Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PESTISIDA DALAM PROTEKSI TANAMAN

PENGUJIAN RACUN PERUT

Paralel 4

Kelompok 4 :
1. Armando Balses I (A24190194)
2. Fira Rofahiyati (A34180060)
3. Diah Rahmawati U (A34180061)
4. Indah (A34180066)
5. Sapto Nugroho (A34180101)

Dosen :
Lia Nuralia S.P, M.Si

Asisten Praktikum :
Jeremi Valleri Silitonga (A34170018)

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

IPB UNIVERSITY

BOGOR

2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain yang digunakan untuk
mengendalikan berbagai hama. Bagi petani jenis hama yaitu tungau, tumbuhan
pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, dan virus,
nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap
merugikan (Djojosumarto 2008). Penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional
menimbulkan dampak buruk dari segi lingkungan maupun dari segi kesehatan manusia.
Dari segi lingkungan pestisida kimia dapat menyebabkan pencemaran air berdampak
luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan,
ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam,
dan sebagainya. Pestisida juga dapat mengubah perilaku dan morfologi pada hewan. Dari
segi kesehatan manusia pestisida kimia dapat meracuni manusia melalui mulut, kulit, dan
pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh
seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan
kronis.
Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat
bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan
genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu
yang keracunan) (Fatmawati 2012). Penggunaan pestisida sintetis yang dinilai praktis
untuk mengendalikan serangan hama, ternyata membawa dampak negatif bagi
lingkungan sekitar bahkan bagi penggunanya sendiri. Pestisida nabati adalah pestisida
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan
kemampuan yang terbatas, karena pestisida nabati ini bersifat mudah terurai di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia, serta ternak.
Pestisida nabati ini berperan sebagai racun kontak dan racun perut.
Racun perut merupakan insektisida yang dapat membunuh serangga yang
menjadi sasaran apabila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan
serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Kemudian insektisida tersebut
akan dibawa oleh cairan tubuh serangga menuju susunan saraf serangga. Insektisida
yang sering disebut sebagai racun perut adalah Bacillus thuringiensis.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik-teknik racun perut dan
menghitung pengujian racun perut menggunakan aplikasi Poloplus.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 2 Maret 2021 pukul 07.00
WIB. Tempat pelaksanaan yaitu di rumah masing-masing praktikan.

Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan yaitu jurnal/artikel mengenai materi racun perut sebagai
bahan literatur, software polo plus, dan microsoft word. Sedangkan alat yang digunakan
yaitu laptop dan smartphone untuk mencari perhitungan racun kontak dan menulis
infromasi yang didapatkan.

Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah mencari perhitungan racun
perut menggunakan aplikasi polo plus. Pertama, mengetikkan data dalam format text
dokumen (.txt) pada bnotepad. Menyimpan dan memberi nama dokumen. Teks yang
didahului tanda = merupakan keterangan. Memberi nama data yang akan dianalisis,
didahului dengan tanda *(bintang). Memasukkan data dengan urutan konsentrasi <spasi>
jumlah serangga uji <spasi>, jumlah serangga mati lalu menekan enter.
Setelah didapatkan hasil perhitungan. Selanjutnya, memindahkan data ke
microsoft word untuk dibuat laporan. Mencari jurnal atau bahan rujukan laporan dari
berbagai sumber pustaka seperti internet dan buku.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Jumlah kematian larva Plutella xylostella pada 24, 48, dan 72 JSP metode
celup (Dipping method)
Konsentrasi 24 JSP 48 JSP 72 JSP*
(%) 1 2 3 1 2 3 1 2 3**
0,4 3 3 4 8 10 10 18 18 19
0,2 2 2 1 7 9 7 14 15 15
0,1 1 1 2 6 9 6 12 13 11
0,05 1 1 1 5 7 5 8 10 9
0,025 0 0 1 4 6 4 5 7 6
Kontrol 0 0 0 0 1 0 0 1 1

Tabel 2. Jumlah kematian imago Spodoptera litura pada 24, 48, dan 72 JSP dengan
metode sandwich
Konsentrasi 24 JSP 48 JSP 72 JSP*
(%) 1 2 3 1 2 3 1 2 3**
0,4 14 13 12 16 17 16 19 20 19
0,2 10 11 10 14 14 14 18 17 17
0,1 7 8 8 10 14 13 14 16 15
0,05 5 7 7 8 9 11 11 13 12
0,025 3 5 5 6 7 6 7 9 8
Kontrol 0 0 0 0 1 0 1 1 0

Tabel 3. LD50 dan LD95 pada larva Plutella xyllostela dan Imago Spodoptera litura
Plutella xyllostella (Dipping method)
Lethal Dose 24 JSP 48 JSP 72 JSP
LD50 6,464 0,677 0,057
LD95 593,96 791,045 0,666
Spodoptera litura (Metode sandwich)
LD50 0,173 0,065 0,039
LD95 9,311 1,819 0,387

Pembahasan
Uji toksisitas akut merupakan bagian dari uji praklinik yang dirancang untuk
mengukur efek toksik suatu senyawa. Toksisitas akut mengacu pada efek toksik yang
terjadi setelah pemberian oral dosis tunggal dalam selang waktu 24 jam. Dosis Letal
tengah atau LD50 adalah tolak ukur statistik setelah pemberian dosis tunggal yang sering
dipergunakan untuk menyatakan tingkatan dosis toksik sebagai data kuantitatif.
Sedangkan gejala klinis, gejala fisiologis dan mekanisme toksik sebagai data kualitatifnya.
Metode Thompson-Weil menggunakan daftar perhitungan LD50 merupakan metode yang
sering digunakan dalam penentuan tingkat ketoksikan suatu senyawa. Dipilih metode ini
dikarenakan mempunyai tingkat kepercayaan yang cukup tinggi, hasil yang akurat, dan
tidak memerlukan hewan coba yang cukup banyak (Mustapa et al. 2018).
Cara kerja pestisida dalam tubuh serangga dikenal sebagai mode of action dan
cara masuk atau mode of entry. Mode of action adalah cara pestisida memberikan
pengaruh melalui titik tangkap didalam tubuh serangga. Titik tangkap pada serangga
biasanya berupa enzim atau protein. Cara kerja insektisida yang digunakan dalam
pengedalian hama terbagi lima kelompok yaitu mempengaruhi sistem saraf, menghambat
produksi energi, mempengaruhi sistem endokrin, menghambat produksi kutikula, dan
menghambat keseimbangan air. Mode of entry adalah cara insektisida masuk kedalam
tubuh serangga, dapat melalui kutikula (racun kontak), alat perncernaan (racun perut),
atau lubang pernafasan (racun pernafasan) (Kementrian Kesehatan RI 2012).
Kasumbogo (2006) menambahkan bahwa cara masuknya insektisida ke dalam
tubuh serangga sebagai racun perut yaitu dengan masuk melalui saluran pencernaan
makanan atau perut. Senyawa toksik serangga akan menembus dinding usus yang
selanjutnya akan mengganggu metabolisme serangga dan menyebabkan kekurangan
energi yang diperlukan untuk aktivitas lainnya, kejang dan kemudian akan menyebabkan
kematian.
Mortalitas larva Plutella xylostella dengan perlakuan insektisida racun perut
(metode celup) dan konsentrasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.
LD50 racun perut berdasarkan perhitungan probit menggunakan aplikaso polo pada 24
JSP adalah 6,464 %. Sehingga, perlakuan tersbut belum dapat mematikan setengah
populasi larva secara efektif. LD95 racun perut ini adalah 593,96 %, karena perlakuan
konsentrasi ini dalam waktu 24 JSP mampu mematikan separuh lebih populasi larva.
Pada perlakuan 48 jam, LD50 yang didapat adalah 0,677 % dan LD95 791,045 %. Hal ini
menunjukkan pada LD50 kefektifan insektisida menurun ketika perlakuan melebihi dari
24 jam dan untuk LD95 kefektifan insektisida meningkat ketika perlakuan melebihi dari 24
jam, namun pada LD95 dengan perlakuan 72 jam, menunjukkan penurunan kefektifan
insektisida tersebut.
Percobaan uji insektisida terhadap mortalitas Spodoptera litura dilakukan dengan
metode sandwich. Sama dengan metode celup bahwa pada LD50 kefektifan insektisida
menurun ketika melewati dari perlakuan 24 jam. LD95 pada racun perut dengan metode
sandwich ini juga mengalami penurunan kefektifan ketika melewati 24 jam setelah
pengamatan.
Perbedaan toksisitan insektisida racun perut terhadap serangga disebabkan oleh
perbedaan banyaknya insektisida yang termakan, penetrasi insektisida melalui dinsing
saluran pencernaan, metabolisme insektisida dan toksisitas intrinsik setelah penetrasi.
Umur larva juga mempengaruhi toksisitas insektisida. Larva yang lebih tua lebih tahan
daripada larva yang baru ganti kulit. Perubahan kepekaan ini kemungkinan dibebkan
perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses ganti kulit (Djojosumarto 2008).
Kematian serangga juga dipengaruhi oleh metabolisme seranga dan seberapa cepat
pestisida itu memasuki tubuh serangga. Semakin tinggi konsentrasi yang diaplikasikan
dan semakin lama waktu pengaplikasiannya akan efektif mematikan serangga. Bila
kepekaan hama terhapat insektisida sudah berkurang, insektisida tersebut tidak dapat
lagi digunakan untuk mengendalikan hama dan dikategorikan sudah resisten (Zaloom
2001).
KESIMPULAN

Pengujian insektisida dengan racun perut dapat dilakukan dengan metode celup
dan metode sandwich. Racun perut juga memiliki kefektifan berbeda tergantung dari
bahan aktif yang terkandung di dalamnya. Umur larva juga memengaruhi keefektifan
racun kontak yang akan diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID) : Agromedia Pustaka.


Fatmawati. 2012. Pengaruh Pestisida Limia Terhadap Kesehatan Manusia.
Kasumbogo U. 2006. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta (ID) : Gajah
Mada Press.
Kementrian Kesehatan RI, (2012). Pedoman penggunaan insektisida (pestisida) dalam
pengendalian vektor. Jakarta: Kementerian RI.
Mustapa MA, Tuloli TS, Mooduto AM. 2018. Uji toksisitas akut yang diukur dengan
penetuan LD50 ekstrak etanol bunga cengkeh (Syzygium aromaticum L.)
terhadap mencit (Mus musculus) menggunakan metode Thompson-Weil.
Zalom FG. 2001. Pesticide use practices in integrated pest management. Di dalam :
Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D, Hodgson et all., editor.
Handbook of Pesticide Toxicology Vol. 1. San Diego (US) : Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai