telah dilubangi,
gelas yang tidak berlubang, timbangan analitikal, oven, baki preparat, kertas label,
benang, dan jarum. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini
adalah ikan nilem (Osteochilus vittatus), ikan nila (Oreochromis niloticus), larva
ikan nilem, larva ikan nila, dan air dengan salinitas 0, 10, 20, 30 ppt.

IV. Cara Kerja


1. Pengamatan Sintasan Ikan pada Perlakuan Direct Transfer
 Siapkan 4 buah cup tanpa lubang, kemudian isi masing-masing gelas
dengan salinitas 0, 10, 20, 30 ppt.
 Dimasukkan 10 larva kedalam cup pada masing-masing salinitas.
 Diamati dan dicatat ikan yang masih hidup pada setiap salinitas selama 10
menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit.
2. Pengamatan Sintasan Ikan pada Perlakuan Gradual Transfer
 Disiapkan 4 buah cup tanpa lubang, kemudian isi masing-masing gelas
dengan salinitas 0, 10, 20, 30 ppt.
 Dimasukkan 10 larva kedalam cup yang berlubang (pada gelas dengan
salinitas 0 ppt).
 Dipindahkan larva ke salinitas yang berbeda setiap hari (0, 10, 20, 30 ppt
selama 4 hari).
 Diamati dan di catat ikan yang masih hidup.
3. Pengamatan kadar air
 Ditimbang berat basah ikan sebagai berat sebelum praktikum.
 Ditempatkan ikan kedalam air bersalinitas 0, 10, 20, 30 ppt selama 24
jam.
 Diangkat ikan dan ditimbang bobot masa nya sebagai berat basah.
 Dioven dengan temperatur 700 C kurang lebih selama 1 minggu.
 Ditimbang ikan yang sudah kering sebagai berat setelah praktikum.

V. Hasil Pengamatan
hasil pengamatan pada percobaan ini di masukkan kedalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5.1 Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nilem Secara Direct Transfer
Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (menit)
10 20 30 40
0
10
20
30

Tabel 5.2 Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nilem Secara Gradual Transfer
Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 96
0
10
20
30

Tabel 5.3 Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nila Secara Direct Transfer
Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (menit)
10 20 30 40
0
10
20
30
Tabel 5.4 Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nila Secara Gradual Transfer
Salinitas (ppt) Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 96
0
10
20
30

Tabel 5.5 Pengamatan Kadar Air Pada Ikan

Salinitas Kadar Air ( % )


No. Nila Nilem
( ppt ) 24 Jam 24 Jam
1 0
2 10
3 20
4 30
Perhitungan :
SR = Nt / No x 100%

UJI KEHAMILAN

I. Tujuan
1. Mendeteksi kehamilan secara biologik yaitu menggunakan makhluk hidup
lain.
2. Mendeteksi kehamilan menggunakan test pack

II. Landasan Teori


Fertilisasi atau pembuahan merupakan pusat kejadian dari seluruh proses
reproduksi seksual. Fertilisasi merupakan penyatuan atau fusi dua sel, gamet-
gamet jantan dan betina, untuk membentuk satu sel, zygot. Fertilisasi adalah satu
proses ganda meliputi pengaktifan ovum oleh spermatozoa dan pemasukan faktor-
faktor hereditas pejantan ke dalam ovum sesudah proses ovulasi, dimulailah masa
kebuntingan yang diakhiri pada waktu kelahiran. Diagnosa kebuntingan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Pada ternak besar seperti sapi, kerbau, kuda, cara
yang paling praktis dan dapat diandalkan adalah diagnosa melalui palpasi rektal.
Pada manusia, cara yang mudah, praktis dan dapat dilakukan sendiri adalah
dengan menggunakan test pack. Test pack di dalamnya memiliki zat yang bereaksi
dengan hormon kehamilan, Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG
dihasilkan oleh chorion pada plasenta wanita hamil kira-kira 30 sampai 60 hari
sesudah menstruasi terakhir dan diekskresikan melalui urine. Selain test pack,
penentuan kehamilan dengan menggunakan urine dapat dilakukan dengan cara
biologik yaitu cara Ascheim zondek, Friedman dan Galli Mainini; masingmasing
cara biologik menggunakan binatang percobaan yaitu tikus putih, kelinci dan katak
jantan.

III. Alat Dan Bahan


1. Mikroskop. 2. Obyek glass.
3. Cover glass 4. Alat suntik
5. Beker glass 6. Cawan petri
7. Pipet tetes 8. Pinset
9. Sarung tangan 10. Test pack
11. Aquades 12. 2 ekor katak jantan (Bufo vulgaris )
13. Urine pertama setelah bangun pagi dari wanita hamil sekitar 1-3
bulan
14. Urine pertama setelah bangun pagi dari wanita tidak hamil
IV. Cara Kerja
1. Pipet cairan di lubang pengeluaran katak.
2. Amati di bawah mikroskop, jika ada sperma, maka katak tidak boleh dipakai
3. Suntikkan 4-5ml air seni wanita hamil di perut kira-kira 11/2 cm didepan
kloaka dengan cara mencubit / menarik kulit katak dengan pinset.
4. Pegang katak selama beberapa saat dengan posisi sama seperti waktu
penyuntikan.
5. Kembalikan katak ke tempat yang telah diberi sedikit air.
6. Tunggu selama 1 jam. Ambil katak dari tempatnya, Pakai sarung tangan dan
beri rangsangan pada daerah kloka.
7. Tempatkan cawan petri di bawah kloaka, untuk menampung cairan yang
keluar dari kloaka.
8. Ambil cairan tersebut dengan pipet tetes. Teteskan diatas obyek glass.
9. Amati di bawah mikroskop. Apabila pada pengamatan ditemukan sperma,
berarti positif.
10. Selama waktu menunggu, lakukan uji kehamilan dengan test pack pada urin
wanita hamil dan tidak.
11. Catat hasilnya dan bandingkan dengan hasil uji pada katak.

V. Pertanyaan
1. Mengapa dalam uji kehamilan digunakan katak jantan bukan katak betina?
2. Apa sebabnya uji kehamilan menggunakan urin sebagai sampel?
3. Mengapa lubang pengeluaran atau kloaka katak perlu diperiksa dulu sebelum
digunakan untuk uji kehamilan?
4. Apa fungsi pemberian rangsang pada kloaka setelah perlakuan?
5. Apakah daerah penyuntikan dan lama reaksi (1jam) mempengaruhi hasil?
jelaskan jawabanmu!
6. Apa makna positif dan negatif hasil pemeriksaan baik dengan katak dan test
pack!
7. Buatlah kesimpulan dan laporan hasil pengamatan dari kegiatan diatas?

Anda mungkin juga menyukai