Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA DALAM PROTEKSI TANAMAN (PTN306)

PENGUJIAN INSEKTISIDA RACUN PERUT

10.00-13.00 (Senin, 14 Februari)


Minggu ke-3

Kelompok 3
1. Awaliyah Putri A.F A34190004
2. Zetty Reonitaka Bintang O.N A34190040
3. Fachrunnisa Rafika Putri A34190047
4. Nadin Annisa Nurafni A34190064
5. Kinantti Aqilah Dzaki A34190077

Paralel 2

Dosen:
Nadzirum Mubin, S.P., M.Si.

Asisten:
Bela Hasna Audia (A34180024)

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insektisida dalam membunuh hama menggunakan dua mekanisme, yaitu


meracuni hama secara langsung dan meracuni tanaman terlebih dahulu baru hama
akan keracunan setelah makan tanaman tersebut. Cara kerja atau Mode of Action
adalah kemampuan pestisida dalam mematikan hama atau penyakit sasaran
menurut cara masuknya bahan beracun ke jasad hama atau penyakit sasaran dan
menurut sifat dari bahan kimia tersebut (Dendang et al. 2018). Berdasarkan cara
masuknya ke dalam jasad sasaran, salah satunya yaitu melalui perut/lambung.
Racun perut/lambung merupakan bahan beracun pestisida yang dapat merusak
sistem pencernaan jika tertelan oleh serangga. Insektisida racun perut merupakan
racun yang baru bekerja jika bagian tanaman yang telah disemprot dimakan oleh
hama. Bagian tanaman yang termakan itulah yang akan sampai di lambung hama.
Di lambung inilah kerja racun mulai bereaksi (Hudayya dan Jayanti 2012).
Insektisida anorganik yang banyak digunakan pada masa sebelum insektisida
organik sintetik ditemukan mempunyai sifat sebagai racun perut. Sebagian besar
insektisida organik yang digunakan saat ini selain bersifat sebagai racun kontak
dapat juga bekerja sebagai racun perut. Pengujian racun perut dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Dalam praktikum ini, metode yang digunakan adalah metode
pencelupan daun dan sandwich daun.

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan menguji keefektifan insektisida Dursban 200 EC


pada Plutella xylostella instar 3 dengan metode pencelupan daun dan sandwich
daun.
II BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan dan Alat Metode Pencelupan Daun

Bahan yang digunakan adalah insektisida (Dursban 200 EC, bahan aktif:
klorpirifos 20%), Agristick 400 L, akuades, daun kubis (ukuran 5 cm x 5 cm),
dan larva Plutella xylostella instar 3. Adapun alat yang dibu labu takar 100 ml,
gelas piala 100 ml, pipet mohr 5 ml, 10 ml, 25 ml, karet pengisap (rubber bulb),
pinset, kuas no. 4, tisu, nampan plastik, dan wadah plastik bertutup atau cawan
petri.

2.1.2 Bahan dan Alat Metode Sandwich Daun

Bahan yang digunakan adalah insektisida (Dursban 200 EC, bahan aktif:
klorpirifos 20%), Agristick 400 L, akuades, lem kanji, daun kubis (ukuran 3
cm x 3 cm), dan larva Plutella xylostella instar 3. Adapun alat yang digunakan,
yaitu labu takar 100 ml, gelas piala 100 ml, pipet mohr 5 ml, 10 ml, 25 ml,
karet pengisap (rubber bulb), pinset, kuas no. 4 dan no. 8, tisu, nampan plastik,
dan wadah plastik bertutup atau cawan petri.

2.2 Metode Praktikum

2.2.1 Metode Pencelupan Daun

Larutan insektisida disiapkan pada lima taraf konsentrasi (0.00625%,


0.0125%. 0.025%, 0.05%, dan 0.1%). Akuades yang mengandung Agristick
0.2 ml/l (pipet 0.2 ml Agristick lalu diencerkan dengan akuades hingga
volumenya mencapai 1 l) digunakan sebagai pengencer. Larutan Agristick 0.2
ml/l tersebut juga digunakan sebagai kontrol. Lima taraf konsentrasi tersebut
berturut-turut sama dengan 0.00625, 0.0125, 0.025, 0.05, dan 0.1 ml
formulasi/100 ml larutan. Kemudian membuat sediaan stok dengan konsentrasi
0.5 ml/100 ml untuk memperkecil kesalahan pengenceran. Sediaan dengan
lima taraf konsentrasi tersebut dihitung dengan rumus V1·C1 = V2·C2.
Sediaan stok (0.5 ml/100 ml) dipipet berturut-turut sebanyak 1.25, 2.5, 5, 10,
dan 20 ml ke dalam setiap labu takar 100 ml.
Sebanyak 30 buah wadah perlakuan disiapkan dan dialasi dengan tisu.
Potongan daun kubis dicelupkan ke dalam sediaan insektisida dan diamkan
selama 10 detik. Selanjutnya daun diangkat, ditiriskan di atas tisu pada nampan
plastik, dan dikering anginkan, kemudian masing-masing sebanyak tiga helai
daun kubis dimasukkan ke dalam tiap wadah perlakuan. Sebanyak 10 larva P.
xylostella dimasukkan ke dalam tiap wadah perlakuan tersebut dengan
menggunakan kuas, adapun perlakuan untuk setiap taraf konsentrasi (termasuk
kontrol) diulang lima kali. Jumlah larva P. xylostella diamati dan dihitung yang
mati pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan. Data yang diperoleh
dimasukkan ke dalam tabel di bawah ini. Data mortalitas serangga diolah
dengan menggunakan analisis probit untuk menentukan nilai LD50 dan LD95
serta selang kepercayaan 95% masing-masing.

2.2.2 Metode Sandwich Daun

Sediaan insektisida disiapkan pada lima taraf konsentrasi (0.00625%,


0.0125%. 0.025%, 0.05%, dan 0.1%). Sebanyak 30 buah wadah perlakuan
disiapkan dan alasi dengan tisu. Sediaan insektisida dioleskan pada bagian
dalam potongan daun kubis pertama dengan menggunakan kuas, lalu lem kanji
dioleskan pada potongan daun kedua dengan kuas lainnya. Selanjutnya kedua
daun tersebut ditempelkan sehingga diperoleh sepasang daun (seperti
sandwich). Tiga pasang daun dimasukkan ke dalam setiap wadah perlakuan,
kemudian sebanyak 10 larva P. xylostella dimasukkan ke dalam setiap wadah
perlakuan tersebut. Jumlah larva P. xylostella diamati dan dihitung yang mati
pada saat 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan. Data yang diperoleh
dimasukkan ke dalam tabel di bawah ini dan data mortalitas serangga diolah
dengan menggunakan analisis probit untuk menentukan nilai LD50 dan LD95
serta selang kepercayaan 95% masing-masing.
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1 Jumlah kumulatif larva P. xylostella yang mati pada metode pencelupan
daun

Jumlah mortalitas larva


Konsentrasi
(ppm)
24 jam 48 jam 72 jam

Kontrol 0 0 0

1.5625 4 4 6

3.125 7 7 10

6.25 9 10 12

12.5 12 13 15

25 16 18 20

Tabel 2 Persentase mortalitas kumulatif larva P. xylostella pada metode


pencelupan daun
Persentase mortalitas
Konsentrasi Jumlah
Konsentrasi kumulatif
bahan aktif serangga
(ppm)
(mg/l) uji 24 jam 48 jam 72 jam

Kontrol 0 50 0 0 0

1.5625 7.8125 50 8 8 12

3.125 15.625 50 14 14 20

6.25 31.25 50 18 20 24

12.5 62.5 50 24 26 30

25 125 50 32 36 40
Tabel 3 Jumlah kumulatif larva P. xylostella yang mati pada metode sandwich
daun
Jumlah mortalitas larva
Konsentrasi (ppm)
24 jam 48 jam 72 jam

Kontrol 0 0 0
1.5625 2 4 5
3.125 4 4 6
6.25 7 7 10
12.5 9 10 12
25 12 13 15

Tabel 4 Persentase mortalitas kumulatif larva P. xylostella pada metode sandwich


daun
Persentase mortalitas
Konsentrasi Jumlah
Konsentrasi kumulatif
bahan aktif serangga
(ppm)
(mg/l) uji 24 jam 48 jam 72 jam

Kontrol 0 50 0 0 0

1.5625 7.8125 50 4 8 10

3.125 15.625 50 8 8 12

6.25 31.25 50 14 14 20

12.5 62.5 50 18 20 24

25 125 50 24 26 30

Tabel 5 Hasil analisis probit metode pencelupan daun pada larva P. xylostella
JSP a ± GB b± GB LD50 (SK 95%) LD95 (SK 95%) (%)
(%)
24 -1.501 ± 0.738 ± 107.971 (36.255- 18254.0 (956.47-
0.221 0.226 6262.535) 2163088649.503)
48 -1.527 ± 0.832 ± 68.345 (29.023- 6477.085 (612.020-
0.220 0.224 864.928) 12459465.452)
72 -1.266 ± 0.712 ± 59.930 (24.452- 12245.985 (773.464-
0.202 0.211 1242.564) 357720311.973)

Gambar 1 Plot standardized residual vs dosis pada 24 JSP metode pencelupan daun

Gambar 2 Plot standardized residual vs dosis pada 48 JSP metode pencelupan daun
Gambar 3 Plot standardized residual vs dosis pada 72 JSP metode pencelupan daun

Tabel 6 Hasil analisis probit metode sandwich daun pada larva P. xylostella
JSP a ± GB b± GB LD50 (SK 95%) LD95 (SK 95%) (%)
(%)
24 -1.817 ± 0.819 ± 165.001 (49.092- 16776.525 (916.861-
0.256 0.254 18099.406) 2237463053.736)

48 -1.635 ± 0.705 ± 208.492 (51.600- 44880.024


0.236 0.239 144354.624) (1379.220-0.000)
72 -1.426 ± 0.656 ± 149.827 (40.861- 48382.614
0.216 0.223 67615.767) (1395.209-0.000)

Gambar 4 Plot standardized residual vs dosis pada 24 JSP metode sandwich daun
Gambar 5 Plot standardized residual vs dosis pada 48 JSP metode sandwich daun

Gambar 6 Plot standardized residual vs dosis pada 72 JSP metode sandwich daun

3.2 Pembahasan

Larva P. xylostella atau ulat daun kubis (Lepidoptera : Plutellidae) termasuk


hama utama pada tanaman Brassicaceae, terutama kubis, sawi dan caisim di
Indonesia. P. xylostella juga termasuk salah satu hama yang cepat menjadi resisten
dengan aplikasi insektisida kimiawi (Firdaus dan Ulpah 2016). Pengujian racun
perut dapat dilakukan dengan metode metode pencelupan daun dan sandwich daun.
Metode pertama yang dilakukan dalam pengujian racun perut adalah metode
pencelupan daun. Metode ini menggunakan daun kedelai untuk diujikan pada larva
P. xylostella. Daun kedelai yang menjadi sumber makanan larva tersebut
dicelupkan ke dalam insektisida pada lima taraf konsentrasi (0.00625%, 0.0125%.
0.025%, 0.05%, dan 0.1%) dan kontrol dengan masing-masing jumlah serangga uji
sebanyak 50 ekor.
Hasil uji menggunakan metode pencelupan daun menunjukkan bahwa
jumlah dosis berhubungan linier dengan jumlah serangga yang mati dan lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk mematikan larva P. xylostella. Hal ini sesuai dengan
Sitompul et al. (2014) yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi
berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun tersebut, sehingga daya bunuh
semakin tinggi. Jumlah racun yang mengenai kulit serangga semakin banyak, dapat
menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga semakin banyak.
Tabel 2 menunjukkan data mortalitas kumulatif larva P. xylostella dengan metode
pencelupan daun pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan. Kematian larva
terendah ditunjukkan pada konsentrasi 1.5625 ppm dan konsentrasi BA 7.8125
mg/l, yaitu dengan rata-rata jumlah kematian 8 ekor larva atau sebesar 16% dari
total jumlah serangga uji. Sedangkan kematian tertinggi ditunjukkan pada
konsentrasi 25 ppm dan konsentrasi BA 125 mg/l, yaitu dengan rata-rata jumlah
kematian 36 ekor larva atau sebesar 72% dari total jumlah serangga uji.
Hasil uji Polo Plus pada uji pencelupan daun menunjukkan dosis efektif
mematikan serangga selama 24 jam dengan LD50 adalah 107.971 μg/larva dosis
dengan LD95 sebesar 18254.0 μg/larva. Dosis efektif mematikan serangga selama
48 jam dengan LD50 adalah 68.345 μg/larva dosis dengan LD95 sebesar 6477.085
μg/larva. Dosis efektif untuk mematikan serangga selama 72 jam dengan LD50
adalah 59.930 μg/larva dan dosis dengan LD95 adalah 12245.985 μg/larva.
Metode selanjutnya adalah metode sandwich pada serangga P. xylostella
sebanyak 50 ekor pada masing-masing jam percobaan dan konsentrasi yang
digunakan. Hasil uji metode sandwich juga menunjukkan hubungan linier antara
jumlah mortalitas kumulatif dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mematikan larva P. xylostella. Berdasarkan tabel 3, jumlah kumulatif larva P.
xylostella yang mati dengan jumlah tertinggi pada perlakuan 24 jam, 48 jam, dan
72 jam didapat kematian terbanyak sebesar 15 ekor pada konsentrasi 25 ppm dan
kandungan bahan aktif sebesar 125 mg/l dengan waktu perlakuan 72 jam. Hal
tersebut menunjukkan persentase mortalitas kumulatif terbesar sebanyak 30% dari
50 serangga yang diujikan. Sedangkan pada jumlah kematian larva terendah didapat
kematian sebanyak 2 ekor pada konsentrasi 1.5625 ppm dan kandungan bahan aktif
sebesar 7.8125 dengan waktu perlakuan 24 jam. Persentase kematian larva terendah
sebesar 4% dari 50 serangga yang diujikan. Hal tersebut sesuai dengan
Djojosumarto (2008), kematian serangga juga dipengaruhi oleh metabolisme
serangga dan seberapa cepat pestisida itu memasuki tubuh serangga. Semakin tinggi
konsentrasi yang diaplikasikan dan semakin lama waktu pengaplikasiannya akan
efektif mematikan serangga. Bila kepekaan hama sasaran terhadap insektisida
semakin berkurang dan tidak dapat lagi dikendalikan maka hama tersebut dikatakan
sudah resisten.
Hasil uji Polo Plus pada pengujian dengan metode sandwich menunjukkan
dosis efektif mematikan serangga selama 24 jam dengan LD50 adalah 165.001
μg/larva dan dosis dengan LD95 sebesar 16776.525 μg/larva. Dosis efektif
mematikan serangga selama 48 jam dengan LD50 adalah 208.492 μg/larva dan
dosis dengan LD95 sebesar 44880.024 μg/larva. Dosis efektif untuk mematikan
serangga selama 72 jam dengan LD50 adalah 149.827 μg/larva dan dosis dengan
LD95 adalah 48382.614 μg/larva.
Perbandingan kedua metode yang digunakan menunjukan bahwa metode
pencelupan daun memiliki efektivitas yang lebih tinggi yaitu pada konsentrasi 25
ppm dengan waktu uji 72 jam menunjukkan persentase jumlah mortalitas kumulatif
sebesar 40% sedangkan pada metode sandwich dengan konsentrasi yang sama
menunjukkan persentase jumlah mortalitas kumulatif sebesar 30%. Perbedaan
toksisitas racun perut pada serangga disebabkan oleh perbedaan banyak insektisida
yang termakan, penetrasi insektisida melalui dinding pencernaan, metabolisme
insektisida dan toksisitas intrinsik setelah penetrasi. Umur larva dalam stadium
yang berbeda juga dapat mempengaruhi toksisitas insektisida. Larva yang lebih tua
tergolong lebih tahan daripada larva yang baru berganti kulit. Perubahan kepekaan
ini disebabkan oleh perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses ganti kulit
(Djojosumarto 2008).
Pengujian kedua metode menggunakan insektisida Dursban 200EC dengan bahan
aktif klorpirifos 20%. Insektisida Dursban 200EC dengan racun kontak dan
lambung, berbentuk pekatan berwarna kuning yang dapat diemulsikan, untuk
mengendalikan dan membasmi hama-hama pada tanaman jagung, bawang merah,
cabai, bunga krisan, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, kelapa, kelapa sawit,
kubis, lada, petai, tembakau, tomat, wortel dan kakao. Insektisida dengan bahan
aktif klorpirifos ini memiliki jangkauan yang luas dalam pengendalian hama ulat,
kutu-kutuan dan Organisme Pengganggu Tanaman lainnya. Klorpirifos berfungsi
sebagai racun kontak dan racun perut (lambung) yang menyebabkan tingginya
mortalitas larva (Asikin 2017).
IV SIMPULAN

Dursban 200 EC pada konsentrasi 25 ppm dan konsentrasi BA 125 mg/l


paling efektif mematikan larva P. xylostella pada kedua perlakuan, dimana
perlakuan pencelupan daun dengan persentase mortalitas kumulatif terbesar pada
72 JSP sebesar 72%, lalu pada perlakuan sandwich dengan persentase mortalitas
kumulatif terbesar pada 72 JSP sebesar 30%. Metode pencelupan daun lebih efektif
digunakan dibandingkan metode sandwich karena persentase mortalitas yang
disebabkan oleh metode pencelupan daun lebih besar daripada metode sandwich.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin S. 2017. Ekstrak tapak liman (Elephantopus scaber L.) sebagai biopestisida
terhadap hama ulat graya. Jurnal Pertanian. 3(1): 26-30.
Dendang B, Hani A, Suhaendah E. 2018. Efektivitas insektisida untuk pengendalian
hama trips dan penggerek pucuk nyamplung (Calophylum inophylum). J Hut
Trop. 2(1): 16-20.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Firdaus dan Ulpah S. 2016. Uji efektifitas beberapa konsentrasi larutan daun
kirinyuh (Choromolaena odorata (L.) King & Robinson) terhadap ulat tritip
(Plutella xylostella L) pada tanaman kubis (Brassica oleraceae var. capitata)
di laboratorium. Jurnal Agribisnis. 18 (2) : 1- 11.
Hudayya A, Jayanti H. 2012. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara
Kerjanya (Mode Of Action). Bandung (ID): Yayasan Bina Tani Sejahtera.
Sitompul AF, Oemry S, Pangestiningsih Y. 2014. Uji efektifitas insektisida nabati
terhadap mortalitas Leptocorisa acuta Thunberg. (Hemiptera : Alydidae)
pada tanaman padi (Oryza sativa L.) di rumah kaca. Jurnal Online
Agroteknologi. 2(3):1075-1080.

Anda mungkin juga menyukai