Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN EKSPLORASI IDENTIFIKASI URANIUM DAN THORIUM

DI DESA TAKANDEANG, MAMUJU SULAWESI BARAT DENGAN


MENGINTERPRETASIKAN DATA RADIOMETRI TANAH ATAU
BATUAN

DISUSUN OLEH :

REEZIEQ SYIFAOEL AKBAR D1101201002


DESVANYA HANA HUWAIDA D1101201005
ANNISA D1101201010
SYARIF SUTAN AKBAR D1101201019
ANASTASIUS BANDI D1101201035
TARISHA WIDIYANTI D1101201037

PROGRAM STUDI PERTAMBANGAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1896, Henri Bacquerel secara tidak sengaja menemukan


radioaktivitas. Marie Curie kemudian memberikan nama radioaktivitas dan
menemukan unsur radioaktif lainnya seperti polonium dan radium. Marie Curie
juga membuktikan bahwa kekuatan radiasi uranium sebanding dengan jumlah kadar
uranium dalam campuran senyawa. Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom
yang tidak stabil untuk memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil.
Mamuju, ibu kota Provinsi Sulawesi Barat, memiliki daerah dengan tingkat
radioaktivitas tinggi berdasarkan pengukuran radiasi lingkungan yang dilakukan
pada tahun 2007. Keterdapatan unsur radioaktif seperti uranium, thorium, dan
potasium dalam batuan dapat menyebabkan tingkat dosis radiasi yang tinggi.
Metode radiometri digunakan dalam pemetaan radiasi nuklir dan juga dalam
eksplorasi uranium dan thorium.

Mamuju merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Barat hasil pemekaran dari


Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004 berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004,
dengan luas daerah sekitar 16.796,19 km2 . Beberapa kecamatan di Kabupaten
Mamuju merupakan daerah yang memiliki nilai laju dosis radiasi (radioaktivitas)
tinggi, yaitu antara 100-2.800 nSv/jam. Nilai radioaktivitas tinggi yang dijumpai
pada batuan diperkirakan berasal dari keterdapatan radioaktif alami. Nilai laju dosis
alamiah yang tinggi di suatu daerah mencerminkan keterdapatan unsur radioaktif
yang terkandung dalam batuan, seperti uranium (U), thorium (Th), dan potasium
(K) atau keterdapatan unsur anak luruhnya (Syaeful dkk, 2014). Pengukuran laju
dosis oleh PTKMR di Mamuju menunjukkan bahwa nilai laju dosis yang tinggi
terdapat pada sebaran batuan gunungapi Adang. Oleh karena itu dilakukan
penelitian didaerah tersebut untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi laju
dosis di daerah tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana menentukan populasi anomali unsur radioaktif berdasarkan data


radiometri?

2. Bagaimana membuat peta sebaran laju dosis di daerah penelitian?

3. Bagaimana membuat peta sebaran uranium dan thorium di daerah


penelitian?

4. Bagaimana hubungan antara laju dosis dan unsur radioaktif di daerah


penelitian?

Batasan masalah penelitian ini mencakup identifikasi keterdapatan dan


sebaran unsur radioaktif di daerah penelitian, namun tidak membahas secara
mendalam jenis mineral yang mengandung unsur radioaktif.

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan populasi anomali unsur radioaktif berdasarkan data radiometri.

2. Membuat peta sebaran laju dosis di daerah penelitian.

3. Membuat peta sebaran anomali uranium dan thorium di daerah penelitian.

4. Menganalisis hubungan antara laju dosis dan nilai unsur radioaktif yang
didapatkan.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam


mengidentifikasi keberadaan uranium dan thorium di daerah Takandeang, Mamuju
Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk
menghindari kegagalan atau kerugian.

1.3 Lokasi Daerah Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Takandeang, Kecamatan Tapalang,


Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Daerah ini dapat diakses melalui
penerbangan dari Jakarta menuju Mamuju. Setelah itu, kendaraan roda empat atau
roda dua dapat digunakan untuk menjelajahi daerah penelitian. Jika tidak ada akses
jalan, penjelajahan dilakukan dengan berjalan kaki. Daerah penelitian memiliki
morfologi yang tinggi dan curam, khususnya karena sifat vulkaniknya. Hal ini
membuat pengambilan data dengan jarak antar titik 200 meter sulit dilakukan. Oleh
karena itu, data pengukuran terbatas pada daerah yang mudah dijangkau.

Pengambilan data dilakukan oleh tim dari PTBGN BATAN menggunakan


spektrometer gamma tipe RS125. Alat ini digunakan untuk memperkirakan kadar
uranium dan thorium pada batuan atau tanah dengan mengukur sinar gamma yang
tertangkap oleh detektor sintilasi NaI(Tl). Satuan yang digunakan dalam
pengukuran adalah nSv/jam untuk laju dosis, serta ppm untuk nilai kadar eU dan
eTh. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Galian
Nuklir BATAN yang terletak di Lebak Bulus Raya No. 9, Pasar Jumat, Jakarta.
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2016 hingga bulan Mei 2017.

1.4 Keadaan Lingkungan

1.4.1 Kondisi Sosial Ekonomi


Kondisi sosial ekonomi di daerah Mamuju dan sekitarnya dipengaruhi oleh
berbagai faktor, termasuk geografi, sumber daya alam, serta kegiatan ekonomi dan
sosial masyarakat setempat. Berikut adalah beberapa aspek yang dapat
menggambarkan kondisi sosial ekonomi di daerah tersebut:

1. Pertanian: Pertanian merupakan sektor ekonomi utama di daerah Mamuju.


Masyarakat setempat biasanya menggantungkan hidup mereka pada usaha
pertanian seperti tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, dan tanaman
hortikultura lainnya. Pertanian juga melibatkan sektor peternakan seperti
peternakan ayam, sapi, dan kambing.

2. Perikanan: Daerah Mamuju memiliki potensi perikanan yang cukup besar


karena terletak di dekat pantai. Masyarakat setempat terlibat dalam kegiatan
penangkapan ikan, budidaya ikan, dan pengolahan hasil perikanan. Sektor
perikanan juga memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan.

3. Industri: Industri di daerah Mamuju masih tergolong kecil dan menengah.


Industri pengolahan makanan, pengolahan kayu, dan pengolahan hasil
pertanian merupakan beberapa sektor industri yang ada di daerah tersebut.
Namun, sektor industri masih perlu dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

4. Pariwisata: Mamuju dan sekitarnya memiliki potensi pariwisata yang


menarik, terutama dengan keindahan alam dan potensi budaya yang kaya.
Tempat-tempat wisata seperti pantai, gunung, dan situs-situs sejarah
menarik minat wisatawan. Pengembangan sektor pariwisata dapat
memberikan peluang ekonomi tambahan bagi masyarakat setempat.

5. Infrastruktur: Pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan akses


transportasi lainnya memiliki peran penting dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perbaikan dan
pengembangan infrastruktur yang memadai dapat mempermudah
aksesibilitas dan konektivitas antar wilayah.

6. Tingkat pendidikan: Pendidikan memiliki peran penting dalam


meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan peluang ekonomi. Dalam
hal ini, upaya peningkatan akses dan kualitas pendidikan sangat diperlukan
untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada generasi muda.

7. Kesejahteraan sosial: Pemerintah dan lembaga non-pemerintah juga


berperan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial di daerah Mamuju.
Program-program pembangunan sosial seperti pemberdayaan masyarakat,
kesehatan, dan perlindungan sosial dapat membantu meningkatkan taraf
hidup masyarakat.

1.4.2 Iklim

Daerah Mamuju, yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat, mengalami iklim


tropis dengan pengaruh iklim khatulistiwa. Berikut adalah beberapa karakteristik
iklim di daerah tersebut:

1. Suhu: Daerah Mamuju memiliki suhu yang relatif stabil sepanjang tahun.
Suhu rata-rata harian berkisar antara 25°C hingga 30°C. Suhu tertinggi
biasanya terjadi pada siang hari, sedangkan suhu terendah biasanya terjadi
pada malam hari.

2. Curah Hujan: Daerah Mamuju memiliki curah hujan yang cukup tinggi
sepanjang tahun. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Oktober hingga
Maret, sedangkan musim kemarau berlangsung antara bulan April hingga
September. Curah hujan tahunan rata-rata mencapai sekitar 2.500 hingga
3.000 milimeter.

3. Kelembapan: Kelembapan udara di daerah Mamuju cukup tinggi sepanjang


tahun. Kelembapan relatif berkisar antara 70% hingga 90%. Pada musim
hujan, kelembapan udara biasanya lebih tinggi.

4. Angin: Daerah Mamuju terletak di dekat pantai, sehingga angin laut


memberikan pengaruh yang signifikan terhadap iklim di daerah tersebut.
Angin laut membawa kelembapan dan sering kali mendinginkan suhu udara
di sekitar pantai.
5. Musim Kekeringan dan Banjir: Meskipun daerah Mamuju memiliki musim
kemarau yang relatif lebih kering, namun terkadang juga terjadi musim
kekeringan yang berdampak pada ketersediaan air. Di sisi lain, musim hujan
yang intens dapat menyebabkan banjir di beberapa daerah terutama di
daerah dataran rendah.

1.4.3 Morfologi

Daerah Mamuju dan sekitarnya memiliki sejarah geologi yang dapat


diidentifikasi melalui penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, termasuk I
Gede Sukadana dkk (2015), Frederikus Dian Indrastomo dkk (2015), dan Ratman
dan Atmawinata (1993).

Secara umum, urutan batuan dari yang tertua ke yang termuda di daerah ini
adalah Formasi Latimojong (Kls), batuan gunung api Talaya (Tmtv), batuan
gunung api Adang (Tma), batuan terobosan (Tmpi), Formasi Mamuju (Tmm),
Anggota Tapalang Formasi Mamuju (Tmmt), Batugamping Koral (Q1), dan
Aluvial (Qa). Peta geologi daerah Mamuju dan sekitarnya menunjukkan distribusi
formasi-formasi tersebut.

Aktivitas gunung api di daerah ini telah membentuk morfologi khas seperti
kawah, kubah lava, dan jalur piroklastika. Identifikasi bentuk-bentuk ini dapat
dilakukan melalui interpretasi visual pada citra Landsat-8 yang telah melalui
koreksi geometri dan atmosferik. Struktur geologi regional menunjukkan arah
kecenderungan tenggara-baratlaut yang mempengaruhi pembentukan gunung api
Adang.

Berdasarkan analisis citra, kompleks gunung api Talaya terdiri dari beberapa
pusat erupsi yang menghasilkan produk-produk gunung api dengan batasannya
sendiri. Bagian tengah kompleks gunung api ini diperkirakan merupakan tubuh
gunung api utama yang terbentuk lebih awal, sementara gunung api yang berada di
bagian utara dan selatannya merupakan produk yang lebih muda.

1.4.4 Flora dan Fauna


Flora dan fauna di Desa Takandeang, Mamuju, dapat bervariasi tergantung
pada ekosistem dan lingkungan alaminya. Di wilayah yang memiliki iklim tropis
seperti Sulawesi Barat, umumnya terdapat keanekaragaman hayati yang kaya.

Flora:

• Hutan hujan tropis: Di daerah ini, Anda mungkin menemukan berbagai jenis
pohon tinggi, seperti kayu jati, meranti, kayu ulin, dan merbau. Selain itu,
ada juga tumbuhan epifit seperti anggrek dan pakis.

• Vegetasi pantai: Di sepanjang garis pantai, mungkin terdapat tumbuhan


pantai seperti kelapa, pandan laut, bakau, dan rumput laut.

Fauna:

• Burung: Sulawesi Barat dikenal memiliki keanekaragaman burung yang


kaya. Beberapa spesies yang mungkin ditemukan di daerah ini termasuk
burung maleo, kakatua raja, elang sulawesi, dan burung rajawali.

• Mamalia: Di hutan-hutan dan daerah terbuka, beberapa mamalia seperti


babi hutan, kera ekor panjang, kuskus, dan rusa.

• Reptil dan amfibi: Beberapa spesies reptil dan amfibi yang dapat ditemukan
di daerah ini termasuk ular sanca, biawak, katak, dan kura-kura.

1.4.5 Tata Guna Lahan

Tata guna lahan di Desa Takandeang, Mamuju, dapat mencakup berbagai


jenis penggunaan lahan tergantung pada kebutuhan masyarakat dan karakteristik
wilayah. Berikut adalah beberapa tata guna lahan umum yang mungkin ada di
daerah tersebut:

1. Pertanian: Sebagian besar lahan mungkin digunakan untuk pertanian


sebagai mata pencaharian utama penduduk. Pertanian dapat mencakup
tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang-kacangan, dan umbi-umbian,
serta tanaman komersial seperti kakao, kopi, dan kelapa.
2. Perkebunan: Beberapa lahan di Desa Takandeang mungkin juga diusahakan
sebagai perkebunan. Perkebunan dapat berupa kebun kelapa, kebun
cengkeh, kebun pisang, atau perkebunan lainnya, tergantung pada kondisi
iklim dan kecocokan lahan.

3. Perumahan: Sebagian lahan di desa tersebut mungkin telah dikembangkan


sebagai area perumahan untuk tempat tinggal penduduk. Terdapat rumah-
rumah penduduk, permukiman, dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat
ibadah, dan pusat kesehatan.

4. Hutan dan kawasan konservasi: Bagian dari lahan mungkin juga


diperuntukkan sebagai hutan dan kawasan konservasi untuk menjaga
keanekaragaman hayati, menjaga fungsi ekosistem, dan melindungi sumber
daya alam yang penting.

5. Infrastruktur dan transportasi: Beberapa lahan dapat dialokasikan untuk


pembangunan infrastruktur dan transportasi, seperti jalan, jembatan, dan
stasiun pengisian bahan bakar.

6. Perdagangan dan industri: Ada kemungkinan adanya lahan yang digunakan


untuk usaha perdagangan dan industri, seperti toko, pasar, pabrik, atau
fasilitas pengolahan produk pertanian.

1.5 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan dari bulan Januari 2016 sampai bulan Mei
2017.

1.6 Metode dan Peralatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode spektrometri


gamma untuk pengambilan data radiometri, metode kurva probabilitas untuk
menentukan nilai ambang (threshold), dan metode kriging untuk interpolasi data
radiometri dan pembuatan peta sebaran unsur uranium dan thorium.
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran radiometri di Desa
Takandeang, Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat
menggunakan spektrometri gamma yang akan memberikan informasi mengenai
sebaran radioaktivitas batuan atau tanah, nilai kadar eU dan eTh. Detektor sintilasi
NaI(Tl) tipe RS-125 digunakan untuk mengukur total gamma batuan dan tanah,
serta menghitung laju dosis, kadar eU dan eTh. Satuan yang digunakan dalam
pengukuran ini adalah nSv/jam untuk laju dosis, nilai kadar eU dan eTh dalam
ppm.Data radiometri yang diperoleh berisi informasi geografis titik pengukuran
dalam format lintang dan bujur, nilai laju dosis, nilai U dan Th.

Pengambilan data dilakukan oleh tim dari PTBGN Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) dengan menggunakan alat spektrometer gamma tipe RS[1]125
dengan memperkirakan kadar uranium dan thorium pada batuan atau tanah dengan
mencacah seluruh sinar gamma yang tertangkap oleh detektor sintilasi NaI(Tl).
Pengolahan dan analisis data ini dilakukan di BATAN bagian Pusat Teknologi
Bahan Galian Nuklir Lebak Bulus Raya No. 9 Pasar Jumat, Jakarta

Alat yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Seperangkat komputer
2. Perangkat lunak Microsoft office dan perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis (SIG).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Data radiometri, yaitu berupa nilai laju dosis, uranium, dan thorium hasil
penelitian di daerah Takandeang, Mamuju.
2. Data titik koordinat lokasi akuisis data di daerah Takandeang, Mamuju.
BAB II

TATANAN GEOLOGI

2.1 Keadaan Geologi Regional

Keadaan geologi regional di daerah Mamuju dan sekitarnya dapat dijelaskan


sebagai berikut:

• Daerah tersebut terdiri dari beberapa formasi geologi yang mengikuti urutan
waktu dari tua ke muda, termasuk Formasi Latimojong (Kls), batuan
gunung api Talaya (Tmtv), batuan gunung api Adang (Tma), batuan
terobosan (Tmpi), Formasi Mamuju (Tmm), Anggota Tapalang Formasi
Mamuju (Tmmt), Batugamping Koral (Q1), dan Aluvial (Qa).

• Aktivitas gunung api di daerah ini membentuk berbagai morfologi seperti


kawah, kubah lava, dan jalur hembusan piroklastika. Morfologi ini dapat
diidentifikasi berdasarkan bentuk-bentuk melingkar pada citra Landsat-8.

• Struktur geologi regional menunjukkan kecenderungan arah tenggara-


baratlaut, yang mempengaruhi pembentukan gunung api Adang.

• Gunung api Talaya merupakan kompleks gunung api dengan beberapa pusat
erupsi yang menghasilkan produk-produk gunung api dengan batasannya
sendiri. Terdapat urutan pembentukan gunung api yang dapat dibedakan
berdasarkan batas-batas produk gunung api pada citra.

• Peta geomorfologi daerah penelitian mengklasifikasikan bentuk muka bumi


menjadi 16 satuan geomorfologi, termasuk kawah gunung api, kubah lava,
dan intrusi.

Peta geologi dan interpretasi visual citra Landsat-8 digunakan untuk


mengidentifikasi struktur, geomorfologi, dan kondisi geologi di daerah Mamuju
dan sekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh I Gede Sukadana, Frederikus Dian
Indrastomo, Ratman, dan Atmawinata memberikan informasi penting tentang
geologi regional di daerah ini.
2.1.1 Struktur Geologi

Struktur geologi di daerah penelitian Mamuju dan sekitarnya mencakup


beberapa fitur penting, seperti berikut:

1. Arah Kecenderungan: Secara keseluruhan, terdapat kecenderungan arah


tenggara-baratlaut dalam struktur geologi regional di daerah ini. Arah
kecenderungan ini mempengaruhi pembentukan gunung api Adang.

2. Batuan Gunung Api Talaya: Terdapat kompleks gunung api Talaya di


daerah ini, yang terdiri dari beberapa pusat erupsi dengan produk-produk
gunung api yang berbeda. Gunung api Talaya memiliki pusat erupsi utama
di bagian tengah kompleks, sementara gunung api yang berada di bagian
utara dan selatan merupakan produk gunung api yang lebih muda.

3. Batuan Gunung Api Adang: Batuan gunung api Adang juga merupakan
komponen penting dalam struktur geologi daerah ini. Aktivitas gunung api
Adang berkontribusi terhadap pembentukan morfologi gunung api seperti
kawah, kubah lava, dan jalur hembusan piroklastika.

4. Formasi Latimojong: Formasi Latimojong merupakan salah satu unit


geologi yang ada di daerah ini. Formasi ini merupakan formasi geologi yang
lebih tua di daerah Mamuju dan sekitarnya.

5. Batuan Terobosan: Terdapat batuan terobosan yang mempengaruhi struktur


geologi di daerah ini. Batuan terobosan ini merupakan fitur penting dalam
pemahaman tentang komposisi dan pengaruh geologi regional.

Pemetaan geologi daerah ini dilakukan dengan menggunakan peta geologi


dan interpretasi citra satelit Landsat-8. Penelitian yang dilakukan oleh I Gede
Sukadana, Frederikus Dian Indrastomo, Ratman, dan Atmawinata memberikan
informasi rinci tentang struktur geologi di daerah Mamuju dan sekitarnya.

2.1.2 Stratigrafi
Stratigrafi di daerah penelitian Mamuju dan sekitarnya mencakup beberapa
formasi dan batuan yang telah diidentifikasi. Berikut adalah beberapa unit
stratigrafi yang terdapat di daerah tersebut:

1. Formasi Latimojong (Kls): Formasi ini merupakan formasi geologi yang


lebih tua di daerah Mamuju dan sekitarnya. Batuan yang terdapat dalam
formasi ini belum secara spesifik dijelaskan dalam informasi yang
diberikan.

2. Batuan Gunung Api Talaya (Tmtv): Batuan gunung api Talaya merupakan
salah satu komponen penting dalam stratigrafi daerah ini. Kompleks gunung
api Talaya terdiri dari beberapa pusat erupsi dengan produk-produk gunung
api yang berbeda. Bagian tengah kompleks diperkirakan sebagai tubuh
gunung api utama, sementara bagian utara dan selatan merupakan produk
gunung api yang lebih muda.

3. Batuan Gunung Api Adang (Tma): Batuan gunung api Adang juga memiliki
peran dalam stratigrafi daerah ini. Aktivitas gunung api Adang membentuk
morfologi gunung api seperti kawah, kubah lava, dan jalur hembusan
piroklastika.

4. Batuan Terobosan (Tmpi): Terdapat batuan terobosan yang mempengaruhi


struktur geologi di daerah ini. Informasi lebih rinci tentang batuan terobosan
ini tidak diberikan.

5. Formasi Mamuju (Tmm): Formasi Mamuju merupakan formasi geologi


yang terdapat di daerah ini. Informasi lebih rinci tentang batuan yang
terdapat dalam formasi ini tidak diberikan.

6. Anggota Tapalang Formasi Mamuju (Tmmt): Anggota Tapalang


merupakan bagian dari Formasi Mamuju yang memiliki karakteristik
khusus. Informasi lebih lanjut tentang batuan yang terdapat dalam anggota
ini tidak diberikan.
7. Batugamping Koral (Q1): Batugamping koral merupakan salah satu unit
stratigrafi yang teridentifikasi di daerah Mamuju dan sekitarnya. Ini adalah
batuan sedimen yang terdiri dari endapan koral.

8. Aluvial (Qa): Aluvial adalah unit stratigrafi yang terbentuk oleh endapan
sedimen yang diangkut dan dideposisikan oleh air, biasanya dalam bentuk
aliran sungai. Ini termasuk endapan sedimen yang lebih muda di daerah ini.

Informasi stratigrafi ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh


beberapa peneliti, termasuk I Gede Sukadana, Frederikus Dian Indrastomo,
Ratman, dan Atmawinata.

2.2 Keadaan Geologi dan Morfologi Daerah Penelitian

Secara geologi, daerah Mamuju dan sekitarnya terdiri dari batuan gunung api
dan batuan sedimen laut. Batuan gunung api Adang, hasil vulkanisme dengan
beberapa pusat erupsi dan kubah lava, mendominasi daerah penelitian. Ini
menyebabkan morfologi perbukitan dan pegunungan dengan lereng curam dan
elevasi tinggi. Secara regional, daerah ini terdiri dari perbukitan bergelombang dan
pegunungan. Perbukitan bergelombang umumnya memiliki elevasi di bawah 620
mdpl, sedangkan pegunungan terletak di bagian tengah hingga timur dengan elevasi
antara 620 hingga 1660 mdpl.

Dalam konteks mineral radioaktif, pembentukan mineral ini tergantung pada


proses ekstraksi yang terjadi di batuan vulkanik. Konsentrasi uranium dalam batuan
vulkanik meningkat seiring dengan tingkat keasaman batuan tersebut. Batuan
volkanik asam seperti riolit atau batuan volkanik lainnya dapat memiliki
konsentrasi uranium yang tinggi hingga 10 ppm. Hasil pengukuran radiometri di
daerah Mamuju menunjukkan konsentrasi mineral radioaktif yang tinggi terutama
pada Batuan gunung api Adang. Mineral radioaktif tersebut terkait dengan
keberadaan batuan volkanik basalt-eusit yang merupakan komponen dari Batuan
gunung api Adang. Konsentrasi mineral radioaktif tinggi ini terjadi karena batuan
tersebut mengalami diferensiasi magma tingkat lanjut.
Berdasarkan jenis cebakan mineral radioaktif, cebakan uranium di Mamuju
dapat diklasifikasikan sebagai tipe Volcanic-related, sedangkan cebakan thorium
diklasifikasikan sebagai tipe Alkaline Igneous Complexes. Hal ini menunjukkan
bahwa mineral radioaktif dapat terkonsentrasi dalam bidang struktur, bidang
perlapisan, atau sebagai volkano sedimenter.

Informasi geologi dan kondisi geologi daerah penelitian dapat ditemukan


dalam peta geologi regional yang disajikan dalam penelitian yang dilakukan oleh I
Gede Sukadana dan rekan-rekan pada tahun 2015.
BAB III

KEGIATAN PENYELIDIKAN

3.1 Penyelidikan Sebelum Kelapangan

Dalam konteks penelitian geologi dan morfologi daerah Mamuju dan


sekitarnya, beberapa langkah penyelidikan sebelum ke lapangan yang mungkin
dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur: Melakukan studi literatur tentang daerah penelitian yang


mencakup penelitian-penelitian sebelumnya, publikasi ilmiah, laporan
teknis, dan peta geologi yang tersedia. Ini membantu memahami
karakteristik geologi, morfologi, dan sejarah geologis daerah penelitian.

2. Analisis citra satelit atau foto udara: Menganalisis citra satelit atau foto
udara daerah penelitian untuk memahami pola dan fitur morfologi yang ada.
Ini dapat membantu dalam identifikasi pola gunung api, bentuk melingkar,
aliran piroklastik, dan struktur geologi lainnya.

3. Penggunaan data geofisika: Mengumpulkan dan menganalisis data


geofisika yang relevan, seperti data seismik, magnetik, atau gravitasi. Data
geofisika ini dapat memberikan informasi tentang struktur bawah
permukaan, jenis batuan, dan pola geologi regional.

4. Penyusunan peta geologi awal: Membuat peta geologi awal berdasarkan


data yang ada, termasuk peta stratigrafi, peta batuan gunung api, dan peta
geomorfologi. Peta geologi awal ini dapat digunakan sebagai panduan untuk
penelitian lapangan lebih lanjut.

5. Penentuan lokasi penelitian: Berdasarkan analisis data dan peta geologi


awal, menentukan lokasi penelitian yang representatif di daerah Mamuju
dan sekitarnya. Lokasi ini dapat mencakup area dengan beragam jenis
batuan, fitur morfologi menarik, atau struktur geologi yang penting.

6. Penyusunan rencana lapangan: Merencanakan kegiatan lapangan yang


meliputi pengumpulan data primer, seperti pengamatan stratigrafi,
pengukuran morfologi, pengambilan sampel batuan, dan pencatatan geologi
lapangan. Rencana lapangan harus mencakup rute perjalanan, titik
pengamatan, dan metode pengumpulan data yang relevan.

3.2 Penyelidikan Lapangan

3.2.1 Pemetaan Geologi

3.2.2 Penyelidikan Geofisika

Pengukuran radiometri dilakukan di Desa Takandeang, Kecamatan Tapalang,


Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat menggunakan spektrometri gamma
yang akan memberikan informasi mengenai sebaran radioaktivitas batuan atau
tanah, nilai kadar eU dan eTh. Detektor sintilasi NaI(Tl) tipe RS-125 digunakan
untuk mengukur total gamma batuan dan tanah, serta menghitung laju dosis, kadar
eU dan eTh. Terdapat 8.668 data dari hasil pengukuran radiometri di daerah
penelitian.Jarak antar titik pengukuran disesuaikan dengan kondisi di lapangan
seperti yang terdapat pada gambar 4.2.
3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Pengolahan Data Geologi

3.3.2 Pengolahan Data Geofisika

3.3.2.1 Penentuan Ambang Batas

Berdasarkan uji data yang sudah dilakukan kedua unsur merupakan populasi
data yang berdistribusi tidak normal maka penentuan nilai ambang menggunakan
metode kurva probabilitas. Data konsentrasi dari masing-masing unsur yang
berjumlah 8.668 diubah ke dalam bentuk log ppm. Pada unsur uranium dan thorium
ditentukan nilai minimum, maksimum, banyak kelas dan interval kelas terdapat
pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.
3.3.2.2 Interpolasi dan Pemodelan 2-D

Interpolasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi


Geografis (SIG) dengan metode kriging. Dimana, kriging dapat digolongkan
kedalam perhitungan secara statistik dilakukan untuk menghasilkan interpolasi
(Gatot H. Pramono, 2008). Metode kriging sangat banyak menggunakan sistem
komputer dalam perhitungan. Kecepatan perhitungan tergantung dari banyaknya
sampel data yang digunakan dan cangkupan dari wilayah yang diperhitungkan.
Metode ini menggunakan semivariogram yang mempresentasikan perbedaan
spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Jenis semivariogram pada
kriging yang bisa dilakukan adalah dengan cara spherical, circular, exponential,
gaussian dan linear (ESRI, 1999). Penentuan jenis semivariogram tersebut
ditentukan berdasarkan beberapa parameter diantaranya dilihat dari hasil prediksi
nilai yang ditandai dengan nilai root-mean-square standardized prediction error
mendekati 1. Jenis semivariogram yang digunakan pada data laju dosis, uranium
dan thorium yaitu exponential, karena model ini memberikan prediksi paling baik
dengan nilai root-mean-square standardized prediction error mendekati satu,
sebagai syarat bahwa hasil prediksi tidak bias (unbiased) seperti yang terdapat pada
tabel 4.6-4.8. Berdasarkan tabel perhitungan statistik semivariogram tersebut dan
model semivariogram telah ditentukan maka akan 66 menghasilkan estimasi nilai
kadar dalam bentuk peta sebaran uranium seperti pada gambar 4.3-4.5.

Berdasarkan hasil pengamatan pada peta sebaran laju dosis radiasi di Desa
Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat, dapat disimpulkan bahwa wilayah tersebut
memiliki nilai radioaktivitas yang tinggi. Hasil survei menunjukkan rentang nilai
laju dosis radiasi antara 106,7 hingga 4.271,3 nSv/jam, menandakan adanya unsur
radioaktif dalam batuan di wilayah tersebut, seperti uranium (U) dan thorium (Th).

Studi yang dilakukan oleh Frederikus Dian Indrastomo dkk pada tahun 2015
menunjukkan bahwa kompleks batuan gunung api Adang memiliki kandungan
radioaktivitas terbesar. Nilai tinggi laju dosis radiasi mencerminkan keberadaan
unsur radioaktif dalam batuan, terutama uranium (U) dan thorium (Th). Pengukuran
radioaktivitas tanah atau batuan di daerah penelitian menunjukkan adanya anomali
laju dosis, anomali uranium, dan anomali thorium. Anomali-anomali ini terutama
ditemukan pada batuan vulkanik dan berdekatan dengan pusat aktivitas gunung api.
Peta sebaran uranium (Gambar 4.4) menunjukkan variasi nilai antara 0 hingga
426 ppm eU, dengan ambang batas anomali sebesar 31,7 ppm eU. Warna biru dan
hijau digunakan sebagai latar belakang (background), sementara warna kuning
hingga merah digunakan untuk menandai anomali. Rentang nilai 32-40 ppm eU
menunjukkan anomali rendah (berwarna kuning), rentang nilai 40-54 ppm eU
menunjukkan anomali sedang (berwarna oranye), dan rentang nilai 54-426 ppm eU
menunjukkan anomali tinggi (berwarna merah). Sumber uranium diduga berasal
dari satuan lava Takandeang, batuan breksi, dan batugamping.

Peta sebaran thorium (Gambar 4.5) menunjukkan variasi nilai antara 16,8
hingga 826,4 ppm eTh, dengan ambang batas anomali sebesar 158,5 ppm eTh.
Warna biru dan hijau digunakan sebagai latar belakang (background), sementara
warna kuning hingga merah digunakan untuk menandai anomali. Rentang nilai
158,5-217,5 ppm eTh menunjukkan anomali rendah (berwarna kuning), rentang
nilai 217,5-325 ppm eTh menunjukkan anomali sedang (berwarna oranye), dan
rentang nilai 325-826,4 ppm eTh menunjukkan anomali tinggi (berwarna merah).
Sumber thorium diduga berasal dari batuan breksi dan batugamping.

Berdasarkan hasil tersebut, batuan penyusun daerah penelitian, seperti batuan


lava Takandeang, batuan breksi, dan batugamping, memiliki anomali tinggi dalam
kandungan uranium dan thorium. Namun, perlu dicatat bahwa terdapat
kemungkinan kesalahan dalam batas batuan pada peta geologi yang dapat
mempengaruhi sebaran anomali dan litologi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Populasi unsur uranium dan thorium pada daerah Takandeang, Mamuju,


Sulawesi Barat tidak berdistribusi normal dan membutuhkan metode kurva
probabilitas untuk menentukan nilai ambang.

2. Rentang nilai laju dosis radiasi di Desa Takandeang adalah 106,7 - 4.271,3
nSv/jam.

3. Peta sebaran uranium menunjukkan rentang kadar 0 - 426 ppm eU dengan


ambang batas 31,7 ppm eU. Peta sebaran thorium menunjukkan rentang
kadar 16,8 - 826,4 ppm eTh dengan ambang batas 158,5 ppm eTh.

4. Tingginya nilai laju dosis radiasi di Desa Takandeang disebabkan oleh


keberadaan unsur radioaktif alami, terutama thorium, dalam batuan.

5.2 Saran
1. Melakukan eksplorasi unsur radioaktif di daerah lain yang memiliki nilai
laju dosis radiasi tinggi.

2. Menggunakan metode geofisika lain, seperti gravity, geomagnetik,


geolistrik, sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Membandingkan hasil dengan menggunakan perangkat lunak (software)


lain guna mendapatkan hasil yang lebih akurat.

1. Pendahuluan 1.1 Tujuan eksplorasi 1.2 Lokasi eksplorasi 1.3 Metode


eksplorasi

2. Metode Eksplorasi 2.1 Pemetaan 2.2 Pengambilan Sampel 2.3 Analisis


Laboratorium

3. Hasil Eksplorasi 3.1 Temuan geologis 3.2 Temuan mineral 3.3 Potensi
ekonomi

4. Evaluasi dan Interpretasi 4.1 Analisis data 4.2 Rekomendasi eksplorasi


lanjutan

5. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai